Pagi ini, aku sedang menjemur pakaian basah di halaman belakang rumah setelah selesai mencuci."Laaah, pagi-pagi gini udah basah aja itu rambut. Pasti semalam ada kejadian yang 'iya-iya' kan, hayooo?" Celetuk Reni dengan senyumnya yang terlihat menggoda.Kulihat Reni juga sedang menjemur pakaian nya saat ini. Sedangkan Mas Juna sudah berangkat pagi-pagi sekali menuju ke kantor karena ada sesuatu hal penting yang harus ia selesaikan. Tapi sebelum itu, ia akan pergi ke rumah Bu Iyem dulu di rumah sewanya. Ia berkata bahwa ia akan mengambil beberapa berkas penting dulu di sana."Huush! Ngawur. Aku itu keramas karena habis mandi wajib karena baru selesai haidnya," balasku menanggapi celotehan Reni."Lah, apalagi sudah selesai. Paling besok juga sudah basah lagi itu. Pasti udah keramas lagi, " seloroh Reni yang terkekeh melihat ekspresi wajah yang aku tunjukkan.Selorohan dari Reni seketika membuat wajah ini seketika memanas saat mengingat kejadian semalam. Seandainya saja malam tadi aku t
Hari ini adalah hari Minggu. Hari dimana di rumah Pak Lurah sedang diadakan pesta besar-besaran untuk acara pernikahan anak lelakinya. Dan pada hari ini pula acara ijab qabul antara Deva dan juga Vanya akan di selenggarakan.Di atas sebuah kursi putih dan di depan meja berwarna putih, semua orang sudah berkumpul. Mereka menunggui prosesi sakral yang sudah dinanti-nanti. Di depan sebuah meja yang nantinya akan memisahkan antara dirinya dengan Pak Penghulu, terlihat sosok pengantin laki-laki berbalut busana pengantin berwana putih dengan hiasan emas di sekelilingnya.Deva duduk di kursi yang nanti akan menjadi saksi pernikahannya dengan tanpa ekspresi. Wajahnya begitu datar. Sedikitpun tak terlihat adanya raut wajah yang bahagia layaknya wajah bahagia bagi seorang calon pengantin.Terlihat pula Pak Samsudin yang berada di samping penghulu. Ia yang menjadi wali nikah bagi putri semata wayangnya pada hati yang berbahagia ini.Sedangkan Pak Rudi sudah duduk di samping Deva yang pada saat
Setelah cukup lama mematut dirinya di depan cermin, Kinara mengangguk mantap dan mulai meyakinkan dirinya jika ia kuat. Setelah itu, ia mulai keluar dari kamarnya dan segera menyusul Arjuna yang sudah menunggu di dalam mobil."Sudah?" tanya Juna."Sudah, Mas. Maaf sudah membuat Mas menunggu lama. Ya sudah ayo kita segera berangkat, nanti kita terlambat," ajak Nara kemudian."Gadis cantik yang bernama Kinara, sesungguhnya author sudah menunggu-nunggu belum tahu saja kamu kalau sebentar lagi kamu akan masuk ke lubang neraka nantinya. Seandainya kamu tahu kemana Arjuna akan membawamu, Ra," gumam Mak othornya sendirian.Setelah Nara mulai masuk ke dalam mobil, Juna pun kemudian melajukan kendaraan roda empat itu perlahan. Mereka melalui jalanan beraspal yang masih terdapat celah lubang-lubang di kanan kirinya. Entah karena hari Minggu ataukah karena apa, akan tetapi jalanan yang mereka lewati pada saat ini terlihat cukup ramai dari biasanya. "Ra?" panggil pria yang bernama Juna. Kinara s
Dari atas pelaminan, Bu Ratna menatap kaget pada pasangan laki-laki dan juga wanita yang baru saja tiba di sana. Ia merasa sangat dongkol dan kemudian menghentikan langkah kaki Deva yang akan turun ke sana untuk menemui Nara."Bapak yang mengundang mereka?" tanya Bu Ratna pada pak Rudi dengan mata yang melotot."Loh loh loh, endak kok, Bu. Siapa juga yang mau ngundang mereka berdua?" jawab pak Runi yang juga sedang merasa kebingungan karena Kinara dan Arjuna bisa sampai di acara pernikahan anaknya."Dasar memang dia wanita ndak tahu malu dan ndak kenal tata krama. Berani-beraninya dia datang kemari padahal kita tidak mengundangnya. Heran Ibu, sebenarnya apa maunya sih anak ini?" Bu Ratna berbisik bisik pada suaminya, takut jika kemarahannya nanti akan di dengar oleh sang besan yang kaya raya itu."Kamu mau duduk dulu atau langsung mau menyalami mereka dan pulang, Ra? Atau kita makan dulu? Biar aku yang ambilkan," tanya Arjuna lagi."Mas, apa kamu yakin kalau aku masih bisa makan di da
