"Sraakk, BRAK!"Di sebuah kamar yang cukup besar dengan nuansa putih yang elegant dan cukup mewah. Vanya mencari kalungnya yang hilang entah kemana. Dia berjalan kesana kemari mengacak-acak semua isi kamarnya.Lemari pakaian, serta laci-laci meja, dan tempat-tempat ia sering meletakkan benda-benda penting juga sudah dicarinya. Bahkan di semua lipatan baju yang semula sudah tertata rapi di dalam almarinya juga sudah ia keluarkan.Kamar yang seharusnya elegan itu berubah menjadi seperti tempat penampungan rongsokan. Bentuknya sudah seperti kapal pecah dengan benda-benda yang sudah kocar kacir di sana sini."Haaaaarkkkh!! Dimana sih? Kenapa aku bisa lupa?" Vanya berriak kencang dengan wajah bingungnya ."Kalung itu nggak boleh hilang! Bisa bahaya kalau sampai nanti aku tidak bisa menemukannya. Pasti Bu Ratna akan sangat marah. Aaaah!" Seru Vanya dengan kesal.Kalung kecil dengan berlian dalam liontin berbentuk lope-lope yang dimiliki oleh Vanya adalah kalung yang diberikan oleh Bu Ratna
Di sebuah rumah yang cukup besar dan cukup mewah di wilayahnya. Ibu-ibu sedang berkumpul untuk acara masak-memasak di tempat itu. Seperti pada umumnya acara hajatan yang berlangsung di sebuah kampung, pada saat ini kediaman Bu Lurah juga sedang ramai dan dipenuhi dengan para tetangga yang sedang rewang.Para ibu-ibu sedang sibuk meracik bumbu-bumbu dan juga memasak besar di sebuah dapur dadakan yang didirikan di belakang dapur utama Bu Ratna. Di dapur yang didirikan cukup besar tersebut ada ibu-ibu yang sedang mengupas bawang, mengiris ayam, menanak nasi dan sebagainya. Semua kegiatan itu tentunya sudah lazim kita lihat di setiap acara rewang dalam sebuah acara hajatan.Tapi tentu saja kan, dalam sebuah acara seperti akan terasa tidak afdol dan tidak lengkap jika tidak dibarengi dengan acara ghibah bersama. Akan ada saja masalah yang mereka bahas."Bu, saya dengar dengar calon mantunya Bu Emi ini adalah anak dari orang kaya, ya?" Tanya seorang ibu-ibu paruh baya yang memulai memancing
Dada Lina bergemuruh hebat. Dia mengira jika Bu Ratna sudah mengetahui tentang hubungan terlarangnya dengan Pak Rudi. Tapi Lina tetap berusaha untuk mengontrol suaranya."Lin ..." Panggil Bu Ratna dari ujung telepon."Anu, Bu. Bapak sedang ada di ruangannya saat ini, Bu. Karena sekarang Bapak sedang menerima tamu dari Dinas Pariwisata," jawab Lina yang berbohong."Oh ya pantes aja belum pulang, mana hape nya juga nggak bisa dihubungi," ucap Bu Ratna."Iya, Bu. Karena kalau sampai dapat proyek sama dinas pariwisata ini, untungnya cukup banyak, Bu," ujar Lina lagi."Oh ya sudah kalau begitu. Nanti sampaikan saja kalau sudah selesai, Bapak suruh telepon balik ya, Lin.""Iya, Bu. Nanti akan saya sampaikan pada Bapak.""Bilang ke Bapak kalau dirumah sekarang ada keluarga besar Bapak yang sudah pada datang. Jadi kalau bisa Bapak suruh segera pulang, ya," sambung Bu Ratna i lagi."Nggeh, Bu.""Yo wis, Lin. Makasih yo,""Ceklik" dan panggilan telepon itu un akhirnya di akhiri oleh Bu Ratna.S
Pikiran Vanya sudah kacau pada saat ini, ia tidak bisa berfikir jernih. Ia tancap gas mobilnya untuk pergi ke suatu tempat. Tujuannya itu cuma satu, ia harus segera pergi dan mendatangi kembali tempat dimana kecelakaan itu terjadi.Vanya sangat yakin jika kalung yang ia kenakan pada saat itu terjatuh di sana. Kalung itu pasti terjatuh pada saat Vanya hendak memastikan keadaan Bu Wati yang masih hidup ataukah sudah mati pada saat itu.Vanya melaju di atas batas kecepatan rata-rata. Suasana jalan yang lengang membuatnya terlena dan berjalan tak beraturan.Sepi, hanya itulah gambaran yang terlihat saat dirinya tiba di jalan itu, jalan yang membuatnya berada dalam suatu kondisi yang sangat tidak menyenangkan. Vanya kemudian memarkirkan kendaraan roda empatnya. Dia kemudian turun dan menyusuri setiap inci jalanan yang ada di sekitar lokasi kejadian.Bulu kuduk Vanya tiba-tiba merinding, ia mengusap-usap tengkuknya yang pada saat ini sudah meremang sempurna.Tap!Vanya berusaha menelan luda
