Share

60. Tragedi

Author: Yasmin_imaji
last update Last Updated: 2023-12-08 12:32:20

Arjuna, lelaki itu kemudian menangkupkan kedua tangannya di wajahku. Dengan ibu jarinya, ia menghapus lelehan air mata ini dengan lembut. Lalu, ia mengajakku untuk pulang.

Aku mengikuti langkahnya sampai di tempat aku memarkirkan motor yang disampingnya sudah terdapat mobil mercy merah mengkilat milik Aditya.

"Jangan langsung pulang, ya. Aku mau ajak kamu dulu ke suatu tempat," ajaknya.

Kami berdua akhirnya berjalan beriringan. Aku mengendarai motorku tak berjarak jauh di belakang mobilnya. Dan benar saja, bukan jalan menuju ke rumah yang dia ambil saat ini. Melainkan menuju ke rumah sewa yang beberapa waktu yang lalu sempat ditempati olehnya. Aku pun menghentikan motor matic ku di sana beberapa saat setelah Mas Juna juga berhenti.

"Kenapa kita malah kemari, Mas?" tanyaku padanya.

Aku turun dan menatap takjub pada rumah yang ada di depanku sekarang ini. Sebuah rumah permanen yang terlihat begitu luas dengan halaman yang cukup luas juga menurutku. Rumah ini bahkan jauh lebih luas dan l
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Takdir Yang Membawamu   61. Kejahatan Terencana

    Aku tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Mas Juna dengan stafnya yang bernama Agus itu. Akan tetapi aku dapat melihat wajah pias serta raut wajah penuh kekhawatiran pada diri Mas Juna saat ini.Meskipun pada saat ini, posisi Mas Juna masih membelakangi ku, namun bahasa tubuhnya mengisyaratkan bahwa sedang terjadi sesuatu yang tidak baik saat ini. Aku terus memperhatikannya. Aku sungguh ingin tahu dengan apa yang sedang terjadi."Mbak Nara, duduk dulu saja. Ndak apa-apa, doakan saja semuanya baik-baik saja," ucapan Bu Iyem barusan membuyarkan pikiran buruk ku pada Mas Juna. Aku jadi merasa tak enak hati karena sedari tadi telah mengabaikan wanita baya yang dari tadi berdiri di sampingku. Akupun kemudian mengiyakan ucapan Bu Iyem.Namun pada saat Bu Iyem hendak berjalan ke dapur. Ternyata Mas Juna sudah selesai dengan panggilan suaranya.Walaupun dia datang kepadaku dengan senyum dan wajah yang sudah dibuat setenang mungkin. Tetapi tetap saja ia tidak dapat menyembunyikan rasa kh

    Last Updated : 2023-12-08
  • Takdir Yang Membawamu   62. Sesuatu yang Hilang

    "Sraakk, BRAK!"Di sebuah kamar yang cukup besar dengan nuansa putih yang elegant dan cukup mewah. Vanya mencari kalungnya yang hilang entah kemana. Dia berjalan kesana kemari mengacak-acak semua isi kamarnya.Lemari pakaian, serta laci-laci meja, dan tempat-tempat ia sering meletakkan benda-benda penting juga sudah dicarinya. Bahkan di semua lipatan baju yang semula sudah tertata rapi di dalam almarinya juga sudah ia keluarkan.Kamar yang seharusnya elegan itu berubah menjadi seperti tempat penampungan rongsokan. Bentuknya sudah seperti kapal pecah dengan benda-benda yang sudah kocar kacir di sana sini."Haaaaarkkkh!! Dimana sih? Kenapa aku bisa lupa?" Vanya berriak kencang dengan wajah bingungnya ."Kalung itu nggak boleh hilang! Bisa bahaya kalau sampai nanti aku tidak bisa menemukannya. Pasti Bu Ratna akan sangat marah. Aaaah!" Seru Vanya dengan kesal.Kalung kecil dengan berlian dalam liontin berbentuk lope-lope yang dimiliki oleh Vanya adalah kalung yang diberikan oleh Bu Ratna

