Share

Bab 2

Penulis: Daya
Keesokan harinya, saat langit baru saja mulai terang, Gavin sudah pergi.

Aku tidak terlalu peduli, hanya mulai mempersiapkan keberangkatanku ke luar negeri.

"Melisa, kapan kamu akan datang?"

Suara kakakku menenangkan kegelisahan di hatiku.

"Seminggu lagi," jawabku dengan nada tenang, tetapi penuh keteguhan.

Setelah berbasa-basi beberapa saat, aku pun menutup telepon.

Namun, saat aku berbalik, tiba-tiba aku melihat Gavin sudah berdiri di ambang pintu entah sejak kapan.

Jantungku berdetak kencang, tetapi aku berpura-pura tidak melihatnya, langsung duduk dengan tenang.

Suara berat Gavin terdengar, "Melisa?"

Aku mengulurkan tangan, seolah-olah sedang meraba-raba sambil berkata, "Gavin? Kamu sudah pulang?"

Pria itu hanya menjawab dengan gumaman singkat. Dia mengambil ponselku untuk melihat daftar kontaknya.

Begitu melihat nama yang ada di layar, keningnya tampak makin berkerut.

"Apa kamu menghubungi kakakmu?" tanya Gavin.

Dulu saat kakakku meninggalkan Kota Janitra untuk pergi ke Negara Maltra, dia ingin membawaku bersamanya untuk menjalani pengobatan di luar negeri.

Namun, Gavin tidak mengizinkan. Setelah memohon berkali-kali, aku akhirnya memilih untuk tetap tinggal.

Karena itulah, Gavin sangat tidak suka jika aku berhubungan dengan kakakku.

Aku berusaha tetap tenang sambil menjawab, "Ya, Kakak hanya menelepon untuk menanyakan keadaanku. Aku meyakinkannya kalau aku baik-baik saja."

Gavin tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan dalam ucapanku, jadi dia tidak bertanya lebih jauh.

Kemudian, dia menoleh ke arah pintu sembari berteriak, "Masuklah."

Setelah mengatakan ini, Alina masuk dengan wajah penuh ejekan.

"Melisa, ini pelayan yang aku pekerjakan untukmu," ujar Gavin.

"Saat aku nggak ada di rumah, dia yang akan mengurus kebutuhan sehari-harimu," lanjut pria itu.

Sebelumnya, kami sudah memiliki seorang pelayan bernama Selly.

Namun, dua hari lalu, Gavin memecatnya dengan alasan masakannya tidak sesuai selera.

Setelah dua tahun memakan masakan Selly, tiba-tiba saja rasanya tidak cocok lagi untuk Gavin.

Saat itu, aku merasa ada aneh. Namun, aku tidak terlalu mempermasalahkannya.

Sekarang aku mengerti. Semua ini hanya untuk memberi jalan bagi Alina.

Sambil berbicara, Gavin memberi Alina isyarat dengan matanya.

"Bu, kamu jangan khawatir. Aku paling ahli merawat orang bu … tunanetra."

Hinaan tanpa sadarnya langsung terhenti saat Gavin menatapnya dengan tatapan tajam. Alina pun buru-buru meralat kata-katanya.

Aku hanya mengangguk pelan, lalu membalas, "Terserah kamu saja."

"Aku agak mengantuk .…"

Belum selesai aku bicara, Gavin langsung menyetujuinya, lalu membawa Alina pergi.

Aku melihat dengan jelas bagaimana Alina sengaja menggenggam tangan Gavin dengan penuh provokasi.

Namun, Gavin hanya melirikku sekilas, tersenyum sambil merangkul pinggang wanita itu, lalu pergi.

Aku berbaring di tempat tidur, mengingat kejadian barusan, merasakan sakit yang menusuk di dada.

Tanpa sadar, aku pun tertidur dalam keadaan linglung.

Saat terbangun, aku berjalan perlahan di lorong dengan langkah ringan.

Di sana, aku melihat Alina mengenakan seragam pelayan, berlutut di lantai dengan punggung membungkuk serta pantat menonjol, sedang mengelap lantai di sisi kaki Gavin.

