Beranda / Romansa / TURUN RANJANG / Ardhi Prasetyo

Share

Ardhi Prasetyo

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ardhi adalah sosok laki-laki yang sangat passionate dalam bekerja. Disiplin adalah motto hidupnya. Dan ia mewajibkan itu menjadi motto pegawai di kantornya. Sekali melanggar kedislipinan yang laki-laki itu terapkan, bisa dipastikan karirnya akan langsung tamat saat itu juga. Karena kedislipinan inilah yang semakin memajukan perusahaan. Para karyawan sudah terbiasa dengan ritme kerja Ardhi Prasetyo meski laki-laki berusia tiga puluh dua tahun itu baru menduduki posisinya sebagai CEO sejak setahun yang lalu, menggantikan Randi Prasetyo, sang ayah yang terkena stroke dan sampai kini hanya bisa beraktivitas seperti sedia kala. Separuh tubuhnya lumpuh hingga ke mana-mana harus duduk di atas kursi roda selama sisa hidupnya.

Kedatangan Ardhi di kantor pusat yang berada di daerah Sudirman−pada sebuah gedung tinggi di lantai 30−disambut para pegawai yang berjumlah enam belas−delapan pegawai laki-laki dan delapan pegawai perempuan−dalam balutan pakaian yang rapi. Mereka berjajar di lorong masuk, membungkuk ke depan sekitar 15 derajat kemiringan.

“Selamat pagi," ucap Ardhi kepada para pegawai yang menyambut kedatangannya. 

Di luar dugaan, wajah kaku dan dingin yang selalu menjadi wajah sehari-hari Ardhi itu sedikit mengendur. Mengulas senyum yang begitu tipis di bibir setelah mengucapkan selamat pagi. Para pegawainya membalas dengan ucapan selamat pagi yang lebih lantang dan kompak.

Setelah duduk nyaman di kursi kebesarannya, tangannya terulur, meminta Adi menyerahkan tab yang menampilkan indeks saham hari ini. Keluarga Ardhi Prasetyo tidak hanya dikenal sebagai kelurga pengusaha kelapa sawit, namun juga sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Kalau ditotal, keluarga Ardhi Prasetyo memiliki tujuh belas mall besar yang tersebar di kota-kota di seluruh negeri.

Ardhi menggumam begitu melihat layar tab. Meski perusahaannya mengalami kenaikan saham sebanyak dua persen, Prasetyo Grup masih betah bertahan di posisi dua sejak berminggu-minggu yang lalu. Posisi pertama masih di tempati oleh Sinuaji Grup yang bergerak dalam bisnis bidang pariwisata dan perhotelan.

“Hari ini ada pertemuan penting yang harus saya hadiri?” tanya Ardhi sembari menyerahkan tab ke arah Adi.

“Hanya ada satu meeting penting, Pak. Pagi ini pukul sepuluh untuk membahas pembukaan cabang baru di Surabaya. Selebihnya saya bisa meng-handle pekerjaan Bapak.” Adi menjawab dengan lugas. “Setelah makan siang, Bapak akan dijemput oleh supir yang akan mengantarkan Bapak sampai ke rumah.”

“Nanti malam saya ada janji bertemu orang,” protes Ardhi. “Saya pulang ke rumah dengan mobil saya saja. Tanpa sopir,” titah laki-laki itu kemudian.

Adi tersenyum tipis dan mengangguk. “Baik, Pak.”

Setelah obrolan singkat dengan Adi terhenti, suara ketukan pintu terdengar, kemudian masuk seorang laki-laki muda yang membawa tumpukan kertas yang sudah dijilid.

“Saya mau menyerahkan beberapa berkas yang perlu ditanda tangani, Pak,” ucap laki-laki muda itu.

Meski berhadapan dengan dua lelaki sangar yang memiliki muka siap tempur, laki-laki muda itu tidak gentar. Adalah hasil dari tempaan Ardhi saat laki-laki muda itu masih menjadi pegawai magang dan Ardhi masih menjadi Direktur Pemasaran.

