Nadine memegang kantong kertasnya. Keduanya sama-sama menuju ke Universitas Brata.Mereka terus mengobrol. Nadine mendapati Stendy punya wawasan luas. Tidak peduli topik apa itu, Stendy pasti nyambung dengannya.Nada bicara Stendy pun terdengar lembut dan elegan. Setelah berinteraksi beberapa saat, Nadine merasa cukup nyaman dengannya.Setelah berkeliling cukup lama, Nadine tidak sengaja menoleh saat melewati tembok batu. Dia pun melihat sebuah sosok familier.Arnold baru menyelesaikan pelajarannya dan hendak pergi ke laboratorium. Ketika mendongak, dia bertemu pandang dengan Nadine.Arnold tertegun sesaat, lalu melirik Stendy yang berada di sebelah Nadine. Nadine menyapa duluan, "Kebetulan sekali, kelas baru selesai ya?"Arnold mengangguk. "Ya, aku mau ke laboratorium. Kamu?""Aku membawa temanku keliling. Kenalin, ini Stendy." Kemudian, Nadine menghadap Stendy dan meneruskan, "Ini Arnold."Kedua pria itu bertatapan. Stendy tersenyum tipis dan menyapa, "Halo, Pak Arnold. Aku sudah lam
Sebelum Arnold sempat berbicara, Nadine melihat meja, lalu menemukan piring dan mangkuk bersih. Dia mengambil sendok dan memindahkan dua buah pangsit kecil ke piring dengan hati-hati, lalu mendorongnya ke hadapan Arnold. "Coba deh."Arnold ragu sejenak, namun kemudian mengambil satu pangsit dan perlahan mengunyahnya.Nadine menatapnya dengan antusias. "Gimana?"Melihat tatapan penuh harap Nadine, Arnold mengangguk. "Rasanya enak."Nadine tersenyum lebar. "Iya, 'kan? Aku nggak mungkin rekomendasiin yang nggak enak."Arnold pun ikut tersenyum.....Philip bertanya, "Kak Stendy, ulang tahunmu sudah dekat ya? Tahun ini rencananya gimana? Mau adu balap mobil lagi atau pertunjukan banci? Atau yang lebih seru, gimana kalau kita undang penari telanjang? Hahaha ...."Teddy langsung menyetujui, "Ide bagus!"Mereka berdua menoleh ke arah Stendy. Kalau soal bersenang-senang, Stendy dikenal paling banyak ide di antara mereka. Meskipun tampak rapi dengan setelan jas dan dasi, di balik penampilan itu
Reagan tiba-tiba terdiam kaku, lalu menarik tangannya dari genggaman Eva tanpa sadar. Eva yang tidak menduga hal itu, langsung mengernyitkan dahinya. Mengikuti arah pandangan Reagan, dia melihat Nadine berdiri tidak jauh dari mereka.Dengan alis berkerut, Reagan bertanya pada Stendy, "Kamu ngundang Nadine?""Ya. Kita semua teman, 'kan?" jawab Stendy sambil tersenyum tanpa rasa bersalah."Kenapa nggak bilang dari awal?"Stendy mengangkat bahu dengan santai. "Aku sibuk dan lupa. Lagian, kupikir itu nggak masalah, 'kan?"Di sisi lain, Nadine juga melihat Reagan. Namun, dia hanya melirik sekilas sebelum memalingkan pandangannya. Dia datang ke sini hanya untuk memberikan ucapan selamat dan segera pergi. Nadine masih harus sibuk membaca dan mencari referensi. Dia tidak berniat menghabiskan terlalu banyak waktu di acara ini.Memikirkan hal itu, Nadine melangkah ke arah Stendy. "Selamat ulang tahun. Semoga setiap tahun selalu seindah hari ini. Ini hadiah dariku. Nggak terlalu mewah, semoga kam
Stendy tertawa dengan suara rendah. "Aku nggak salah orang, kok."Nadine terlihat bingung dan tidak memahami apa yang baru saja terjadi. Lalu, Stendy kembali berkata, "Yang ingin kucium memang kamu."Nadine tertegun dan kehabisan kata-kata cukup lama. Otaknya terasa kacau. Untuk seketika, dia tidak bisa membedakan apakah ini kenyataan atau hanya mimpi.Sebab, semua ini terlalu gila!Stendy tersenyum tipis. Wajah tampannya menampilkan aura nakal. Ditambah dengan aroma alkohol yang samar-samar, penampilan Stendy terkesan semakin cuek. "Kenapa? Kaget?"Bukan hanya kaget, Nadine merasa seolah-olah hampir terkena serangan jantung."Kamu ...." Nadine mencoba berbicara, tetapi tidak bisa merangkai satu kalimat pun dengan jelas."Ya, aku suka kamu," lanjut Stendy."Kamu ngomong apaan?! Mana mungkin kita bisa ...!""Gimana kamu bisa tahu kalau belum dicoba?""Bukannya kamu dan Reagan ...." Sahabat baik?"Kalian sudah putus. Aku suka kamu dan nggak ada yang salah dengan mendekati seseorang yang
"Kamu juga sama saja!" Reagan menoleh ke arah Nadine. "Kamu ini benar-benar murahan. Dari sekian banyak orang, kenapa kamu malah goda dia? Sudah puas kamu sekarang?"Mendengar tuduhannya, Nadine merasa marah dan kesal. Jelas-jelas dia yang tiba-tiba dilibatkan dalam masalah ini, memangnya apa kesalahannya?Menghadapi tudingan Reagan, Stendy justru tampak luar biasa tenang. Dia menyentuh hidungnya yang terluka sambil tersenyum sinis. "Apa yang kami lakukan? Kamu sudah lihat sendiri, 'kan?"Reagan bertanya dengan ekspresi datar. "Jadi, nggak ada yang mau kamu jelaskan?""Mau jelaskan apanya? Jelaskan aku suka sama Nadine? Aku mau mendekatinya?"Begitu ucapan itu dilontarkan, wajah Nadine langsung memucat. Sementara itu, emosi Reagan memuncak. Dia mengangkat tinjunya dan melayangkannya ke wajah Stendy."Berengsek! Kamu suka dia? Mau dekatin dia? Apa hakmu?!"Stendy dipukul hingga memalingkan wajahnya dan kepalanya berdengung. Namun, dia langsung refleks menarik Nadine ke belakang untuk me
"Astaga! Ada apa ini? Kalian berdua sudah gila ya?""Cepat hentikan! Reagan! Stendy!"Kedua orang itu masing-masing menarik Reagan dan Stendy.Philip berteriak, "Kak Reagan, tenangkan dirimu!"Teddy ikut menimpali, "Stendy, jangan gila! Apa yang nggak bisa dibicarakan sampai harus berkelahi?"Reagan dan Stendy berteriak bersamaan, "Jangan tarik aku! Lepaskan!"Melihat kedua orang itu yang hendak saling menyerang, Philip dan Teddy tentu tidak akan melepaskan tangan mereka."Coba ceritakan apa yang terjadi." Teddy menatap kedua orang itu secara bergantian."Kalau ada masalah, dibicarakan saja baik-baik. Kita ini sahabat, jangan sampai merusak persahabatan kita!" timpal Philip melerai mereka.Teddy kembali membujuk, "Reagan, hari ini ulang tahun Stendy. Kalau ada masalah, kita bicarakan saja lain hari."Stendy menyeka darah di sudut bibirnya, lalu tersenyum sambil melirik Reagan yang tampak marah. "Yang kubilang tadi itu semuanya serius. Aku sudah pikirkan dengan matang sebelum mengambil
Namun detik berikutnya, tangan Stendy malah ditahan oleh sebuah tangan lainnya. Stendy mengerutkan alisnya melihat orang yang datang itu. Dengan nada kesal, dia bertanya, "Kamu?"Nadine bergumam dengan perlahan, "Pak Arnold, kenapa kamu ...." Pada saat itu, suara Nadine terdengar seperti hendak menangis.Arnold menatap Nadine dengan penuh perhatian. "Kamu baik-baik saja?"Nadine mengangguk dan menjawab, "Ya." Namun jelas sekali, dia tidak baik-baik saja."Kebetulan mobilku ada di sini. Kuantarkan kamu pulang?""Oke, terima kasih."Arnold melingkarkan tangannya di sekitar Nadine dan bersiap untuk membawanya pergi. Di sisi lain, Nadine merasa seolah-olah menemukan penyelamatnya. Dengan kehadiran Arnold, dia kembali merasa aman."Pak Arnold, kenapa kamu bisa di sini?"Di sebelah vila ini ada sebuah hotel mewah tempat diadakannya konferensi akademik yang dihadirinya. Saat istirahat, Arnold keluar untuk menghirup udara segar dan tanpa sengaja melihat kejadian ini."Kebetulan ada urusan," ja
Stendy menatapnya dengan tenang. "Aku sudah pernah tanyakan padamu, 'kan? Bukannya kamu sendiri yang suruh aku mendekatinya? Lalu kenapa kamu keberatan sekarang?"Seketika, Reagan teringat dengan percakapan grup mereka beberapa waktu lalu dan wajahnya langsung memucat. Nadine yang sudah terguncang, semakin gemetar hebat dan hampir jatuh. Arnold menahannya dengan sigap."Kubawa kamu pulang sekarang."Stendy mengadangnya sambil memicingkan mata. "Kamu mau bawa dia ke mana? Jangan lupa, ini vilaku. Bukan tempat yang bisa kamu datangi dan pergi semaumu."Reagan yang mulai menyadari sesuatu, menatap mereka dengan tajam dan dipenuhi amarah yang mendidih.Arnold yang biasanya terlihat ramah dan kalem, kali ini menunjukkan tatapan berbahaya. "Tuan rumah konferensi di Hotel Malawi adalah Pak Arbana dari Kota Nova, yang kebetulan juga pemilik Grup Arbana.""Dia juga hadir dalam konferensi ini dan sekarang acaranya hampir selesai. Hanya dengan satu panggilan telepon dariku, dia akan tiba di sini
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma
Teddy langsung nyeletuk, "Aku traktir kamu makan!""Nggak perlu, sudah ada yang ngajak. Kamu tunggu kesempatan berikutnya aja."Selesai bicara, Kelly hendak berjalan melewatinya.Teddy buru-buru mengejar. "Kalau begitu, biar aku antar kamu!"Kelly langsung berhenti melangkah. "Kamu serius?""Banget!""Oke deh, tapi nyetirnya cepat, ya."Seminggu ini Kelly memang sengaja tidak bawa mobil sendiri, supaya bisa tidur sebentar di perjalanan pulang-pergi kerja. Teddy membukakan pintu depan mobil dengan sigap dan seramah mungkin.Sayangnya ....Kelly berkata, "Aku duduk di belakang saja. Lebih enak buat rebahan.""Oke deh."Di dalam mobil, Teddy menyetir sambil menarik napas panjang. Apa ada pacar yang lebih baik lagi dari dia di dunia ini? Menunggu pacarnya satu jam untuk pulang kerja, lalu mengantarkan dia untuk bertemu pria lain dengan sukarela.Namun, jika dia tidak mengantarkannya, Kelly pasti sudah pergi duluan. Selain itu, dia ingin melihat pria berengsek mana yang memikat pacarnya sam
Banyak atau tidak, Nadine tidak tahu. Karena Arnold tidak membalas pesannya lagi.Saat semua bakpao kepiting selesai dikukus, Nadine mengambil sepuluh buah, memasukkannya ke dalam kantong plastik, dan berencana membawanya untuk Arnold. Namun, setelah mengetuk pintunya selama setengah menit, tetap tidak ada jawaban.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik.[ Profesor, ada di rumah? ]Kali ini Arnold membalas dengan cepat:[ Sudah di laboratorium. ]Nadine mengetik lagi.[ Aku mengukus bakpao kepiting, aku sudah siapkan sepuluh untukmu. Nanti malam waktu kamu pulang, ambil di tempatku, ya? ]Arnold awalnya ingin membalas "Terima kasih, nggak usah", tetapi saat hampir mengetik selesai, dia merasa .... Seorang gadis bersusah payah membuat makanan sendiri dan bahkan ingin memberinya, kalau dia menolak mentah-mentah, sepertinya ....Sangat tidak sopan.Dan juga ... akan terlihat sangat mencurigakan.[ Oke. ]Nadine menyimpan ponselnya dan kembali ke rumah.Setelah selesai merapikan dapur, ba
Melewati bagian perlengkapan rumah tangga, Arnold tiba-tiba berhenti. "Ada yang perlu dibeli?"Nadine teringat kalau sabun mandi dan deterjen di rumahnya hampir habis. "Ada."Saat memilih sabun mandi, dia melirik ke arah Arnold yang juga sedang memasukkan beberapa barang ke dalam troli belanja. Dia melirik sekilas dan melihat ada handuk, sandal rumah, gantungan, dan beberapa barang kecil lainnya ....Barang yang dibelinya cukup banyak, dan troli yang sudah hampir penuh kini makin menggunung.Saat tiba di kasir, Arnold berkata bahwa dia yang akan membayar. Nadine tidak terlalu mempermasalahkan, hanya mengingatkannya untuk menyimpan struk agar nanti mereka bisa membagi biayanya.Arnold mengangguk dan menyuruhnya menunggu di luar jalur kasir. "Di sini terlalu ramai.""Baik," kata Nadine, lalu keluar terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian, Arnold selesai membayar dan keluar sambil membawa tiga kantong besar.Melihat itu, Nadine langsung mengulurkan tangan untuk membantu membawanya. Namun,
Setelah berkeliling taman dan menikmati kue kacang hijau, Irene merasa sangat puas. Keesokan harinya, dia dan Jeremy kembali ke Kota Linong. Nadine mengantar mereka ke stasiun kereta cepat.Hugo yang mendapat kabar langsung bergegas menyusul."Bu Irene, ini surat dari para penggemar yang dikirim ke penerbit. Mereka minta aku untuk menyerahkannya kepada Anda."Irene tampak terkejut dan senang. Ini pertama kalinya dia menerima surat dari penggemar. Dan jumlahnya cukup banyak, satu buntalan besar.....Setelah kembali ke rumah, Nadine memanfaatkan cuaca cerah untuk mencuci seprai dan sarung bantal dari dua kamar.Akhir Oktober, hawa panas musim panas perlahan memudar, digantikan dengan kesejukan musim gugur yang menyelinap diam-diam.Nadine kemudian merapikan lemari pakaian. Baju dan gaun yang sudah jarang dipakai dia simpan di bagian atas, sementara pakaian musim gugur dia pindahkan ke tempat yang lebih mudah dijangkau.Saat semuanya beres, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia