Share

Teman Baru

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sera tersenyum lebar saat menginjakkan kaki di sebuah rumah minimalis bergaya bohemian bercat cokelat yang di depannya terdapat berbagai tanaman bunga yang amat sangat cantik. Sera bisa mengenali beberapa jenis bunga di sana.

Di antaranya ada bunga krisan, mawar dengan berbagai jenis warna, lili, gerbera, carnation, matahari, gardenia, daffodil, dan hydrangea. Sudah seperti toko bunga saja. Sera tersenyum. Terasa sangat menyejukkan mata.

Tempat kursus merangkai bunga itu terlihat lengang. Sera membuka pintu dan langsung terdengar lonceng di atasnya.

Di ruangan yang cukup lebar itu tertata beberapa baris meja yang di setiap mejanya terdapat bunga-bunga yang sempat Sera lihat di depan. Sudah ada empat orang perempuan yang datang. Sera tersenyum menyapa mereka.

“Mau ikut kursus merangkai bunga juga?” tanya perempuan yang mengenakan jilbab berwarna merah muda.

“Iya,” jawab Sera dengan sopan. Ia memperkenalkan diri sambil menyalami satu per satu.

“Ini pertama kalinya ikut, ya?” Perempuan tinggi kurus dengan rambut hitam lurus ganti bertanya.

“Benar. Saya baru pindah ke daerah dekat sini.” Sera tersenyum lagi. Entahlah, rasanya ia cukup lega karena bisa keluar apartemen tanpa berat hati meski pagi tadi kepergian Ardhi yang agak mengesalkan itu sempat membuat Sera badmood.

“Ikut suami?” Perempuan berjilbab pink tadi kembali bertanya.

“Saya sudah terlihat seperti perempuan bersuami, ya?” canda Sera meski hatinya agak tercubit saat ditanya seperti itu.

Sejujurnya Sera hanya sedang kebingungan harus menjawab apa. Ingin ia mengakui kalau ia memang sudah tidak lajang lagi, namun Ardhi sudah memperingatkan untuk tidak mengungkap jati dirinya sebagai istri seorang Ardhi Prasetyo di depan orang lain.

“Biasanya yang datang ke sini itu perempuan bersuami yang ditinggal suami bekerja dan belum memiliki anak, Mbak Sera,” ujar perempuan berjilbab kuning cerah yang duduk agak jauh dari Sera.

“Sebenarnya saya baru lulus kuliah dan masih menganggur. Jadi meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang saya suka. Kebetulan saya suka bunga,” kata Sera akhirnya.

Sera cukup berterima kasih karena mereka tidak banyak bertanya dan lebih fokus membahas tentang bunga. Hingga beberapa menit kemudian para peserta yang ikut kursus lebih banyak yang datang. Beserta sera, jumlah peserta kursus itu ada enam belas orang. Sesuai jadwal yang dibuat oleh pemilik tempat itu karena ruangan yang terbatas. Sera mengambil kursus seminggu sekali pada hari Rabu dan peserta yang ikut untungnya baik-baik. Suasana yang tercipta juga menyenangkan.

“Selamat pagi, semuanya. Perkenalkan nama saya Yasmin. Saya di sini yang akan mengajari peserta kursus di sini menggantikan Ibu Mira yang sedang tida bisa hadir karena baru saja melahirkan beberapa hari yang lalu,” ucap tutor bernama Yasmin yang secantik bunga melati itu

Dalam perkenalan singkat itu Yasmin menyebutkan bawa dirinya seorang florist yang mempunya toko bunga di beberapa cabang di kota Jakarta dan di Bandung.

“Hari ini sesuai data ada empat peserta baru, ya. Sebelum kita merangkai bunga yang sudah saya siapkan di atas meja, saya mau memberikan dasar-dasar merangkai bunga terlebih dahulu…”

Dan tiga jam, Sera begitu fokus dengan bunga-bunga di depannya. Menikmati semua arahan tutor yang menjelaskan dan mengajari dengan begitu sabar.

Sera yang masih awam dengan kegiatan merangkai bunga itu pun bisa menyelesaikan satu buket yang cantik. Sera mendokumentasikan hasil rangkain bunga krisan, mawar, dan carnation itu dari beberapa sudut hingga mendapat hasil foto yang bagus.

