Share

Bab 6

Author: Ivana
“Hormat, Pangeran Angga ....” Wira berjalan masuk, lalu menangkupkan tangannya dan memberi hormat pada Angga. Namun, saat pandangannya jatuh pada wajah Dita, kata-katanya pun terhenti.

“Dita?” Wira menatap Dita yang berada dalam pelukan Angga dengan ekspresi tidak percaya, lalu bertanya dengan terkejut, “Kenapa kamu ada di sini ....”

Dita merasa panik untuk sejenak, lalu perlahan-lahan menenangkan diri. Dia bersandar dalam pelukan Angga, lalu menjawab sambil tersenyum, “Kak Wira, sekarang aku sudah jadi gundik Pangeran Angga.”

“Gundik?” Wira mengerutkan keningnya, lalu mengalihkan pandangannya pada Angga. Ekspresi Angga saat ini terlihat agak dingin setelah mendengar Dita memanggil Wira kakak.

Suasana dalam ruang baca pun menjadi sangat hening.

“Jenderal Wira, duduklah.” Setelah sesaat, Angga baru meletakkan kuas dan menepuk-nepuk pinggang Dita sambil berkata, “Pergi seduh teh sana.”

“Aku nggak bisa.” Dita menoleh dan menjawab tanpa ragu, “Sejak kecil, aku cuma minum air sumur. Aku nggak pernah seduh teh.”

“Kalau begitu, belajar.” Angga tertawa kecil, lalu mengangkat tubuh Dita untuk menghadapnya.

“Nggak mau, aku datang untuk hidup enak,” balas Dita. Kemudian, dia lanjut bersandar dalam pelukan Angga tanpa bergerak.

Untuk memusnahkan rasa curiga Angga, cara terbaik adalah bersikap lebih mesra lagi dengan Angga di hadapan Wira. Meskipun Wira baik, dia tidak dapat menolong Dita. Dita sudah berhasil menjalin hubungan dengan Angga. Jadi, dia tidak akan melepaskannya dengan semudah itu.

Mengenai Wira, dia akan segera dijodohkan dengan pasangan yang baik ....

“Lancang!” Angga mengangkat tubuh Dita lagi, lalu memberi perintah, “Keluar.”

Baru saja Dita hendak berdiri, Angga menekannya untuk duduk kembali dalam pangkuannya dan berbisik di sisi telinganya, “Jangan lari jauh-jauh. Tunggu aku di depan pintu.”

Setelah itu, Dita baru berdiri dengan patuh dan memberi hormat pada Angga. Ketika melewati Wira, dia hanya tersenyum tipis, lalu langsung berjalan keluar.

Seiring dengan angin sejuk yang bertiup, senyuman tipis di wajah Dita juga perlahan-lahan sirna. Impiannya saat kecil adalah menikah dengan Wira. Setelah itu, Wira akan menunggangi kudanya dan membawanya ke tempat yang sangat jauh.

Setelah bertumbuh besar, Dita akhirnya mengerti bahwa satu-satunya orang yang bisa menyelamatkannya adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Meskipun cara awalnya tidak terhormat, itu juga tidak bisa mencegahnya untuk membuat jalan yang akan dilaluinya kelak menjadi lebih mulus secara bertahap.

Di dalam ruang baca.

Angga meletakkan kertas berisi tulisan Dita tadi ke samping, lalu melirik Wira.

Wira sudah memenangkan beberapa perang secara berturut-turut. Di antara orang yang seumuran dengannya, dia adalah pemimpin militer yang tidak terbantahkan. Ada beberapa pangeran yang hendak merekrut Wira. Oleh karena itu, pernikahannya sangatlah penting. Siapa yang dinikahinya akan menunjukkan dia berdiri di kubu siapa.

“Sudah putuskan mau nikah sama gadis dari keluarga mana?” tanya Angga sambil menatap Wira.

“Pangeran Angga, aku masih belum mau menikah.” Wira mengerutkan keningnya, lalu menoleh ke luar.