Ardhi menggerakkan tangan, yang menjadi tanda untuk laki-laki muda itu membuka berkas yang ia tempeli dengan pembatas berwarna-warni. Meletakkannya di meja pada sudut yang pas, tepat di depan Ardhi.

“Besok kamu ikut saya meninjau mall di Kelapa Gading,” ucap Ardhi sembari membubuhkan tanda tangan basah.

“Saya, Pak?” Laki-laki itu menunjuk dirinya dengan bingung.

“Kenapa? Tidak mau?” decak Ardhi.

“Mau, Pak!”

Ardhi memicing kesal. Benar bahwa laki-laki muda di depannya itu adalah juniornya yang cukup ia sukai karena keuletannya dalam bekerja. Namun, tidak jarang laki-laki muda itu agak 'lemot' seperti sekarang ini.

“Kamu sudah jadi mendaftar menjadi member golf di Pondok Indah?” tanya Ardhi kemudian. Lanjut menandatangani halaman lain dari berkas yang diajukan laki-laki muda itu.

“Belum, Pak.”

“Kenapa belum?” protes Ardhi dengan geram. Ia kembali mengangkat kepala dan menghunus tatapan tajam. Merasa kesal karena perintahnya diabaikan anak buahnya. “Saya sudah menyuruh kamu mendaftar sejak bulan lalu.”

Laki-laki muda itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia meringis, menunjukkan raut bingungnya. “Saya masih tidak tahu alasan saya mendaftar. Saya bahkan tidak bisa bermain golf," ujaraya mencari alasan. 

"Saya tahu kamu tidak bisa bermain golf." Ardhi menghela napas lelah. “Saya minta kamu mendaftar supaya bisa belajar. Adi bisa carikan kamu tutor.”

“Untuk apa, Pak?”

“Memangnya kamu mau tetap menjadi pegawai dengan level seperti sekarang untuk bertahun-tahun ke depan? Atua mungkin seumur hidupmu?” cecar Ardhi.

Semua berkas sudah ditandatangani. Dan Ardhi belum mau membiarkan laki-laki muda itu pergi.

“Tentu tidak, Pak. Saya jelas ingin mengembangkan karir saya.”

“Di luar kantor saya?”

“Eh? Maaf, Pak.” Laki-laki muda itu kembali kebingungan.

Ardhi menyandarkan punggung di kursi kemudian melipat lengan di depan dada. “Kenapa minta maaf? Saya cuma tanya.”

“Bukan begitu, Pak.”

“Pokoknya kamu segera daftar dan belajar supaya tidak malu-maluin kalau nanti kamu diangkat jadi manajer," ujar Ardhi yang mulai hilang kesabaran.

“Saya? Jadi manajer?”

“Kenapa? Keberatan? Tidak sanggup?”

Benar-benar sikap yang menjengkelkan. Di balik sikap dinginnya ternyata Ardhi cukup cerewet.

“Bukan, Pak.”

Ardhi berdecak. “Sudah sana kamu keluar. Waktu saya terbuang sia-sia hanya untuk membujuk kamu join member golf.”

“Saya akan mendaftar hari ini, Pak. Saya janji,” ujar laki-laki muda itu dengan membungkukkan badan tanda hormat lalu keluar ruangan dengan langkah tegap percaya diri.

Namanya Hasan Rukmana. Satu-satunya pegawai yang menjadi favoritnya karena semangat juang yang tinggi, juga keteguhan dan ketangkasannya dalam bekerja.

“Adi, kamu bantu Hasan untuk beradaptasi. Sebelum rapat direksi dua bulan lagi, saya mau Hasan sudah siap untuk dicalonkan sebagai Manajer Pemasaran.”

Adi mengangguk dengan sopan. Tanpa perlu diperintah dua kali, ia akan langsung melaksanakan titah atasannya.

Ardhi kembali melihat bursa saham dan memikirkan strategi yang sekiranya bisa mendongkrak bisnisnya dan menjadi yang pertama. Rasanya ia sungguh geram terus berada di bawah Grup Sinuaji.

"Maaf, Pak Ardhi. Ibu Sera baru saja mengabari saya kalau beliau pergi untuk ikut kursus merangkai bunga," kata Adi.