“Mbak Sera setelah ini mau ke mana?” tanya Aila, perempuan berjilbab merah muda yang pembawaannya sangat ramah dan humble. Pada pertemuan pertama itu Aila langsung menawarkan pertemanan.

“Mau cari makan siang lalu pulang.”

“Mau makan siang di mana Mbak? Boleh bareng?”

Aila memanggil Sera dengan sebutan ‘Mbak’ karena ia lebih mudah tiga tahun. Meski masih belia, perempuan itu sudah menikah selama hampir enam bulan.

“Aku cari kafe yang nggak terlalu rame,” jawab Sera. Ia menggunakan kata ganti ‘aku’ karena Aila yang pertama memulai, jadi Sera ikut menyesuaikan agar tidak terkesan tak acuh.

“Aku tahu kafe di sekitar sini yang cukup enak makanannya dan nggak terlalu ramai, ke sana sama aku, ya, Mbak?” tawar Aila dengan senyum terpatri. Sera tidak kuasa menolak.

Dengan berjalan kaki, mereka sampai di kafe bernama Camellia. Bangunan mungil yang tempatnya asri. Sera takjub menemukan tempat cantik itu di pelosok Jakarta.

Mereka masuk ke dalam kafe dan disuguhi dekorasi ruangan yang hangat. Lantunan musik klasik menyambut kedatangan Sera dan Aila. Hanya ada beberapa pengunjung berkelompok di beberapa meja dan itu membuat Sera cukup senang. Belakangan ini, ia menjadi lebih suka tempat sepi.

“Bagus tempatnya,” komentar Sera dengan senyum kecil di bibir.

Aila ikut tersenyum karena kafe pilihannya tidak mengecewakan Sera.

Mereka langsung duduk di meja kosong dekat jendela yang terbuka, menampilkan deretan bunga-bunga yang tertanam di beberapa pot di luar kafe.

“Menu paling enak apa, Ai?” tanya Sera saat membaca buku menu yang menampilkan berbagi jenis makanan dan minuman.

“Tenderloin steak-nya enak banget, Mbak. Menu paling laris di sini.”

Sera manggut-manggut. “Kamu pelanggang di sini?”

Aila tersenyum menunjukkan gigi-gigi kelincinya. “Iya, Mbak. Dulu ketemu suamiku juga di sini.”

Bibir Sera tertarik ke atas. “Sepertinya kehidupan pernikahan kamu seru, ya? Kamu terlihat bahagia.”

Aila, perempuan yang masih belia itu kembali tersenyum. “Jadinya mau pesan apa, Mbak?”

“Terderloin steak aja deh. Minumnya es lemon tea.”

“Siap, Mbak. Biar aku yang pesan. Mbak Sera duduk saja,” ucap Aila menawarkan diri. Perempuan itu dengan gesit berdiri menuju bagian pemesanan.

Tidak sampai tiga puluh menit pesanan diantar. Mereka pun menyantap makan siang dengan tenang. Tidak ada percakapan selama lima belas menit mereka menghabiskan makan siang.

“Enak banget,” gumam Sera setelah menandaskan satu porsi tenderloin steak yang dimasak medium rare dan menghabiskan satu gelas es lemon tea yang terasa menyegarkan.

“Syukurlah kalau Mbak Sera suka,” timpal Aila. Semetara perempuan itu memesan chicken steak dan es caramel latte yang juga sudah tandas.

“Rasanya menikah gimana, Ai?” tanya Sera beberapa saat setelah mereka terdiam.

“Menyenangkan, Mbak. Aku menikahi seseorang yang sepuluh tahun lebih tua. Dia sangat dewasa dan mengayomi. Aku dibimbing dan ditemani dia dengan sabar untuk menjadi dewasa. Kadang rasanya masih seperti mimpi setiap kali aku membuka mata dan di sisiku ada laki-laki yang berstatus suamiku, Mbak.” Aila tersenyum. Matanya menerawang. “Meski aku menikah dengan dijodohkan oleh orang tua kami, tapi aku tetap bahagia dan ridho. Mencintai suamiku adalah berkah yang diberikan Tuhan untukku, Mbak. Aku bersyukur bertemu dengan laki-laki sebaik suamiku.”

Sera iri. Amat sangat iri meski ia tahu, bahwa sebahagia apa pun Aila, pasti tetap ada halang rintang dan usaha-usaha yang tidak mudah untuk membangung kehidupan rumah tangganya agar menjadi harmonis.

