Beranda / Romansa / TURUN RANJANG / Tingkah Aneh Ardhi

Share

Tingkah Aneh Ardhi

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Menjadi seorang istri di saat umurnya bahkan belum menginjak usia dua puluh tiga tahun jelas tidak pernah terlintas dalam benak Sera. Ia sudah merancang masa depan dengan baik. Setelah lulus kuliah ia akan melamar kerja di tempat yang direkomendasikan oleh dosen pembimbingnya. Rencana berumah tangga jelas belum ada di agendanya untuk lima tahun ke depan.

Namun, sayangnya bayangan itu buyar seketika karena hidup Sera berubah sekejap hanya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan.

Bulan lalu, ia masih bisa memakan masakan ibunya yang paling juara. Bulan lalu, ia masih bisa menikmati waktu dengan ayahnya, menemaninya menonton tayangan sepak bola di tengah malam, jalan-jalan pagi mengelilingi kompleks perumahan, makan bubur ayam di pinggir jalan, berbelanja di supermarket dengan membawa daftar yang telah dituliskan oleh ibunya, sungguh … terlalu banyak waktu yang ia habiskan dengan ayahnya. Bulan lalu, ia bisa keluar rumah dengan teman-temannya tanpa beban, pergi ke mall, nonton film, nongkrong di warung kopi yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.

Dan hari ini, terhitung dua puluh satu hari setelah kepergian orang tuanya dari dunia, Sera berada di sebuah kamar di unit apartemen mewah, sedang melayani suaminya yang lagi-lagi hanya datang saat sedang membutuhkan pelampiasan seks.

You smell so good, baby,” desah Ardhi di telinga Sera. Laki-laki itu sedang bergerak di atas tubuh Sera yang bergerak seirama, sama bergairahnya.

“Panggil nama saya, Sera," kata Ardhi lagi. Laki-laki itu memacu gerakan yang membuat Sera menggeletar.

Sera menggigit bibir dan menggeleng kecil. Menahan suara-suara seduktif yang kemungkinan akan memancing Ardhi hingga menggila. Waniita itu mengalihkan tatapan ke mana saja selain ke wajah Ardhi yang begitu dekat. Namun, hanya sekejap ia kembali ditarik Ardhi untuk menatapnya. Jemari milik laki-laki di atasnya itu menekan dagunya.

“Jangan mengalihkan tatapan dan jangan menggigit bibir kamu. Saya yang punya kuasa atas bibir kamu. Saya nggak suka milik saya ini luka.” Jemari Ardhi membelai bibir Sera yang merah dan bengkak, bekas ciuman kasarnya. Laki-laki itu masih bergerak dengan ritme yang pelan. Memastikan Sera sudah sepenuhnya nyaman dan terbiasa dengan dirinya.

Sera melepas gigitan pada bibir bawahnya. Bersamaan dengan jepitan jari-jari panjang milik Ardhi pada putingnya yang mencuat kaku, Sera meloloskan desahan. Desahan lirih yang disukai Ardhi sejak pertama kali mendengar itu keluar dari bibir Sera.

“Panggil nama saya, Sera,” perintah Ardhi lagi. Ia mempercepat gerakan masih sambil memainkan payudara Sera yang menjadi pemandangan indah untuknya.

Sekali lagi Sera menggeleng. Wajahnya memerah karena malu dan desakan gairah.

Satu kali gelengan makan Ardhi akan mempercepat gerakan. Membuat Sera semakin menggila.

C’mon, Sera.”

Lagi, Sera menggeleng gelisah. Bukan karena penolakan. Namun, karena desakan kuat dari tubuhnya yang mendamba tubuh Ardhi di atasnya. Hingga akhirnya Sera mendesah kuat. Tangannya berpegangan pada lengan liat Ardhi yang berwarna cokelat gelap terbakar matahari. Sebelah tangannya yang lain mencengkeram sprei hingga kusut. Rasanya terlalu nikmat hingga ia tidak bisa lagi menahan teriakan. Meneriakkan nama Ardhi berkali-kali, disusul seringai dan erangan dari bibir Ardhi yang juga meneriakkan nama Sera.

Oh my God,” erang Sera. Sensasi yang berbeda dengan saat pertama ia berhubungan badan dengan Ardhi. Malam itu, di samping kenikmatan yang ia rasakan, ia pun harus menahan sakit. Malam ini, hanya nikmat dan nikmat yang menguasai pikirannya. “Ardhi!” desah Sera lagi. Wanita itu berkali-kali melenguh. 

Kepala Sera lesak menekan bantal saat wanita itu membusungkan dada. Ia hampir menuju klimaks dan mulutnya tanpa sadar meminta Ardhi untuk bergerak lebih cepat. Ardhi menyeringai dan menuruti kemauan Sera tanpa banyak protes. Mengantarkan Sera menuju awang-awang. Tubuh Sera bergetar hebat saat mencapai puncak kenikmatan.

Ardhi menurunkan tempo gerakannya. Menikmati berbagai ekspresi di wajah Sera yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Ardhi masih bergerak pelan hingga Sera kembali menapak bumi.

Tanpa perlu minta izin, Ardhi kembali bergerak. Berbeda dengan yang tadi, Ardhi bergerak dengan cepat dan brutal. Ia mencari pegangan dengan menjatuhkan telapak tangan di atas payudara milik Sera yang putingnya masih menegang. Sebelah tangannya menahan pinggul Sera, menahan agar tetap mengetat, tidak menjauh darinya. Sera pasrah, membiarkan lenguhannya kembali lolos.

Disela-sela erangan dan napas yang berkejaran, Ardhi mengumpat berkali-kali. Ungkapan kenikmatan yang tiada tara saat ia menuju puncak pelepasan. Ardhi menyentak dengan begitu kuat hingga Sera harus berpegangan pada kepala ranjang agar tidak terserak.

Ardhi ambruk menimpa tubuh Sera. Melesakkan kepala di ceruk leher Sera yang penuh bekas merah yang ia ciptakan dan warnanya yang berubah pekat. Deru napasnya yang tidak teratur menerpa leher wanita itu, mengalirkan desiran halus di dada yang langsung Sera sisihkan. Rasa itu tidak boleh ada. Setidaknya sampai Ardhi benar-benar mau menganggapnya seorang istri yang tidak perlu disembunyikan keberadaannya dari dunia. Dan Sera amat sangat tahu bahwa momen itu kemungkinan tidak akan pernah ada.

Bermenit-menit mereka berada di posisi itu hingga Ardhi melepaskan diri. Berguling ke sisi kanan Sera. “Kamu masih minum pil, kan?” tanya Ardhi sambil meraih tisu yang berada di atas nakas. Menyeka sisa-sisa pergumulan mereka berdua dengan telaten, kemudian melemparkan gumpalan tisu yang ia bentuk bola ke tempat sampah.

Sera termangu pada posisi telentang dengan kepala menengadah ke langit-langit. “Ya,” jawabnya dengan suara serak. Tentu saja Ardhi akan menanyakan itu setiap mereka selesai melakukan seks. Benar, seks. Hanya seks. Bukan bercinta.

Ardhi turun dari ranjang. Meraih celana bokser yang terlempar di dekat meja rias. Mengenakannya dalam diam lalu kembali ke atas ranjang dan berbaring di sebelah Sera yang sudah menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.

Sera mengernyit. Merasa aneh saat Ardhi ikut menyimpan tubuhnya di balik selimut.

“Kamu mau menginap?” tanya Sera sangsi. 

Ardhi yang saat itu dalam posisi telentang dengan kedua lengan di bawah kepala, menelengkan kepala hingga matanya menangkap ekspresi bingung di wajah Sera. Bibirnya tertarik ke atas. Seringaian sinis terbit. “Menginap? Kamu lupa kalau ini apartemen saya?”

“Jadi, kamu mau tidur di sini?” ralat Sera langsung.

“Kenapa? Kamu keberatan?”

“Bukan begitu.”

“Lalu apa?”