Dita sedang berdiri di depan kanopi bambu. Dia masih sangat kurus, tetapi punggungnya memancarkan rasa asing yang tidak pernah dirasakan Wira. Sejak kapan gadis yang kasihan itu berubah?

“Kamu suka sama dia?” tanya Angga sambil mengikuti arah pandang Wira.

Wira menggeleng, lalu menjawab dengan nada rendah, “Dia cuma seorang adik dari keluarga tetangga. Dia sangat kasihan, makanya aku lebih perhatian padanya. Kalau boleh tahu, apa keluarganya yang mengirimnya kemari?”

Angga tersenyum dan menyahut, “Sepertinya kalian memang nggak dekat.”

Wira tertegun sejenak, lalu menangkupkan tangan sambil berkata, “Aku yang melihatnya tumbuh besar. Kami sangat dekat. Aku selalu menganggapnya sebagai adik. Pangeran, kalau dia bukan datang kemari dengan sukarela, aku harap Pangeran bisa bermurah hati dan membiarkannya pulang.”

“Kalau begitu, tanya saja padanya apakah dia datang dengan sukarela atau bukan.” Angga menoleh ke arah halaman.

Dita sedang memetik sehelai daun pohon bambu. Setelah mengelap daun itu menggunakan saputangan, dia pun mengangkatnya ke langit dan mengamatinya di bawah cahaya matahari. Entah apa yang dilihatnya, dia tertawa dengan sangat gembira.

“Aku akan tanya padanya.” Wira juga tidak merasa sungkan. Dia langsung berdiri dan berjalan keluar.

Dita masih sedang mengamati daun bambu dengan gembira. Setelah tiba di hadapannya, Wira langsung menarik pergelangan tangannya dan bertanya dengan cemas, “Dita, kamu ....”

Sebelum Wira selesai berbicara, terdengar suara merdu dari luar halaman yang memanggil, “Jenderal Wira.”

Dita menoleh ke luar halaman. Di sana, berdiri beberapa putri keluarga bangsawan yang mengenakan pakaian indah dan berdandan cantik.

“Jenderal Wira, siapa adik ini?” tanya gadis yang memimpin sekelompok gadis itu sambil berjalan masuk. Dia mengamati Dita dengan bingung.

“Hormat, Nona. Aku ini orang Pangeran Angga.” Dita menarik kembali tangannya, lalu memberi hormat kepada gadis itu.

“Kamu itu orangnya Kak Angga? Apa maksudnya? Mana Kak Angga?” tanya gadis itu sambil berjalan ke arah ruang baca.

“Berhenti.” Terdengar suara dingin Angga dari dalam ruangan. “Darya, apa kalian buta? Memangnya siapa saja boleh masuk ke rumahku!”

Beberapa sosok tinggi nan tegap tiba-tiba muncul dan mengadang di hadapan gadis itu. “Putri, harap berhenti.”

Gadis itu sangat terkejut, lalu menatap ke arah ruang baca dengan kesal. “Kak Angga, aku hampir mati dibuat kaget sama kamu!”

“Kalau belum mati, cepat keluar sekarang juga!” ujar Angga dengan suara yang makin dingin.

Beberapa gadis yang berdiri di luar halaman juga ketakutan. Mereka buru-buru melangkah mundur beberapa langkah.

“Pergi, ya pergi!” Gadis itu memanyunkan bibirnya, lalu berbalik dan berjalan keluar.

“Siapa dia?” tanya Dita dengan suara pelan.

“Dia itu Ciara, putri Pangeran Caping,” jawab Wira.

“Dia istri yang ditunjuk untukmu?” tanya Dita sambil menatap kepergian gadis itu.

Gadis itu jelas tumbuh di lingkungan yang sangat baik. Selain memiliki kulit yang halus, dia juga memancarkan keangkuhan yang alami. Ibunya Wira pasti akan sangat menyukainya.

Setelah menikahi gadis itu, meskipun Wira harus berperang di perbatasan, dia juga tidak perlu khawatir ada orang yang mengkhianatinya. Bagaimanapun juga, Pangeran Caping bukanlah orang yang mudah dihadapi.