Ardhi melirik sekilas ke arah Adi yang tadinya sudah keluar ruangannya itu kini kembali masuk.

"Biarkan saja."

"Apa saya perlu mengirimkan pengawal untuk memantau Ibu Sera?" tanya Adi kemudian.

Ardhi berpikir sejenak sebelum menjawab, "Tidak perlu. Bilang saja kalau dia harus mengabari setelah selesai kursus."

"Mengabari Bapak?" tanya Adi.

"Mengabari kamu, Adi," geram Ardhi. "Saya mungkin akan agak lama di rumah orang tua saya nanti."

"Baik, Pak."

Ardhi mengangguk. "Ya sudah, kamu boleh keluar."

"Meeting akan berlangsung pukul sepuluh ya, Pak. Masih ada tiga puluh menit untuk bersiap-siap. Bapak butuh kopi?" tawar Adi sebelum beranjak. Pasalnya hari ini Ardhi sama sekali tidak meminta Adi untuk menyiapkan kopi.

"Saya sudah minum kopi di rumah," jawab Ardhi cuek.

Adi mengangguk paham dan keluar ruangan dengan senyum terkulum. Atasannya yang terkenal dingin itu tidak sadar kalau dia baru saja mengatakan 'rumah' untuk menyebut apartemennya yang ditempati Sera. Sebuah kemajuan yang membuat Adi sedikit lega karena atasannya memang tidak seburuk itu. Laki-laki berhati dingin itu hanya sedang membentengi diri agar tidak kembali terluka karena seorang wanita. Adi berharap kehadiran Sera di hidup Ardhi akan terus memberikan pengaruh yang positif.

Adi duduk di kursi kerjanya lalu mengeluarkan ponsel dari saku. Ia mengetikkan balasan untuk Sera yang tadi sempat mengiriminya pesan.

Adi Kurniaawan

Bu Sera, tolong kabari ke mana saja Anda akan singgah hari ini.

Jawaban dari Sera datang dua menit kemudian.

Ibu Sera

Ardhi bilang apa?

Adi Kurniawan

Beliau mengizinkan Ibu pergi asal tetap mengabari saya

Ibu Sera

Baiklah. Terima kasih, Adi.

Adi Kurniawan

Sama-sama, Bu.

Kalau butuh jemputan saya bisa mengirim supir untuk Ibu.

Ibu Sera

Nggak perlu. Saya lebih suka naik taksi.

Adi Kurniawan

Baik Bu.

Dan begitulah akhir dari percakapan singkat antara Adi dan Sera melalui pesan. Adi sudah menyelesaikan titah Ardhi dengan baik.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Jess
berarti ardhi nanti juga bisa kena stroke
goodnovel comment avatar
Mikayla Azahra
Suka kebalik nyebut nama terus aku nya hehe . Adi sama ardhi .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • TURUN RANJANG   Perjodohan Konyol

    Pulang ke rumah itu artinya Ardhi siap mendengarkan omelan sang ibu yang katanya rindu kepada anaknya yang jarang pulang. Padahal hampir setiap dua minggu sekali Ardhi menyempatkan untuk pulang ke rumah untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu yang katanya kesepian.“Boy! I miss you soooo much!”Itu adalah teriakan dari seorang wanita berusia hampir enam puluh tahun. Tampilan wanita itu begitu anggun dan rapi. Tubuh sintalnya terbalut terusan selutut sederhana yang berwarna merah muda. Meski terlihat sederhana, namun semua orang tahu bahwa harga dari baju itu jelas tidak murah. Rambut pendek sebatas bahu yang sebagian sudah memutih itu tertata rapi. Tampilan sederhana tapi berkelas. Itulah definisi yang cocok untuk wanita yang biasa dipanggil Ardhi dengan sebutan Ibu. Mantan aktris terkenal pada zamannya. Selia Prasetyo, istri tercinta ayahnya.“I miss you too, Ibu!” Ardhi

  • TURUN RANJANG   Rahasia Masa Lalu

    Selia menatap Ardhi dengan tatapan yang penuh kekecewaan. Keluarga Tarendra sudah pergi sejak setengah jam yang lalu, namun Ardhi dan kedua orang tuanya belum beranjak dari posisi masing-masing.“Ibu dan Ayah kenapa nggak bilang sama saya dulu tentang hal ini?” tanya Ardhi dengan menahan kesal.“Seharusnya kamu sudah paham, Ardhi. Dua bulan lagi rapat direksi. Kamu sudah harus bertunagan sebelum itu kalau tidak mau menyerahkan posisimu sebagai CEO," ujar Selia dengan gusar.Ardhi tak gentar dan menatap ibunya tanpa berkedip. “Tidak akan ada pertunangan, Bu. Saya tidak berniat menikahi Thalia.”“Cepat atau lambat kamu tetap akan menikah. Dengan Thalia atau bukan," tegas Selia. Wanita paruh baya itu pun menatap anak semata wayangnya dengan ketegasan yang nyata.Ardhi menautkan jari-jemarinya. "Saya tahu, Bu. Kalau sudah saatnya menikah, saya akan

  • TURUN RANJANG   Teman Baru

    Sera tersenyum lebar saat menginjakkan kaki di sebuah rumah minimalis bergaya bohemian bercat cokelat yang di depannya terdapat berbagai tanaman bunga yang amat sangat cantik. Sera bisa mengenali beberapa jenis bunga di sana.Di antaranya ada bunga krisan, mawar dengan berbagai jenis warna, lili, gerbera, carnation, matahari, gardenia, daffodil, dan hydrangea. Sudah seperti toko bunga saja. Sera tersenyum. Terasa sangat menyejukkan mata.Tempat kursus merangkai bunga itu terlihat lengang. Sera membuka pintu dan langsung terdengar lonceng di atasnya.Di ruangan yang cukup lebar itu tertata beberapa baris meja yang di setiap mejanya terdapat bunga-bunga yang sempat Sera lihat di depan. Sudah ada empat orang perempuan yang datang. Sera tersenyum menyapa mereka.“Mau ikut kursus merangkai bunga juga?” tanya perempuan yang mengenakan jilbab berwarna merah muda.“Iya,” jawab

  • TURUN RANJANG   Pelampiasan

    Sera kaget saat masuk ke dalam apartemen dan mendapati Ardhi tertidur di sofa dalam posisi duduk. Laki-laki itu masih mengenakan baju kerja yang sama dengan yang ia kenakan tadi pagi. Bahkan sepatunya tidak dilepas. Benar-benar kebiasaan yang sesungguhnya tidak Sera sukai. Namun, Sera jelas tak punya kuasa untuk meminta Ardhi untuk menuruti wanita itu agar mau melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tepat berada di dekat pintu masuk. Bisa-bisa Sera malah disembur dengan kata-kata menyakitkan karena laki-laki itu tidak suka diatur.Tidak suka diatur tapi hobinya mengatur orang lain. Yah, begitulah Ardhi.Sera geleng-geleng kepala kecil melihat Ardhi di posisi itu, kemudian memilih untuk langsung ke kamar untuk bersih-bersih badan yang terasa lengket dan gerah karena keringat. Meninggalkan Ardhi yang masih lelap bahkan saar Sera keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah segar.Menuju ke dapur, Sera membuka kul

  • TURUN RANJANG   Makan Malam Gagal

    Keanehan Ardhi masih belum usai. Laki-laki itu mengatakan akan tetap tinggal dan tidur di apartemen lagi. Laki-laki itu bahkan menwarakan untuk makan malam bersama setelah berhubungan seks yang luar biasa sore tadi.Sera bingung bagaimana caranya menolak. Karena sebagian besar hatinya mengaminkan keberadaan Ardhi di apartemen ini adalah jawaban dari Tuhan atas doanya yang mengharapkan pernikahan yang normal. Ya, Sera sedikit merevisi doanya. Tidak lagi mengharapkan pernikahan yang harmonis, namun cukup sebuah pernikahan normal seperti saat ini. Dengan Sera yang duduk berseberangan dengan Ardhi di pantry.Mereka memutuskan makan di pantry karena Sera protes saat Ardhi mengusulkan makan di ruang makan. Ruangan yang masih ada jejak-jejak percintaan, setidaknya di kepala Sera yang makin ternodai.“Mendapat pelajaran apa saja tadi?”“Hah?”“Tadi kamu bilang pergi kurs