Sera tidak menjawab. Ia tidak menemukan jawaban yang tepat. Ia hanya sedang merasa aneh karena tingkah aneh laki-laki di sampingnya itu.

Decakan kecil lolos dari bibir Ardhi. “Tidur, Sera. Ini sudah jam dua pagi. Saya butuh bangun jam enam dan saya mau sudah ada sarapan sebelum jam tujuh.”

“Kamu juga mau sarapan di sini?”

Lagi, Ardhi menyeringai tipis. “Kenapa kamu seolah-olah tidak suka saya ada di sini? Sebenci itukah kamu sama saya?"

“Karena biasanya kamu yang kelihatan enggan berada di sekitar saya,” balas Sera dengan berani saat melihat wajah Ardhi yang melunak, "kamu juga kelihatannya membenci saya."

“Dasar wanita. Sukanya menyimpulkan sendiri," gumam Ardhi. Sama sekali tidak menjawab kebingungan Sera. Ardhi berbalik memunggungi Sera sebelum kembali berkata, "Saya tidur. Kamu jangan berisik dan banyak gerak. Saya tidak suka aktivitas tidur saya diganggu.”

“Saya bisa pindah kalau gitu," ucap Sera.

Sera sudah bergerak turun saat Ardhi berbalik dan menarik lengan wanita itu hingga terduduk kembali di atas ranjang. “Siapa yang menyuruhmu pindah? Apa ada kata-kata saya yang mengandung kata-kata agar kamu pindah?” protes Ardhi kesal.

Sera agak kaget mendengar nada suara Ardhi yang bertambah satu oktaf. Laki-laki di depannya itu benar-benar perlu belajar cara mengendalikan emosi. “Nggak ada. Tapi saya nggak yakin saya anteng kalau tidur. Jadi lebih baik saya pindah biar kamu bisa tidur nyenyak.”

“Don’t think too much and just sleep here!” titah Ardhi. Menajamkan tatapan mata meski kelopaknya sudah memberat.

“Saya-”

“Berhenti membantah, Sera! Saya paling tidak suka dibantah!” sembur Ardhi. Laki-laki itu menarik lengan Sera hingga wanita itu jatuh terbaring pada posisi aneh.

Fine. Kita tidur sekarang dan besok pagi kamu nggak boleh protes karena ulah saya saat tidur," terang Sera jengah.

Ardhi mendengkus. Membiarkan Sera kembali turun untuk mengenakan piama. Setelah wanita itu berbaring pada posisi telentang, Ardhi kembali memunggungi wanita itu. Tidak sampai lima menit ia sudah jatuh terlelap.

to be continued.

Bab terkait

  • TURUN RANJANG   Rumah Tangga

    Sera bangun pukul lima. Tidak lebih dari dua jam ia terlelap. Pagi yang tidak seperti biasanya karena ada satu makhluk asing yang berbagi ranjang yang sama dengannya semalam. Pertama kalinya tidur di atas ranjang yang sama dengan Ardhi membuatnya resah dan gelisah. Logikanya meneriakkan protes, namun sudut hatinya juga tidak tinggal diam. Menurut si sudut hati, hal ini wajar karena mereka adalah pasangan suami istri yang sah di mata agama. Logikanya berteriak sebaliknya. Tahu bahwa mereka bukan pasangan suami-istri yang normal layaknya pasangan di luar sana. Sera tidak tahu mana yang normal untuk hubungan yang terjalin dengan Ardhi saat ini. Di dalam kamar mandi, Sera mengguyur tubuh dari ujung kepala dengan air dingin dari shower. Sudah menjadi kebiasaan sejak kecil. Sedingin apa pun cuaca di pagi hari, ia tidak pernah mau mandi dengan air hangat dan ini berlangsung sampai ia dewasa.