“Menikah itu seru, Mbak,” sambung Aila lagi. “Pada satu bulan pertama menikah dengan suamiku, rasanya masih sangat canggung. Mau melakukan apa-apa malu rasanya. Tidur pun kadang masih nggak nyenyak karena sudah nggak sendiri lagi di satu tempat tidur. Aku sampai mengusahakan untuk bangun pagi sebelum suamiku bangun karena nggak enak kalau bangunnya lebih dulu suami. Tapi lama-lama berubah juga, aku bangun semaunya kalau lagi capek.”

Aila tertawa dan ceritanya terjeda selama beberapa saat sebelum kembali berlanjut. “Aku pernah nggak sengaja buang gas di dekat suamiku dan saking malunya aku sampai nangis, Mbak. Padahal suamiku memaklumi. Pernah juga suatu hari aku abis makan jengkol yang dibawain ibu mertuaku, aku belum sempat sikat gigi waktu suamiku pulang dari kerja dan mencium bibirku. Dia muntah-muntah setelahnya karena nggak tahan bau jengkol dan memang nggak suka makanan itu.”

Cerita-cerita kehidupan rumah tangga Aila itu terus berlanjut hingga kedunya kembali memesan minuman karena tertahan di tempat itu lebih dari dua jam.

Pukul setengah tiga sore, Aila dan Sera berpisah di depan kafe Camellia. Sera pergi naik taksi untuk kembali ke apartemen setelah mengabari Adi. Saat selesai kursus merangkai bunga tadi, ia kelupaan untuk mengirim pesan ke Adi dan ternyata laki-laki itu pun tak menanyakan keberadaannya.

Dalam perjalanan menuju apartemen, Sera terjebak macet karena ada sebuah kecelakaan yang terjadi beberapa ratus meter di depannya. Kabarnya sebuah truk tronton terguling dan butuh waktu yang lama untuk mendongkrak dan menepikan truk tersebut. Jalanan yang kebetulan satu arah itu membuat taksi yang ditumpangi Sera tidak bisa bergerak lebih dari satu jam.

Saat taksi dan mobil-mobil yang terjebak mobil itu akhirnya bisa bergerak, sebuah pesamn dari Adi membuat Sera menghela napas.

Adi Kurniawan

Bu Sera, kalau sudah tidak ada urusan di luar segera pulang ya, Bu.

Bapak Ardhi mencari Ibu.

Sera mengabaikan pesan itu dan membuang pandangan keluar jendela.

Bayangan akan kehidupan pernikahan Aila yang harmonis menyeruak di kepalanya. Kembali menumbuhkan rasa iri yang menekan dada.

Tak bisa dipungkiri, Sera juga menginginkan pernikahan yang harmonis.

to be continued.

Komen (26)
goodnovel comment avatar
Herniwati Nani
mantul banget ceritanya sy sk
goodnovel comment avatar
Erniela Saja
masih menunggu cerita selanjutnya.. dan sedikit bingung dengan judul dan bbrp bab awal yg blm ada bayangan sedikit pun ke arah judul hehehe...
goodnovel comment avatar
Ayu Syargawi
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • TURUN RANJANG   Pelampiasan

    Sera kaget saat masuk ke dalam apartemen dan mendapati Ardhi tertidur di sofa dalam posisi duduk. Laki-laki itu masih mengenakan baju kerja yang sama dengan yang ia kenakan tadi pagi. Bahkan sepatunya tidak dilepas. Benar-benar kebiasaan yang sesungguhnya tidak Sera sukai. Namun, Sera jelas tak punya kuasa untuk meminta Ardhi untuk menuruti wanita itu agar mau melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tepat berada di dekat pintu masuk. Bisa-bisa Sera malah disembur dengan kata-kata menyakitkan karena laki-laki itu tidak suka diatur.Tidak suka diatur tapi hobinya mengatur orang lain. Yah, begitulah Ardhi.Sera geleng-geleng kepala kecil melihat Ardhi di posisi itu, kemudian memilih untuk langsung ke kamar untuk bersih-bersih badan yang terasa lengket dan gerah karena keringat. Meninggalkan Ardhi yang masih lelap bahkan saar Sera keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah segar.Menuju ke dapur, Sera membuka kul