  • TURUN RANJANG   Rasa yang Masih Ada

    “Hasan ke mana?” tanya Ardhi melihat ke sekeliling. Mood-nya menurun drastis ketika ia sampai di kantor dan tidak menemukan keberadaan Hasan padahal sudah hampir pukul setengah sembilan. Jelas saja Ardhi sewot, mobilitas di kantor itu sudah harus aktif sejak pukul delapan dan saat ini sudah lewat dari setengah jam namun batang hidung Hasan belum tampak juga. “Masih di perjalanan, Pak. Kendaraannya sempat mogok,” “Alasan basi. Awas saja, setelah ini saya pecat dia!”Ardhi berdecak malas. Baru kemarin dirinya menggebu karena ingin segera mencalonkan Hasan menjadi Manajer Pemasaran, hari ini rasanya Ardhi ingin membatalkan niatnya itu karena kesal. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menunggui anak buahnya itu padahal sudah ia ingatkan kemarin untuk ikut melakukan kunjungan ke mall yang berada di Kelapa Gading. Mall yang resmi dibuka saat Ardhi ditunjuk sebagai CEO menggantikan ayah

  • TURUN RANJANG   Asing

    Orang suruhan Ardhi benar-benar datang saat Sera baru saja selesai mandi dan berpakaian. Sera kira hanya akan ada satu orang, tetapi ternyata yang datang ada tiga orang. Mereka semua laki-laki dan dua di antaranya adalah orang yang sama dengan laki-laki yang mendatangi rumah Sera beberapa minggu lalu bersama Adi.Sera juga mengira bahwa pakaian yang dimaksud Ardhi hanya satu atau dua koper. Ternyata lebih dari itu. Meskipun begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena wardrobe room yang terisi pakaian-pakaian Sera itu masih kosong separo. Lebih tepatnya sengaja dikosongkan. Sera pun tidak keberatan karena sebagian besar pakaian yang awalnya ada di sana itu kelewat seksi dan Sera benar-benar malas untuk mengenakannya.“Maaf, Bu, kami izin masuk,” ucap salah satu dari ketiga laki-laki−yang berambut cepak dengan garis muka sangar−dengan gerakan yang sopan.“Silakan masuk.”

  • TURUN RANJANG   Penolakan

    Ardhi mendapat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Selia. Juga belasan panggilan tak terjawab dari ibunya itu namun sebisa mungkin Ardhi abaikan. Ardhi tahu pasti kalau ibunya hanya akan mengomel masalah pembatalan perjodohan sepihak yang dilakukan oleh Ardhi melalui Adi.Saat ini, Ardhi sedang berada di sebuah bar. Memesan satu ruang VVIP ditemani berbotol-botol bir yang ia minum sendiri. Dengan harapan dengan masuknya alkohol itu ke dalam tubuhnya bisa membuatnya merasa nyaman dan bisa menghapus tiga sosok wanita yang membuatnya hampir gila. Yang pertama adalah Arunika.Pertemuan siang tadi membuat mood Ardhi jatuh hingga saat ini, menjelang tengah malam.“Wanita sialan!” teriaknya menggema dalam ruang lebar itu.Ardhi meneguk bir langsung dari botolnya lalu membanting botol itu hingga mengenai tembok dan pecah berkeping-keping.Ia sangat frustrasi karena bayangan senyum Arunika terus melekat di kepala. Sudah ia usir berkali-kali namu

Bab terbaru

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa [2] - (END)

    “Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa

    Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng

  • TURUN RANJANG   This Means War

    Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad

  • TURUN RANJANG   DEAR PEMBACA

    Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up [2]

    “Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up

    Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h

  • TURUN RANJANG   The Day [2]

    “Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n

  • TURUN RANJANG   The Day

    Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser

  • TURUN RANJANG   Before The Day

    Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me

DMCA.com Protection Status