Beranda / Romansa / TURUN RANJANG / Perjodohan Konyol

Share

Perjodohan Konyol

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pulang ke rumah itu artinya Ardhi siap mendengarkan omelan sang ibu yang katanya rindu kepada anaknya yang jarang pulang. Padahal hampir setiap dua minggu sekali Ardhi menyempatkan untuk pulang ke rumah untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu yang katanya kesepian.

“Boy! I miss you soooo much!”

Itu adalah teriakan dari seorang wanita berusia hampir enam puluh tahun. Tampilan wanita itu begitu anggun dan rapi. Tubuh sintalnya terbalut terusan selutut sederhana yang berwarna merah muda. Meski terlihat sederhana, namun semua orang tahu bahwa harga dari baju itu jelas tidak murah. Rambut pendek sebatas bahu yang sebagian sudah memutih itu tertata rapi. Tampilan sederhana tapi berkelas. Itulah definisi yang cocok untuk wanita yang biasa dipanggil Ardhi dengan sebutan Ibu. Mantan aktris terkenal pada zamannya. Selia Prasetyo, istri tercinta ayahnya.

I miss you too, Ibu!” Ardhi menyongsong Ibu dengan langkah-langkah besar agar bisa segera memeluk sang ibu yang membukakan pintu rumah sebesar istana itu.

Meski rumah sebesar istana, nyatanya Selia itu tidak mau merepotkan asisten rumah tangganya untuk membukakan pintu. Simpel saja, ia lebih suka menyambut anaknya tanpa interupsi siapa-siapa.

“Ayo, masuk. Ibu sudah masak banyak untukmu dibantu sama koki spesial," ucap Selia dengan senyum misterius yang terulas di bibir.

“Koki spesial? Siapa?” Ardhi mengernyit tidak mengerti. Pasalnya setiap ia pulang ke rumah, Selia biasa dibantu oleh asisten rumah tangga kalau sedang ingin memasak. Selia juga tidak akan repot memanggil koki hanya untuk makan siang.

Selia tersenyum lebar. Sangat lebar hingga membuat Ardhi semakin penasaran. Juga ada perasaan tidak enak di dada yang membayangi. Ardhi paling malas dengan kejutan yang disiapkan ibunya itu.

“Ayah tidur, Bu?” tanya Ardhi ketika mereka menuju ruang makan. Mereka berdua melewati ruang tamu yang super lebar, berjalan ke sisi kiri rumah yang hanya dibatasi oleh lemari-lemari besar berisi buku dan vas berisi bunga-bunga segar yang setiap hari diganti.

“Sudah menunggu di ruang makan.”

Benar-benar hal yang tidak biasa. Semenjak terkena stroke, Randi jarang mau makan di ruang makan lagi. Laki-laki itu lebih suka makan−disuapi oleh sang istri tentu saja−di taman belakang rumah sambil menunggui ikan-ikan di kolam yang ia ternak.

Ardhi dan Selia sampai di ruang makan yang di sana sudah ada beberapa orang. Randi duduk di ujung meja di atas kursi roda elektrik yang dudukannya cukup tinggi sehingga posisinya terlihat cukup jelas.

Di sisi kiri Randi, pada deret kursi kayu itu terduduk tiga orang. Sepasang suami istri yang sudah sangat Ardhi kenal. Mereka adalah Bayu Tarendra dan Ayudia Tarendra. Pasangan itu mengapit seorang wanita yang juga sudah Ardhi kenal baik. Thalia Tarendra. Anak tunggal pasangan Tarendra yang merupakan rekan bisnis ayahnya.

Ardhi menyalami Randi dan pasangan Tarendra dengan sopan. Sementara dengan Thalia, ia membiarkan pipinya dicium wanita itu.

“Yang dimaksud Ibu koki spesial itu Thalia, ya?” tanya Ardhi setelah bergabung dengan mereka.

Thalia Tarendra adalah chef terkenal yang wajahnya bisa dilihat di televisi pada acara Master Cooking. Wanita berdarah Minang dan Jerman itu lulusan Le Cordon Bleu Culinary Art. Sekolah kuliner terbaik di Prancis yang menjadi tujuan bagi mereka yang bercita-cita menjadi koki handal.