“Aku masih belum mau menikah.” Wira menoleh ke arah Dita dan bertanya, “Kamu belum kasih tahu aku. Kamu datang kemari secara sukarela? Kenapa kamu jadi gundik orang?”

Dita mendongak untuk menatap Wira. Hatinya terasa getir dan sakit, seolah-olah disayat pisau. Dia bahkan kesulitan bernapas.

“Iya, aku melakukannya secara sukarela.” Dita tersenyum dan menjawab, “Pangeran Angga memperlakukanku dengan baik. Aku juga menyukai tempat ini. Asal itu Pangeran Angga, aku nggak masalah meski hanya jadi gundiknya.”

Wira mengamati ekspresi Dita untuk sesaat, lalu menghela napas dengan tidak berdaya. “Dita, sebenarnya aku berpikiran untuk angkat kamu jadi adik angkatku kalau anggota Keluarga Suyatno nggak berhenti menindasmu, lalu bawa kamu ke perbatasan. Kalau kamu benar-benar sukarela ....”

Memangnya bisa begitu? Namun, apa calon istri Wira dapat menerima seorang adik angkat berada di sisinya? Tidak peduli seberapa baik pun istrinya, ibunya Wira juga tidak mungkin mengizinkannya.

Dita tersenyum lebar, lalu menunduk dan menyahut dengan nada manja, “Terima kasih atas perhatian Kak Wira. Hidupku di sini sangat baik, Pangeran Angga juga memperlakukanku dengan baik. Aku mau tinggal di sini.”

Wira mengerutkan keningnya dan hendak mengatakan sesuatu. Namun, Dita terlebih dahulu menyela. Dia berjalan ke arah sumur dengan ekspresi gembira sambil memegang daun bambu yang dipetiknya tadi.

“Kak Wira, kamu sibuk dengan urusanmu saja. Aku masih ada urusan lain.”

“Jenderal Wira, kamu sudah selesai bertanya?” Angga menaruh kedua tangan di punggung dan berjalan keluar dengan pelan. Kemudian, dia melirik Wira sambil tersenyum tipis dan berkata, “Ibuku mau menjamu kamu malam ini. Ayo kita pergi bersama.”

“Bagaimana dengan dia?” tanya Wira sambil menatap ke arah Dita yang duduk di depan sumur.

“Dia itu cuma gundik. Dia nggak layak untuk menghadiri jamuan,” jawab Angga dengan acuh tak acuh sambil berjalan keluar dengan pelan.

Related chapters

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 7

    Wira mengerutkan keningnya, lalu menoleh ke arah Dita lagi. Dita sedang memusatkan perhatiannya pada baskom tembaga di hadapannya sambil menaruh sehelai demi sehelai daun ke dalam.“Jenderal Wira, silakan.” Darya memimpin beberapa orang melangkah maju untuk menghalangi pandangan Wira.Wira melirik para putri bangsawan yang menunggu di luar. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya menelan kembali kata-katanya dengan tidak senang.Setelah Angga keluar dari halaman, beberapa putri bangsawan itu baru berani mendongak dan menoleh ke arah Dita. Tatapan mereka dipenuhi dengan ejekan. Seorang gundik yang tidak bisa dibawa untuk menghadiri jamuan hanyalah mainan belaka.Meskipun tidak mendongak, Dita bisa merasakan tatapan-tatapan penuh ejekan itu. Dia hanya memfokuskan perhatiannya pada daun di baskom, lalu berlagak seolah-olah sedang bermain dengan gembira.Setelah suara langkah kaki menjauh, Dita baru merasa lega. Senyuman di wajahnya juga langsung sirna. Dia menatap daun bambu yang t

