Share

21. Dia Akan Bertahan

Penulis: Y Airy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-31 07:25:46

Erika, mamanya Ruben menyalahkan Melanie atas apa yang terjadi dengan putranya, ia bahkan mengusir gadis itu dari rumah sakit saat keadaan Ruben masih kritis.

Melanie berlari keluar dengan airmata yang mengintip di ujung matanya.

"Tom, lo di sini aja biar gue yang temenin Melanie!" seru Rico, ia memberi isyarat agar tomi menelponya nanti. Lalu ia pun berlari keluar mengejar sahabatnya. Ia melihat Melanie keluar dari lobi, ia pun mempercepat langkahnya agar bisa meraih gadis itu.

"Mel, tunggu!" serunya seraya menarik lengan Melanie. Membuat langkahnya terhenti.

"Omongan Tante Erika nggak usah lo pikirin. Mungkin dia lagi panik aja!" katanya mencoba menghibur.

"Tapi apa yang dia katakan benar, Ben seperti itu karena aku!"

"Itu nggak benar!" seru Rico, "Dengarin gue Mel, lo itu sangat berarti buat Ruben. Lo yang jadi semangat baru buat dia. Lo jangan pernah berfikir untuk meninggalkannya!"

"Tapi, Ric."

"Sadar atau nggak Ben itu cinta sama lo!" tegasnya lagi.

"Rico!" desis Melani
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   22. Kabur?

    Ruben membuka matanya, ia melihat ke sekeliling. Dari cat tembok yang serba putih ia tahu bahwa dirinya berada di rumah sakit, tempat yang tak ia sukai. Detik kemudian ia tercekat,"Melanie!"Di mana Melanie?Ia melirik ke samping. Ada Tomi yang sedang duduk melamun. Ia memutar pandangannya, dilihatnya mamanya sedang menelpon seseorang, pasti papa. Pikirnya. "Tom!" desisnya. Tomi tersentak dan menghampirinya. "Ben, lo udah sadar. Syukurlah!" katanya girang karena sahabatnya sudah kembali, "Gimana keadaan lo?" "Remuk badan gue!" jawabnya dengan tawa kecil. Tomi ikut tertawa. "Bajingan kek lo terkadang emang pantes buat dihajar!" cibir Tomi. "Sialan lo!"***Tika duduk di tepian ranjang, sementara Dennis hanya berdiri memandangnya. Mendengarkannya bicara. "Maafkan aku, aku nggak bermaksud mengkhianatimu. Dia mengikutiku selama beberapa hari, aku sudah menghindar. Tapi dia bilang jika aku terus menghindar dia akan mengikutiku sampai masuk rumah. Jadi kupikir ... aku terima saja d

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   23. Aku Akan Betahan

    Ben keluar dari mobil dibantu oleh Rico, mereka berjalan sedikit menjauh dari mobil. Melanie langsung meluncur turun dan memeluk Ben dengan erat. Air mata merembes dari kelopaknya. "Aku senang kamu sudah sadar, aku takut sekali!" desisnya sambil mempererat pelukannya, membuat Ben tak bisa napas. Dan kepalanya pun berputar-putar sedari tadi. "Mel, kepala gue pusing dan gue nggak-bisa ber-napas!" katanya dengan suara yang lemah. "Ah!" Melanie terperanjat, ia melepaskan pelukannya, "Maaf, aku terlalu senang bisa melihatmu lagi!" katanya menatap pemuda itu, Ben membalas tatapannya. Sejujurnya ia senang Melanie memeluknya seperti itu. "He'em-he'em!" Rico dan Tomi berdehem hampir bersamaan, membuyarkan lamunan keduanya. Melanie sedikit menunduk karena malu, Ben sendiri malah hampir ambruk lagi karena tubuhnya masih lemah. Beruntung Tomi ada di belakangnya sehingga bisa menopang. "Lebih baik kita masuk sekarang!" ajak Melanie. Mereka membawa Ben masuk dan membaringkannya di s

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   24. Mereka Kakak Beradik!