“Aku cuma bantu Tante Selia sedikit aja,” ucap Thalia dengan senyum terukir di bibir. Cantik sekali. Ardhi mengakui itu.

“Terima kasih,” kata Ardhi.

Di hadapan Ardhi terhidang beberapa masakan Indonesia yang menggugah seleranya. Di antaranya ada rendang, oncom Leunca, dan sop buntut untuk menu makan berat. Ketiganya adalah favorit Ardhi.

“Santai saja, Ardhi. Jangan terlalu formal. Pertemuan ini bukan untuk membahas bisnis,” ujar Bayu Tarendra.

Justru itulah yang membuat Ardhi gusar. Ardhi lebih mudah menghadapi orang-orang yang ingin berbisnis dan membangun relasi dengannya daripada membicarakan di luar itu. Lebih tepatnya Ardhi tidak suka berhubungan lebih dari sekadar menjadi relasi bisnis.

“Sebelum membahas yang lain, kita makan dulu saja. Kasihan putraku pasti sudah sangat kelaparan,” ucap Selia. Menahan semua ucapan penghuni ruangan itu.

Setelah acara makan siang yang berlangsung hening, mereka berpindah ke ruang keluarga. Ruangan yang sama besarnya dengan ruang tamu. Sofa-sofa besar dan mahal terhampar di tengah ruangan itu. Ada dua guci besar yang berada di pojok ruangan. Juga lemari dari kayu jati yang memuat penghargaan-penghargaan dan piala-piala yang diraih penghuni rumah itu.

“Ayah mau kamu segera menikah.” Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Randi yang diucapkan dengan terbata-bata.

“Saya dan ayahmu sepakat untuk menjodohkan kalian berdua,” sambung Bayu Tarendra. Kalian berdua yang dimaksud siapa lagi kalau bukan Ardhi dan Thalia? Hanya ada dua orang berbeda gender di antara mereka berenam. 

“Aku sudah menikah, Yah,” batin Ardhi menjerit. Kata-kata itu tidak bisa terucap. Benar-benar konyol. Ia memperlakukan seseorang yang ia sebut istri dengan begitu jahat dan hanya mengingatnya saat terpojok begini. Benar-benat tidak tahu diri.

Akhirnya Ardhi hanya memandang Randi dengan tatapan protes. Tatapannya tidak berhenti di ayahnya. Ia mengedarkan ke berpasang-pasang mata yang juga menatapnya dengan penuh harap.

Ternyata, hanya dirinya yang keberatan. Bahkan Thalia terlihat santai dan menerima dengan tangan terbuka.

“Maaf, apakah perjodohan ini sebagai syarat kerjasama Prasetyo dan Tarendra?” tanya Ardhi.

Ada suara kesiap dari bibir Selia dan Ayudia Tarendra. Tidak menyangka Ardhi mengajukan pertanyaan itu.

"Kenapa kamu bicara seperti itu, Nak?" Selia mencoba menenangkan anaknya yang terlihat menahan amarah. Matanya menjelaskan semua emosi itu.

"Ini terlalu mendadak," ucap Ardhi menahan geraman di bibir.

“Kalian berdua cocok dan dekat, bukan? Usia kalian pun sudah nggak muda lagi, sudah patut untuk membentuk sebuah keluarga. Kalian berdua sama-sama tidak memiliki kekasih, bukan?” Bayu Tarendra lagi-lagi angkat bicara. Mewakili Randi yang jelas kesulitan untuk membuka suara karena penyakitnya.

Ardhi menatap Thalia. Namun, wanita itu sama sekali tidak membantu. Ardhi merasa dijebak oleh orang tuanya sendiri dan juga keluarga Tarendra.

“Saya−”

“Tarendra membutuhkan penerus perusahaan," Bayu Tarendra memotong ucapan Ardhi, "kalau kamu menikah dengan Thalia, otomatis perusahaan Tarendra akan menjadi tanggungjawabmu. Thalia sudah benar-benar tidak bisa diharapkan sebagai penerus.”

Ardhi menyipitkan mata sembari berpikir cepat. “Bagaimana dengan sepupu-sepupu Thalia?”

