Beranda / Romansa / Takdir Dinda / Genggaman Tangan Ibu

Share

Genggaman Tangan Ibu

Penulis: Erse Clusiee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 21:04:31

Part. 2

Sudah satu minggu, Dinda diantar jemput, Aryo. Gadis mandiri itu, paling tidak suka merepotkan orang, akhirnya luluh ketika Tante Rasti memohon pada Dinda.

Terbiasa, segala sesuatu dikerjakan sendiri. Berkali menolak, berkali tante Rasti memohon. Membuat Dinda tidak bisa berkutik lagi.

Tidak hanya baik, beliau juga tulus dan amat penyayang. Ibu dari tiga orang anak laki-laki, Aryo, Bima dan Agil. 

Tante Rasti, adalah keluarga harmonis. satu sama lain anaknya, sangat rukun dan santun. Membuat Dinda nyaman sampai hampir dua tahun, kost di rumah Tante Rasti.

Angga tidak diberi kesempatan, walau hanya sekedar menyapa atau mendekati Dinda. Ada sisi kosong hilang di hati. Sapaan Ibu Sonia. Suara khas, anggukan dan senyum tulus, sudah satu minggu ini, tidak dirasakan Dinda.

Seperti pagi ini, ketika Mas Aryo mengantar Dinda ke kantor, betapa hati Dinda sedih, melihat Ibu Sonia berdiri di depan pagar. Menengok kekanan dan kekiri. Ketika melihat Dinda di bonceng Mas Aryo, senyum Ibu Sonia mengembang.

“Selamat pagi nak? Teriak Bu Sonia.

Dinda hanya sempat mengangguk. Senyum itu mengingatkan Dinda pada almarhumah mama. Lembut, suaranya mirip sekali. Apa karena itu, seperti ada ikatan kuat antara Dinda dan Ibu Sonia.

Sore hari tiba-tiba Aryo menelpon.

“Din, maaf Mas nggak bisa jemput, ada lembur mendadak,” kata Aryo.

“Oh, ya Mas, nggak apa-apa, nanti Dinda pulang sendiri.”

“Jangan mau, kalau diajak si bangke.”

“Siip,” jawab Dinda.

Sore itu Dinda pulang kerja jalan kaki,  seperti biasa, Dinda berjalan santai. Tiba-tiba ada suara tidak asing menyapa dari belakang.

“Ayo abang antar pulang.”

“Terima kasih Bang, saya jalan saja.”

“Ayolah, jangan takut, Abang nggak gigit.”

“Maaf, saya jalan saja.”

“Takut Aryo marah ya! Kata Angga.

“Kenapa takut  Mas Aryo marah.”

“Aryo kalau cemburu gampang marah,” kata Angga meledek Dinda.

“Kamu, pacar Aryo ya,” kata Angga menyelidik.

“Memang kenapa,” kata Dinda.

“Kalau kamu pacar Aryo, Abang lagi nunggu putusnya.”

“Kalau bukan pacar Aryo, Abang mau jadiin kamu pacar sekarang."

Dinda hanya tersenyum, melihat ulah Angga. Karena Dinda tidak mau di bonceng, jadilah Angga mendorong motornya sambil berjalan di sebelah Dinda. 

Dirumah Angga. Terlihat banyak orang, ada apakah?"

"Ibu sakit! ujar  bibi pada Angga.

Angga begitu cemas, cepat-cepat dia masuk, tanpa disadari Dinda ikut masuk.

Dengan cekatan Dinda membuatkan teh hangat dan meminumkannya.

Setelah beberapa saat kemudian, ibu Sonia baru sadar kalau Dinda ada di depannya.

“Ibu mimpi ya,” kata Bu Sonia.

“Ibu Nggak mimpi, ini Dinda,” kata Angga.

Ibu memeluk, menggenggam tangan Dinda, hangat sekali. Ada kehangatan dialirkan Ibu Sonia ke tubuh Dinda, kehangatan kasih sayang. 

