Kevin mengusir semua orang dan menyendiri di ruang penyimpanan di rumahnya.Ruangan itu penuh dengan debu. Di sudut paling dalam, Kevin menarik keluar sebuah kotak.Isinya tidak banyak, hanya barang-barang yang pernah aku berikan kepadanya.Di atasnya ada sebuah gelang batu alam.Itu adalah gelang yang dipasangkan oleh Ibu Kevin di tanganku sebelum beliau meninggal."Jessica, aku akan pergi. Setelah ini, kamu dan Kevin harus hidup dengan baik!"Apa yang aku katakan waktu itu?Aku berkata, "Bibi, jangan khawatir! Aku pasti akan hidup bahagia bersama Kevin. Kamu nggak perlu khawatir!"Namun, pada akhirnya aku tidak bisa bersama dengan Kevin hingga akhir. Aku tidak bisa memberikan penjelasan kepada wanita tua itu.Kevin menatap gelang itu dengan ekspresi yang muram.Tangannya gemetar saat mencoba mengambil gelang itu. Makin lama tangannya pun makin bergetar hebat.Gelang itu terlepas dari genggamannya, jatuh ke lantai hingga hancur berkeping-keping.Retakan itu seperti luka yang melingkar
Pada hari kelima Kevin mengurung diri di rumah, akhirnya ada kabar yang datang."Kevin, mungkin kamu harus mempersiapkan diri secara mental," kata Hardi dengan nada sedih di telepon."Setelah dilakukan tes DNA, ditemukan jejak darah Jessica di kapal. Vivi juga sudah mengakui kejahatannya ....""Ternyata dulu Vivi yang berencana mencuri persediaan dan kabur. Saat Jessica mengetahuinya, dia ....""Vivi mungkin akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup."Ketika Hardi mengatakan ini, suaranya terdengar sedikit tercekat. Kemudian, dia melanjutkan, "Selama bertahun-tahun ini, kita sudah salah menuduh Jessica ...."Kevin menerima hasil itu dengan tenang, "Baik, aku mengerti."Setelah berkata demikian, Kevin menutup telepon. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, dia akhirnya keluar rumah.Begitu melihat Kevin, mata Vivi langsung berbinar. Dia bertanya, "Kevin, kamu datang untuk menyelamatkanku, 'kan?"Kevin tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi malah balik bertanya, "Vivi, saat kamu memb
Aku melayang di udara, tertegun melihat orang yang ada di meja autopsi.Orang itu bahkan sudah tidak bisa disebut manusia lagi. Seluruh tubuhnya tertutup oleh lapisan es yang tipis.Bahkan aku pun tidak bisa mengenali bahwa orang itu adalah diriku."Kak Kevin, kamu sudah datang?" tanya asisten di samping saat melihat kedatangan Kevin."Kali ini tim ekspedisi menemukan ini di Asantri.""Wajahnya sudah dirusak, sementara semua benda yang bisa membuktikan identitasnya juga diambil. Kami curiga ini adalah pembunuhan yang disengaja."Ketika mendengar bahwa ini berasal dari Asantri, gerakan Kevin terhenti sesaat. Kemudian, dia memakai sarung tangan steril dengan ekspresi acuh tak acuh.Aku melayang di udara sambil menatap pria di depanku dengan tatapan tajam.Tiga tahun, aku sudah mati selama tiga tahun.Setelah aku mati, jiwaku terjebak di Asantri. Setiap hari aku dihantam oleh angin serta es yang dingin.Hingga akhirnya seseorang menemukanku, lalu membawaku kembali.Namun, aku tidak pernah
Aku tidak tahu dosa apa yang telah aku lakukan, sehingga di tahun ketiga setelah kematianku, aku masih harus melihat pemandangan seperti ini.Aku melayang turun, menatap embrio kecil itu.Ini juga pertama kalinya aku melihat anak itu.Saat dibunuh oleh Vivi, aku tidak menangis sama sekali.Saat melihat Kevin mengautopsi tubuhku, aku juga tidak menangis.Namun, sekarang air mataku jatuh seperti butiran mutiara yang pecah.Anak ini sudah memiliki tangan dan kaki.Jika tiga tahun lalu aku tidak dibunuh oleh Vivi, sekarang anak ini pasti sudah berusia lebih dari dua tahun.Dia akan memelukku, lalu memanggilku Ibu.Aku akan memberikan semua yang terbaik untuknya.Namun, sekarang semuanya sia-sia."Identitas korban masih belum jelas. Suruh mereka melakukan uji DNA."Sayang sekali, Kevin.Jika kamu lebih teliti, kamu akan melihat luka di perutku yang aku peroleh saat menyelamatkanmu dulu.Namun, sekali lagi kita melewatkannya.Asisten itu mengambil barang untuk melakukan uji DNA, melihat lemb