Gavin duduk di sofa dengan dokumen di tangannya. Namun, di atas kertas itu hanya ada deretan karakter acak. Pandangan Gavin sebenarnya tidak tertuju pada dokumen, melainkan terus mengarah ke dada Alina. Aku bahkan bisa mendengar pria itu menelan ludah.

Pemandangan seperti ini hampir terjadi setiap hari.

Begitu Gavin pergi ke kantor, Alina baru akan menunjukkan sikap aslinya.

Dia dengan sengaja menaruh meja dan kursi di jalur yang biasa aku lewati, membuatku tersandung hingga terjatuh.

Hanya setelah mendengar suara kesakitanku, dia berjalan mendekat dengan santai, berpura-pura meminta maaf sambil mengejek.

"Ah, aku lupa kalau kamu buta," ujar Alina.

Ketika melihat penghinaan di matanya, aku mengepalkan tanganku erat-erat.

Sekarang belum saatnya.

Namun, saat Gavin kembali, wanita ini akan berperan sebagai orang yang penuh perhatian. Dia akan membawakan teh, menyuapiku makan, serta melayaniku dengan sempurna.

Mungkin karena merasa kurang puas dengan permainannya, Alina bertindak makin keterlaluan.

Saat Gavin membimbingku ke kamar, aku melihat Alina berbaring di tempat tidurku dengan mengenakan gaun tidur sutra milikku.

Gaun pendek itu hampir tidak menutupi tubuhnya. Aku bahkan bisa mendengar suara Gavin menelan ludah.

Gavin berdeham dua kali, buru-buru menarikku ke kamar mandi, lalu berkata, "Tempat tidurnya agak berantakan, aku akan merapikannya."

"Kamu cuci muka dulu saja."

Pria itu dengan tergesa-gesa menutup pintu kamar, tampak begitu gugup hingga lupa bahwa aku hanya setengah buta.

Suara bentakan pelan dari luar pintu terdengar jelas di telingaku.

"Apa kamu sudah gila? Ini adalah kamar tidurku dan Melisa!"

Alina mendorong Gavin dengan lembut, lalu duduk di atas tubuhnya sambil bermanja.

"Anakku bilang, dia merindukanmu," ucap Alina.

Aku tersenyum dingin, lalu mendorong pintu kamar mandi hingga terbuka. Dua orang di atas tempat tidur itu langsung gemetar ketakutan.

"Sayang? Ada apa?" tanyaku.

"Aku sepertinya mendengar suara pelayan itu."

Gavin segera bangkit berdiri, membuat Alina kehilangan keseimbangan hingga terjatuh ke samping.

"Nggak … nggak ada apa-apa."

"Pelayan itu sedang bersih-bersih …."

Setelah mengatakan ini, Gavin menarik Alina, langsung mendorongnya keluar dari kamar.

Semua gerak-gerik Gavin yang gugup itu tidak luput dari pandanganku.

Entah kenapa, hatiku terasa sedikit nyeri.

Awalnya, aku mengira bisa seperti di drama, dengan elegan mengungkap wajah mereka yang penuh kepalsuan.

Namun, kenyataannya yang keluar dari bibirku hanya sebuah gumaman pelan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 3

    Aku masih ingat, terakhir kali Gavin menunjukkan ekspresi panik seperti itu adalah pada hari pernikahan kami.Saat itu, cintanya begitu menggebu-gebu, penuh gairah yang membara. Janji yang dia ucapkan terdengar begitu lantang serta penuh keyakinan.Bahkan ketika aku mengalami kecelakaan dan kehilangan penglihatanku, dia tetap berada di sisiku, merawatku dengan penuh perhatian.Aku pikir, kami akan selalu saling mencintai.Namun, mimpi indah pada akhirnya akan hancur.Beberapa saat kemudian, Gavin tampak ragu-ragu sebelum akhirnya berbicara."Melisa, bagaimana kalau tahun ini kita merayakan hari ulang pernikahan kita?"Baiklah, aku akan menggunakan pesta ini untuk mengakhiri pernikahan ini.Melihatku mengangguk, senyuman tulus akhirnya muncul di wajah Gavin.Beberapa hari berikutnya berlalu dengan tenang, seolah-olah semuanya kembali seperti sedia kala.Gavin sibuk keluar pagi dan pulang larut untuk mempersiapkan perayaan ulang tahun pernikahan kami.Dia memesan aula pesta di lantai ter