“Terima kasih nak, sudah singgah ke rumah Ibu,” ujar bu Sonia

“Sama-sama Ibu, saya permisi dulu, semoga cepat sembuh.”

“Angga mengantar Dinda dulu Bu.”

“Nggak usah Bang, jaga Ibu lebih penting.” kata Dinda menolak.

“Abang lupa. Nanti Aryo marah,” kata Angga meledek.

Dinda mengacuhkan ledekan Angga, membuat Angga, makin penasaran.

Baru kali ini  kena batunya, pantaslah  Aryo tergila-gila. Mandiri, lembut, santun sama orang tua. 

Cara Dinda membuatkan teh manis untuk Ibu, begitu sigap. Tidak cantik, tapi menarik. Ketika dia bicara habislah kita dibuat terkagum. Kebaikannya terlihat jelas, sekali. Dandanannya sederhana, tapi tidak kampungan. Tidak norak dan tetap elegan.

Dinda gadis desa, mempunyai pancaran aura positif siapa saja yang berdekatan dengannya, merasakan aura kebaikan  itu.

Gadis manis berpikiran positif, selalu membuat orang penasaran. Termasuk Angga. Rayuan maut Angga, tidak digubrisnya. Playboy cap kampak, sibangke tak berkutik, di depan gadis desa,  cupu, hitam, kurus seperti mbak-mbak, menurut si bangke.

*****

Sebagai hadiah, telah menjenguk dan membuatkan teh waktu sakit, Ibu sonia membuatkan kue untuk Dinda, bentuk ucapan rasa terima kasih. Ditunggunya, dari pagi tidak kelihatan, dengan langkah lesu, Ibu Sonia kembali ke rumah.

Mungkin diantar Aryo, gumam bu Sonia dalam hati.

“Bisakah kamu antar kue ini buat Dinda.” kata bu Sonia pada Angga.

“Nggak, suasananya udah nggak enak. Kalau  kerumah Tante Resti, semua cuek. Angga seperti seorang narapidana, harus dihakimi.”

“Ibu aja, kesana, sekalian bertamu, mungkin ada pembicaraan, enak buat bincang-bincang," kata Angga.

Bu Sonia, pergi kerumah Tante Rasti, membawa kue untuk Dinda.

“Hai kak, Tumben main ke rumahku? Kata Tante Rasti sekedar basa-basi.

“Mau antar kue buat kamu  dan Dinda.”

“Dalam rangka apa?"

“Kemarin, kakak sakit, biasa lambung lagi kurang enak, kebetulan Dinda lewat pas pulang kerja.

"Dinda buatin kakak teh manis, entah diapain badan langsung enak.”

“Jadi kakak, buatkan kalian kue, ucapan terima kasih.”

“Pantas kemarin pulang agak telat, padahal, nggak lembur,” kata tante Rasti seperti kurang suka.

“Terima kasih banyak nak, sudah menolong ibu,” kata Bu Sonia pada Dinda.

“Sama-sama Ibu,” jawab Dinda

*****

Sepulangnya Ibu Sonia, tante Rasti, om Hari, Aryo, mengintrogasi Dinda, mengapa bisa sampai ke rumah si bangke.

Dinda menjelaskan, dari awal sampai akhir. Juga menjalankan amanat Mas Aryo, untuk tidak dibonceng Angga.

Rupanya Aryo tidak mempercayai ucapannya. Membuat Dinda, agak emosi.

“Mas, Dinda berusaha  jujur. Kalau mas nggak percaya, itu hak mas. Dinda bisa apa? Atau tanya aja sama bang Angga.

“Jangan panggil dia bang, terlalu bagus, panggil aja bangke,” kata Mas Aryo.

“Mas Aryo, nggak suka sama bang Angga. Jangan libatkan Dinda,” kata Dinda setengah meninggikan suaranya.