“Tidak ada yang secakap kamu dalam bekerja, Ardhi. Thalia juga menyukaimu.”

Untuk hal ini, Ardhi tidak kaget. Thalia pernah menyatakan perasaannya kepada Ardhi setelah lulus dari sekolah kulinernya di Prancis beberapa tahun yang lalu. Namun, Ardhi tidak menerimanya karena sudah memiliki kekasih. Kalau saat itu Ardhi tidak memiliki kekasih pun Ardhi tetap akan menolak dengan halus. Ia tidak pernah menyukai Thalia sebagai seorang wanita. Thalia lebih seperti seorang adik baginya.

“Apakah saya punya pilihan untuk mempertimbangkan ini dulu sebelum saya setuju atau menolak?” tanya Ardhi. Ya, Ardhi punya beberapa pertimbangan yang perlu ia pikirkan matang-matang.

“Ardhi, kenapa ngomong begitu?” tegur Selia dengan muka penuh penyesalan yang ia tujukan untuk ketiga tamunya.

“Yah, tolong kasih saya waktu untuk memutuskan,” ucap Ardhi kepada Randi yang belum bersuara lagi. Ardhi mengabaikan teguran ibunya. Kemudian menatap keluarga Tarendra. “Maaf Om, Tante, dan Thalia. Bukan bermaksud tidak hormat, hanya saja saya terlalu terkejut dengan ini semua. Saya butuh waktu untuk mengambil keputusan.

Sebelum para orang tua kembali angkat suara, Thalia menengahi. "Ardhi benar. Dia butuh waktu," ujar Thalia dengan santun. Ia menatap Ardhi dengan tatapn lembut. "Maaf Ar, orang tua kita yang terlalu bersemangat. Kamu pikirkan dulu, ya. Aku bisa menunggu. Setelah kamu tenang dan bisa berpikir jernih, hubungi aku bisa kan? Kita bicarakan ini sama-sama."

Ardhi menyampaikan terima kasih untuk Thalia melalui matanya. Meski ia kesal karena Thalia terima-terima saja dengan perjodohan konyol ini, Ardhi tidak bisa marah terlalu lama. Ia sudah lama mengenal Thalia dan wanita itu adalah sosok yang baik. Kemungkinan besar Thalia sulit menolak permintaan orang tuanya yang ingin segera melihat anak satu-satunya itu menikah dan punya keturunan yang bisa mempertahankan nama Tarendra.

to be continued.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
paijah08771622
Kenapa Ardhi tak terus terang kalo sudah menikah diam diam , laki laki lembek.
goodnovel comment avatar
Bihan Ailya
minang hadir ...️......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • TURUN RANJANG   Rahasia Masa Lalu

    Selia menatap Ardhi dengan tatapan yang penuh kekecewaan. Keluarga Tarendra sudah pergi sejak setengah jam yang lalu, namun Ardhi dan kedua orang tuanya belum beranjak dari posisi masing-masing.“Ibu dan Ayah kenapa nggak bilang sama saya dulu tentang hal ini?” tanya Ardhi dengan menahan kesal.“Seharusnya kamu sudah paham, Ardhi. Dua bulan lagi rapat direksi. Kamu sudah harus bertunagan sebelum itu kalau tidak mau menyerahkan posisimu sebagai CEO," ujar Selia dengan gusar.Ardhi tak gentar dan menatap ibunya tanpa berkedip. “Tidak akan ada pertunangan, Bu. Saya tidak berniat menikahi Thalia.”“Cepat atau lambat kamu tetap akan menikah. Dengan Thalia atau bukan," tegas Selia. Wanita paruh baya itu pun menatap anak semata wayangnya dengan ketegasan yang nyata.Ardhi menautkan jari-jemarinya. "Saya tahu, Bu. Kalau sudah saatnya menikah, saya akan

