“Hasan ke mana?” tanya Ardhi melihat ke sekeliling. Mood-nya menurun drastis ketika ia sampai di kantor dan tidak menemukan keberadaan Hasan padahal sudah hampir pukul setengah sembilan. Jelas saja Ardhi sewot, mobilitas di kantor itu sudah harus aktif sejak pukul delapan dan saat ini sudah lewat dari setengah jam namun batang hidung Hasan belum tampak juga. “Masih di perjalanan, Pak. Kendaraannya sempat mogok,” “Alasan basi. Awas saja, setelah ini saya pecat dia!”Ardhi berdecak malas. Baru kemarin dirinya menggebu karena ingin segera mencalonkan Hasan menjadi Manajer Pemasaran, hari ini rasanya Ardhi ingin membatalkan niatnya itu karena kesal. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menunggui anak buahnya itu padahal sudah ia ingatkan kemarin untuk ikut melakukan kunjungan ke mall yang berada di Kelapa Gading. Mall yang resmi dibuka saat Ardhi ditunjuk sebagai CEO menggantikan ayah
Orang suruhan Ardhi benar-benar datang saat Sera baru saja selesai mandi dan berpakaian. Sera kira hanya akan ada satu orang, tetapi ternyata yang datang ada tiga orang. Mereka semua laki-laki dan dua di antaranya adalah orang yang sama dengan laki-laki yang mendatangi rumah Sera beberapa minggu lalu bersama Adi.Sera juga mengira bahwa pakaian yang dimaksud Ardhi hanya satu atau dua koper. Ternyata lebih dari itu. Meskipun begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena wardrobe room yang terisi pakaian-pakaian Sera itu masih kosong separo. Lebih tepatnya sengaja dikosongkan. Sera pun tidak keberatan karena sebagian besar pakaian yang awalnya ada di sana itu kelewat seksi dan Sera benar-benar malas untuk mengenakannya.“Maaf, Bu, kami izin masuk,” ucap salah satu dari ketiga laki-laki−yang berambut cepak dengan garis muka sangar−dengan gerakan yang sopan.“Silakan masuk.”
Ardhi mendapat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Selia. Juga belasan panggilan tak terjawab dari ibunya itu namun sebisa mungkin Ardhi abaikan. Ardhi tahu pasti kalau ibunya hanya akan mengomel masalah pembatalan perjodohan sepihak yang dilakukan oleh Ardhi melalui Adi.Saat ini, Ardhi sedang berada di sebuah bar. Memesan satu ruang VVIP ditemani berbotol-botol bir yang ia minum sendiri. Dengan harapan dengan masuknya alkohol itu ke dalam tubuhnya bisa membuatnya merasa nyaman dan bisa menghapus tiga sosok wanita yang membuatnya hampir gila. Yang pertama adalah Arunika.Pertemuan siang tadi membuat mood Ardhi jatuh hingga saat ini, menjelang tengah malam.“Wanita sialan!” teriaknya menggema dalam ruang lebar itu.Ardhi meneguk bir langsung dari botolnya lalu membanting botol itu hingga mengenai tembok dan pecah berkeping-keping.Ia sangat frustrasi karena bayangan senyum Arunika terus melekat di kepala. Sudah ia usir berkali-kali namu
Ardhi masuk ke unit apartemennya yang berada di lantai 22 dengan langkah gontai. Begitu ia masuk, ia langsung disambut oleh kegelapan. Tangannya kemudian meraba-raba tembok untuk mencari saklar. Saat tangannya sudah menmukan apa yang dia cari, beberapa detik kemudian lampu menyala terang. Mmebuat Ardhi leluasa melihat sekitar.Setelah melepas sepatu dengan asal, Ardhi kembali melangkahkan kaki dengan gontai, langsung menuju ke tempat tidur.Berbeda dengan apartemen super mewah yang ditempati Sera, apartemen ini bertipe studio. Apartemen yang tidak cukup luas itu hanya terdiri dari satu ruangan tanpa tembok pemisah kecuali untuk kamar mandi. Ruangan itu cukup sempit dengan posisi ranjang berada di dekat tembok lalu diberi sekat lemari untuk memisahkan area tempat tidur dengan ruang TV. Di sebelah ruang TV terdapat pantry yang menyatu dengan dapur mini. Dapur yang nyaris tidak pernah Ardhi gunakan. Ardhi hanya sering menggunakan pantry untuk menyeduh teh atau meracik kop
