Setelah cukup lama mematut dirinya di depan cermin, Kinara mengangguk mantap dan mulai meyakinkan dirinya jika ia kuat. Setelah itu, ia mulai keluar dari kamarnya dan segera menyusul Arjuna yang sudah menunggu di dalam mobil."Sudah?" tanya Juna."Sudah, Mas. Maaf sudah membuat Mas menunggu lama. Ya sudah ayo kita segera berangkat, nanti kita terlambat," ajak Nara kemudian."Gadis cantik yang bernama Kinara, sesungguhnya author sudah menunggu-nunggu belum tahu saja kamu kalau sebentar lagi kamu akan masuk ke lubang neraka nantinya. Seandainya kamu tahu kemana Arjuna akan membawamu, Ra," gumam Mak othornya sendirian.Setelah Nara mulai masuk ke dalam mobil, Juna pun kemudian melajukan kendaraan roda empat itu perlahan. Mereka melalui jalanan beraspal yang masih terdapat celah lubang-lubang di kanan kirinya. Entah karena hari Minggu ataukah karena apa, akan tetapi jalanan yang mereka lewati pada saat ini terlihat cukup ramai dari biasanya. "Ra?" panggil pria yang bernama Juna. Kinara s
Dari atas pelaminan, Bu Ratna menatap kaget pada pasangan laki-laki dan juga wanita yang baru saja tiba di sana. Ia merasa sangat dongkol dan kemudian menghentikan langkah kaki Deva yang akan turun ke sana untuk menemui Nara."Bapak yang mengundang mereka?" tanya Bu Ratna pada pak Rudi dengan mata yang melotot."Loh loh loh, endak kok, Bu. Siapa juga yang mau ngundang mereka berdua?" jawab pak Runi yang juga sedang merasa kebingungan karena Kinara dan Arjuna bisa sampai di acara pernikahan anaknya."Dasar memang dia wanita ndak tahu malu dan ndak kenal tata krama. Berani-beraninya dia datang kemari padahal kita tidak mengundangnya. Heran Ibu, sebenarnya apa maunya sih anak ini?" Bu Ratna berbisik bisik pada suaminya, takut jika kemarahannya nanti akan di dengar oleh sang besan yang kaya raya itu."Kamu mau duduk dulu atau langsung mau menyalami mereka dan pulang, Ra? Atau kita makan dulu? Biar aku yang ambilkan," tanya Arjuna lagi."Mas, apa kamu yakin kalau aku masih bisa makan di da
Kinara yang terus memandangi Vanya yang masih tersentak kaget sudah tak bisa menahan lagi gelora keingintahuannya yang sudah membara. Nara pun memundurkan langkahnya dari hadapan Bu Ratna, dan kemudian berjalan menuju ke hadapan Vanya pada saat ini. Genggaman tangan Kinara pun kini terlepas dari lengan kekar seorang Arjuna."Jawab sekali lagi, Vanya. Benarkah kalau benda ini adalah milikmu?" Nara kembali bertanya kepada Vanya dengan tatapan mata yang menghunus tajam, setajam silet. Jika saja hanya dengan sebuah tatapan mata bisa membunuh, mungkin pada saat ini tubuh Vanya sudah terkapar dan bersimbah darah."I-iya, be-benar. Katakan sekarang, darimana kamu bisa mendapatkan kalung berlian ini?" tanya Vanya seolah memberikan sebuah tuduhan kepada Nara. Dia mencoba untuk membalik fakta demi menutup rasa takutnya yang pada saat ini mulai muncul.Deva yang pada saat ini berdiri tepat di antara kedua wanita itu pun kemudian mencoba bertanya kepada Nara."Ada apa ini, Ra? Apakah ada sesuatu
Vanya membelalakkan matanya lebar saat Nara berbalik menantang untuk melaporkan dirinya ke kantor polisi. Kedua tangan Vanya sudah terasa dingin, tubuhnya seolah membeku. Dia tak ingin jika nantinya dia harus berakhir dan mendekam di balik jeruji besi. Apalagi hari ini seharusnya menjadi hari yang paling bahagia untuknya.Vanya pun langsung menoleh dan memicingkan mata saat menatap lekat kepada Bu Ratna."Aduh, kenapa juga sih wanita tua itu harus keceplosan?!" batin Vanya yang menyalahkan Bu Ratna.Hari pernikahan yang seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi mereka langsung berganti menjadi sebuah musibah yang besar. Acara yang baru saja dimulai itu, terpaksa harus selesai lebih cepat dari jadwal aslinya.Saat semua orang yang ada di sana masih terdiam, Nara masih terus bersikeras meminta agar masalah ini segera di usut dan ditangani oleh pihak kepolisian. Sebagai seorang suami, dan juga sebagai orang yang mengetahui bagaimana hari-hari yang harus dialami oleh Arumi dengan p