  • TURUN RANJANG   Teman Baru

    Sera tersenyum lebar saat menginjakkan kaki di sebuah rumah minimalis bergaya bohemian bercat cokelat yang di depannya terdapat berbagai tanaman bunga yang amat sangat cantik. Sera bisa mengenali beberapa jenis bunga di sana.Di antaranya ada bunga krisan, mawar dengan berbagai jenis warna, lili, gerbera, carnation, matahari, gardenia, daffodil, dan hydrangea. Sudah seperti toko bunga saja. Sera tersenyum. Terasa sangat menyejukkan mata.Tempat kursus merangkai bunga itu terlihat lengang. Sera membuka pintu dan langsung terdengar lonceng di atasnya.Di ruangan yang cukup lebar itu tertata beberapa baris meja yang di setiap mejanya terdapat bunga-bunga yang sempat Sera lihat di depan. Sudah ada empat orang perempuan yang datang. Sera tersenyum menyapa mereka.“Mau ikut kursus merangkai bunga juga?” tanya perempuan yang mengenakan jilbab berwarna merah muda.“Iya,” jawab

  • TURUN RANJANG   Pelampiasan

    Sera kaget saat masuk ke dalam apartemen dan mendapati Ardhi tertidur di sofa dalam posisi duduk. Laki-laki itu masih mengenakan baju kerja yang sama dengan yang ia kenakan tadi pagi. Bahkan sepatunya tidak dilepas. Benar-benar kebiasaan yang sesungguhnya tidak Sera sukai. Namun, Sera jelas tak punya kuasa untuk meminta Ardhi untuk menuruti wanita itu agar mau melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tepat berada di dekat pintu masuk. Bisa-bisa Sera malah disembur dengan kata-kata menyakitkan karena laki-laki itu tidak suka diatur.Tidak suka diatur tapi hobinya mengatur orang lain. Yah, begitulah Ardhi.Sera geleng-geleng kepala kecil melihat Ardhi di posisi itu, kemudian memilih untuk langsung ke kamar untuk bersih-bersih badan yang terasa lengket dan gerah karena keringat. Meninggalkan Ardhi yang masih lelap bahkan saar Sera keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah segar.Menuju ke dapur, Sera membuka kul

  • TURUN RANJANG   Makan Malam Gagal

    Keanehan Ardhi masih belum usai. Laki-laki itu mengatakan akan tetap tinggal dan tidur di apartemen lagi. Laki-laki itu bahkan menwarakan untuk makan malam bersama setelah berhubungan seks yang luar biasa sore tadi.Sera bingung bagaimana caranya menolak. Karena sebagian besar hatinya mengaminkan keberadaan Ardhi di apartemen ini adalah jawaban dari Tuhan atas doanya yang mengharapkan pernikahan yang normal. Ya, Sera sedikit merevisi doanya. Tidak lagi mengharapkan pernikahan yang harmonis, namun cukup sebuah pernikahan normal seperti saat ini. Dengan Sera yang duduk berseberangan dengan Ardhi di pantry.Mereka memutuskan makan di pantry karena Sera protes saat Ardhi mengusulkan makan di ruang makan. Ruangan yang masih ada jejak-jejak percintaan, setidaknya di kepala Sera yang makin ternodai.“Mendapat pelajaran apa saja tadi?”“Hah?”“Tadi kamu bilang pergi kurs

  • TURUN RANJANG   Rasa yang Masih Ada

    “Hasan ke mana?” tanya Ardhi melihat ke sekeliling. Mood-nya menurun drastis ketika ia sampai di kantor dan tidak menemukan keberadaan Hasan padahal sudah hampir pukul setengah sembilan. Jelas saja Ardhi sewot, mobilitas di kantor itu sudah harus aktif sejak pukul delapan dan saat ini sudah lewat dari setengah jam namun batang hidung Hasan belum tampak juga. “Masih di perjalanan, Pak. Kendaraannya sempat mogok,” “Alasan basi. Awas saja, setelah ini saya pecat dia!”Ardhi berdecak malas. Baru kemarin dirinya menggebu karena ingin segera mencalonkan Hasan menjadi Manajer Pemasaran, hari ini rasanya Ardhi ingin membatalkan niatnya itu karena kesal. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menunggui anak buahnya itu padahal sudah ia ingatkan kemarin untuk ikut melakukan kunjungan ke mall yang berada di Kelapa Gading. Mall yang resmi dibuka saat Ardhi ditunjuk sebagai CEO menggantikan ayah