“Wah! Ada yang udah jatuh cinta,” kata Aryo sewot.

“Mas maaf! Dinda lagi nggak mau ribut.”

Pagi itu Dinda tidak mau diantar Mas Aryo, bagaimanapun Aryo membujuknya.

Sudah lama juga Dinda tidak berjalan kaki, ada rasa rindu, berjalan menikmati sepanjang trotoar ruko, rindu membeli sarapan di sepanjang jalan.

Ibu Sonia, tidak mengetahui ketika Dinda lewat, karena sedang menyapu.

“Selamat pagi Ibu,” sapa Dinda

“Hai, selamat pagi nak,” jawab Bu  Sonia dengan senyum mengembang.

“Tidak diantar nak Aryo? Kata Ibu Sonia.

“Bagaimana lambung Ibu? Sudah ada kemajuan,” kata Dinda tidak mengindahkan pertanyaan ibu Sonia.

“Sudah, nak. Terima kasih,” kata bu Sonia.

“Sama-sama Ibu, saya berangkat kerja dulu.”

“Ya nak, hati-hati,” senyum Bu Sonia mengantarkan kepergian Dinda.

****

Alangkah kagetnya Dinda, ketika mau pulang, Angga sudah ada di depan kantor. Dinda menyelinap lewat belakang.

Dinda berpesan pada penjaga kantor, untuk memberitahu kalau sudah pulang. Dengan perasaan kesal, Angga kembali pulang.

*****

Malam itu Angga dan Aryo berjanji bertemu, ada masalah yang akan diselesaikan.

Aryo sudah memasang wajah masam, ketika Angga datang.

“Ang, lo temen gue, dari kecil  kita sama- sama. Gue selalu ngalah sama lo, cewek yang gue taksir selalu pada akhirnya jatuh ke tangan lo, setelah lo dapat, terus lo tinggalin, lo sakitin."

"Tapi gue cuma bisa ngelus dada sama tingkah lo. Tapi  untuk Dinda, gue mohon jangan lo ambil dari gue. Dia anak desa, nggak tahu kejamnya Ibu Kota. Dinda anak baik, gue mohon ijinin gue sama Dinda, dia masa depan gue. Tipe gue sekali."

"Lo pernah bilang, Dinda itu bukan level lo, dandanannya aja kaya mbak-mbak, kurus, hitam, nggak bisa di tenteng ke kondangan, tapi gue cinta … pake banget malah," suara Aryo terdengar parau

"Maafin gue Yo, udah banyak nyakitin lo. pada awalnya memang seperti yang lo bilang. Dinda bukan level gue, nggak ada suka-sukanya gue sama dia."

"Tapi belakangan ini, gue jadi kepikiran terus sama Dinda. Gue juga nggak tau perasaan apa ini, ditambah Ibu gue suka sekali sama Dinda, jadi sedih, nggak pernah nyenengin hati Ibu, mungkin ini saatnya."

“Jadi kita bersaing,” kata Aryo meninggikan suara.

“Kita bukan teman lagi," ujar Aryo emosi.

“Asal lo tahu, kalau ada apa-apa sama Dinda, gue nggak terima.”

Aryo pergi, meninggalkan Angga sendiri. 

Maaf kawan gue nyakitin lo, demi Ibu gue yang sakit-sakitan, jujur rasa cinta itu nggak ada, cuma penasaran aja, gadis kampung yang susah ditaklukin,” kata Angga dalam hati.