Arjuna tersenyum mendapati sikap pengertian dari istrinya itu. Ia pun kemudian berjalan mendekati Kinara."Mas minta maaf ya, karena baru bisa memberikan kamu perhatian receh seperti ini. Tapi Mas janji, Mas akan selalu belajar dan memperbaiki diri lagi agar bisa menjadi suami yang baik dan bisa terus membahagiakan kamu nantinya," Arjuna berbicara sembari meraih tangan Kinara untuk kemudian ia bawa ke dalam genggamannya.Kinara pun hanya mengulas senyum kecil untuk Arjuna. Saat ia sudah berada di awang-awang seperti ini, kembali ia disadarkan oleh kenyataan yang ada. Ia tidak ingin terlalu terlena dengan sikap manis yang diberikan oleh Arjuna.Ia sudah berfikir bahwa tidak akan ada yang bisa membahagiakan dirinya selain dirinya sendiri. Yang ada di dalam pikirannya sekarang ni adalah, siapapun yang datang bisa pergi, tak terkecuali itu pasangan kita sendiri. Jadi Kinara pun juga sudah tak akan pernah lagi ambil hati baik itu saat ia mendapatkan kata-kata yang manis ataupun menyakitkan
Pagi ini, aku sedang menjemur pakaian basah di halaman belakang rumah setelah selesai mencuci."Laaah, pagi-pagi gini udah basah aja itu rambut. Pasti semalam ada kejadian yang 'iya-iya' kan, hayooo?" Celetuk Reni dengan senyumnya yang terlihat menggoda.Kulihat Reni juga sedang menjemur pakaian nya saat ini. Sedangkan Mas Juna sudah berangkat pagi-pagi sekali menuju ke kantor karena ada sesuatu hal penting yang harus ia selesaikan. Tapi sebelum itu, ia akan pergi ke rumah Bu Iyem dulu di rumah sewanya. Ia berkata bahwa ia akan mengambil beberapa berkas penting dulu di sana."Huush! Ngawur. Aku itu keramas karena habis mandi wajib karena baru selesai haidnya," balasku menanggapi celotehan Reni."Lah, apalagi sudah selesai. Paling besok juga sudah basah lagi itu. Pasti udah keramas lagi, " seloroh Reni yang terkekeh melihat ekspresi wajah yang aku tunjukkan.Selorohan dari Reni seketika membuat wajah ini seketika memanas saat mengingat kejadian semalam. Seandainya saja malam tadi aku t
Hari ini adalah hari Minggu. Hari dimana di rumah Pak Lurah sedang diadakan pesta besar-besaran untuk acara pernikahan anak lelakinya. Dan pada hari ini pula acara ijab qabul antara Deva dan juga Vanya akan di selenggarakan.Di atas sebuah kursi putih dan di depan meja berwarna putih, semua orang sudah berkumpul. Mereka menunggui prosesi sakral yang sudah dinanti-nanti. Di depan sebuah meja yang nantinya akan memisahkan antara dirinya dengan Pak Penghulu, terlihat sosok pengantin laki-laki berbalut busana pengantin berwana putih dengan hiasan emas di sekelilingnya.Deva duduk di kursi yang nanti akan menjadi saksi pernikahannya dengan tanpa ekspresi. Wajahnya begitu datar. Sedikitpun tak terlihat adanya raut wajah yang bahagia layaknya wajah bahagia bagi seorang calon pengantin.Terlihat pula Pak Samsudin yang berada di samping penghulu. Ia yang menjadi wali nikah bagi putri semata wayangnya pada hati yang berbahagia ini.Sedangkan Pak Rudi sudah duduk di samping Deva yang pada saat
Setelah cukup lama mematut dirinya di depan cermin, Kinara mengangguk mantap dan mulai meyakinkan dirinya jika ia kuat. Setelah itu, ia mulai keluar dari kamarnya dan segera menyusul Arjuna yang sudah menunggu di dalam mobil."Sudah?" tanya Juna."Sudah, Mas. Maaf sudah membuat Mas menunggu lama. Ya sudah ayo kita segera berangkat, nanti kita terlambat," ajak Nara kemudian."Gadis cantik yang bernama Kinara, sesungguhnya author sudah menunggu-nunggu belum tahu saja kamu kalau sebentar lagi kamu akan masuk ke lubang neraka nantinya. Seandainya kamu tahu kemana Arjuna akan membawamu, Ra," gumam Mak othornya sendirian.Setelah Nara mulai masuk ke dalam mobil, Juna pun kemudian melajukan kendaraan roda empat itu perlahan. Mereka melalui jalanan beraspal yang masih terdapat celah lubang-lubang di kanan kirinya. Entah karena hari Minggu ataukah karena apa, akan tetapi jalanan yang mereka lewati pada saat ini terlihat cukup ramai dari biasanya. "Ra?" panggil pria yang bernama Juna. Kinara s