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 8

    Setelah sesaat, Dita menggunakan daun untuk menyumbat hidungnya, lalu mengoleskan sari bunga ke seluruh tubuhnya. Setelah membersihkan tubuh dan wajahnya dari darah, juga memastikan tidak tertinggal bau darah di tubuhnya, dia baru menyisir rambut, berdandan, dan mengenakan pakaian baru.Dita juga telah mencuci bersih pakaiannya yang ternodai darah dan menjemurnya di halaman. Itu adalah pakaian bagus pertama yang dikenakannya. Dia akan menghargai pakaian itu selamanya.Ketika Dita selesai melakukan segalanya, matahari sudah tenggelam. Darya memimpin beberapa orang untuk menghidangkan makanan ke atas meja batu, lalu langsung pergi tanpa mengatakan apa-apa.“Kak Darya, apa malam ini Pangeran Angga akan pulang?” tanya Dita dengan ragu.“Nggak tahu,” jawab Darya sambil menoleh ke arah Dita. Kemudian, dia langsung melangkah keluar.Dita merasa agak kewalahan. Apakah Angga marah karena masalah Wira, lalu ingin mengusirnya? Apa dia perlu mengenakan lebih banyak pakaian supaya dia tidak keluar

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 9

    “Pangeran ....” Dita segera merasa ada yang tidak beres. Angga sudah membuatnya kesakitan. Dia pun mencengkeram bahu Angga sambil memohon ampun.“Diam. Jangan panggil aku.” Angga berdiri sambil menggendong Dita, lalu berjalan ke arah kamar.Dita diam-diam mengeluh dalam hati. Ternyata Angga memang marah.“Pangeran, lembut dikit ...,” mohon Dita sambil meringkuk dalam pelukan Angga.“Nggak bisa lembut-lembut.” Angga menunduk untuk menatap Dita. Matanya yang dingin sedikit memicing. Kemudian, dia langsung membungkuk dan mencium bibir Dita.Bibir gadis ini juga sangat lembut. Begitu mencium bibirnya, Angga sama sekali tidak bisa berhenti lagi.Dita masih tidak berhenti memohon pada Angga untuk melakukannya dengan lebih lembut, tetapi Angga sama sekali tidak mengalah. Pria itu bahkan melakukannya dengan makin ganas.Dita tahu bahwa dia tetap harus mengorbankan beberapa hal untuk mendapatkan keuntungan dari orang seperti Angga. Berhubung dia berharap Angga bisa menyelamatkannya dari tangan

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 10

    Dita pun menoleh ke luar dengan agak bingung. “Buat apa tabib itu datang kemari?”“Kemarin Nona mimisan. Pangeran suruh tabib untuk datang memeriksa Nona,” jawab Santika dengan lembut.Angga menyuruh tabib untuk datang memeriksanya? Sejak ibunya meninggal, tidak ada seorang tabib pun yang pernah memeriksa Dita, bahkan ketika lengannya dipukul sampai patah. Dia hanya bisa bergantung pada Sekar untuk pergi membeli obat, lalu mengobatinya. Sisanya tergantung pada nasibnya sendiri. Tabib itu berusia sekitar 50 atau 60 tahun. Rambutnya sudah beruban, sedangkan tampangnya terlihat bijaksana dan ramah. Dia terlebih dahulu memeriksa denyut nadi Dita, lalu mengamati wajah Dita dengan saksama sebelum bertanya, “Kamu sering mimisan?”“Itu sudah penyakit lama. Dulu, tulang hidungku pernah patah. Jadi, aku akan mimisan dari waktu ke waktu. Tapi, aku sudah lama nggak mimisan,” jawab Dita sambil mengangguk.“Apa ada obat yang kamu minum akhir-akhir ini?” tanya Ganjar lagi.Setelah datang ke tempat i