  • TURUN RANJANG   Makan Malam Gagal

    Keanehan Ardhi masih belum usai. Laki-laki itu mengatakan akan tetap tinggal dan tidur di apartemen lagi. Laki-laki itu bahkan menwarakan untuk makan malam bersama setelah berhubungan seks yang luar biasa sore tadi.Sera bingung bagaimana caranya menolak. Karena sebagian besar hatinya mengaminkan keberadaan Ardhi di apartemen ini adalah jawaban dari Tuhan atas doanya yang mengharapkan pernikahan yang normal. Ya, Sera sedikit merevisi doanya. Tidak lagi mengharapkan pernikahan yang harmonis, namun cukup sebuah pernikahan normal seperti saat ini. Dengan Sera yang duduk berseberangan dengan Ardhi di pantry.Mereka memutuskan makan di pantry karena Sera protes saat Ardhi mengusulkan makan di ruang makan. Ruangan yang masih ada jejak-jejak percintaan, setidaknya di kepala Sera yang makin ternodai.“Mendapat pelajaran apa saja tadi?”“Hah?”“Tadi kamu bilang pergi kurs

  • TURUN RANJANG   Rasa yang Masih Ada

    “Hasan ke mana?” tanya Ardhi melihat ke sekeliling. Mood-nya menurun drastis ketika ia sampai di kantor dan tidak menemukan keberadaan Hasan padahal sudah hampir pukul setengah sembilan. Jelas saja Ardhi sewot, mobilitas di kantor itu sudah harus aktif sejak pukul delapan dan saat ini sudah lewat dari setengah jam namun batang hidung Hasan belum tampak juga. “Masih di perjalanan, Pak. Kendaraannya sempat mogok,” “Alasan basi. Awas saja, setelah ini saya pecat dia!”Ardhi berdecak malas. Baru kemarin dirinya menggebu karena ingin segera mencalonkan Hasan menjadi Manajer Pemasaran, hari ini rasanya Ardhi ingin membatalkan niatnya itu karena kesal. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menunggui anak buahnya itu padahal sudah ia ingatkan kemarin untuk ikut melakukan kunjungan ke mall yang berada di Kelapa Gading. Mall yang resmi dibuka saat Ardhi ditunjuk sebagai CEO menggantikan ayah

  • TURUN RANJANG   Asing

    Orang suruhan Ardhi benar-benar datang saat Sera baru saja selesai mandi dan berpakaian. Sera kira hanya akan ada satu orang, tetapi ternyata yang datang ada tiga orang. Mereka semua laki-laki dan dua di antaranya adalah orang yang sama dengan laki-laki yang mendatangi rumah Sera beberapa minggu lalu bersama Adi.Sera juga mengira bahwa pakaian yang dimaksud Ardhi hanya satu atau dua koper. Ternyata lebih dari itu. Meskipun begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena wardrobe room yang terisi pakaian-pakaian Sera itu masih kosong separo. Lebih tepatnya sengaja dikosongkan. Sera pun tidak keberatan karena sebagian besar pakaian yang awalnya ada di sana itu kelewat seksi dan Sera benar-benar malas untuk mengenakannya.“Maaf, Bu, kami izin masuk,” ucap salah satu dari ketiga laki-laki−yang berambut cepak dengan garis muka sangar−dengan gerakan yang sopan.“Silakan masuk.”

  • TURUN RANJANG   Penolakan

    Ardhi mendapat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Selia. Juga belasan panggilan tak terjawab dari ibunya itu namun sebisa mungkin Ardhi abaikan. Ardhi tahu pasti kalau ibunya hanya akan mengomel masalah pembatalan perjodohan sepihak yang dilakukan oleh Ardhi melalui Adi.Saat ini, Ardhi sedang berada di sebuah bar. Memesan satu ruang VVIP ditemani berbotol-botol bir yang ia minum sendiri. Dengan harapan dengan masuknya alkohol itu ke dalam tubuhnya bisa membuatnya merasa nyaman dan bisa menghapus tiga sosok wanita yang membuatnya hampir gila. Yang pertama adalah Arunika.Pertemuan siang tadi membuat mood Ardhi jatuh hingga saat ini, menjelang tengah malam.“Wanita sialan!” teriaknya menggema dalam ruang lebar itu.Ardhi meneguk bir langsung dari botolnya lalu membanting botol itu hingga mengenai tembok dan pecah berkeping-keping.Ia sangat frustrasi karena bayangan senyum Arunika terus melekat di kepala. Sudah ia usir berkali-kali namu