Hari Kamis tiba dan ini adalah hari pertama Sera akan mengunjungi panti jompo. Terbangun dengan tanpa Ardhi di sisinya setelah dua hari berturut-turut tidur di atas ranjang yang sama membuat perasaan aneh di hati Sera menguat.Menyebalkan sekali rasanya ketika tahu bahwa perasaan aneh itu adalah bagian dari sedikit rasa kehilangan yang sempat hadir saat Ardhi pamit pergi entah ke mana.Sera turun menuju lobi apartemen. Menuju sebuah mobil yang disiapkan oleh Adi lengkap dengan supirnya, yang akan mengantarkan Sera pergi.“Selamat pagi, Bu Sera,” sapa supir yang tampak seusia Ardhi. Masih muda dan gagah.Laki-laki itu bersikap sangat sopan dengan membukakan pintu belakang untuk Sera dengan gerakan yang luwes. Tampak sangat terbiasa.Sera masuk dengan kikuk setelah menjawab sapaan itu dengan ramah. Meski suasana hatinya sedang aneh, ia tidak akan memperlakukan orang yang sudah baik padanya dengan bersikap sebaliknya.“Ke pant
Tidak sesuai waktu yang disebutkan Sera tadi pagi, wanita itu baru keluar dari gerbang panti jompo Mawar Melati saat sudah menunjukkan pukul lima sore. Satu jam lebih lambat dari yang seharusnya karena ada perayaan ulang tahun salah satu penghuni panti dan acara berlangsung lebih lama dari yang telah diperkirakan.Mobil yang tadi mengantarkan Sera sudah stand by di seberang jalan. Dan saat Sera menyeberang, Yuanda keluar dari mobil. Membukakan pintu mobil untuk Sera, masih dengan gerakan luwes yang Sera kagumi.“Kamu sampai sini jam berapa, Yuanda? Nunggu lama?” tanya Sera begitu sudah menemukan posisi duduk yang nyaman dan mengenakan sabuk pengaman.“Saya tidak menunggu lama, Bu,” jawab Yuanda sambil tersenyum kecil. Kemudian melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk keluar dari jalanan yang tidak terlalu lebar itu untuk menuju jalan besar dan ikut berbaur dalam kemacetan dengan kendaran-kendaran lain.Sera tahu kalau
Ardhi yang sempat berkata, “Saya nggak akan ke sini selama beberapa hari,” itu berlarut menjadi satu minggu. Satu minggu berganti menjadi dua minggu.Selama itulah Ardhi belum menyambangi Sera ke apartemen lagi. Semuanya kembali seperti di awal. Sera tidak tahu apa-apa. Sama sekali tidak tahu Ardhi ada di mana dan sedang sibuk apa.Padahal sebenarnya mudah saja bagi Sera kalau ingin menemukan keberadaan Ardhi. Ada Adi yang masih intens menghubunginya. Mengirimkan pesan-pesan larangan dan peringatan yang dititahkan langsung oleh Ardhi. Adi juga rutin menanyakan kebutuhan sehari-harinya meski Sera sudah berkali-kali mengatakan kalau ia bisa mengurus semuanya sendiri.Dari sekian banyaknya pesan yang Adi kirimkan, tidak ada satu pun yang menginformasikan tentang keberadaan maupun kesibukan Ardhi. Sera menyimpulkan bahwa Adi memang diperintahkan Ardhi hanya untuk memantau Sera. Sedangkan Sera dibiarkan menjadi satu-satunya yang dipantau kegiatan sehari-h
Sera menyalakan TV yang selama lebih dari satu bulan itu tidak pernah menyala. Selama tinggal di apartemen itu, ini baru pertama kalinya Sera menonton TV. Ia sedang sangat bosan. Hari ini ia memang tidak ada kegiatan ke mana-mana. Sera juga sedang tidak berminat mencoba resep baru. Membersihkan apartemen pun sudah ia lakukan tadi meski apartemennya tidak begitu kotor. Sera terlalu sering membersihkannya.Yang pertama keluar saat TV menyala adalah sebuah tayangan drama korea yang sudah pernah ia tonton. Sera langsung mengganti channel. Mencari-cari acara TV yang sekiranya menarik. Namun, tidak ada satu pun yang membuatnya berminat. Sera sudah berniat untuk mematikan TV saat sebuah tayangan yang membahas tentang bisnis menghentikan gerakan jari Sera memencet remote.Dalam tayangan itu, ada Ardhi Prasetyo di sana.Di sebuah acara TV yang khusus mengundang pengusaha-pengusaha sukses. Laki-laki itu saat ini sedang diwawancarai oleh presenter yang cukup terkenal di Indonesia.
“Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat
Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng
Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad
Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan
“Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se
Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h
“Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n
Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser
Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me