  • TURUN RANJANG   Ardhi Prasetyo

    Ardhi adalah sosok laki-laki yang sangat passionate dalam bekerja. Disiplin adalah motto hidupnya. Dan ia mewajibkan itu menjadi motto pegawai di kantornya. Sekali melanggar kedislipinan yang laki-laki itu terapkan, bisa dipastikan karirnya akan langsung tamat saat itu juga. Karena kedislipinan inilah yang semakin memajukan perusahaan. Para karyawan sudah terbiasa dengan ritme kerja Ardhi Prasetyo meski laki-laki berusia tiga puluh dua tahun itu baru menduduki posisinya sebagai CEO sejak setahun yang lalu, menggantikan Randi Prasetyo, sang ayah yang terkena stroke dan sampai kini hanya bisa beraktivitas seperti sedia kala. Separuh tubuhnya lumpuh hingga ke mana-mana harus duduk di atas kursi roda selama sisa hidupnya.Kedatangan Ardhi di kantor pusat yang berada di daerah Sudirman−pada sebuah gedung tinggi di lantai 30−disambut para pegawai yang berjumlah enam belas−delapan pegawai laki-laki dan delapan pegaw

  • TURUN RANJANG   Perjodohan Konyol

    Pulang ke rumah itu artinya Ardhi siap mendengarkan omelan sang ibu yang katanya rindu kepada anaknya yang jarang pulang. Padahal hampir setiap dua minggu sekali Ardhi menyempatkan untuk pulang ke rumah untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu yang katanya kesepian.“Boy! I miss you soooo much!”Itu adalah teriakan dari seorang wanita berusia hampir enam puluh tahun. Tampilan wanita itu begitu anggun dan rapi. Tubuh sintalnya terbalut terusan selutut sederhana yang berwarna merah muda. Meski terlihat sederhana, namun semua orang tahu bahwa harga dari baju itu jelas tidak murah. Rambut pendek sebatas bahu yang sebagian sudah memutih itu tertata rapi. Tampilan sederhana tapi berkelas. Itulah definisi yang cocok untuk wanita yang biasa dipanggil Ardhi dengan sebutan Ibu. Mantan aktris terkenal pada zamannya. Selia Prasetyo, istri tercinta ayahnya.“I miss you too, Ibu!” Ardhi

  • TURUN RANJANG   Rahasia Masa Lalu

    Selia menatap Ardhi dengan tatapan yang penuh kekecewaan. Keluarga Tarendra sudah pergi sejak setengah jam yang lalu, namun Ardhi dan kedua orang tuanya belum beranjak dari posisi masing-masing.“Ibu dan Ayah kenapa nggak bilang sama saya dulu tentang hal ini?” tanya Ardhi dengan menahan kesal.“Seharusnya kamu sudah paham, Ardhi. Dua bulan lagi rapat direksi. Kamu sudah harus bertunagan sebelum itu kalau tidak mau menyerahkan posisimu sebagai CEO," ujar Selia dengan gusar.Ardhi tak gentar dan menatap ibunya tanpa berkedip. “Tidak akan ada pertunangan, Bu. Saya tidak berniat menikahi Thalia.”“Cepat atau lambat kamu tetap akan menikah. Dengan Thalia atau bukan," tegas Selia. Wanita paruh baya itu pun menatap anak semata wayangnya dengan ketegasan yang nyata.Ardhi menautkan jari-jemarinya. "Saya tahu, Bu. Kalau sudah saatnya menikah, saya akan

  • TURUN RANJANG   Teman Baru

    Sera tersenyum lebar saat menginjakkan kaki di sebuah rumah minimalis bergaya bohemian bercat cokelat yang di depannya terdapat berbagai tanaman bunga yang amat sangat cantik. Sera bisa mengenali beberapa jenis bunga di sana.Di antaranya ada bunga krisan, mawar dengan berbagai jenis warna, lili, gerbera, carnation, matahari, gardenia, daffodil, dan hydrangea. Sudah seperti toko bunga saja. Sera tersenyum. Terasa sangat menyejukkan mata.Tempat kursus merangkai bunga itu terlihat lengang. Sera membuka pintu dan langsung terdengar lonceng di atasnya.Di ruangan yang cukup lebar itu tertata beberapa baris meja yang di setiap mejanya terdapat bunga-bunga yang sempat Sera lihat di depan. Sudah ada empat orang perempuan yang datang. Sera tersenyum menyapa mereka.“Mau ikut kursus merangkai bunga juga?” tanya perempuan yang mengenakan jilbab berwarna merah muda.“Iya,” jawab