    Last Updated : 2023-12-09
  • Takdir Yang Membawamu   63. Penghianatan

    Di sebuah rumah yang cukup besar dan cukup mewah di wilayahnya. Ibu-ibu sedang berkumpul untuk acara masak-memasak di tempat itu. Seperti pada umumnya acara hajatan yang berlangsung di sebuah kampung, pada saat ini kediaman Bu Lurah juga sedang ramai dan dipenuhi dengan para tetangga yang sedang rewang.Para ibu-ibu sedang sibuk meracik bumbu-bumbu dan juga memasak besar di sebuah dapur dadakan yang didirikan di belakang dapur utama Bu Ratna. Di dapur yang didirikan cukup besar tersebut ada ibu-ibu yang sedang mengupas bawang, mengiris ayam, menanak nasi dan sebagainya. Semua kegiatan itu tentunya sudah lazim kita lihat di setiap acara rewang dalam sebuah acara hajatan.Tapi tentu saja kan, dalam sebuah acara seperti akan terasa tidak afdol dan tidak lengkap jika tidak dibarengi dengan acara ghibah bersama. Akan ada saja masalah yang mereka bahas."Bu, saya dengar dengar calon mantunya Bu Emi ini adalah anak dari orang kaya, ya?" Tanya seorang ibu-ibu paruh baya yang memulai memancing

    Last Updated : 2023-12-09
  • Takdir Yang Membawamu   64. Berkata yang Sebenarnya

    Dada Lina bergemuruh hebat. Dia mengira jika Bu Ratna sudah mengetahui tentang hubungan terlarangnya dengan Pak Rudi. Tapi Lina tetap berusaha untuk mengontrol suaranya."Lin ..." Panggil Bu Ratna dari ujung telepon."Anu, Bu. Bapak sedang ada di ruangannya saat ini, Bu. Karena sekarang Bapak sedang menerima tamu dari Dinas Pariwisata," jawab Lina yang berbohong."Oh ya pantes aja belum pulang, mana hape nya juga nggak bisa dihubungi," ucap Bu Ratna."Iya, Bu. Karena kalau sampai dapat proyek sama dinas pariwisata ini, untungnya cukup banyak, Bu," ujar Lina lagi."Oh ya sudah kalau begitu. Nanti sampaikan saja kalau sudah selesai, Bapak suruh telepon balik ya, Lin.""Iya, Bu. Nanti akan saya sampaikan pada Bapak.""Bilang ke Bapak kalau dirumah sekarang ada keluarga besar Bapak yang sudah pada datang. Jadi kalau bisa Bapak suruh segera pulang, ya," sambung Bu Ratna i lagi."Nggeh, Bu.""Yo wis, Lin. Makasih yo,""Ceklik" dan panggilan telepon itu un akhirnya di akhiri oleh Bu Ratna.S

    Last Updated : 2023-12-11
  • Takdir Yang Membawamu   65. Baju Baru

    Pikiran Vanya sudah kacau pada saat ini, ia tidak bisa berfikir jernih. Ia tancap gas mobilnya untuk pergi ke suatu tempat. Tujuannya itu cuma satu, ia harus segera pergi dan mendatangi kembali tempat dimana kecelakaan itu terjadi.Vanya sangat yakin jika kalung yang ia kenakan pada saat itu terjatuh di sana. Kalung itu pasti terjatuh pada saat Vanya hendak memastikan keadaan Bu Wati yang masih hidup ataukah sudah mati pada saat itu.Vanya melaju di atas batas kecepatan rata-rata. Suasana jalan yang lengang membuatnya terlena dan berjalan tak beraturan.Sepi, hanya itulah gambaran yang terlihat saat dirinya tiba di jalan itu, jalan yang membuatnya berada dalam suatu kondisi yang sangat tidak menyenangkan. Vanya kemudian memarkirkan kendaraan roda empatnya. Dia kemudian turun dan menyusuri setiap inci jalanan yang ada di sekitar lokasi kejadian.Bulu kuduk Vanya tiba-tiba merinding, ia mengusap-usap tengkuknya yang pada saat ini sudah meremang sempurna.Tap!Vanya berusaha menelan luda