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 4

    Suara itu tiba-tiba terhenti. Kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar.Aku terkejut hingga napasku tercekat. Kemudian, aku memejamkan mata dengan cepat, mendengar langkah kaki mendekat, lalu menjauh lagi.Saat pintu tertutup kembali, suara Gavin terdengar sedikit lebih pelan."Aku memasang kamera pengawas di rumah hanya untuk mengawasi setiap gerak-geriknya, memastikan dia nggak tiba-tiba sembuh, lalu mengganggu anak yang dikandung Alina!""Sekarang kamu memberitahuku kalau dia akan sembuh?""Aku nggak peduli cara apa yang kamu gunakan, tapi Melisa harus tetap buta!"Gavin menarik kerah dokter itu dengan kasar. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat hatiku makin membeku.Aku selalu berpikir bahwa semua ini terjadi karena nasibku yang buruk.Aku bahkan percaya bahwa Gavin sudah berusaha keras mencarikan pengobatan untukku. Setiap kali mendengar ada dokter terkenal, dia akan langsung memesan tiket untuk berangkat ke sana.Aku selalu merasa bersalah, berpikir bahwa aku telah meny

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 5

    Ada keheningan di ujung telepon. Satu menit kemudian, barulah terdengar suara tawa dari seberang sana."Melisa, jangan main-main. Lelucon seperti ini sama sekali nggak lucu," kata Gavin."Semua yang aku katakan adalah kebenaran," balasku.Nada tegas dalam suaraku membuat Gavin langsung kehilangan kendali."Melisa Galant!"Meskipun sedang marah, Gavin tetap menekan suaranya saat berbicara denganku.Gavin berkata, "Kamu hanya seorang buta. Kalau bukan denganku, mau ke mana lagi kamu?""Selain aku, nggak ada yang akan mengasihanimu dan merawatmu! Bahkan keluargamu sendiri pun nggak akan!""Kalau sekarang kamu mau mengakui kesalahanmu, aku masih bisa memaafkanmu. Kalau nggak, kamu hanyalah seorang yatim piatu yang nggak diinginkan siapa pun!"Dulu, begitulah cara pria ini mencuci otakku. Dia membuatku percaya bahwa aku adalah beban terbesar.Dia membuatku menyerah dan menerima permintaannya, agar aku tidak menyusahkan kakak-kakakku.Setiap kali Gavin berkata seperti ini, aku akan selalu me

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 6

    Setelah menyelesaikan semuanya, aku pindah ke rumah kakakku.Saat melihat mataku yang sudah bisa melihat kembali, kakakku menangis terharu, berkali-kali mengucap syukur atas anugerah ini.Tiba-tiba, sesuatu terlintas di benaknya. Kakakku mengernyitkan kening, lalu menegurku."Kalau saja kamu dari dulu setuju pergi ke luar negeri, mungkin matamu sudah sembuh sejak lama. Semua karena bajingan itu, kamu sampai terlambat mendapatkan pengobatan."Aku tersenyum, lalu menenangkan hatinya, "Sekarang pun belum terlambat."Namun, dalam hati aku tahu bahwa apa yang dikatakan kakakku benar.Aku masih ingat saat pertama kali bertemu Gavin. Saat itu, matanya bersih dan jernih, tanpa sedikit pun noda kebohongan.Pria itu menghormatiku, mencintaiku, serta selalu mengutamakan diriku dalam segala hal.Meskipun aku tiba-tiba ingin makan kue dari tempat yang berjarak ribuan kilometer, dia akan langsung memesan tiket tanpa ragu.Pada saat itu, aku benar-benar percaya bahwa aku telah menemukan cinta sejati.