    Melanie keluar dari kamar, ia tak melihat Ruben di sofa. Tapi ia mendengar bunyi di dapur, bunyi yang berasal dari sendok yang jatuh. Ia pun menghampiri ke sana. Dilihatnya Ben baru saja mengambil sendok dari lantai lalu menaruhnya ke wastafel. "Kamu sedang apa?" tanya Melanie. Ben menoleh, "Aku ... aku lagi bikin teh!" "Membuat teh?" heran Melanie, ia mendekat. "Seenggaknya aku bisa membedakan gula dan garam!" sambungnya, ia memberikan secangkir teh manis hangat kepada gadis itu. Melanie tersenyum lalu menerima dan meminumnya. "Ya, kamu nggak salah memasukan barang. Seharusnya kamu nggak perlu lakukan ini. Kamu kan masih sakit!" "Aku baik-baik saja. Lihatlah!" ia menunjukan dirinya yang memang sudah tampak lebih segar. Melanie menaruh cangkir itu di meja. "Coba kulihat lukamu!" katanya menangkup kepala Ruben dengan kedua tangannya. Ia mengamati wajah pemuda itu. "Sepertinya perbanmu perlu diganti!" Ben hanya diam memandangnya. Dalam keadaan seperti ini sangat jelas sekali, b

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   25. Kita Pacaran Saja!

    Melanie masih diam terpaku di depan pintu melihat sosok yang berdiri tegap di depannya. "Kak Dennis!" desisnya. Meski sulit mulutnya berucap tapi sapaan itu akhirnya keluar juga. Dennis memandangnya tajam, dari belakang Dennis ada seseorang yang muncul "Tante Erika!" desisnya lagi. Sekarang Melanie semakin panik, ia berpegang daun pintu untuk menopang tubuhnya agar tak roboh. "Kamu jangan senang dulu, kami membiarkan Ben menginap di rumahmu bukan berarti kami setuju dengan hubungan kalian!" seru Dennis. "Apa saja yang kamu lakukan bersama Ruben?" tanya Erika. "Kami nggak melakukan apa pun!" "Rubbish!" maki Erika sambil melayangkan sebuah tamparan ke wajah Melanie. Membuat wajahnya terlempar ke samping, Melanie memegang pipinya yang merah dan panas. Perlahan ia mengangkat wajahnya. "Aku nggak akan membiarkan putraku terus kamu perdayai, jika kamu ingin selamat jauhi Ruben!" "Tapi_""Apa insiden di lapangan basket belum cukup bagimu, kamu masih ingin yang lebih dari itu?" seru

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   26. Insiden Di Rumah Melanie

    "Lo jatuh cinta sama seseorang, siapa?" tanya Vera. "Ntar juga lo tahu!" "Gue denger soal insiden di lapangan basket. Nampaknya parah banget, lo nggak patah tulang kan?" tanyanya sedikit cemas "Kalau ada yang patah nggak mungkin gue bisa ke sini, kali!" "Syukurlah!" "Abis ini lo jangan kek gitu lagi, gue yang repot tahu nggak!" kesal Ben. Vera tertawa kecil. "Maaf. Tapi gue tetap senang kok lo mau kesini, makasih ya!" Ben terdiam, ia jadi ingat sms yang ia dapat dari Artika. Kira-kira apa yang mau dia omongin ya? Ben jadi penasaran. Apa dia telepon sekarang saja dan minta ketemu. "Ver, gue balik dulu ya, kepala gue masih dikit pusing nih!" bohongnya. "Kalau kepala lo pusing seharusnya loe jangan nyetir mobil sendiri!" "Nggak apa-apa kok, udah biasa!" jawabnya berdiri. Ya, dulu dia sering menyetir mobil dengan keadaan setengah mabuk. Tapi tak pernah kecelakaan tuh. Tuhan aja yang masih sayang sama nyawanya. Akhirnya Ben pulang dari kediaman Vera, dalam perjalanan ia menelpo