Sudah terlanjur, tidak akan ada yang bisa menghentikan Angga, playboy cap bangke 

*****

Bab terkait

  • Takdir Dinda   Tamparan Tante Ani

    Part. 3****Seperti biasa setiap hari minggu, sesudah jalan pagi, keluarga Tante Rasti berkumpul di teras rumah. Ada halaman kecil ditanami apotik hidup dan bunga, ada jahe, sereh, lengkuas, kunyit, temulawak, bunga mawar, anggrek dan lainnya, Tante Rasti adalah kader PKK sangat aktif di Kelurahan. Mereka berbincang ringan sampai pembicaraan politik. Diselingi humor membuat suasana semakin ramai.Dari arah rumah depan, Tante Ani seperti orang sedang marah, jari telunjuknya mengacung-acung ke arah Dinda. Mereka tidak menyadari, kalau Dindalah sasaran Tante Ani. Karena merasa diacuhkan, Tante Ani pun semakin meradang.Hanya memakai celana sangat pendek, dan tanktop, Tante Ani menghampiri Dinda, tanpa basa-basi“Plak! Plak! Dua kali tamparan Tante Ani membuat Dinda terhuyung.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Takdir Dinda   Awal Pergumulan Dinda

    Part_4*****Sore itu kak Etha datang ke kamar Dinda. Baru saja pulang dari kantor, belum istirahat.“Dek, mohon maaf? Maaf sekali, kamu masih capek,” kata kak Etha.“Ada apa kak,” tanya Dinda“Ibu, masuk Rumah Sakit, kakak mau ngajak Adek jenguk Ibu.”“Bisa. Nggak apa-apa,” kata Dinda“Aduh, jadi ngerepotin Adek.”“Cuma gini aja, nggak jadi masalah,” kata Dinda.“Kita naik bajaj aja, biar cepat.”“Ok,” kata Dinda.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Takdir Dinda   Penghinaan Angga

    Part_5*****Angga sering di rumah kak Etha, hampir setiap hari. Dinda jadi risih juga diawasi terus, ke kantor hanya seratus meter saja, diantar jemput. Makan siang dikirim dari rumah ibu Sonia. Awalnya senang diperhatikan, lama-kelamaan merasa terganggu. Belum lagi, kalau dijalan ada yang menatap Dinda, langsung ditegur Angga, pake acara mata melotot, ini pacar apa satpam! Jadi nggak bisa bedakan.Setiap hari, ada saja pertanyaan diulang-ulang. Lebih tepatnya introgasi. Kalau jawab meleset sedikit, akan ada ceramah, panjang kali lebar kali tinggi. Anak-anak kak Etha protes, karena terlalu mengekang Dinda.“Om! Gitu banget gaya pacarannya, anak orang dibikin kaya tahanan,” kata Amel.“Harus diawasi, t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Takdir Dinda   Awal Kekelaman Dinda

    Part. 6*****Pihak keluarga Angga, mendesak untuk melamar Dinda. Tidak mau ditunda, walau hanya hitung bulan. Keluarga Dinda heran ada apa ini. Sebagai pihak perwakilan orang tua Dinda, emak (bibi) yang mengasuh Dinda sejak kecil mempertanyakan, mengapa begitu cepat melangsungkan pernikahan, kenal saja belum lama. Apalagi beda suku, akan beda juga adat istiadatnya.[Din? Apa sudah dipikir masak-masak, baru kenal. Pacaran satu tahun lah cukup untuk penjajakan. Kamu baru lima bulan sudah mau nikah, kata emak lewat telpon.][Sudah Dinda pikir segala resikonya, ujar Dinda][Kamu itu lho, Din! Keras banget sih! Mbok ya dengar omongan emak, nggak ada salahnya kan? ][Orang

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Takdir Dinda   Anakku Yang Malang

    Part. 7*****Ibu menelpon kak Etha, karena Dinda, tidak siuman dari pingsan. Tak lama kemudian kak Etha datang. Membawa Dinda kerumah sakit.Dokter dengan sigap menangani, diagnosa awal karena dehidrasi dan kelelahan, Dinda di opname, setelah cek darah dan semuanya bagus, dokter bertanya, kapan menstruasi terakhir, Dinda lupa, karena begitu banyaknya masalah dihadapi. Keesokan harinya Dinda tes urine, hasilnya positif.“Selamat bu? Atas kehamilannya,” kata dokter.Dinda senang, berharap ini awal baru, babak baru, dalam hidup Dinda. Semoga Angga berubah, walau dari kemarin Angga belum menjenguk Dinda.Ibu selalu menjaga, Dinda sudah menyuruh pulang. Berusaha sema