    Last Updated : 2023-12-11
  • Takdir Yang Membawamu   66. Ada yang Tersinggung

    Arjuna tersenyum mendapati sikap pengertian dari istrinya itu. Ia pun kemudian berjalan mendekati Kinara."Mas minta maaf ya, karena baru bisa memberikan kamu perhatian receh seperti ini. Tapi Mas janji, Mas akan selalu belajar dan memperbaiki diri lagi agar bisa menjadi suami yang baik dan bisa terus membahagiakan kamu nantinya," Arjuna berbicara sembari meraih tangan Kinara untuk kemudian ia bawa ke dalam genggamannya.Kinara pun hanya mengulas senyum kecil untuk Arjuna. Saat ia sudah berada di awang-awang seperti ini, kembali ia disadarkan oleh kenyataan yang ada. Ia tidak ingin terlalu terlena dengan sikap manis yang diberikan oleh Arjuna.Ia sudah berfikir bahwa tidak akan ada yang bisa membahagiakan dirinya selain dirinya sendiri. Yang ada di dalam pikirannya sekarang ni adalah, siapapun yang datang bisa pergi, tak terkecuali itu pasangan kita sendiri. Jadi Kinara pun juga sudah tak akan pernah lagi ambil hati baik itu saat ia mendapatkan kata-kata yang manis ataupun menyakitkan

    Last Updated : 2023-12-12
  • Takdir Yang Membawamu   67. Kabar Pernikahan

    Pagi ini, aku sedang menjemur pakaian basah di halaman belakang rumah setelah selesai mencuci."Laaah, pagi-pagi gini udah basah aja itu rambut. Pasti semalam ada kejadian yang 'iya-iya' kan, hayooo?" Celetuk Reni dengan senyumnya yang terlihat menggoda.Kulihat Reni juga sedang menjemur pakaian nya saat ini. Sedangkan Mas Juna sudah berangkat pagi-pagi sekali menuju ke kantor karena ada sesuatu hal penting yang harus ia selesaikan. Tapi sebelum itu, ia akan pergi ke rumah Bu Iyem dulu di rumah sewanya. Ia berkata bahwa ia akan mengambil beberapa berkas penting dulu di sana."Huush! Ngawur. Aku itu keramas karena habis mandi wajib karena baru selesai haidnya," balasku menanggapi celotehan Reni."Lah, apalagi sudah selesai. Paling besok juga sudah basah lagi itu. Pasti udah keramas lagi, " seloroh Reni yang terkekeh melihat ekspresi wajah yang aku tunjukkan.Selorohan dari Reni seketika membuat wajah ini seketika memanas saat mengingat kejadian semalam. Seandainya saja malam tadi aku t

    Last Updated : 2023-12-12
  • Takdir Yang Membawamu   68. Pesta Pernikahan Deva

    Hari ini adalah hari Minggu. Hari dimana di rumah Pak Lurah sedang diadakan pesta besar-besaran untuk acara pernikahan anak lelakinya. Dan pada hari ini pula acara ijab qabul antara Deva dan juga Vanya akan di selenggarakan.Di atas sebuah kursi putih dan di depan meja berwarna putih, semua orang sudah berkumpul. Mereka menunggui prosesi sakral yang sudah dinanti-nanti. Di depan sebuah meja yang nantinya akan memisahkan antara dirinya dengan Pak Penghulu, terlihat sosok pengantin laki-laki berbalut busana pengantin berwana putih dengan hiasan emas di sekelilingnya.Deva duduk di kursi yang nanti akan menjadi saksi pernikahannya dengan tanpa ekspresi. Wajahnya begitu datar. Sedikitpun tak terlihat adanya raut wajah yang bahagia layaknya wajah bahagia bagi seorang calon pengantin.Terlihat pula Pak Samsudin yang berada di samping penghulu. Ia yang menjadi wali nikah bagi putri semata wayangnya pada hati yang berbahagia ini.Sedangkan Pak Rudi sudah duduk di samping Deva yang pada saat