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   27. Cuma Kamu

    Ben dan Melanie duduk di ruang tengah, gadis itu diselimuti jacket hitam Ruben. Ia menunduk diam, ekspresi shok masih terlihat di wajahnya. Tadi Ben sudah memberinya minum dan mencoba menenangkannya. "Seharusnya ... aku bisa datang lebih awal, nggak-nggak ... harusnya aku nggak membiarkan kamu tinggal sendiri, aku nggak habis pikir deh, kenapa Fiki bisa berbuat sampai senekat itu? Kenapa ... dia mengincarmu, aku masih nggak ngerti!" heran Ben. Melanie mengangkat wajahnya, menatap pemuda di sampingnya. Bagaimana aku katakan padamu bahwa aku tahu kenapa Fiki lakukan itu padaku? Bagaimana aku katakan padamu bahwa kak Dennis dan mamamu ada dibalik semua kejadian ini. Aku nggak mau kamu membenci mereka, aku nggak mau itu. Air matanya mengalir lagi. Sekarang aku harus bagaimana? Mereka nggak hanya mengancamku tapi semua ini ... semua ini mereka lakukan padaku. Aku takut Ben, aku sangat takut! Melanie tak berani berucap, ia bahkan tak tahu harus bagaimana sekarang. Ben melihat air ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   28. Gue Udah Rela Putus Dari Ruben

    Ben dan Fredy serta beberapa teman mereka sampai di rumah Pram, sepupu Fiki. Pram termasuk anak yang baik, sebenarnya ia juga kurang akrab dengan sepupunya itu. Tapi ia sering menampungnya jika Fiki sedang ada masalah atau dicari orang. Mereka menggedor pintu rumah sederhana itu, seorang anak seumuran Ben membuka, dialah Pramono. Panggil saja Pram. Anak itu mengamati semua orang yang berdiri di depan rumahnya. Ia sudah bisa menebak pasti sepupunya itu bikin ulah lagi. "Sorry, nyari siapa?" "Lo tahu kita nyari siapa?" suara Fredy dipenuhi amarah.Kali ini Pram akan jujur sajalah "Fiki maksudnya, tapi sorry bro. Orangnya nggak ada di sini, sekarang tempat ini udah tutup jadi tempat persembunyiannya!" "Jangan bohong lo, suruh dia keluar?" "Kalau lo semua nggak percaya, geledah aja sendiri. Tapi jangan bantingin barang, emak gue bisa marah!" pesannya. Fredy dan dua temannya masuk sambil menyingkirkan Pram dari depan mereka. Mereka pun menyisir seisi rumah tapi nihil. Anak itu tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   29. Yang Harus Kamu Pikirkan Adalah Kebahagiaan Adikmu

    Setelah tak berhasil mencari Fiki Ben menemui Artika di dermaga. Seperti biasa ia datang tanpa menyapa, langsung duduk di samping gadis itu. Artika menoleh lalu menutup bukunya. "Kamu bilang ada yang penting yang ingin kamu bicarakan?" tanya Ben seolah sudah lupa dengan pertanyaannya tempo hari. "Bukankah kamu yang memintaku memberi keputusan. Untuk itulah aku minta bertemu, kamu lupa?" "Maaf. Akhir-akhir ini terjadi masalah yang cukup serius dan itu membuatku sibuk. Aku jadi nggak memikirkan soal tempo hari," jawabnya jujur. "Sepertinya begitu." "Maaf, jika aku sempat ingin mengacaukan hubunganmu dengan calon suamimu. Tapi sekarang kau nggak perlu khawatir. Kamu bisa tetap bersamanya!" "Apa maksud kamu?" "Mungkin saat itu aku terlalu na'if dan percaya diri menyatakan perasaanku sama kamu padahal aku sendiri belum yakin!" ungkapnya,"Aku masih nggak mengerti." "Aku baru menyadari sesuatu. Sesuatu yang seharusnya sedari dulu aku sadari. Tanpa sadar ... selama ini aku telah bany