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09
  • Takdir Dinda   Masuk Penjara

    Part. 8****Di tinggal Dinda, Angga justru tidak minum, setiap hari hanya melamun, sesekali Angga membujuk ibu Sonia bicara sama bapak, untuk menjemput Dinda.Ibu mengacuhkan permintaan Angga. Banyak hal harus dipikirkan. Memikirkan anak Dinda, sekarang sudah berusia lima bulan menurut perhitungannya, pasti lucu, kangen sama menantu dan cucu.Maafkan ibu nak, benar kata Amel kamu terlalu baik untuk Angga, kata ibu bicara sendiri.Ibu menyesal, telah menjodohkan kamu dengan Angga, kalau saja mau mendengarkan Amel, anak itu menentang habis-habisan perjodohan ini, karena tahu tingkah Angga."Oma, om itu jahat, nggak ada bagus-bagusnya, dia pernah jadi simpanan mamanya temen Amel," suara Amel terdengar jelas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-11
  • Takdir Dinda   Petualang dan penyanderaan

    Part 9****Akhirnya kepulangan Angga datang juga. Ibu, Dinda, Aning, dan Kak Etha menjemput. Jujur dalam hati Dinda tidak mau ikut. Berat hati, karena takut. Selama Angga di lapas tidak menjenguk.Kak Etha, sebetulnya keberatan ibu menjemput, jika setiap ada masalah selalu diistimewakan, Angga tidak akan pernah dewasa. Itu alasan kak Etha. Ibu selalu melindungi Angga, dengan alasan kasihan. Atas nama kasihanlah, Angga memperalat ibu dan mengambil keuntungan.Uang Dinda tetap kak Etha pegang. Karena semua kebutuhan Dinda dan Aning, ibu sama sekali tidak mengijinkan Dinda mengeluarkan. Ibu ingin Dinda punya tabungan, agar sewaktu-waktu ada keperluan mendadak, tidak repot.Jam sepuluh tepat, Angga keluar, pertama dicari A

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-14
  • Takdir Dinda   Bhertanika Lesta

    Part 10*****Waktu terus berjalan. Tidak terasa Aning sudah berusia lima tahun, bersekolah di TK, pintar sekali, umur lima tahun dia sudah lancar membaca, Aning hafal nama-nama Menteri Kabinet pembangunan, jamannya Presiden Soeharto, dia hafal nama dua puluh lima Presiden di dunia, Aning juga hafal nama-nama Bendera negara di dunia.Dinda rajin membeli buku ensiklopedia, globe, dan bercerita tentang dunia, walau belum mengerti, Dinda tetap bercerita, untuk menambah daya ingat Aning.Les tari Bali dan les renang juga diberikan untuk Aning. Ingin suatu ketika jika sudah besar berwawasan luas, jangan seperti ibunya. Perempuan kampung hidupnya kurang beruntung.Bapak mertua sayang sekali

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15

Bab terbaru

  • Takdir Dinda   Beauty House Dinda

    Part 14****Sejak kejadian datang ke rumah mertua dan diusir pulang, terlihat bapak mertua sangat menyesal sekali. Karena telah kasar pada Dinda. Kabar didapat dari bibi yang masih berkomunikasi.Ditambah akhir-akhir ini bapak sering ribut dengan Suaria. Gaya hidup berfoya-foya belanja dari Mall ke Mall, kumpul dengan teman-temannya membuat bapak kewalahan juga. Suaria itu, pemarah, liar, boros, pendendam, dan suka mencuri.Awal rumah tangga, selalu mengancam, akan pergi kalau permintaanya tidak dituruti. Sekarang bapak tidak seperti dulu dengan Suaria.“Silahkan pergi, kalau kamu ingin pergi, saya tidak peduli,” kata bapak pada Suaria.Bapak pernah memergoki, Suaria buka brankas, dan marah sekali. Itu awal bapak mengeta

