Share

Bab 5

Ketika kerumunan bubar, orang yang muncul terakhir adalah Hardi Wijaya, guruku yang paling aku hormati.

"Ayah angkat! Kamu datang?" Ketika melihat Hardi, mata Vivi langsung bersinar.

Guruku memberikan amplop merah yang tebal kepadanya, lalu berkata, "Anakku, selamat atas pernikahanmu!"

Anakku? Dulu guruku juga memanggilku seperti itu.

"Kevin, jaga Vivi baik-baik!" Hardi tersenyum sambil menepuk pundak Kevin.

"Dani nggak salah. Syukurlah Jessica pergi. Kalau nggak, dia akan menghalangi kalian. Dia hampir membuat kalian kehilangan kesempatan ini!"

"Terkadang aku berharap dia benar-benar mati di Asanti. Jangan sampai dia muncul lagi dalam hidup kita!"

Aku melayang di udara, mendengarkan kata-kata mereka yang lucu.

Aku tak bisa tertawa, juga tak bisa menangis.

Dulu aku adalah bintang yang paling bersinar di mata semua orang di tim ekspedisi ilmiah.

Namun, sekarang tak ada satu pun dari mereka yang memercayaiku.

Kevin memandang guruku, lalu berkata, "Pak Hardi, lupakan saja. Jessica sudah menerima hukumannya."

"Apakah kamu lupa? Dulu aku sudah membuat laporan untuk mencabut semua gelar serta penghargaan profesionalnya pada saat itu!"

Hardi tertegun, lalu mengangguk sembari berkata, "Benar! Dulu kamu sudah bertindak dengan benar!"

"Menurutku, pengkhianat seperti itu mati seratus kali pun masih nggak cukup!"

"Dihukum hanya dengan mencabut gelarnya terlalu ringan untuknya!"

Hatiku hancur sedikit demi sedikit.

"Oh ya, aku punya hadiah lain untuk kalian!" Hardi tampak mengeluarkan sebuah dokumen dari tasnya.

"Kevin, kamu pernah memintanya padaku sebelumnya. Aku sudah mengurus semuanya!" kata Hardi dengan nada serius. Dia melanjutkan, "Mulai hari ini, Jessica sudah secara resmi dipecat dari tim ekspedisi ilmiah!"

"Tim ekspedisi ilmiah kita akan bertindak seolah-olah pengkhianat itu nggak pernah ada!"

Betapa ironisnya. Usul dari tunanganku, dieksekusi oleh guruku.

Kedua orang itu seperti algojo yang memutuskan semua ikatanku di dunia ini.

Orang tuaku sudah tiada sejak aku masih kecil. Aku menghormati Hardi seperti ayahku sendiri.

Aku pernah berharap berkali-kali bahwa dia tidak akan percaya pada kata-kata sepihak Vivi. Berharap bahwa dia akan membersihkan namaku.

Namun, aku ternyata salah.

Di mata mereka, aku hanyalah orang yang tak berperasaan.

Tak ada satu pun orang yang aku percaya, yang memercayaiku.

Kevin menerima dokumen itu, lalu berkata dengan nada yang serius, "Terima kasih, Pak Hardi. Ini adalah hadiah terbaik yang bisa kami terima!"

Hadiah terbaik?

Ternyata hukuman dan penghinaan padaku adalah hal yang paling diinginkan oleh Kevin.

Vivi menutup mulutnya dengan tangan, lalu berkata, "Ayah angkat, Kevin, apa kalian nggak khawatir kalau suatu hari Kak Jessica kembali dan menyalahkanku?"

Setiap kali Kevin mendengar namaku, keningnya mengerut dalam-dalam. Seolah menyebut namaku saja sudah membawa sial.

"Itu kesalahannya sendiri! Orang seperti dia pantas mati sepuluh ribu kali untuk meminta maaf padamu!"

Begitu kata-katanya selesai, ponsel Kevin berdering pada waktu yang tidak tepat.

Suaranya seolah sangat mendesak, seperti suara panggilan maut.

Kevin menjawab teleponnya, lalu suara dari seberang sana langsung terdengar.

"Kak Kevin, hasil forensik sudah keluar."

"Identitas mayat itu adalah ... Jessica Buana."

"Jessica yang hilang dari tim ekspedisi ilmiah tiga tahun lalu."

Aku melihat Kevin tiba-tiba membeku di tempat. Suaranya terdengar penuh ketidakpercayaan.

"Apa yang kamu katakan?"

Orang di ujung telepon terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Kak Kevin, hasil DNA-nya cocok."

"Orang yang mati itu adalah tunanganmu tiga tahun lalu, Jessica Buana!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status