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 11

    Dita buru-buru kembali ke Taman Bambu dan langsung melihat Angga yang sedang duduk di kursi malas sambil membaca puisi salinannya.“Pangeran.” Dita menyapa sambil membungkuk pada Angga sesuai aturan, lalu berjalan melewatinya menuju sumur. Kemudian, dia menyingsing lengan bajunya dan mengambil air sumur untuk berkumur.Ada banyak orang kaya terhormat yang tidak menyukai orang sakit karena takut tertular. Meskipun yang Dita minum adalah obat untuk mengatur hormon tubuh wanita, itu tetap adalah obat. Mungkin saja Angga tidak menyukai aroma obat.“Pangeran, apa Pangeran akan makan malam di sini?” tanya Santika sambil membungkuk pada Angga.“Nggak. Aku mau temani Ibu makan malam ini.” Angga meletakkan kertas itu, lalu menoleh ke arah Dita.Pengawal sudah melaporkan semua yang terjadi hari ini kepada Angga. Seperti kemarin, Dita tetap tidak mengeluh padanya. Dia pun merasa agak penasaran. Bukankah Dita ingin menarik perhatiannya? Kenapa Dita sama sekali tidak berniat untuk mendapatkan rasa

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 12

    Sebuah sosok tiba-tiba melintas di hadapan semua orang. Sebelum ada yang sempat bereaksi, Joko sudah dibawa keluar dari tempat duduknya dan ditekan ke lantai dengan kuat.“Bersujud!” Darya menekan kepala Joko ke lantai marmer putih.Duk! Duk! Duk! Setelah kepalanya dibenturkan ke lantai tiga kali, Joko pun merasa pusing dan dahinya sudah berdarah.“Ka ... kamu ....” Joko menutupi dahinya dan jatuh terduduk di lantai sambil meratap, “Beraninya kamu bersikap begini terhadapku!”“Angga ....” Putri Agung juga merasa terkejut setelah merasakan amarah Angga yang datang secara tiba-tiba. Namun, sebelum dia sempat berbicara lebih lanjut, Angga sudah berdiri.Angga masih mengenakan jubah resmi. Dia berjalan menuruni tangga dengan penuh wibawa, lalu berjalan ke hadapan Joko dengan ekspresi dingin.“Memangnya kamu itu siapa? Aku yang memberimu gelar ini. Dulu, aku bisa memberikan gelar itu padamu. Sekarang, aku juga bisa menariknya kembali! Memangnya kamu berhak buat keributan di hadapanku?” Angg

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 13

    Dita memejamkan matanya dengan patuh. Pada detik berikutnya, jari Angga menyentuh bibir Dita dan mengelusnya beberapa kali. Setelah itu, Angga baru menempelkan bibirnya. Gadis ini sudah minum arak. Bibirnya terasa halus, lembut, juga memabukkan.Dita melingkarkan tangannya ke leher Angga, lalu mendongak untuk menyambut ciuman itu. Tidak peduli Angga menganggapnya sebagai apa, Angga telah menyelamatkannya lagi hari ini. Dia tidak akan melupakan pemandangan Joko yang bersujud seumur hidupnya.Sejak ibunya meninggal, Angga merupakan orang kedua yang melindunginya. Orang pertama adalah Wira. Namun, Wira terlalu kaku dan sangat patuh. Dia tidak pernah melawan senior, juga tidak akan melakukan hal seperti menendang seorang senior.Sementara itu, Angga berbeda. Dia berani melakukan apa saja. Hanya orang yang memiliki latar belakang dan kemampuan baru berani bersikap semena-mena seperti ini.Jika dapat berada di sisi Angga untuk waktu yang lebih lama, apakah Dita bisa belajar lebih banyak hal

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 14

    “Jenderal Wira.” Kasim muda itu menjelaskan, “Jenderal Wira kebetulan sedang ada di Restoran Sajana untuk mentraktir tamunya. Pemilik restoran kasih tahu dia ada orang dari Kediaman Putri Agung yang menjual teh daun bambu. Jadi, dia langsung kasih 20 tael perak ke pemilik restoran.”Dita langsung paham. Setelah mendengar teh daun bambu, Wira pasti bisa menebak bahwa Dita yang menjualnya. Oleh karena itu, Wira pun ingin membantunya.Dulu, Wira juga pernah diam-diam memberikan uang kepada Dita dan Dita pernah menerimanya dua kali. Namun, entah kenapa, ibunya Wira selalu bisa langsung tahu Dita menerima uang dari Wira. Setiap kali, ibunya Wira akan selalu datang memakinya. Suatu kali, makian ibunya Wira benar-benar keterlaluan. Jadi, dia tidak berani menerima uang dari Wira lagi.“Nona, sepertinya tehmu itu benar-benar enak!” Santika tidak mengetahui hubungan Wira dengan Dita. Dia pun menyerahkan uangnya kepada Dita sambil tersenyum.Dita menerima dompet itu dengan kening berkerut. Jika d