  • Takdir Dinda   Kepergian Angga

    Part 13*****Dinda mengontrak rumah daerah pinggiran Jakarta, udaranya masih bagus. Pagi hari masih merasakan embun walau hanya sebentar.Lingkungan komplek lumayan aman, untuk anak-anak. Perlu lingkungan baik, untuk tumbuh kembang anak, pertimbangan Dinda. Sedih hati, ternyata bapak sangat berubah, hampir tidak mengenalinya. Setiap mau bicara, harus tengak-tengok, kalau tidak ada Suaria, baru bapak berani bicara sama Dinda. Sudah begitu, luar biasa pengaruh dalam hidup bapak?"Bapak tidak membantu sama sekali, ketika Dinda pindah, Aning dan Lesta tidak berani dekat. Anak-anak mendekat, ketika sudah dipanggil. Apalagi kalau ada Suaria, Aning dan Lesta sama sekali tidak mau.Kak Etha sedih Dinda pindah, karena tidak ada mengawasi bapak. Bagaimana kalau sakit

  • Takdir Dinda   Bapak Menikah Lagi

    Bapak Menikah Lagi*****Akhir-akhir ini, bapak mertua berbeda, minta dibelikan celana Jeans, T-Shirt, sepatu sport, ada apa rupanya dengan lelaki tujuh puluh dua tahun? seperti bukan bapak, beli bunga mawar merah dan putih, ditaruh di pintu kamar.“Ada apa bapak, beda sekali hari ini,” tanya Dinda.“Nanti kamu akan tahu nak," kata bapak tersenyum.“Wah! Opa Aning main teka-teki,” kata Dinda berseloroh.“Tenang aja nak, tidak akan mengurangi rasa cinta saya sama kalian.”Dinda masih belum 'ngeh' ucapan bapak.Sore itu bapak sibuk, menyuruh bibi beli makanan, jaman now,

  • Takdir Dinda   Jangan Tinggalkan Dinda

    Part_11***Dinda melihat ibu mertua tidak turun dari ranjang. Perutnya diikat syal panjang, pakai kaos kaki dan baju rangkap, merintih kesakitan. Ibu sering sakit, apalagi kalau ada pikiran.Mungkin juga karena lelah mengawasi Aning dan Lesta tidak bisa diam. Walau ada pengasuh, tidak lepas tangan, untuk urusan cucu. Ibu memberi saran."Nak, sudah waktunya kamu berhenti kerja, tapi harus punya kegiatan di rumah agar bisa memantau anak-anak.""Usaha apa ya, bu," kata Dinda."Kamu itu pinter, rajin, semangat, coba kamu kursus salon, dimana-mana salon ibu lihat ramai semua."Bagaimana seorang ibu, tidak modis, sederhana, orang kampung sama seperti Dinda, menyarankan kursus salon. Ide cemerlang dari man

  • Takdir Dinda   Bhertanika Lesta

    Part 10*****Waktu terus berjalan. Tidak terasa Aning sudah berusia lima tahun, bersekolah di TK, pintar sekali, umur lima tahun dia sudah lancar membaca, Aning hafal nama-nama Menteri Kabinet pembangunan, jamannya Presiden Soeharto, dia hafal nama dua puluh lima Presiden di dunia, Aning juga hafal nama-nama Bendera negara di dunia.Dinda rajin membeli buku ensiklopedia, globe, dan bercerita tentang dunia, walau belum mengerti, Dinda tetap bercerita, untuk menambah daya ingat Aning.Les tari Bali dan les renang juga diberikan untuk Aning. Ingin suatu ketika jika sudah besar berwawasan luas, jangan seperti ibunya. Perempuan kampung hidupnya kurang beruntung.Bapak mertua sayang sekali

