Stendy menatapnya dengan tenang. "Aku sudah pernah tanyakan padamu, 'kan? Bukannya kamu sendiri yang suruh aku mendekatinya? Lalu kenapa kamu keberatan sekarang?"Seketika, Reagan teringat dengan percakapan grup mereka beberapa waktu lalu dan wajahnya langsung memucat. Nadine yang sudah terguncang, semakin gemetar hebat dan hampir jatuh. Arnold menahannya dengan sigap."Kubawa kamu pulang sekarang."Stendy mengadangnya sambil memicingkan mata. "Kamu mau bawa dia ke mana? Jangan lupa, ini vilaku. Bukan tempat yang bisa kamu datangi dan pergi semaumu."Reagan yang mulai menyadari sesuatu, menatap mereka dengan tajam dan dipenuhi amarah yang mendidih.Arnold yang biasanya terlihat ramah dan kalem, kali ini menunjukkan tatapan berbahaya. "Tuan rumah konferensi di Hotel Malawi adalah Pak Arbana dari Kota Nova, yang kebetulan juga pemilik Grup Arbana.""Dia juga hadir dalam konferensi ini dan sekarang acaranya hampir selesai. Hanya dengan satu panggilan telepon dariku, dia akan tiba di sini
"Benarkah?" tanya Nadine.Arnold mengangguk. "Ya."Nadine menarik napas dalam-dalam. "Terima kasih, aku jadi lebih lega sekarang."Melihat suasana hati Nadine yang mulai tenang, perasaan Arnold juga menjadi lebih rileks. "Kamu lapar nggak? Seingatku ada restoran yang enak di dekat sini."Setelah berpikir sejenak, Nadine tidak menolak ajakannya.Menu andalan restoran itu adalah hot pot kuah pedas. Namun karena Arnold tidak terlalu bisa makan pedas, mereka akhirnya memesan kuah dua rasa. Kuah pedas yang berwarna kemerahan itu mendidih dan mengepulkan uap panas. Penampilannya terlihat begitu menggugah selera.Meskipun suasana hati Nadine masih agak suram, energi dari suasana restoran yang ramai ini sedikit mengurangi perasaan sedih di hatinya. Daging iga sapi yang empuk dan lezat, serta sayuran yang segar, membangkitkan nafsu makannya yang semula telah hilang.Di luar masih hujan deras dan angin bertiup kencang. Namun di dalam restoran, suasananya hangat dan nyaman. Percakapan dari meja-m
Arnold melambaikan tangan, "Nggak usah buru-buru." Hanya sebuah jaket, dia masih punya banyak di lemari."Aku cuma pulang untuk ambil beberapa baju ganti. Setelah ini, aku harus kembali ke laboratorium." Suaranya terdengar berat dan bindeng. Dia juga mengenakan masker, pertanda bahwa dia sedang mengalami flu yang cukup parah."Tunggu." Nadine masuk ke apartemennya dan kembali dengan membawa termos. "Ini jahe yang aku rebus kemarin. Pastikan diminum saat masih hangat."Arnold mengernyitkan alis sejenak mendengar kata "jahe," tetapi Nadine tidak menyadarinya. Dia hanya menambahkan, "Di dalam tas juga ada obat flu yang sering kugunakan. Aku sudah tuliskan cara pemakaiannya di kotak."Arnold yang jarang sakit, sempat merasa ragu untuk menerima termos itu. Dia hampir saja mengembalikannya, tetapi kemudian mendengar Nadine berkata dengan nada penuh rasa bersalah, "Bagaimanapun juga, kamu jadi kena flu gara-gara aku semalam."Mendengar itu, Arnold membatalkan niatnya untuk menolak dan menarik
Nadine bisa melihat kepercayaan diri yang terpancar dari Stendy. Dia mengerutkan kening dan bersiap untuk mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba terdengar suara yang memanggilnya, "Kak Nadine?!"Philip punya janji bisnis di sekitar sini. Saat melewati tempat ini, dia terkejut melihat Stendy dan Nadine yang duduk bersama dari balik jendela. Kafe ... memang tempat untuk kencan bagi para pasangan.Awalnya, Philip berpikir mungkin dia salah lihat. Namun setelah memastikannya, ternyata benar-benar mereka berdua!Sejujurnya saja, Philip memang terkejut melihat Stendy yang berengsek ini mendekati mantan pacar sahabatnya. Namun, bukan berarti dia tidak bisa menerima kenyataan ini. Pasalnya, Stendy sudah pernah melakukan hal yang lebih tidak masuk akal daripada ini.Namun, yang membuat Philip tercengang adalah Nadine malah menyetujuinya. Pandangannya terus beralih di antara kedua orang itu dengan rumit. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu harus memulainya dari mana.Nadine tidak lagi
Namun, dalam hati Philip tetap merasa Stendy tidak bermoral. Kedua sahabat yang memperebutkan seorang wanita, ditambah lagi dengan Stendy yang menyatakan perasaannya duluan. Bukankah itu akan membuat situasi makin kacau!Namun, Stendy tampak tidak peduli. Dia mengangkat bahunya dengan santai dan berkata, "Kamu nggak perlu mencoba menasihatiku. Apakah hasilnya manis atau pahit, tetap harus dicoba dulu."....Setelah keluar dari kafe, Nadine berjalan ke pusat perbelanjaan untuk melihat-lihat. Dia membeli sehelai syal baru dan mantel wol yang lembut. Setelah itu, dia mampir ke supermarket untuk berbelanja. Ketika keluar, langit sudah gelap.Malam di musim dingin memang datang lebih cepat, Nadine mempercepat langkahnya untuk pulang. Saat tiba di bawah apartemen, langit sudah sepenuhnya gelap.Tiba-tiba, dari sudut gang yang gelap, muncul sosok yang berlari ke arahnya. Nadine terkejut, mengira itu mungkin gelandangan di sekitar sana. Punggungnya terasa dingin dan bulu kuduknya meremang.Nam
Malam itu, Nadine menggunakan alasan tidak enak badan dan memilih tidur sendiri di kamar tamu. Dia takut tidak akan bisa menahan rasa jijiknya jika harus berlama-lama di kamar utama bersama Reagan. Malam itu begitu gelap. Angin berembus sangat dingin dan air matanya tak berhenti mengalir.Keesokan harinya, dia langsung mendaftar di rumah sakit besar untuk menjalani pemeriksaan ginekologi secara menyeluruh. Syukurlah, hasilnya bersih, tidak ada masalah pada kesehatannya.Sejak saat itu, Nadine menjaga jarak dan tidak membiarkan Reagan mendekatinya lagi. Anehnya, Reagan sama sekali tidak menyadari perubahan ini. Wajar saja. Setelah puas "jajan" di luar, mana mungkin dia menyadari bahwa sudah lama mereka tidak berhubungan?"Jujur, aku merasa kamu sangat menjijikkan. Jadi, bisa nggak kamu menjauh dariku?"Napas Reagan tercekat, seolah-olah ada yang mencekik lehernya. Dalam sekejap, dia bahkan tidak berani menatap mata Nadine. Ternyata, Nadine sudah tahu segalanya ....Hujan rintik-rintik m
Akhirnya dia kembali juga!Nadine mengenakan piama seksi kesukaannya. Napasnya sangat lembut dan penampilannya begitu menggoda. Kali ini, Reagan tidak akan melepaskannya lagi!Dengan buru-buru, Reagan berbalik dan menindihnya. Dia terus menghujani wanita itu dengan ciuman dan bergumam memanggilnya, "Nadine ... Nadine ...." Akhirnya kamu sudah memaafkanku.....Malam itu penuh dengan kekacauan dan baru mereda di tengah malam. Reagan yang merasa puas, langsung tertidur lelap setelah semuanya berakhir.Keesokan paginya ketika Reagan terbangun, dia refleks memijat pelipisnya yang terasa nyeri bagaikan tertusuk jarum. Namun sedetik kemudian, siku tangannya menyentuh sesuatu yang hangat, membuat seluruh tubuhnya menegang.Ketika menoleh, dia melihat Eva berbaring di sampingnya. Mereka berdua sama-sama telanjang dengan ditutupi oleh selimut yang sama. Di leher Eva, terlihat jejak-jejak kemerahan dan pipinya yang merona semakin mempertegas betapa dia telah dipuaskan semalam.Reagan menggelengk
Menjelang malam, Reagan baru saja menyelesaikan tumpukan pekerjaannya ketika Philip menelepon, "Kak Reagan, sudah lama kita nggak ngumpul, mau keluar untuk minum-minum?""Oke." Saat turun ke lantai bawah setelah mengganti pakaian, dia terkejut melihat Eva baru saja masuk dari pintu depan dan sedang mengganti sepatu di area pintu masuk. Keduanya sama-sama kaget saat mata mereka bertemu.Reagan langsung bertanya, "Kenapa kamu di sini?"Eva tampak sedikit gugup. "Sayang, kamu mau keluar?"Reagan mengangguk tanpa banyak bicara.Merasa canggung, Eva menggigit bibirnya sebelum berkata, "Aku ... datang setelah kuliah, bukan bolos, kok ... Tadi malam kamu terlalu kasar, jadi ... bagian bawahku sedikit meradang. Hari ini rasanya nggak enak sepanjang hari ....""Aku nggak berani beli obat di apotek sendirian karena takut akan ditertawakan orang. Lalu aku ingat ada salep pereda nyeri di kotak P3K di vila, jadi aku ke sini ...." Eva menjelaskan dengan gugup karena khawatir Reagan akan merasa dia m
Itu adalah hutan entada yang sangat besar!"Ayo cepat ke sini! Di depan ada hutan entada yang sangat besar!" seru Nadine dengan gembira. Mendengar itu, Mikha dan Darius segera berlari mendekat.Entada adalah tanaman kacang yang sangat terkenal. Asalnya dari Provinsi Walo, Florasia, lalu diperkenalkan ke daratan utama. Biasanya, entada tumbuh di lereng gunung atau di hutan campuran, merambat di pohon-pohon besar.Darius mendongak, menatap pohon-pohon entada yang menjulang. Batangnya yang tebal saling melilit, akarnya menjulur hingga 50 meter ke sumber air, membentang di antara pepohonan seperti raksasa yang sedang bersembunyi.Awalnya Darius hanya terkagum, tetapi sekarang dia merasa sangat senang. "Entada bisa tumbuh hingga satu meter panjangnya. Bisa digunakan sebagai obat atau koleksi, dan harganya di pasaran sangat mahal. Ini jelas bisa dihitung sebagai tanaman langka."Nadine mengangguk. "Tapi, hutan entada ini cukup luas. Menemukan entada mungkin nggak mudah. Matahari juga hampir
Darius sampai tidak tahu harus merespons apa.Nadine berujar, "Masih ada banyak waktu tersisa, kita coba cari tanaman langka saja."Siapa yang tidak ingin mendapatkan nilai penuh?Mikha berkata, "Ayo, ayo! Sebenarnya dapat 100 atau 80 poin itu nggak terlalu penting buatku, yang penting aku bisa jalan-jalan bareng kalian ...."Setelah beristirahat sebentar, mereka bertiga kembali bergerak. Tanaman langka tidak memiliki daftar tetap seperti soal terbuka. Mereka hanya menemukan tanaman yang diakui sebagai spesies langka.Namun, kali ini pencarian mereka tidak semudah sebelumnya. Menjelang senja, langit mulai gelap dan Mikha kelelahan sampai terengah-engah. "Kita sudah menyusuri hampir 10 zona kecil, 'kan? Nggak ada tanaman langka yang terlihat. Kapan kita baru bisa menemukannya? Aku lapar, mau makan dulu ...."Akhir-akhir ini, Mikha sering diajak Darius untuk lari pagi. Entah karena itu atau alasan lain, dia merasa lebih cepat lapar dibanding sebelumnya. Kini, kakinya terasa lemas dan tid
Di sampingnya, ada Kaeso yang tersenyum patuh sambil membawa termos air. Di belakangnya, Marvin membawa banyak barang bawaan.Nadine mengalihkan pandangannya. Lagi pula, dia tidak begitu akrab dengan Jinny."Kak Nadine!" Mikha berlari dari kejauhan sambil melambaikan tangannya. Di punggungnya, ada tas ransel besar yang terlihat penuh dan berat. Di dalamnya berisikan tabir surya, obat nyamuk, topi, air, dan tentu saja camilan yang tidak boleh ketinggalan.Mikha berkata, "Aku sudah menyiapkan banyak, nanti kita makan bareng ya."Nadine mengangguk. "Oke.""Eh? Darius mana? Dia belum datang?" Karena takut terlambat, Mikha berlari sepanjang jalan dan bahkan tiba 5 menit lebih awal.Darius yang sudah tiba lebih dulu, menatapnya dan membalas, "Dari mana datangnya kepercayaan dirimu kalau aku akan lebih telat darimu?"Mikha mencebik. "Datang 2 menit lebih awal juga bukan sesuatu yang perlu dibanggakan, oke? Aku cuma nggak sengaja ketiduran sebentar tadi. Omong-omong ... kenapa tas kalian kecil
Kenangan yang tertidur kembali terbangun. Beberapa potongan ingatan melintas di benak Inez. Dia kembali teringat pada sepasang mata putus asa yang penuh air mata, mata yang sudah berkali-kali menghantuinya dalam mimpi buruk.Dengan suara serak, dia berkata, "Aileen diculik karena musuh keluarga ingin balas dendam. Apa hubungannya denganku? Hanya karena aku pergi bersamanya saat itu, lalu tiba-tiba kehilangan dia? Jadi, ini salahku? Kamu pikir itu adil?""Kalau aku tahu ini akan terjadi, lebih baik aku saja yang diculik waktu itu. Mungkin sekarang kakek dan nenekmu akan terus mengingat aku, bukan dia."Inez tampak terjebak dalam pusaran kenangannya sendiri. Matanya kosong, air matanya mengalir tanpa henti, seakan-akan tenggelam dalam rasa bersalah yang mendalam.Melihat ibunya menangis seperti ini, Stendy akhirnya merasa tidak tega. Teringat bahwa belakangan ini Safir sangat terobsesi dengan novel misteri berjudul Seven Days, dia pun memberi ibunya sebuah saran."Nenek akhir-akhir ini s
Siapa sih anak konglomerat yang waktu muda tidak pernah bertingkah liar? Namun, jangan sampai kebablasan dan malah menghancurkan diri sendiri.Ada beberapa hal yang sebenarnya Inez ingin katakan dengan terus terang, tetapi karena itu hanya sebatas dugaan tanpa bukti, dia memilih untuk memberi peringatan secara halus."Soal urusan pria dan wanita, kamu tetap harus berhati-hati. Jangan karena sudah punya banyak pengalaman, jadi menganggap remeh wanita. Hati-hati kalau suatu hari nanti justru kamu yang terluka paling dalam."Stendy bingung. "Ibu, sebenarnya kamu mau bilang apa?"Inez tidak ingin membahas lebih lanjut, jadi dia mengalihkan pembicaraan ke hal lain. "Beberapa hari lalu, aku sudah menghubungi Dokter Cedric. Dia bilang kondisi mata dan kesehatan nenekmu sudah jauh membaik. Atur waktumu, aku ingin bertemu mereka."Cedric adalah dokter spesialis mata terkenal di rumah sakit milik Keluarga Sanjaya dan juga dokter pribadi Safir selama bertahun-tahun.Inez sudah lebih dulu memberi
"Ibu!" Yenny bahkan belum selesai berbicara, tetapi Arnold sudah tahu apa yang ingin ibunya katakan. "Aku sudah bilang sejak lama, sekarang aku nggak ada waktu untuk memikirkan hal seperti ini."Yenny menahan diri selama dua detik, lalu langsung bertanya, "Kamu sudah punya pacar ya?"Arnold tertegun sesaat. Wajah Nadine tiba-tiba terlintas di pikirannya, tetapi akhirnya dia menggeleng. "Belum."Yenny tidak percaya. "Lalu, gimana dengan setelan jas di tanganmu? Kamu beli sendiri?"Arnold melirik tas kertas di tangannya, lalu balik bertanya, "Dari mana Ibu tahu ini setelan jas?"Tatapan Yenny sedikit berubah. "Logo di tas kertasnya sangat jelas. Toko itu cuma menjual setelan jas. Kalau bukan jas, lalu apa? Sekarang, bisa jawab pertanyaanku?"Arnold menjawab dengan tenang, "Aku memilihnya bersama seorang teman.""Teman? Laki-laki atau perempuan? Teman seperti apa?" Yenny terus mendesak."Ibu, kamu memanggilku pulang cuma untuk menanyakan ini?" Arnold mengerutkan dahi. "Kalau nggak ada uru