Latest chapter

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 50

    “Dasar wanita jalang! Beraninya kamu menampar Ibu!” seru Dian. Kemudian, dia bergegas menghampiri Dita.Dita dengan cepat meraih tangan Dian dan mendorongnya ke depan. Setelah Dian terjatuh, Dita langsung menendangnya. Dia telah melatih setiap gerakan ini dalam pikirannya berkali-kali!“Bu, dia menendangku!” Dian menyilangkan tangannya dan pergi mengadu pada Puspa.Namun, Dian pernah menendang Dita seperti ini sebelumnya. Dian bahkan sengaja menendang dada Dian. Dian berkata bahwa dia memiliki dada yang besar dan terlihat genit. Jadi, dia menghancurkan dadanya.Pada saat itu, Dita berusia 13 tahun dan tubuhnya baru mulai berkembang. Dia pun berguling-guling di lantai karena kesakitan. Seluruh dadanya memar-memar akibat tendangan Dian. Ibu dan anak itu sangat kejam. Mereka menyiksa Dita seperti menyiksa binatang peliharaan.“Dasar anak wanita jalang! Beraninya kamu tendang Dian!” Puspa tiba-tiba menggila dan menerkam ke arah Dita.Melihat hal ini, Santika dan Winda bergegas untuk menghe

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 49

    Santika melangkah maju, lalu menatap Puspa dan Dian dengan dingin sambil berkata dengan lantang, “Nyonya Puspa, Nona Dian, apa kalian lupa bahwa Nona Dita sudah jadi wanita Pangeran Angga?”“Waktu itu, orang dari Kediaman Suyatno yang secara langsung mengantar Nona Dita naik ke tandu. Kalau kalian berubah pikiran, silakan bersujud dan minta maaf pada Pangeran Angga. Bilang saja kalian menipu Pangeran dan ingin menjemput Nona Dita pulang.”Ekspresi Puspa dan Dian sontak berubah.“Nona, siapa namamu?” Dian melirik Santika dan memaksakan seulas senyum.“Santika.” Santika menjawab dengan lugas.“Nona Santika, Dita sendiri yang mau menjilat Pangeran Angga ....”Sebelum Dian menyelesaikan ucapannya, Santika langsung menyela tanpa ragu.“Aku sudah bilang, Nona Dita itu wanitanya Pangeran Angga. Nyonya Puspa dan Nona Dian nggak punya hak untuk mengatakan apa pun di sini. Kalian seharusnya sudah tahu tentang Tuan Joko yang datang minta orang, ‘kan? Apa kalian ingin berakhir sepertinya?”Wajah P

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 48

    “Kenapa mereka bisa masuk?” bisik Santika pada Winda.“Mereka langsung mengirimkan undangan. Putri Agung bilang mereka itu keluarga Nona. Jadi, dia langsung mengizinkannya,” jawab Winda.Santika menatap Dita dengan kening berkerut. Kehidupan Dita di Kediaman Suyatno jauh lebih buruk dari pembantu. Namun, orang-orang itu masih berani datang mencarinya?“Apa mereka datang untuk memeras Nona? Kamu kembali saja dulu. Jangan biarkan mereka menyentuh barang apa pun!” perintah Santika dengan wajah dingin.“Aku sudah beri tahu Wisnu sebelum keluar. Dia tahu harus berbuat apa,” jawab Winda.“Ayo kita jalan lebih cepat. Kedua orang itu lebih berengsek dari binatang. Coba saja kalau mereka berani mencuri barangku!” Dita mendesak Santika dan Winda untuk berjalan lebih cepat.Seusai berbicara, Dita mencibir lagi, “Sekarang, mereka nggak bisa mengendalikanku. Nanti, kalian harus lebih waspada. Kalau mereka berani menyentuh barang-barangku, aku akan buat mereka ganti rugi! Jangan harap mereka bisa ke