    Last Updated : 2023-12-12

Latest chapter

  • Takdir Yang Membawamu   94. Pulang Kampung

    94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd

  • Takdir Yang Membawamu   93. Tanda Merah

    Kinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees

  • Takdir Yang Membawamu   92. Malam Pertama

    Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng

  • Takdir Yang Membawamu   91. Pesta Pernikahan

    Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur

  • Takdir Yang Membawamu   90. Es Krim Kopi

    90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad

  • Takdir Yang Membawamu   89. Pergi ke Butik

    Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya

  • Takdir Yang Membawamu   88. Berdebar-Debar

    Usai acara makan bersama, Bu Laras meminta kepada Anggun dan juga Juwita untuk mengantarkan tamunya beristirahat."Kamar untuk Mbak Reni dan Bu Imah yang ada di sini, ya," ucap Juwita ramah sembari membukakan pintu ruang kamar tamu yang memang telah disiapkan dari jauh hari untuk mereka. Nuansa kamar dengan dominasi warna putih dengan sentuhan warna kayu itu pun segera tampak di ruangan yang cukup luas tersebut.Di dalam kamar terdapat sebuah ranjang berukuran besar yang cukup untuk mereka berdua. Ada sebuah pendingin ruangan di sana, almari pakaian, serta TV layar datar yang berukuran besar sebagai hiburan agar kamu mereka tidak merasa bosan di dalam kamar. Di dalam ruang kamar itu juga sudah dilengkapi dengan kamar mandi, agar mereka tidak perlu keluar masuk kamar hanya untuk menyelesaikan urusan pribadi."Masya Allah bagus sekali kamarnya, Dek Juita. Kamar hotel aja dengan kalah lho sama kamar yang ada di sini." Reni terkagum-kagum memandang ke sekeliling penjuru kamar yang akan d

  • Takdir Yang Membawamu   87. Jamuan Keluarga

    "Selamat datang di keluarga kami, Nak. Kami harus menunggu waktu yang sangat lama hanya untuk melihat Juna pulang dengan membawa bidadarinya untuk diperkenalkan kepada kami," ucap Bu Hasan dengan kedua mata yang dipenuhi binar-binar bahagia.Bu Hasan merasa sangat bahagia untuk saat ini, karena anak sulungnya yang begitu ia banggakan sudah resmi memiliki istri. Bu Laras, nama aslinya. Tapi orang-orang lebih sering memanggilnya dengan nama Bu Hasan.Terlihat Kinara pun mengulum senyumnya. Ketegangan yang dirasakan begitu menyiksa dirinya di sepanjang perjalanan, perlahan-lahan mulai terkikis dan tergerus oleh sikap hangat dari wanita berusia sekitar lima puluh tahun dan itu. Namun di usianya yang bahkan sudah lebih dari separuh abad, sama sekali tidak membuat kecantikan alaminya memudar."Masya Allah, Nak. Kamu sungguh cantik sekali. Dan lebih cantik daripada foto-foto yang Juna kirimkan kepada kami." Pak Hasan pun maju ke depan dan ikut menimpali perkataan istrinya. Demikian pula deng

  • Takdir Yang Membawamu   86. Kota Jakarta

    Kinara sengaja tidak ingin memperlihatkan air matanya yang luruh di hadapan Arjuna. Ia tidak ingin jika suaminya tersebut nanti menilainya terlalu konyol karena hendak pergi ke sebuah tempat yang bernama Ibukota tersebut.Sebenarnya ini bukan hanya tentang perjalan yang akan dilewatinya saat ini, bukan pula tentang Ibukota negara yang akan mereka datangi. Namun, perasaan itu datang karena ia baru pertama kali ini meninggalkan kampung halamannya.Ini semua adalah tentang kampung halaman dan semua kenangannya. Tentang desa yang berada di sebuah lereng bukit yang menjadi tempat Kinara dilahirkan dan juga dibesarkan. Tempat di mana dirinya mendapatkan semua kasih sayang dari kedua orang tuanya.Di perjalanan yang ia tempuh pada saat ini, Kinara membayangkan wajah sang ibu yang pada saat ini menari-nari di pelupuk matanya. Dan juga melihat sang ayah dari luar jendela sedang mengukir senyum melihat ke arahnya. Kedua wajah dari orang yang berarti baginya itu kini memenuhi relung hatinya. Waj

DMCA.com Protection Status