  • TURUN RANJANG   Malam Tanpamu

    Ardhi masuk ke unit apartemennya yang berada di lantai 22 dengan langkah gontai. Begitu ia masuk, ia langsung disambut oleh kegelapan. Tangannya kemudian meraba-raba tembok untuk mencari saklar. Saat tangannya sudah menmukan apa yang dia cari, beberapa detik kemudian lampu menyala terang. Mmebuat Ardhi leluasa melihat sekitar.Setelah melepas sepatu dengan asal, Ardhi kembali melangkahkan kaki dengan gontai, langsung menuju ke tempat tidur.Berbeda dengan apartemen super mewah yang ditempati Sera, apartemen ini bertipe studio. Apartemen yang tidak cukup luas itu hanya terdiri dari satu ruangan tanpa tembok pemisah kecuali untuk kamar mandi. Ruangan itu cukup sempit dengan posisi ranjang berada di dekat tembok lalu diberi sekat lemari untuk memisahkan area tempat tidur dengan ruang TV. Di sebelah ruang TV terdapat pantry yang menyatu dengan dapur mini. Dapur yang nyaris tidak pernah Ardhi gunakan. Ardhi hanya sering menggunakan pantry untuk menyeduh teh atau meracik kop

  • TURUN RANJANG   Aktivitas Baru

    Hari Kamis tiba dan ini adalah hari pertama Sera akan mengunjungi panti jompo. Terbangun dengan tanpa Ardhi di sisinya setelah dua hari berturut-turut tidur di atas ranjang yang sama membuat perasaan aneh di hati Sera menguat.Menyebalkan sekali rasanya ketika tahu bahwa perasaan aneh itu adalah bagian dari sedikit rasa kehilangan yang sempat hadir saat Ardhi pamit pergi entah ke mana.Sera turun menuju lobi apartemen. Menuju sebuah mobil yang disiapkan oleh Adi lengkap dengan supirnya, yang akan mengantarkan Sera pergi.“Selamat pagi, Bu Sera,” sapa supir yang tampak seusia Ardhi. Masih muda dan gagah.Laki-laki itu bersikap sangat sopan dengan membukakan pintu belakang untuk Sera dengan gerakan yang luwes. Tampak sangat terbiasa.Sera masuk dengan kikuk setelah menjawab sapaan itu dengan ramah. Meski suasana hatinya sedang aneh, ia tidak akan memperlakukan orang yang sudah baik padanya dengan bersikap sebaliknya.“Ke pant

  • TURUN RANJANG   Kenangan

    Tidak sesuai waktu yang disebutkan Sera tadi pagi, wanita itu baru keluar dari gerbang panti jompo Mawar Melati saat sudah menunjukkan pukul lima sore. Satu jam lebih lambat dari yang seharusnya karena ada perayaan ulang tahun salah satu penghuni panti dan acara berlangsung lebih lama dari yang telah diperkirakan.Mobil yang tadi mengantarkan Sera sudah stand by di seberang jalan. Dan saat Sera menyeberang, Yuanda keluar dari mobil. Membukakan pintu mobil untuk Sera, masih dengan gerakan luwes yang Sera kagumi.“Kamu sampai sini jam berapa, Yuanda? Nunggu lama?” tanya Sera begitu sudah menemukan posisi duduk yang nyaman dan mengenakan sabuk pengaman.“Saya tidak menunggu lama, Bu,” jawab Yuanda sambil tersenyum kecil. Kemudian melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk keluar dari jalanan yang tidak terlalu lebar itu untuk menuju jalan besar dan ikut berbaur dalam kemacetan dengan kendaran-kendaran lain.Sera tahu kalau

Bab terbaru

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa [2] - (END)

    “Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa

    Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng

  • TURUN RANJANG   This Means War

    Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad

  • TURUN RANJANG   DEAR PEMBACA

    Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up [2]

    “Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up

    Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h

  • TURUN RANJANG   The Day [2]

    “Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n

  • TURUN RANJANG   The Day

    Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser

  • TURUN RANJANG   Before The Day

    Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me

DMCA.com Protection Status