Sebuah kebetulan membuat aku mengetahui rahasia suamiku. Ternyata setiap sudut rumah penuh dengan CCTV tersembunyi. Aku tidak mengungkapkan hal itu, hanya pura-pura tidak tahu. Suatu hari, aku bersembunyi di lemari, dia kira aku kabur dari rumah, tak disangka tindakan ini membuatku tahu kalau dia sedang melakukan hal mesra dengan kekasihnya, lalu terdengar suamiku berkata, "Lebih cepat, pengobatannya akan segera selesai." Wanita itu malah berkata, "Tak usah takut, dia hanya orang buta." Suamiku memarahinya, "Kamu nggak ada hak mengatainya, dia adalah istriku, kalau kamu berani kurang ajar lagi, keluar saja dari sini." Suamiku tidak tahu kalau aku sudah sembuh, bahkan sudah seperti orang normal. Setelah aku keluar dari lemari, aku menelepon kakakku dengan sedih, "Kak, aku setuju keluar negeri."
View MoreSetelah kejadian hari itu, aku takut mereka akan muncul lagi. Jadi, aku pindah dari rumah kakakku.Hari-hariku kembali seperti biasa. Aku bahkan mendaftar di banyak kelas minat, membuat hariku lebih sibuk serta menyenangkan.Namun, saat aku sedang bersiap menyambut hidup baru, sebuah paket tiba-tiba datang.Di dalamnya ada boneka bayi yang berlumuran darah palsu.Selain itu, ada pula fotoku dengan bagian wajah yang disayat menggunakan pisau kecil.Di bagian belakang foto itu, tertulis kata-kata dengan tinta merah, "Nggak akan mati dengan baik!"Jantungku berdebar kencang karena ketakutan. Aku segera menghubungi pihak keamanan gedung untuk memeriksa rekaman kamera pengawas. Namun, mereka memberitahuku bahwa tiga hari lalu, sistem kamera pengawas sudah lebih dulu dirusak oleh seseorang.Pada saat itu juga, aku sadar bahwa ini bukan kebetulan. Seseorang memang sengaja melakukannya.Aku belum sempat menyelesaikan masalah ini, tetapi tiba-tiba aku mendapat tugas baru dari perusahaan. Ini ad
Sejak hari itu, Gavin seakan menghilang dari dunia ini, tidak pernah datang lagi untuk mencariku.Aku juga sudah menghapusnya dari pikiranku, sepenuhnya tenggelam dalam kesibukan kerja yang membuatku melupakan segalanya.Namun, masalah surat cerai masih belum juga diselesaikan. Selama Gavin belum menandatangani dokumen itu, hubungan kami tetap belum sepenuhnya terputus.Ketika mengingat hal ini, aku kembali menelepon pengacaraku, memintanya untuk mendesak Gavin.Namun, yang aku dapatkan bukanlah surat cerai, melainkan kedatangan Alina."Dasar wanita jalang! Aku akan mencabik-cabikmu!""Gara-gara kamu, Gavin menolak mengakui anak yang aku kandung! Kamu harus mengembalikan suamiku! Kembalikan Ayah dari anakku!"Emosinya meledak-ledak. Perut buncitnya yang sedang hamil tampak naik turun dengan hebat."Aku dan Gavin sudah dalam proses perceraian. Urusannya nggak ada hubungannya denganku," balasku.Selesai berkata demikian, aku hendak menutup pintu.Namun, Alina dengan cepat menahan kusen p
Aku akan mengenali suara ini meski aku berubah menjadi abu.Aku menatapnya dengan waspada sambil bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"Gavin berdiri di sana dengan janggut tipis di wajahnya, rambut berantakan, serta pakaian penuh lipatan. Jelas sekali dia telah menempuh perjalanan panjang.Dalam ingatanku, Gavin selalu tampil rapi dan sempurna. Ini pertama kalinya aku melihatnya begitu berantakan.Matanya memerah, air mata menggantung di pelupuknya ketika dia berujar, "Melisa, aku nggak ingin bercerai.""Maaf, aku tahu aku salah. Bisakah kamu memaafkanku?"Pria itu mengulurkan tangan, hendak menggenggam tanganku, tetapi aku dengan sigap menghindar.Ketika melihat ekspresi kecewanya yang makin dalam, aku hanya bisa mencibir."Gavin, apa kamu nggak lelah berpura-pura setiap hari seperti ini?"Tanpa sadar, Gavin ingin membela diri. Namun, aku sudah tidak tertarik untuk mendengarkan kata-katanya."Melisa …."Aku langsung memotongnya, "Kalau begitu, kita selesaikan di pengadilan. Pengacaraku