Saat ini, Nadine tertarik pada sesuatu di rak lain, sama sekali tidak menyadari bahwa dua pria di sampingnya sedang berkonflik sengit.Setelah Arnold selesai membayar, dia menoleh dan melihat Nadine sedang menatap sebuah kue fondan di dalam etalase. Lima tingkat, setiap tingkat menampilkan figur karakter yang unik."Bagus?""Bagus." Nadine mengangguk. "Dibuat dengan sangat detail."Dia menunjuk ke tingkat kedua. "Pak, menurutmu orang yang berkacamata dan mengerutkan dahi ini mirip kamu nggak?"Arnold menatapnya sejenak, lalu menyahut dengan serius, "Nggak mirip. Aku 'kan nggak sering mengerutkan dahi."Nadine berujar, "Tapi, bisa jadi kamu sering mengerutkan dahi tanpa sadar? Misalnya, sekarang ini."Arnold langsung termangu, seperti anak kecil yang ketahuan melakukan kesalahan. Dia mendadak merasa malu dan canggung."Hahaha ...." Nadine tidak bisa menahan tawa. "Kamu lucu juga."Saat mereka bertiga baru saja keluar dari toko kue, ponsel Arnold berbunyi."Halo, Ibu?""Arnold, pulang ke
Selesai makan, Inez pergi membayar tagihan.Keduanya hampir tidak menyentuh makanan mereka, masih tersisa cukup banyak di meja.Kedua ibu ini tenggelam dalam pikirannya masing-masing, dengan kekhawatiran yang berbeda. Sementara itu, Stendy dan Arnold bisa dibilang sama-sama mendapatkan hasil yang memuaskan.Yang satu membeli jas, yang satu membeli sepatu kulit. Semuanya berjalan lancar.Stendy menawarkan, "Di depan ada jual teh susu, mau beli?"Arnold juga menawarkan, "Toko kue di sebelah situ cukup terkenal ...."Keduanya berbicara hampir bersamaan. Kemudian, mereka saling bertukar pandang, seakan-akan ada ketegangan yang tak terlihat.Stendy bertanya, "Nad, kita beli teh susu?"Arnold bertanya, "Mau lihat-lihat nggak?"Dua pria dewasa itu sama-sama menatapnya dengan penuh harap.Nadine sungguh kehabisan kata-kata. Lagi-lagi begini!"Gimana kalau kalian pergi beli sendiri dan aku ke toilet?"Stendy mengangguk. "Oke." Kemudian, dia menoleh ke Arnold dan bertanya dengan nada santai, "Pa
Begitu mendongak dan melihat Nadine, wajah yang awalnya tanpa ekspresi langsung tersenyum tipis.Nadine berpikir, karena ini untuk orang tua, memilih sepatu tidak bisa hanya mempertimbangkan modelnya, tetapi juga kenyamanannya. Namun, tidak bisa juga hanya mengutamakan kenyamanan dan mengabaikan modelnya.Dia teringat pertemuan di toko buku. Pria tua itu bertongkat, mengenakan rompi, rambut tersisir rapi, memancarkan aura seorang gentleman dari ujung kepala hingga kaki. Dalam hal berpakaian, beliau pasti juga sangat memperhatikan detail.Karena itu, Nadine menghabiskan lebih banyak waktu untuk memilih.Umumnya, bahan kulit untuk sepatu hanya ada beberapa jenis. Dia menunjuk 2 sepatu yang paling nyaman, lalu meminta pramuniaga untuk mengeluarkan semua model yang tersedia dengan bahan tersebut.Sementara itu, Arnold pergi ke toilet.Tak lama kemudian, Nadine sudah memilih 2 pasang."Menurutku dua-duanya bagus. Pak Stendy, kamu pilih salah satu?"Stendy langsung mengeluarkan kartu. "Pilih