Kembali ke meja autopsi yang begitu familier.Bersama dengan sosok Kevin yang juga begitu familier."Bagaimana bisa kamu? Bagaimana bisa kamu?"Tangan Kevin tampak gemetaran hebat. Dia mencoba beberapa kali sebelum akhirnya berhasil membuka kantong yang berisi tubuhku.Ketika terbuka, hawa dingin keluar dari dalamnya.Kevin sama sekali tidak peduli. Dia hanya mendekat untuk melihat wajahku dengan lebih jelas.Namun, wajahku penuh dengan luka-luka yang mengerikan, membuatnya sulit untuk mengenali wajah asliku.Seolah-olah menyadari sesuatu, dia segera mengalihkan pandangannya ke perutku.Luka-luka yang mengerikan memenuhi perutku.Kevin memperhatikan setiap luka dengan cermat, hingga pandangannya akhirnya jatuh pada satu luka yang tidak begitu mencolok.Bekas luka itu sudah cukup lama. Panjangnya hanya sekitar lima sentimeter, dengan bekas jahitan yang masih terlihat.Ini adalah luka yang aku dapatkan empat tahun lalu saat aku masih berhubungan dengan Kevin.Empat tahun yang lalu, Kevin
Kevin menatap tubuhku lama sekali.Ketika aku berpikir dia akan terus menatap, tiba-tiba dia bangkit, menutup kantong mayatku, lalu menempatkanku kembali ke tempat semula.Dia mengambil kunci, lalu langsung pulang.Namun, begitu pintu rumah terbuka, yang menyambutnya adalah sebuah pukulan."Kevin, kamu itu manusia bukan? Kamu meninggalkan Kak Vivi sendirian di pernikahan.""Apa kamu tahu berapa banyak orang yang menertawakan dia pada saat itu?"Orang yang memukulnya adalah Dani. Wajahnya tampak dipenuhi dengan ketidakpuasan terhadap Kevin.Namun, Kevin seolah-olah tidak mendengar apa pun. Dia hanya berjalan masuk ke dalam rumah dalam diam."Kevin, meski kamu nggak mau menikahi anak angkatku, kamu nggak bisa memperlakukan dia seperti ini!"Hardi memukul meja dengan keras.Aku menatap dingin pada semua ini, melihat orang-orang ini membela Vivi yang hatinya terluka.Kevin duduk di depan Vivi, tanpa satu pun kata permintaan maaf."Nggak apa-apa. Ayah angkat, Kevin ada urusan pekerjaan tadi
Setelah kalimat itu terucap, semua orang terpaku di tempat.Tidak ada yang berbicara untuk beberapa saat."Siapa yang ... dibawa pulang?" tanya Vivi.Aku melihat ke arah Vivi yang tampak sangat gugup hingga tangannya bergetar. Dia menggigit bibir bawahnya dengan keras.Kevin menatapnya dalam-dalam, mengulangi perkataannya lagi, "Mereka membawa seseorang dari misi, seorang yang sudah meninggal.""Orang itu adalah Jessica.""Kamu bilang Jessica kabur, tapi kenapa jasadnya ada di Asantri?"Vivi mulai bicara dengan tidak jelas, "Mungkin dia meninggal dalam pelarian ....""Meninggal dalam pelarian secara kebetulan?" Kevin tertawa sinis, lalu melanjutkan, "Kalau begitu, kenapa tubuhnya penuh dengan luka?""Wajah, leher, perut, semuanya penuh dengan luka tusukan.""Semua barang bukti yang bisa mengidentifikasinya sudah diambil ...."Saat mengatakan ini, suara Kevin terdengar serak."Vivi, bagaimana aku bisa memercayaimu?""Kevin, apakah kamu mengatakan yang sebenarnya?" tanya Hardi dengan tid
Kevin mengusir semua orang dan menyendiri di ruang penyimpanan di rumahnya.Ruangan itu penuh dengan debu. Di sudut paling dalam, Kevin menarik keluar sebuah kotak.Isinya tidak banyak, hanya barang-barang yang pernah aku berikan kepadanya.Di atasnya ada sebuah gelang batu alam.Itu adalah gelang yang dipasangkan oleh Ibu Kevin di tanganku sebelum beliau meninggal."Jessica, aku akan pergi. Setelah ini, kamu dan Kevin harus hidup dengan baik!"Apa yang aku katakan waktu itu?Aku berkata, "Bibi, jangan khawatir! Aku pasti akan hidup bahagia bersama Kevin. Kamu nggak perlu khawatir!"Namun, pada akhirnya aku tidak bisa bersama dengan Kevin hingga akhir. Aku tidak bisa memberikan penjelasan kepada wanita tua itu.Kevin menatap gelang itu dengan ekspresi yang muram.Tangannya gemetar saat mencoba mengambil gelang itu. Makin lama tangannya pun makin bergetar hebat.Gelang itu terlepas dari genggamannya, jatuh ke lantai hingga hancur berkeping-keping.Retakan itu seperti luka yang melingkar
Pada hari kelima Kevin mengurung diri di rumah, akhirnya ada kabar yang datang."Kevin, mungkin kamu harus mempersiapkan diri secara mental," kata Hardi dengan nada sedih di telepon."Setelah dilakukan tes DNA, ditemukan jejak darah Jessica di kapal. Vivi juga sudah mengakui kejahatannya ....""Ternyata dulu Vivi yang berencana mencuri persediaan dan kabur. Saat Jessica mengetahuinya, dia ....""Vivi mungkin akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup."Ketika Hardi mengatakan ini, suaranya terdengar sedikit tercekat. Kemudian, dia melanjutkan, "Selama bertahun-tahun ini, kita sudah salah menuduh Jessica ...."Kevin menerima hasil itu dengan tenang, "Baik, aku mengerti."Setelah berkata demikian, Kevin menutup telepon. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, dia akhirnya keluar rumah.Begitu melihat Kevin, mata Vivi langsung berbinar. Dia bertanya, "Kevin, kamu datang untuk menyelamatkanku, 'kan?"Kevin tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi malah balik bertanya, "Vivi, saat kamu memb
Aku melayang di udara, tertegun melihat orang yang ada di meja autopsi.Orang itu bahkan sudah tidak bisa disebut manusia lagi. Seluruh tubuhnya tertutup oleh lapisan es yang tipis.Bahkan aku pun tidak bisa mengenali bahwa orang itu adalah diriku."Kak Kevin, kamu sudah datang?" tanya asisten di samping saat melihat kedatangan Kevin."Kali ini tim ekspedisi menemukan ini di Asantri.""Wajahnya sudah dirusak, sementara semua benda yang bisa membuktikan identitasnya juga diambil. Kami curiga ini adalah pembunuhan yang disengaja."Ketika mendengar bahwa ini berasal dari Asantri, gerakan Kevin terhenti sesaat. Kemudian, dia memakai sarung tangan steril dengan ekspresi acuh tak acuh.Aku melayang di udara sambil menatap pria di depanku dengan tatapan tajam.Tiga tahun, aku sudah mati selama tiga tahun.Setelah aku mati, jiwaku terjebak di Asantri. Setiap hari aku dihantam oleh angin serta es yang dingin.Hingga akhirnya seseorang menemukanku, lalu membawaku kembali.Namun, aku tidak pernah
Aku tidak tahu dosa apa yang telah aku lakukan, sehingga di tahun ketiga setelah kematianku, aku masih harus melihat pemandangan seperti ini.Aku melayang turun, menatap embrio kecil itu.Ini juga pertama kalinya aku melihat anak itu.Saat dibunuh oleh Vivi, aku tidak menangis sama sekali.Saat melihat Kevin mengautopsi tubuhku, aku juga tidak menangis.Namun, sekarang air mataku jatuh seperti butiran mutiara yang pecah.Anak ini sudah memiliki tangan dan kaki.Jika tiga tahun lalu aku tidak dibunuh oleh Vivi, sekarang anak ini pasti sudah berusia lebih dari dua tahun.Dia akan memelukku, lalu memanggilku Ibu.Aku akan memberikan semua yang terbaik untuknya.Namun, sekarang semuanya sia-sia."Identitas korban masih belum jelas. Suruh mereka melakukan uji DNA."Sayang sekali, Kevin.Jika kamu lebih teliti, kamu akan melihat luka di perutku yang aku peroleh saat menyelamatkanmu dulu.Namun, sekali lagi kita melewatkannya.Asisten itu mengambil barang untuk melakukan uji DNA, melihat lemb
Jiwaku dipaksa mengikuti Kevin pulang ke rumah.Rumah yang dulu adalah rumahku, kini sudah tak ada jejakku sama sekali.Yang ada sekarang adalah barang-barang milik Vivi dan Kevin yang tinggal bersama."Kamu sudah pulang?" kata Vivi sambil langsung memeluk pinggang Kevin begitu dia pulang.Kevin dengan lembut balas memeluknya, menenggelamkan wajahnya di leher Vivi, lalu memejamkan mata.Betapa hangatnya pemandangan itu.Gerakan mereka tampak begitu mesra serta alami. Dulu, Kevin tak pernah melakukan hal itu padaku."Apa tanganmu masih sakit?" tanya Kevin.Vivi tersenyum sambil menggelengkan kepala, lalu menjawab, "Nggak sakit lagi!"Kevin memandangnya dengan penuh kasih sayang, lalu berujar, "Apa kamu diam-diam minum obat pereda nyeri lagi?""Jessica sudah menikammu berkali-kali saat itu! Sekarang bahkan masih ada efek sampingnya."Aku melayang di udara, ingin membela diri. "Ini jelas bukan perbuatanku, aku nggak melakukannya!" pikirku.Mengapa hanya dari tuduhan tak berdasar Vivi, aku