Setelah menyelesaikan semuanya, aku pindah ke rumah kakakku.Saat melihat mataku yang sudah bisa melihat kembali, kakakku menangis terharu, berkali-kali mengucap syukur atas anugerah ini.Tiba-tiba, sesuatu terlintas di benaknya. Kakakku mengernyitkan kening, lalu menegurku."Kalau saja kamu dari dulu setuju pergi ke luar negeri, mungkin matamu sudah sembuh sejak lama. Semua karena bajingan itu, kamu sampai terlambat mendapatkan pengobatan."Aku tersenyum, lalu menenangkan hatinya, "Sekarang pun belum terlambat."Namun, dalam hati aku tahu bahwa apa yang dikatakan kakakku benar.Aku masih ingat saat pertama kali bertemu Gavin. Saat itu, matanya bersih dan jernih, tanpa sedikit pun noda kebohongan.Pria itu menghormatiku, mencintaiku, serta selalu mengutamakan diriku dalam segala hal.Meskipun aku tiba-tiba ingin makan kue dari tempat yang berjarak ribuan kilometer, dia akan langsung memesan tiket tanpa ragu.Pada saat itu, aku benar-benar percaya bahwa aku telah menemukan cinta sejati.
Ada keheningan di ujung telepon. Satu menit kemudian, barulah terdengar suara tawa dari seberang sana."Melisa, jangan main-main. Lelucon seperti ini sama sekali nggak lucu," kata Gavin."Semua yang aku katakan adalah kebenaran," balasku.Nada tegas dalam suaraku membuat Gavin langsung kehilangan kendali."Melisa Galant!"Meskipun sedang marah, Gavin tetap menekan suaranya saat berbicara denganku.Gavin berkata, "Kamu hanya seorang buta. Kalau bukan denganku, mau ke mana lagi kamu?""Selain aku, nggak ada yang akan mengasihanimu dan merawatmu! Bahkan keluargamu sendiri pun nggak akan!""Kalau sekarang kamu mau mengakui kesalahanmu, aku masih bisa memaafkanmu. Kalau nggak, kamu hanyalah seorang yatim piatu yang nggak diinginkan siapa pun!"Dulu, begitulah cara pria ini mencuci otakku. Dia membuatku percaya bahwa aku adalah beban terbesar.Dia membuatku menyerah dan menerima permintaannya, agar aku tidak menyusahkan kakak-kakakku.Setiap kali Gavin berkata seperti ini, aku akan selalu me
Suara itu tiba-tiba terhenti. Kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar.Aku terkejut hingga napasku tercekat. Kemudian, aku memejamkan mata dengan cepat, mendengar langkah kaki mendekat, lalu menjauh lagi.Saat pintu tertutup kembali, suara Gavin terdengar sedikit lebih pelan."Aku memasang kamera pengawas di rumah hanya untuk mengawasi setiap gerak-geriknya, memastikan dia nggak tiba-tiba sembuh, lalu mengganggu anak yang dikandung Alina!""Sekarang kamu memberitahuku kalau dia akan sembuh?""Aku nggak peduli cara apa yang kamu gunakan, tapi Melisa harus tetap buta!"Gavin menarik kerah dokter itu dengan kasar. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat hatiku makin membeku.Aku selalu berpikir bahwa semua ini terjadi karena nasibku yang buruk.Aku bahkan percaya bahwa Gavin sudah berusaha keras mencarikan pengobatan untukku. Setiap kali mendengar ada dokter terkenal, dia akan langsung memesan tiket untuk berangkat ke sana.Aku selalu merasa bersalah, berpikir bahwa aku telah meny