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 47

    “Benar.” Dita mengangguk. Dia tidak peduli siapa sebenarnya yang memuji. Yang terpenting adalah, ada yang memuji.“Enak! Nona Dita bersedia mengajarkan cara pembuatannya kepadaku?”Orang yang berbicara adalah Siska Winata. Dia terlihat sangat ceria dan juga merupakan gadis yang sangat cantik.“Tentu saja,” jawab Dita sambil mengangguk.“Nona Dita benar-benar baik. Jangan khawatir, aku nggak akan minta Nona mengajariku secara cuma-cuma.” Siska melepas sebuah gelang emas dari pergelangan tangannya, lalu menarik tangan Dita dan memakaikan gelang itu.“Apa maksudnya ini? Kamu mau menjilatnya?” Gadis yang dari tadi tidak bersuara bernama Nuri Maryadi. Dia menatap Siska dengan kesal. Dinilai dari penampilannya, keadaan keluarga Nuri seharusnya masih kalah dari Siska dan Maya.“Aku nggak bisa menerimanya. Barang ini terlalu berharga.” Dita mengembalikan gelang emas itu, lalu berkata sambil tersenyum, “Kalau kalian mau belajar, aku akan tuliskan resepnya untuk kalian.”“Dengar-dengar, ada dapu

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 46

    Angga sangat mengagumi keoptimisan Dita. Setelah keluar dari halaman, Darya sudah menunggunya.“Indra sudah memeriksa Kediaman Suyatno. Di sana, memang ada beberapa tanaman herbal. Sepertinya, tanaman-tanaman itu bukan sengaja ditanam dan jumlahnya cuma sedikit. Indra juga menyusuri dinding di mana tanaman itu tumbuh sampai ke rumah sebelah. Dia menemukan beberapa tanaman herbal liar di sana,” bisik Darya sambil mengikuti Angga.“Itu rumah siapa?” tanya Angga.“Rumah Jenderal Wira,” jawab Darya.Angga memperlambat langkahnya, lalu menoleh ke arah Darya. “Kamu yakin itu benar-benar cuma tanaman herbal liar?”“Tanaman herbal di sana juga tumbuh menyusuri dinding dan nggak ada di tempat lain. Selain itu, Indra juga menemukan seekor ular berkepala hitam,” jawab Darya dengan ekspresi serius.“Kenapa bisa ada ular berkepala hitam di ibu kota?” gumam Angga dengan ekspresi dingin.“Menurut Indra, kalau ditemukan seekor ular jenis itu, itu berarti ada sarangnya di sekitar. Acara pacuan kuda aka

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 45

    “Sudah mendingan?” Angga menopang kepalanya dengan satu tangan dan mencondongkan tubuh ke depan untuk menatap Dita.Dita memiliki kulit yang sangat putih. Dengan matanya yang ditutupi pita sutra merah, dia pun terlihat makin memesona. Dia mengernyitkan, lalu menjawab dengan lembut, “Emm, sudah mendingan.”“Hmm, kamu memang perlu mencerna makan dengan olahraga.” Angga mengelus wajah Dita sambil bertanya dengan pelan, “Bagaimana kalau berkuda?”“Pangeran masih mau keluar berkuda malam-malam begini?” Dita berbaring malas di atas ranjang dan tidak ingin bergerak.“Nggak perlu keluar.” Angga meraih tangan Dita, lalu meletakkannya ke pinggangnya.Wajah Dita langsung memerah. Dia menjawab “nggak mau” dengan malu, tetapi Angga tetap menggendongnya.Di dalam kegelapan malam, entah sudah berapa lama waktu berlalu. Setelah pita sutra merah yang menutupi mata Dita dibasahi keringat, Angga akhirnya baru berhenti.Dita terbaring lemas di tengah tempat tidur kecil, bagaikan seekor ikan tanpa tulang.