  • TURUN RANJANG   Pelampiasan

    Sera kaget saat masuk ke dalam apartemen dan mendapati Ardhi tertidur di sofa dalam posisi duduk. Laki-laki itu masih mengenakan baju kerja yang sama dengan yang ia kenakan tadi pagi. Bahkan sepatunya tidak dilepas. Benar-benar kebiasaan yang sesungguhnya tidak Sera sukai. Namun, Sera jelas tak punya kuasa untuk meminta Ardhi untuk menuruti wanita itu agar mau melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tepat berada di dekat pintu masuk. Bisa-bisa Sera malah disembur dengan kata-kata menyakitkan karena laki-laki itu tidak suka diatur.Tidak suka diatur tapi hobinya mengatur orang lain. Yah, begitulah Ardhi.Sera geleng-geleng kepala kecil melihat Ardhi di posisi itu, kemudian memilih untuk langsung ke kamar untuk bersih-bersih badan yang terasa lengket dan gerah karena keringat. Meninggalkan Ardhi yang masih lelap bahkan saar Sera keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah segar.Menuju ke dapur, Sera membuka kul

  • TURUN RANJANG   Makan Malam Gagal

    Keanehan Ardhi masih belum usai. Laki-laki itu mengatakan akan tetap tinggal dan tidur di apartemen lagi. Laki-laki itu bahkan menwarakan untuk makan malam bersama setelah berhubungan seks yang luar biasa sore tadi.Sera bingung bagaimana caranya menolak. Karena sebagian besar hatinya mengaminkan keberadaan Ardhi di apartemen ini adalah jawaban dari Tuhan atas doanya yang mengharapkan pernikahan yang normal. Ya, Sera sedikit merevisi doanya. Tidak lagi mengharapkan pernikahan yang harmonis, namun cukup sebuah pernikahan normal seperti saat ini. Dengan Sera yang duduk berseberangan dengan Ardhi di pantry.Mereka memutuskan makan di pantry karena Sera protes saat Ardhi mengusulkan makan di ruang makan. Ruangan yang masih ada jejak-jejak percintaan, setidaknya di kepala Sera yang makin ternodai.“Mendapat pelajaran apa saja tadi?”“Hah?”“Tadi kamu bilang pergi kurs

  • TURUN RANJANG   Rasa yang Masih Ada

    “Hasan ke mana?” tanya Ardhi melihat ke sekeliling. Mood-nya menurun drastis ketika ia sampai di kantor dan tidak menemukan keberadaan Hasan padahal sudah hampir pukul setengah sembilan. Jelas saja Ardhi sewot, mobilitas di kantor itu sudah harus aktif sejak pukul delapan dan saat ini sudah lewat dari setengah jam namun batang hidung Hasan belum tampak juga. “Masih di perjalanan, Pak. Kendaraannya sempat mogok,” “Alasan basi. Awas saja, setelah ini saya pecat dia!”Ardhi berdecak malas. Baru kemarin dirinya menggebu karena ingin segera mencalonkan Hasan menjadi Manajer Pemasaran, hari ini rasanya Ardhi ingin membatalkan niatnya itu karena kesal. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menunggui anak buahnya itu padahal sudah ia ingatkan kemarin untuk ikut melakukan kunjungan ke mall yang berada di Kelapa Gading. Mall yang resmi dibuka saat Ardhi ditunjuk sebagai CEO menggantikan ayah

Bab terbaru

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa [2] - (END)

    “Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa

    Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng

  • TURUN RANJANG   This Means War

    Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad

  • TURUN RANJANG   DEAR PEMBACA

    Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up [2]

    “Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up

    Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h

  • TURUN RANJANG   The Day [2]

    “Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n

  • TURUN RANJANG   The Day

    Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser

  • TURUN RANJANG   Before The Day

    Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me

DMCA.com Protection Status