Jiwaku dipaksa mengikuti Kevin pulang ke rumah.Rumah yang dulu adalah rumahku, kini sudah tak ada jejakku sama sekali.Yang ada sekarang adalah barang-barang milik Vivi dan Kevin yang tinggal bersama."Kamu sudah pulang?" kata Vivi sambil langsung memeluk pinggang Kevin begitu dia pulang.Kevin dengan lembut balas memeluknya, menenggelamkan wajahnya di leher Vivi, lalu memejamkan mata.Betapa hangatnya pemandangan itu.Gerakan mereka tampak begitu mesra serta alami. Dulu, Kevin tak pernah melakukan hal itu padaku."Apa tanganmu masih sakit?" tanya Kevin.Vivi tersenyum sambil menggelengkan kepala, lalu menjawab, "Nggak sakit lagi!"Kevin memandangnya dengan penuh kasih sayang, lalu berujar, "Apa kamu diam-diam minum obat pereda nyeri lagi?""Jessica sudah menikammu berkali-kali saat itu! Sekarang bahkan masih ada efek sampingnya."Aku melayang di udara, ingin membela diri. "Ini jelas bukan perbuatanku, aku nggak melakukannya!" pikirku.Mengapa hanya dari tuduhan tak berdasar Vivi, aku
Dalam beberapa hari terakhir, aku dipaksa untuk menyaksikan Kevin dan Vivi terus bersama.Mereka mendiskusikan detail pernikahan, mencoba gaun pengantin serta riasan di bawah tatapanku.Ini adalah pertama kalinya aku tahu bahwa Kevin bisa melakukan begitu banyak hal untuk sebuah pernikahan.Dulu saat kami merencanakan pernikahan, aku beberapa kali meminta dia untuk membahas detailnya bersama.Namun, yang aku dapat hanyalah balasan singkat, "Kamu nggak tahu aku sangat sibuk, ya?""Ini hanya pernikahan saja, apa aku juga harus repot memikirkannya?"Ternyata itu bukan karena masalah dia tidak punya waktu, tetapi perbedaan antara cinta dan tidak cinta.Awalnya, hatiku terasa sakit sampai sulit bernapas setiap kali aku melihat mereka. Namun, kelamaan aku menjadi mati rasa.Hingga akhirnya hari pernikahan mereka tiba.Kevin mengenakan setelan jas yang pas di tubuhnya, sementara Vivi mengenakan gaun pengantin yang dibuat khusus oleh Kevin untuknya.Mereka terlihat seperti pasangan pangeran da
Ketika kerumunan bubar, orang yang muncul terakhir adalah Hardi Wijaya, guruku yang paling aku hormati."Ayah angkat! Kamu datang?" Ketika melihat Hardi, mata Vivi langsung bersinar.Guruku memberikan amplop merah yang tebal kepadanya, lalu berkata, "Anakku, selamat atas pernikahanmu!"Anakku? Dulu guruku juga memanggilku seperti itu."Kevin, jaga Vivi baik-baik!" Hardi tersenyum sambil menepuk pundak Kevin."Dani nggak salah. Syukurlah Jessica pergi. Kalau nggak, dia akan menghalangi kalian. Dia hampir membuat kalian kehilangan kesempatan ini!""Terkadang aku berharap dia benar-benar mati di Asanti. Jangan sampai dia muncul lagi dalam hidup kita!"Aku melayang di udara, mendengarkan kata-kata mereka yang lucu.Aku tak bisa tertawa, juga tak bisa menangis.Dulu aku adalah bintang yang paling bersinar di mata semua orang di tim ekspedisi ilmiah.Namun, sekarang tak ada satu pun dari mereka yang memercayaiku.Kevin memandang guruku, lalu berkata, "Pak Hardi, lupakan saja. Jessica sudah m
Aku melihat sosok Kevin sedikit demi sedikit membungkuk saat dia memegang ponselnya.Ponsel itu jatuh dari tangannya yang lemas, terhempas ke tanah.Mata Kevin tampak kosong, dia menatap lurus ke depan."Kevin, ada apa? Siapa yang menelepon?" tanya Vivi yang berdiri di sampingnya. Wanita itu memperhatikannya dengan cemas.Kevin tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya dia menelan kembali kata-katanya."Nggak apa-apa. Ini hanya telepon dari rekan kerjaku," kata Kevin.Hardi tertawa sambil mendorongnya pelan, lalu berkata, "Kevin, hari ini adalah hari bahagiamu. Kenapa kamu masih memikirkan pekerjaan?""Ayo cepat masuk, pernikahannya akan segera dimulai!" Vivi menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dia mencoba menarik Kevin masuk ke dalam.Namun, aku bisa melihat Kevin seolah diselimuti oleh awan gelap yang tidak bisa disingkirkan.Kevin memperhatikan Vivi dengan cermat, seakan ingin melihat wajah aslinya.Aku sangat mengenal tatapan itu. Itu adalah tatapan yang sering kali dia