  • TURUN RANJANG   Asing

    Orang suruhan Ardhi benar-benar datang saat Sera baru saja selesai mandi dan berpakaian. Sera kira hanya akan ada satu orang, tetapi ternyata yang datang ada tiga orang. Mereka semua laki-laki dan dua di antaranya adalah orang yang sama dengan laki-laki yang mendatangi rumah Sera beberapa minggu lalu bersama Adi.Sera juga mengira bahwa pakaian yang dimaksud Ardhi hanya satu atau dua koper. Ternyata lebih dari itu. Meskipun begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena wardrobe room yang terisi pakaian-pakaian Sera itu masih kosong separo. Lebih tepatnya sengaja dikosongkan. Sera pun tidak keberatan karena sebagian besar pakaian yang awalnya ada di sana itu kelewat seksi dan Sera benar-benar malas untuk mengenakannya.“Maaf, Bu, kami izin masuk,” ucap salah satu dari ketiga laki-laki−yang berambut cepak dengan garis muka sangar−dengan gerakan yang sopan.“Silakan masuk.”

  • TURUN RANJANG   Penolakan

    Ardhi mendapat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Selia. Juga belasan panggilan tak terjawab dari ibunya itu namun sebisa mungkin Ardhi abaikan. Ardhi tahu pasti kalau ibunya hanya akan mengomel masalah pembatalan perjodohan sepihak yang dilakukan oleh Ardhi melalui Adi.Saat ini, Ardhi sedang berada di sebuah bar. Memesan satu ruang VVIP ditemani berbotol-botol bir yang ia minum sendiri. Dengan harapan dengan masuknya alkohol itu ke dalam tubuhnya bisa membuatnya merasa nyaman dan bisa menghapus tiga sosok wanita yang membuatnya hampir gila. Yang pertama adalah Arunika.Pertemuan siang tadi membuat mood Ardhi jatuh hingga saat ini, menjelang tengah malam.“Wanita sialan!” teriaknya menggema dalam ruang lebar itu.Ardhi meneguk bir langsung dari botolnya lalu membanting botol itu hingga mengenai tembok dan pecah berkeping-keping.Ia sangat frustrasi karena bayangan senyum Arunika terus melekat di kepala. Sudah ia usir berkali-kali namu

  • TURUN RANJANG   Malam Tanpamu

    Ardhi masuk ke unit apartemennya yang berada di lantai 22 dengan langkah gontai. Begitu ia masuk, ia langsung disambut oleh kegelapan. Tangannya kemudian meraba-raba tembok untuk mencari saklar. Saat tangannya sudah menmukan apa yang dia cari, beberapa detik kemudian lampu menyala terang. Mmebuat Ardhi leluasa melihat sekitar.Setelah melepas sepatu dengan asal, Ardhi kembali melangkahkan kaki dengan gontai, langsung menuju ke tempat tidur.Berbeda dengan apartemen super mewah yang ditempati Sera, apartemen ini bertipe studio. Apartemen yang tidak cukup luas itu hanya terdiri dari satu ruangan tanpa tembok pemisah kecuali untuk kamar mandi. Ruangan itu cukup sempit dengan posisi ranjang berada di dekat tembok lalu diberi sekat lemari untuk memisahkan area tempat tidur dengan ruang TV. Di sebelah ruang TV terdapat pantry yang menyatu dengan dapur mini. Dapur yang nyaris tidak pernah Ardhi gunakan. Ardhi hanya sering menggunakan pantry untuk menyeduh teh atau meracik kop

Bab terbaru

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa [2] - (END)

    “Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat

  • TURUN RANJANG   Menjadi Dewasa

    Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng

  • TURUN RANJANG   This Means War

    Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad

  • TURUN RANJANG   DEAR PEMBACA

    Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up [2]

    “Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se

  • TURUN RANJANG   Another Storm is Coming Up

    Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h

  • TURUN RANJANG   The Day [2]

    “Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n

  • TURUN RANJANG   The Day

    Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser

  • TURUN RANJANG   Before The Day

    Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me

DMCA.com Protection Status