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31

Bab terbaru

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   44. Mel, Ini Aku

    Ben duduk di dapur di rumah yang dulu ia beli untuk Melanie tinggali. Di setiap sudut rumah itu ada wajah Melanie, ada tawanya, ada senyumannya. Ia jadi tersenyum sendiri mengingat dirinya sedang menunggu hidangan yang dibuat Melanie selesai sambil terus menggodai gadis itu. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya hingga ia terkejut. "Kunyuk loe!" serunya. Rico dan Tomi tertawa. "Loe tuh kadal tengik, senyum-senyum sendiri. Kirain udah normal loe!" samber Rico. "Sialan loe, emangnya gue gila!" "Eh, dia nggak nyadar!" keluh Tomi. "Loe tuh emang sempet gila sehari tahu nggak, nih buat sarapan. Loe belum ngisi perut kan!" tambahnya. Ruben melirik bungkusan McD yang ditaruh Tomi di meja, ia menyambarnya, membuka isinya dan langsung melahapnya. "Thanks! " jawabnya sambil mengunyah. "Kepsek bilang loe tetap boleh ikut UAN bulan depan , mengingat loe murid nomor satu dilihat dari otak!" seru Rico memberitahu temannya. "Kalau dari badung, nomor satu juga!" tambah Tomi. "Eh!" seru Rico.

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   43. Tak Bisa Tinggal

    Semua orang berkumpul di ruang keluarga, Dennis baru pulang dini hari tadi. Artika meyakinkannya bahwa tak sepenuhnya itu kesalahan dirinya. Kita tidak akan bisa mengulang waktu, yang bisa di lakukan sekarang hanyalah memperbaiki semuanya. Ya, itu benar. Kita tak akan bisa mengulang waktu dan mengubah yang telah terjadi. Handy Wirata, kini mengerti mereka memang lebih mementingkan bisnis bukan putranya. Ia bahkan tak mengenal siapa putranya. Mengingat apa yang terjadi pada Ben pasca meninggalnya melanie ia tahu betapa gadis itu sangat berarti bagi putranya. Dan selama ini gadis itulah yang mengisi kekosongan hidup Ruben. Setelah ini ia tak tahu apa yang akan terjadi, ia khawatir dengan keadaan psikis putra bungsunya. Sementara Erika sibuk mondar-mandir di depan keduanya. "Ma, duduklah!" pinta Dennis. "Apa menurut kalian Ben akan keluar kamar hari ini?" tanyanya cemas. "Ma, melihat dari apa yang terjadi semalam kurasa dia sudah mulai membaik!" jawab Dennis. "Mama takut mengetuk pi

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   42. Bunuh Saja Aku

    Tiga hari setelah kepergian Melanie ....Ruben duduk di lantai kamarnya, duduk bersandar ranjang, kakinya ditekuk, kedua lengannya ia sandarkan pada lutut. Pandangannya kosong, sesekali air mata turun menggelinding melewati pipinya. Sudah tiga hari setelah pulang dari makam ia seperti itu. Ia berada di kamar itu pun karena Rico dan Tomi yang membawa tubuhnya. Dia pingsan saat berdiri setelah terlalu lama duduk di samping makam Melanie, tak mengucapkan apa pun selain Al- Fatihah dan nama gadis itu yang terucap puluhan kali. Hingga detik ini ia sama sekali tak beranjak sejak ia tersadar dari pingsannya. Saat ia sadar, ia mencari Melanie di setiap sudut kamar seperti orang gila. Setelah sadar bahwa Melanie telah pergi, ia menangis dan menyambar semua barang yang ada di meja kamarnya hingga berhamburan ke lantai sambil berteriak. Setelah itu tubuhnya melemas dan ia terduduk di sana hingga sekarang. Duduk melamun, tanpa makan, minum dan bicara. Erika sudah berusaha bicara padanya berkali-