Kinara yang terus memandangi Vanya yang masih tersentak kaget sudah tak bisa menahan lagi gelora keingintahuannya yang sudah membara. Nara pun memundurkan langkahnya dari hadapan Bu Ratna, dan kemudian berjalan menuju ke hadapan Vanya pada saat ini. Genggaman tangan Kinara pun kini terlepas dari lengan kekar seorang Arjuna."Jawab sekali lagi, Vanya. Benarkah kalau benda ini adalah milikmu?" Nara kembali bertanya kepada Vanya dengan tatapan mata yang menghunus tajam, setajam silet. Jika saja hanya dengan sebuah tatapan mata bisa membunuh, mungkin pada saat ini tubuh Vanya sudah terkapar dan bersimbah darah."I-iya, be-benar. Katakan sekarang, darimana kamu bisa mendapatkan kalung berlian ini?" tanya Vanya seolah memberikan sebuah tuduhan kepada Nara. Dia mencoba untuk membalik fakta demi menutup rasa takutnya yang pada saat ini mulai muncul.Deva yang pada saat ini berdiri tepat di antara kedua wanita itu pun kemudian mencoba bertanya kepada Nara."Ada apa ini, Ra? Apakah ada sesuatu
Vanya membelalakkan matanya lebar saat Nara berbalik menantang untuk melaporkan dirinya ke kantor polisi. Kedua tangan Vanya sudah terasa dingin, tubuhnya seolah membeku. Dia tak ingin jika nantinya dia harus berakhir dan mendekam di balik jeruji besi. Apalagi hari ini seharusnya menjadi hari yang paling bahagia untuknya.Vanya pun langsung menoleh dan memicingkan mata saat menatap lekat kepada Bu Ratna."Aduh, kenapa juga sih wanita tua itu harus keceplosan?!" batin Vanya yang menyalahkan Bu Ratna.Hari pernikahan yang seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi mereka langsung berganti menjadi sebuah musibah yang besar. Acara yang baru saja dimulai itu, terpaksa harus selesai lebih cepat dari jadwal aslinya.Saat semua orang yang ada di sana masih terdiam, Nara masih terus bersikeras meminta agar masalah ini segera di usut dan ditangani oleh pihak kepolisian. Sebagai seorang suami, dan juga sebagai orang yang mengetahui bagaimana hari-hari yang harus dialami oleh Arumi dengan p
vanya masih terus menerus berbicara bahwa bukan dialah yang telah menabrak Bu Wati.."Aku tidak pernah merasa menabrak siapapun, Va. Aku tidak melakukan hal apapun. Apalagi kalau yang tabrak adalah ibu dari wanita itu." Vanya berusaha menyakinkan Deva dengan nada yang sedikit pelan."Lalu, apa jawaban yang akan kamu berikan tentang apa yang tadi dikatakan oleh ibuku?" tanya Deva kemudian.Deva mencoba menanyakan tentang apa yang dikatakan oleh Bu Ratna mengenai sisa darah yang tertempel di bumper depan mobilnya."Aku baru ingat, anak bengkel juga pernah mengatakan kepadaku jika kamu pernah membawa mobilmu ke bengkel untuk mengganti bumper depan. Apa kamu masih bisa mengelak dengan semua bukti dan saksi itu? Sekarang, bicaralah yang jujur, supaya aku juga bisa mencari cara untuk membantu kamu," ucap Deva berbisik pelan di telinga Vanya.Vanya mulai ketakutan setelah mendengar penuturan dari Deva barusan. Ia tak mengira jika para pekerja di bengkel Deva pun juga bisa menjadi saksi atas
Pagi baru saja datang. Bahkan mentari pun masih enggan untuk menampakkan sinarnya. Di pagi hari yang masih tertutup kabut yang begitu pekat itu membuat hawa di sekitar Gunung Ungaran terasa semakin dingin, menusuk hingga ke tulang. Kondisi di sekitar lereng gunung yang lembab, membuat udara di sekitarnya menjadi lebih dingin.Usai Arjuna dan Kinara selesai salat Subuh pada pagi hari itu, mereka kemudian berjalan-jalan untuk mencari udara segar. Arjuna pada saat itu mengenakan jaket yang sangat tebal, sedangkan Nara yang sudah terbiasa dengan udara gunung, hanya mengenakan sweater yang tidak terlalu tebal berwarna ungu yang dia miliki sebagai hadiah dari ibunya.Pada pagi hari itu dinginnya udara tidak membuat mereka mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan. Pasangan pengantin baru itu pergi menuju ke air terjun kecil yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Saat mereka berdua tiba di sana, terlihat beberapa tenda-tenda camping yang didirikan oleh para wisatawan. Di sinilah Juna me