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 7

    Aku akan mengenali suara ini meski aku berubah menjadi abu.Aku menatapnya dengan waspada sambil bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"Gavin berdiri di sana dengan janggut tipis di wajahnya, rambut berantakan, serta pakaian penuh lipatan. Jelas sekali dia telah menempuh perjalanan panjang.Dalam ingatanku, Gavin selalu tampil rapi dan sempurna. Ini pertama kalinya aku melihatnya begitu berantakan.Matanya memerah, air mata menggantung di pelupuknya ketika dia berujar, "Melisa, aku nggak ingin bercerai.""Maaf, aku tahu aku salah. Bisakah kamu memaafkanku?"Pria itu mengulurkan tangan, hendak menggenggam tanganku, tetapi aku dengan sigap menghindar.Ketika melihat ekspresi kecewanya yang makin dalam, aku hanya bisa mencibir."Gavin, apa kamu nggak lelah berpura-pura setiap hari seperti ini?"Tanpa sadar, Gavin ingin membela diri. Namun, aku sudah tidak tertarik untuk mendengarkan kata-katanya."Melisa …."Aku langsung memotongnya, "Kalau begitu, kita selesaikan di pengadilan. Pengacaraku

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 8

    Sejak hari itu, Gavin seakan menghilang dari dunia ini, tidak pernah datang lagi untuk mencariku.Aku juga sudah menghapusnya dari pikiranku, sepenuhnya tenggelam dalam kesibukan kerja yang membuatku melupakan segalanya.Namun, masalah surat cerai masih belum juga diselesaikan. Selama Gavin belum menandatangani dokumen itu, hubungan kami tetap belum sepenuhnya terputus.Ketika mengingat hal ini, aku kembali menelepon pengacaraku, memintanya untuk mendesak Gavin.Namun, yang aku dapatkan bukanlah surat cerai, melainkan kedatangan Alina."Dasar wanita jalang! Aku akan mencabik-cabikmu!""Gara-gara kamu, Gavin menolak mengakui anak yang aku kandung! Kamu harus mengembalikan suamiku! Kembalikan Ayah dari anakku!"Emosinya meledak-ledak. Perut buncitnya yang sedang hamil tampak naik turun dengan hebat."Aku dan Gavin sudah dalam proses perceraian. Urusannya nggak ada hubungannya denganku," balasku.Selesai berkata demikian, aku hendak menutup pintu.Namun, Alina dengan cepat menahan kusen p

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 9

    Setelah kejadian hari itu, aku takut mereka akan muncul lagi. Jadi, aku pindah dari rumah kakakku.Hari-hariku kembali seperti biasa. Aku bahkan mendaftar di banyak kelas minat, membuat hariku lebih sibuk serta menyenangkan.Namun, saat aku sedang bersiap menyambut hidup baru, sebuah paket tiba-tiba datang.Di dalamnya ada boneka bayi yang berlumuran darah palsu.Selain itu, ada pula fotoku dengan bagian wajah yang disayat menggunakan pisau kecil.Di bagian belakang foto itu, tertulis kata-kata dengan tinta merah, "Nggak akan mati dengan baik!"Jantungku berdebar kencang karena ketakutan. Aku segera menghubungi pihak keamanan gedung untuk memeriksa rekaman kamera pengawas. Namun, mereka memberitahuku bahwa tiga hari lalu, sistem kamera pengawas sudah lebih dulu dirusak oleh seseorang.Pada saat itu juga, aku sadar bahwa ini bukan kebetulan. Seseorang memang sengaja melakukannya.Aku belum sempat menyelesaikan masalah ini, tetapi tiba-tiba aku mendapat tugas baru dari perusahaan. Ini ad