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   41. Bahagia Bersamamu

    "Mel, maukah kamu menikah denganku hari ini?" tanya Ben memberikan pinangannya."Ha!" hanya itu yang keluar dari mulut Melanie dengan mata melebar."Aku nggak mau kita terus seperti ini, hidup serumah tanpa ikatan resmi. Bukankah seharusnya itu nggak boleh?""Ya, itu memang nggak boleh, seharusnya!" jawabnya."Kalau begitu kita harus menikah kan?"Melanie tertawa ...."Kita masih terlalu muda, Ben!""Kamu ragu dengan cintaku?" serunya membuat Melanie terdiam. Ben menghela nafas panjang dan menghembuskannya hati-hati."Aku sangat mencintai kamu, dan cintaku tulus sama kamu. Aku ingin kita hidup dalam ikatan yang suci, menikahlah denganku!" ungkapnya serius."Ben!" desis Melanie.Melanie masih bingung harus berkata apa, ia juga sangat mencintai Ruben. Ia juga ingin menikah dengannya, tapi usia mereka kini masih terlalu muda. Ia tak mau pernikahan mereka hanya didesak dengan keadaan."Kita menikah hari ini, dan setelah itu nggak akan ada lagi yang memisahkan kita, aku hanya ingin hidup

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   40. Dilema Dennis

    Artika menghampiri Dennis yang sedang menenggak minuman di dalam gelas yang ada di genggamannya. Tiga botol sudah kosong, kini botol di mejanya bertambah menjadi enam. Terlihat ia sedang menenggak langsung dari mulut botol itu. Tika berdiri di sampingnya."Dennis, kamu kenapa?" tanyanya.Dennis tak menjawab, ia hanya melirik kekasihnya. Ia sudah setengah mabuk, tapi masih sadar. Wajahnya terlihat babak belur tanpa ada pengobatan, ia tak sempat lakukan itu. Sesampainya di pelabuhan ia langsung mengendarai mobilnya ke tempat ini, tempat di mana sekarang ia sedang mencoba menenangkan diri di dalam botol anggur dan Wisky."Apa kamu berkelahi dengan Ruben?" tanya Tika."Aku hanya ingin dia pulang, apa itu salah?" jawabnya, "Dia begitu keras kepala!" lanjutnya."Mungkin memang nggak seharusnya kamu memaksanya.""Aku tahu. Dia ... bahkan nggak bisa memaafkan aku!" serunya sambil menenggak lagi minumannya."Jika kamu sungguh-sungguh minta maaf, mungkin ....""Sudah kulakukan, tapi kesalahanku

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   39. Semua Milikmu

    Dennis keluar dari taksi dan memasuki area pembangunan itu. Ia berjalan menghampiri Ruben. "Ben!" desisnya. Ruben yang sedang mengaduk pasir dengan semen pun menoleh mendengar suara itu. Ia cukup terkejut karena Dennis ada di sana. Ben memandangnya, tak percaya. Heran dan marah. "Kenapa Kak Dennis ada di sini?" tanyanya. "Aa ....""Lo ngikutin gue!" katanya lagi sebelum Dennis sempat menjawab pertanyaan sebelumnya."Ben, apa yang kamu lakukan di sini?" desisnya. Ben tak langsung menjawab, "Kamu nggak perlu bekerja seperti ini, kamu bisa menggunakan uangmu sesuka hatimu!" "Gue mau bekerja di mana dan seperti apa, itu bukan urusan lo." "Ben, tapi bukan bekerja seperti ini!" "Memangnya kenapa? Ada apa dengan pekerjaan ini. Apa pekerjaan seperti ini itu hina? Kak, pekerjaan ini halal dan seenggaknya ini lebih baik dari pada gue meminta pada kalian!" "Kamu nggak perlu meminta, semua itu milikmu. Ben, aku mohon. Mama pasti akan sedih jika tahu kamu bekerja seperti ini!" "Mereka ngg