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 44

    “Ayo kita pulang.” Dita menegakkan tubuhnya, lalu berjalan kembali dengan langkah ringan.Santika menatap Dita dengan khawatir dan takut dia merasa sedih. Namun, Dita sama sekali tidak bersedih. Dia malas berurusan dengan orang-orang berstatus tinggi itu. Mereka semua berasal dari kalangan bangsawan, juga bisa berbincang sambil menikmati pemandangan indah. Sementara itu, dia hanya bisa berdiri di samping dengan penuh hormat. Hanya orang bodoh yang akan mengikuti mereka.Setelah kembali ke tempat tinggalnya, Dita segera memerintahkan Santika untuk membawa semua barang yang ditinggalkannya di Taman Bambu, termasuk belalang rumput yang dibuatnya.Sementara itu, Winda menyiapkan makan malam. Dia sangat jago memasak dan Dita sangat puas dengan masakannya. Tanpa disadari, Dita menghabiskan tiga mangkuk nasi. Pada akhirnya, dia berjalan mengelilingi halaman sambil mengusap perutnya yang membuncit.Santika menata ulang ranjang kamar Dita. Angga hanya bisa tidur di atas kain sutra yang dikirim

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 43

    “Dia benar-benar bilang begitu?” Putri Agung langsung duduk tegak. Setelah ragu sejenak, dia akhirnya mencicipi kue beras kuning itu. Angga sangat jarang makan makanan manis, juga jarang memuji sesuatu enak. Kue beras kuning ini memiliki tekstur yang lembut dan rasa manis kurma merah. Rasanya memang lumayan enak. “Kalian juga cobalah. Kelak, kalian boleh buatkan kue seperti ini untuk Angga.” Setelah manghabiskan sepotong kue beras kuning, Putri Agung menyuruh para dayang dan pengasuh yang melayaninya untuk mencicipi kue tersebut.Aroma kue beras kuning menyerbak di seluruh aula. Semua orang diam-diam terkejut karena Angga memuji kue beras kuning yang sederhana ini.“Dita, kamu memang cukup hebat sampai Angga bisa begitu menyukaimu. Kalau kamu bisa membuatnya bahagia, itu adalah suatu jasa. Pelayan, beri dia hadiah!” Setelah membilas mulutnya, Putri Agung menatap Dita lagi.Seorang dayang senior segera mengeluarkan satu set hiasan kepala mutiara. Mutiara-mutiara itu bahkan lebih bes

  • Takdir Membawaku Padamu Malam Ini   Bab 42

    Dita menerima surat kepemilikan rumah itu dan membacanya berulang kali. Nama pemilik rumah itu benar-benar adalah Dita Suyatno.“Apa aku bisa langsung tagih sewa sekarang juga?” tanya Dita dengan penuh semangat. Dia akhirnya bisa merasakan sensasi menagih uang sewa, juga menghasilkan uang tanpa perlu melakukan apa pun.“Berdiri. Masih ada beberapa petisi yang mau aku baca. Catat resep itu beserta kegunaan dan dosisnya dengan jelas.” Angga mendorong Dita untuk bangkit, lalu mengusap wajahnya dan berkata, “Aku akan bermalam di sini. Siapkan ranjangnya dengan baik.”“Siap!” Dita tidak berhenti mengangguk hingga kepalanya terasa hampir copot dari lehernya.Jangankan membiarkan Angga bermalam, Dita bahkan bersedia mengubah dirinya menjadi pilar kayu dan menopangnya sepanjang malam dengan senang hati. Ini namanya kekuatan uang!Setelah tiba di halaman, Angga menoleh dan melihat Dita yang tidak berhenti mencium surat kepemilikan rumah dengan kuat. Kemudian, dia baru melangkah keluar dengan su

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status