  • Takdir Dinda   Petualang dan penyanderaan

    Part 9****Akhirnya kepulangan Angga datang juga. Ibu, Dinda, Aning, dan Kak Etha menjemput. Jujur dalam hati Dinda tidak mau ikut. Berat hati, karena takut. Selama Angga di lapas tidak menjenguk.Kak Etha, sebetulnya keberatan ibu menjemput, jika setiap ada masalah selalu diistimewakan, Angga tidak akan pernah dewasa. Itu alasan kak Etha. Ibu selalu melindungi Angga, dengan alasan kasihan. Atas nama kasihanlah, Angga memperalat ibu dan mengambil keuntungan.Uang Dinda tetap kak Etha pegang. Karena semua kebutuhan Dinda dan Aning, ibu sama sekali tidak mengijinkan Dinda mengeluarkan. Ibu ingin Dinda punya tabungan, agar sewaktu-waktu ada keperluan mendadak, tidak repot.Jam sepuluh tepat, Angga keluar, pertama dicari A

  • Takdir Dinda   Masuk Penjara

    Part. 8****Di tinggal Dinda, Angga justru tidak minum, setiap hari hanya melamun, sesekali Angga membujuk ibu Sonia bicara sama bapak, untuk menjemput Dinda.Ibu mengacuhkan permintaan Angga. Banyak hal harus dipikirkan. Memikirkan anak Dinda, sekarang sudah berusia lima bulan menurut perhitungannya, pasti lucu, kangen sama menantu dan cucu.Maafkan ibu nak, benar kata Amel kamu terlalu baik untuk Angga, kata ibu bicara sendiri.Ibu menyesal, telah menjodohkan kamu dengan Angga, kalau saja mau mendengarkan Amel, anak itu menentang habis-habisan perjodohan ini, karena tahu tingkah Angga."Oma, om itu jahat, nggak ada bagus-bagusnya, dia pernah jadi simpanan mamanya temen Amel," suara Amel terdengar jelas.

  • Takdir Dinda   Anakku Yang Malang

    Part. 7*****Ibu menelpon kak Etha, karena Dinda, tidak siuman dari pingsan. Tak lama kemudian kak Etha datang. Membawa Dinda kerumah sakit.Dokter dengan sigap menangani, diagnosa awal karena dehidrasi dan kelelahan, Dinda di opname, setelah cek darah dan semuanya bagus, dokter bertanya, kapan menstruasi terakhir, Dinda lupa, karena begitu banyaknya masalah dihadapi. Keesokan harinya Dinda tes urine, hasilnya positif.“Selamat bu? Atas kehamilannya,” kata dokter.Dinda senang, berharap ini awal baru, babak baru, dalam hidup Dinda. Semoga Angga berubah, walau dari kemarin Angga belum menjenguk Dinda.Ibu selalu menjaga, Dinda sudah menyuruh pulang. Berusaha sema

  • Takdir Dinda   Awal Kekelaman Dinda

    Part. 6*****Pihak keluarga Angga, mendesak untuk melamar Dinda. Tidak mau ditunda, walau hanya hitung bulan. Keluarga Dinda heran ada apa ini. Sebagai pihak perwakilan orang tua Dinda, emak (bibi) yang mengasuh Dinda sejak kecil mempertanyakan, mengapa begitu cepat melangsungkan pernikahan, kenal saja belum lama. Apalagi beda suku, akan beda juga adat istiadatnya.[Din? Apa sudah dipikir masak-masak, baru kenal. Pacaran satu tahun lah cukup untuk penjajakan. Kamu baru lima bulan sudah mau nikah, kata emak lewat telpon.][Sudah Dinda pikir segala resikonya, ujar Dinda][Kamu itu lho, Din! Keras banget sih! Mbok ya dengar omongan emak, nggak ada salahnya kan? ][Orang

DMCA.com Protection Status