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   38. Aku Bukan Kakakmu

    Dennis sudah duduk di depan mobilnya, ia memandangi lautan biru, hiruk pikuk orang-orang di sana. Ada pertengkaran kecil beberapa pria, sepasang sejoli yang berjalan bergandengan tangan. Masih pagi begini aja sudah ada yang pacaran, dasar anak muda. Mata Dennis menangkap dua bocah yang sedang bermain bersama. Sepertinya mereka kakak beradik, sang adik terjatuh dan sang kakak membantunya berdiri, melihat luka di kakinya dan mencoba menenangkan adiknya yang menangis kesakitan. Sang kakak akhirnya menggendong adiknya di belakang dan berjalan menjauh. Dennis tersenyum, ia ingat masa kecilnya dulu. Saat membantu Ruben belajar berjalan. Menggendongnya bila habis terjatuh dan menangis. Bermain bersama, mereka memang berbeda 9 tahunan. Jadi selama ini Dennis memang selalu ikut menjaga Ruben dan hubungan mereka sangat dekat. Dennis menarik lengannya dan menilik jam tangannya. Itu sudah jam 9.10 tapi Ben belum muncul. Apakah adiknya itu tidak jadi menemuinya, atau tak sudi lagi bertemu dengan

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   37. Allah Tidak Pernah Meninggalkan Kita

    Bangun pagi Melanie langsung ke dapur dan membuat sarapan, ia tak berani mengetuk pintu kamar Ruben. Ia tahu betul bagaimana pemuda itu jika sedang marah. Ben keluar kamar dan langsung duduk di meja makan, tapi ia tak menyentuh makanannya. Meletakkan kedua telapak tangannya yang ia satukan di depan mulutnya. Melanie menaruh teh manis hangat di depannya dan ikut duduk. Ia mengambilkan makanan untuk Ruben. Dan Ben juga belum menyentuh sendoknya. Melanie melirik, "Apa kamu masih marah soal semalam?" tanyanya, "Maafkan aku, aku nggak bermaksud berpikiran seperti itu. Kamu tahu, aku akan melakukan apa pun yang kamu katakan. Kamu tahu aku bahkan hampir nggak pernah membantahmu!" jelasnya. Ben masih diam, kali ini ia mengangkat sendoknya dan mulai menyendok sarapannya, memasukkannya ke mulut. Mengunyahnya pelan. "Ben, katakan sesuatu. Kamu tahu aku nggak bisa kalau kamu marah seperti ini!" "Aku nggak marah sama kamu!" sahutnya. "Apa!" "Harusnya aku yang minta maaf, karena telah bersik

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   36. Kamu Menyesal?

    Jam 5 dini hari, Melanie keluar dari kamarnya setelah solat subuh. Ia berjalan ke kamar sebelah, membuka pintunya perlahan. Melanie cukup tercekat menemukan apa yang dilihatnya di dalam kamar itu. Ben sedang duduk di atas sajadah, kedua tangannya menenangadah ke atas. Sesekali ada isakan yang terdengar dari suaranya. "Hamba nggak akan meminta apa pun kecuali sedikit kebahagiaan untuk Melanie. Selama ini ... hamba selalu menyalahkan-Mu atas semua yang terjadi, ampuni hamba ya Allah ... Hanya kepada-Mu hamba memohon. Engkau yang mengetahui segala yang terbaik bagi kami, jika apa yang kami lakukan salah maka tegurlah kami. Berikannya kami jalan yang terbaik, agar kami tidak tersesat!" Terdengar Ben seperti menghirup ingusnya. "Engkau yang mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui. Hilangkanlah rasa takut ini ... yang selalu mendera jika malam datang, hamba sungguh sangat takut ... takut pada semua yang akan terjadi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" tangisnya. Melanie terdiam

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status