vanya masih terus menerus berbicara bahwa bukan dialah yang telah menabrak Bu Wati.."Aku tidak pernah merasa menabrak siapapun, Va. Aku tidak melakukan hal apapun. Apalagi kalau yang tabrak adalah ibu dari wanita itu." Vanya berusaha menyakinkan Deva dengan nada yang sedikit pelan."Lalu, apa jawaban yang akan kamu berikan tentang apa yang tadi dikatakan oleh ibuku?" tanya Deva kemudian.Deva mencoba menanyakan tentang apa yang dikatakan oleh Bu Ratna mengenai sisa darah yang tertempel di bumper depan mobilnya."Aku baru ingat, anak bengkel juga pernah mengatakan kepadaku jika kamu pernah membawa mobilmu ke bengkel untuk mengganti bumper depan. Apa kamu masih bisa mengelak dengan semua bukti dan saksi itu? Sekarang, bicaralah yang jujur, supaya aku juga bisa mencari cara untuk membantu kamu," ucap Deva berbisik pelan di telinga Vanya.Vanya mulai ketakutan setelah mendengar penuturan dari Deva barusan. Ia tak mengira jika para pekerja di bengkel Deva pun juga bisa menjadi saksi atas
Pagi baru saja datang. Bahkan mentari pun masih enggan untuk menampakkan sinarnya. Di pagi hari yang masih tertutup kabut yang begitu pekat itu membuat hawa di sekitar Gunung Ungaran terasa semakin dingin, menusuk hingga ke tulang. Kondisi di sekitar lereng gunung yang lembab, membuat udara di sekitarnya menjadi lebih dingin.Usai Arjuna dan Kinara selesai salat Subuh pada pagi hari itu, mereka kemudian berjalan-jalan untuk mencari udara segar. Arjuna pada saat itu mengenakan jaket yang sangat tebal, sedangkan Nara yang sudah terbiasa dengan udara gunung, hanya mengenakan sweater yang tidak terlalu tebal berwarna ungu yang dia miliki sebagai hadiah dari ibunya.Pada pagi hari itu dinginnya udara tidak membuat mereka mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan. Pasangan pengantin baru itu pergi menuju ke air terjun kecil yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Saat mereka berdua tiba di sana, terlihat beberapa tenda-tenda camping yang didirikan oleh para wisatawan. Di sinilah Juna me
Kinara menatap hamparan jalan yang terlihat dari ambang jendela kamarnya. Dari balik jendela kamarnya, perempuan itu sedang asik menatap senja yang mulai terlihat merona di atas sana. Dia masih duduk diam berlama-lama di sana belakang tirai yang menutupi sebagian wajahnya. Seolah tak ingin melewatkan moment pergantian sore ke malam hari.Sudah selang dua hari sejak peristiwa pernikahan yang menghebohkan itu terjadi. Dengan bukti-bukti yang kuat, serta rekaman suara yang telah diberikan oleh Deva, Vanya akhirnya diputuskan bersalah dan terpaksa ditahan di sel sementara sambil menunggu proses hukum yang lebih lanjut.Para warga desa pun menjadi heboh dengan terkuaknya pelaku tabrak lari yang mengakibatkan Bu Wati meninggal dunia. Mereka tidak menyangka, jika menantu Bu Ratna lah pelakunya. Menantu yang di gadang-gadang oleh Bu Ratna di seantero desa.Kejadian tersebut tentu saja membuat keluarga nama Pak Rudi dan Bu Ratna ikut terseret dalam kasus tersebut. Hampir semua orang di setiap t
Arjuna mengantarkan istri dan juga sahabat dekatnya tersebut dengan menggunakan mobilnya. Mau bonceng tiga? Ya tidak mungkin pastinya.Nara benar-benar sudah diratukan oleh seorang Arjuna. Pernikahan yang awalnya terjadi karena sebuah tragedi, kini sudah berubah menjadi kebahagiaan tersendiri baginya.Arjuna pada hari ini memang sedang sangat santai, jadi ia pun mengantarkan kedua wanita yang sekarang ini berada di dalam mobilnya juga dengan santai. Terlihat Reni di jok belakang yang sedang tersenyum-senyum riang."Hari ini kamu terlihat bahagia sekali, Ren?" tanya Nara."Iya dong, sudah dua hari kamu menutup pintu untukku, dan sekarang kamu sudah mau aku ajak healing. Seneng dong aku," jawab Reni."Helang heling, healing kok ke pasar ya mana ada to, Ren?" ucap Nara kemudian.Hanya beberapa percakapan kecil mereka di dalam mobil sebelum akhirnya sampailah juga mereka di tempat healing tujuan Reni. Terlihat suasana hiruk pikuk di pasar saat mereka bertiga telah sampai di sana. Tentu sa