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 1

    Dari awal hingga akhir, semuanya berlangsung tepat dua puluh menit, tidak lebih, tidak kurang.Sepertinya ini sudah terjadi ratusan kali, hingga waktu pun bisa dikendalikan dengan begitu tepat.Saat Alina sedang mengenakan pakaiannya, Gavin mengulurkan tangannya yang panjang, menarik wanita itu ke dalam pelukannya.Dengan wajah malu-malu, Alina melingkarkan tangannya di leher pria itu sambil berujar, "Pak Gavin, apa kamu merindukanku lagi?"Gavin mengambil pakaian dalam berenda di sampingnya dengan ekspresi acuh tak acuh, lalu melemparkannya ke wajah Alina."Kamu lupa barangmu," ujar Gavin."Cepatlah, Melisa akan segera kembali," lanjut Gavin.Senyum di wajah Alina seketika membeku, lalu dia mendengus dengan enggan."Ya, ya, mana mungkin aku bisa dibandingkan dengan Nona Melisa?" kata Alina."Hanya saja, kasihan sekali anak di dalam perutku ini. Belum lahir pun dia sudah ditakdirkan untuk lebih rendah dari orang lain .…"Begitu kata "anak" terucap dari mulut Alina, senyum simpul muncu

Bab terbaru

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 9

    Setelah kejadian hari itu, aku takut mereka akan muncul lagi. Jadi, aku pindah dari rumah kakakku.Hari-hariku kembali seperti biasa. Aku bahkan mendaftar di banyak kelas minat, membuat hariku lebih sibuk serta menyenangkan.Namun, saat aku sedang bersiap menyambut hidup baru, sebuah paket tiba-tiba datang.Di dalamnya ada boneka bayi yang berlumuran darah palsu.Selain itu, ada pula fotoku dengan bagian wajah yang disayat menggunakan pisau kecil.Di bagian belakang foto itu, tertulis kata-kata dengan tinta merah, "Nggak akan mati dengan baik!"Jantungku berdebar kencang karena ketakutan. Aku segera menghubungi pihak keamanan gedung untuk memeriksa rekaman kamera pengawas. Namun, mereka memberitahuku bahwa tiga hari lalu, sistem kamera pengawas sudah lebih dulu dirusak oleh seseorang.Pada saat itu juga, aku sadar bahwa ini bukan kebetulan. Seseorang memang sengaja melakukannya.Aku belum sempat menyelesaikan masalah ini, tetapi tiba-tiba aku mendapat tugas baru dari perusahaan. Ini ad

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 8

    Sejak hari itu, Gavin seakan menghilang dari dunia ini, tidak pernah datang lagi untuk mencariku.Aku juga sudah menghapusnya dari pikiranku, sepenuhnya tenggelam dalam kesibukan kerja yang membuatku melupakan segalanya.Namun, masalah surat cerai masih belum juga diselesaikan. Selama Gavin belum menandatangani dokumen itu, hubungan kami tetap belum sepenuhnya terputus.Ketika mengingat hal ini, aku kembali menelepon pengacaraku, memintanya untuk mendesak Gavin.Namun, yang aku dapatkan bukanlah surat cerai, melainkan kedatangan Alina."Dasar wanita jalang! Aku akan mencabik-cabikmu!""Gara-gara kamu, Gavin menolak mengakui anak yang aku kandung! Kamu harus mengembalikan suamiku! Kembalikan Ayah dari anakku!"Emosinya meledak-ledak. Perut buncitnya yang sedang hamil tampak naik turun dengan hebat."Aku dan Gavin sudah dalam proses perceraian. Urusannya nggak ada hubungannya denganku," balasku.Selesai berkata demikian, aku hendak menutup pintu.Namun, Alina dengan cepat menahan kusen p

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 7

    Aku akan mengenali suara ini meski aku berubah menjadi abu.Aku menatapnya dengan waspada sambil bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"Gavin berdiri di sana dengan janggut tipis di wajahnya, rambut berantakan, serta pakaian penuh lipatan. Jelas sekali dia telah menempuh perjalanan panjang.Dalam ingatanku, Gavin selalu tampil rapi dan sempurna. Ini pertama kalinya aku melihatnya begitu berantakan.Matanya memerah, air mata menggantung di pelupuknya ketika dia berujar, "Melisa, aku nggak ingin bercerai.""Maaf, aku tahu aku salah. Bisakah kamu memaafkanku?"Pria itu mengulurkan tangan, hendak menggenggam tanganku, tetapi aku dengan sigap menghindar.Ketika melihat ekspresi kecewanya yang makin dalam, aku hanya bisa mencibir."Gavin, apa kamu nggak lelah berpura-pura setiap hari seperti ini?"Tanpa sadar, Gavin ingin membela diri. Namun, aku sudah tidak tertarik untuk mendengarkan kata-katanya."Melisa …."Aku langsung memotongnya, "Kalau begitu, kita selesaikan di pengadilan. Pengacaraku

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 6

    Setelah menyelesaikan semuanya, aku pindah ke rumah kakakku.Saat melihat mataku yang sudah bisa melihat kembali, kakakku menangis terharu, berkali-kali mengucap syukur atas anugerah ini.Tiba-tiba, sesuatu terlintas di benaknya. Kakakku mengernyitkan kening, lalu menegurku."Kalau saja kamu dari dulu setuju pergi ke luar negeri, mungkin matamu sudah sembuh sejak lama. Semua karena bajingan itu, kamu sampai terlambat mendapatkan pengobatan."Aku tersenyum, lalu menenangkan hatinya, "Sekarang pun belum terlambat."Namun, dalam hati aku tahu bahwa apa yang dikatakan kakakku benar.Aku masih ingat saat pertama kali bertemu Gavin. Saat itu, matanya bersih dan jernih, tanpa sedikit pun noda kebohongan.Pria itu menghormatiku, mencintaiku, serta selalu mengutamakan diriku dalam segala hal.Meskipun aku tiba-tiba ingin makan kue dari tempat yang berjarak ribuan kilometer, dia akan langsung memesan tiket tanpa ragu.Pada saat itu, aku benar-benar percaya bahwa aku telah menemukan cinta sejati.

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 5

    Ada keheningan di ujung telepon. Satu menit kemudian, barulah terdengar suara tawa dari seberang sana."Melisa, jangan main-main. Lelucon seperti ini sama sekali nggak lucu," kata Gavin."Semua yang aku katakan adalah kebenaran," balasku.Nada tegas dalam suaraku membuat Gavin langsung kehilangan kendali."Melisa Galant!"Meskipun sedang marah, Gavin tetap menekan suaranya saat berbicara denganku.Gavin berkata, "Kamu hanya seorang buta. Kalau bukan denganku, mau ke mana lagi kamu?""Selain aku, nggak ada yang akan mengasihanimu dan merawatmu! Bahkan keluargamu sendiri pun nggak akan!""Kalau sekarang kamu mau mengakui kesalahanmu, aku masih bisa memaafkanmu. Kalau nggak, kamu hanyalah seorang yatim piatu yang nggak diinginkan siapa pun!"Dulu, begitulah cara pria ini mencuci otakku. Dia membuatku percaya bahwa aku adalah beban terbesar.Dia membuatku menyerah dan menerima permintaannya, agar aku tidak menyusahkan kakak-kakakku.Setiap kali Gavin berkata seperti ini, aku akan selalu me

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 4

    Suara itu tiba-tiba terhenti. Kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar.Aku terkejut hingga napasku tercekat. Kemudian, aku memejamkan mata dengan cepat, mendengar langkah kaki mendekat, lalu menjauh lagi.Saat pintu tertutup kembali, suara Gavin terdengar sedikit lebih pelan."Aku memasang kamera pengawas di rumah hanya untuk mengawasi setiap gerak-geriknya, memastikan dia nggak tiba-tiba sembuh, lalu mengganggu anak yang dikandung Alina!""Sekarang kamu memberitahuku kalau dia akan sembuh?""Aku nggak peduli cara apa yang kamu gunakan, tapi Melisa harus tetap buta!"Gavin menarik kerah dokter itu dengan kasar. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat hatiku makin membeku.Aku selalu berpikir bahwa semua ini terjadi karena nasibku yang buruk.Aku bahkan percaya bahwa Gavin sudah berusaha keras mencarikan pengobatan untukku. Setiap kali mendengar ada dokter terkenal, dia akan langsung memesan tiket untuk berangkat ke sana.Aku selalu merasa bersalah, berpikir bahwa aku telah meny

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 3

    Aku masih ingat, terakhir kali Gavin menunjukkan ekspresi panik seperti itu adalah pada hari pernikahan kami.Saat itu, cintanya begitu menggebu-gebu, penuh gairah yang membara. Janji yang dia ucapkan terdengar begitu lantang serta penuh keyakinan.Bahkan ketika aku mengalami kecelakaan dan kehilangan penglihatanku, dia tetap berada di sisiku, merawatku dengan penuh perhatian.Aku pikir, kami akan selalu saling mencintai.Namun, mimpi indah pada akhirnya akan hancur.Beberapa saat kemudian, Gavin tampak ragu-ragu sebelum akhirnya berbicara."Melisa, bagaimana kalau tahun ini kita merayakan hari ulang pernikahan kita?"Baiklah, aku akan menggunakan pesta ini untuk mengakhiri pernikahan ini.Melihatku mengangguk, senyuman tulus akhirnya muncul di wajah Gavin.Beberapa hari berikutnya berlalu dengan tenang, seolah-olah semuanya kembali seperti sedia kala.Gavin sibuk keluar pagi dan pulang larut untuk mempersiapkan perayaan ulang tahun pernikahan kami.Dia memesan aula pesta di lantai ter

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 2

    Keesokan harinya, saat langit baru saja mulai terang, Gavin sudah pergi.Aku tidak terlalu peduli, hanya mulai mempersiapkan keberangkatanku ke luar negeri."Melisa, kapan kamu akan datang?"Suara kakakku menenangkan kegelisahan di hatiku."Seminggu lagi," jawabku dengan nada tenang, tetapi penuh keteguhan.Setelah berbasa-basi beberapa saat, aku pun menutup telepon.Namun, saat aku berbalik, tiba-tiba aku melihat Gavin sudah berdiri di ambang pintu entah sejak kapan.Jantungku berdetak kencang, tetapi aku berpura-pura tidak melihatnya, langsung duduk dengan tenang.Suara berat Gavin terdengar, "Melisa?"Aku mengulurkan tangan, seolah-olah sedang meraba-raba sambil berkata, "Gavin? Kamu sudah pulang?"Pria itu hanya menjawab dengan gumaman singkat. Dia mengambil ponselku untuk melihat daftar kontaknya.Begitu melihat nama yang ada di layar, keningnya tampak makin berkerut."Apa kamu menghubungi kakakmu?" tanya Gavin.Dulu saat kakakku meninggalkan Kota Janitra untuk pergi ke Negara Mal

  • Yang Kucintai adalah Duri   Bab 1

    Dari awal hingga akhir, semuanya berlangsung tepat dua puluh menit, tidak lebih, tidak kurang.Sepertinya ini sudah terjadi ratusan kali, hingga waktu pun bisa dikendalikan dengan begitu tepat.Saat Alina sedang mengenakan pakaiannya, Gavin mengulurkan tangannya yang panjang, menarik wanita itu ke dalam pelukannya.Dengan wajah malu-malu, Alina melingkarkan tangannya di leher pria itu sambil berujar, "Pak Gavin, apa kamu merindukanku lagi?"Gavin mengambil pakaian dalam berenda di sampingnya dengan ekspresi acuh tak acuh, lalu melemparkannya ke wajah Alina."Kamu lupa barangmu," ujar Gavin."Cepatlah, Melisa akan segera kembali," lanjut Gavin.Senyum di wajah Alina seketika membeku, lalu dia mendengus dengan enggan."Ya, ya, mana mungkin aku bisa dibandingkan dengan Nona Melisa?" kata Alina."Hanya saja, kasihan sekali anak di dalam perutku ini. Belum lahir pun dia sudah ditakdirkan untuk lebih rendah dari orang lain .…"Begitu kata "anak" terucap dari mulut Alina, senyum simpul muncu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status