Aku masih ingat, terakhir kali Gavin menunjukkan ekspresi panik seperti itu adalah pada hari pernikahan kami.Saat itu, cintanya begitu menggebu-gebu, penuh gairah yang membara. Janji yang dia ucapkan terdengar begitu lantang serta penuh keyakinan.Bahkan ketika aku mengalami kecelakaan dan kehilangan penglihatanku, dia tetap berada di sisiku, merawatku dengan penuh perhatian.Aku pikir, kami akan selalu saling mencintai.Namun, mimpi indah pada akhirnya akan hancur.Beberapa saat kemudian, Gavin tampak ragu-ragu sebelum akhirnya berbicara."Melisa, bagaimana kalau tahun ini kita merayakan hari ulang pernikahan kita?"Baiklah, aku akan menggunakan pesta ini untuk mengakhiri pernikahan ini.Melihatku mengangguk, senyuman tulus akhirnya muncul di wajah Gavin.Beberapa hari berikutnya berlalu dengan tenang, seolah-olah semuanya kembali seperti sedia kala.Gavin sibuk keluar pagi dan pulang larut untuk mempersiapkan perayaan ulang tahun pernikahan kami.Dia memesan aula pesta di lantai ter
Keesokan harinya, saat langit baru saja mulai terang, Gavin sudah pergi.Aku tidak terlalu peduli, hanya mulai mempersiapkan keberangkatanku ke luar negeri."Melisa, kapan kamu akan datang?"Suara kakakku menenangkan kegelisahan di hatiku."Seminggu lagi," jawabku dengan nada tenang, tetapi penuh keteguhan.Setelah berbasa-basi beberapa saat, aku pun menutup telepon.Namun, saat aku berbalik, tiba-tiba aku melihat Gavin sudah berdiri di ambang pintu entah sejak kapan.Jantungku berdetak kencang, tetapi aku berpura-pura tidak melihatnya, langsung duduk dengan tenang.Suara berat Gavin terdengar, "Melisa?"Aku mengulurkan tangan, seolah-olah sedang meraba-raba sambil berkata, "Gavin? Kamu sudah pulang?"Pria itu hanya menjawab dengan gumaman singkat. Dia mengambil ponselku untuk melihat daftar kontaknya.Begitu melihat nama yang ada di layar, keningnya tampak makin berkerut."Apa kamu menghubungi kakakmu?" tanya Gavin.Dulu saat kakakku meninggalkan Kota Janitra untuk pergi ke Negara Mal
Dari awal hingga akhir, semuanya berlangsung tepat dua puluh menit, tidak lebih, tidak kurang.Sepertinya ini sudah terjadi ratusan kali, hingga waktu pun bisa dikendalikan dengan begitu tepat.Saat Alina sedang mengenakan pakaiannya, Gavin mengulurkan tangannya yang panjang, menarik wanita itu ke dalam pelukannya.Dengan wajah malu-malu, Alina melingkarkan tangannya di leher pria itu sambil berujar, "Pak Gavin, apa kamu merindukanku lagi?"Gavin mengambil pakaian dalam berenda di sampingnya dengan ekspresi acuh tak acuh, lalu melemparkannya ke wajah Alina."Kamu lupa barangmu," ujar Gavin."Cepatlah, Melisa akan segera kembali," lanjut Gavin.Senyum di wajah Alina seketika membeku, lalu dia mendengus dengan enggan."Ya, ya, mana mungkin aku bisa dibandingkan dengan Nona Melisa?" kata Alina."Hanya saja, kasihan sekali anak di dalam perutku ini. Belum lahir pun dia sudah ditakdirkan untuk lebih rendah dari orang lain .…"Begitu kata "anak" terucap dari mulut Alina, senyum simpul muncu
Dari awal hingga akhir, semuanya berlangsung tepat dua puluh menit, tidak lebih, tidak kurang.Sepertinya ini sudah terjadi ratusan kali, hingga waktu pun bisa dikendalikan dengan begitu tepat.Saat Alina sedang mengenakan pakaiannya, Gavin mengulurkan tangannya yang panjang, menarik wanita itu ke dalam pelukannya.Dengan wajah malu-malu, Alina melingkarkan tangannya di leher pria itu sambil berujar, "Pak Gavin, apa kamu merindukanku lagi?"Gavin mengambil pakaian dalam berenda di sampingnya dengan ekspresi acuh tak acuh, lalu melemparkannya ke wajah Alina."Kamu lupa barangmu," ujar Gavin."Cepatlah, Melisa akan segera kembali," lanjut Gavin.Senyum di wajah Alina seketika membeku, lalu dia mendengus dengan enggan."Ya, ya, mana mungkin aku bisa dibandingkan dengan Nona Melisa?" kata Alina."Hanya saja, kasihan sekali anak di dalam perutku ini. Belum lahir pun dia sudah ditakdirkan untuk lebih rendah dari orang lain .…"Begitu kata "anak" terucap dari mulut Alina, senyum simpul muncu...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments