Satu Bulan Kemudian Tak terasa, sudah satu bulan lebih Ayana menjalani kehidupan pernikahan dengan Arkan.Menjadi madu tak seperti dalam pikirannya sebelumnya, Alana yang masih julid dan tak terima dengan kehadiran dirinya, membuat Ayana sudah terbiasa menerima sikap Alana sampai detik ini.Semenjak malam penuh gairah waktu itu, perlahan-lahan Arkan mulai menaruh hati kepada Ayana. Namun, perasaannya disembunyikan dari istri pertamanya dan seolah Arkan masih bersikap biasa saja kepada Ayana.Malam-malam berikutnya Arkan selalu menghabiskan waktunya bersama dengan Ayana saat Alana tertidur pulas setelah mereka melakukan hubungan suami istri.Ayana yang memahami suaminya, tak keberatan jika dia harus bersikap seperti saat Arkan tak menaruh hati kepadanya.Keluarga Alvarendra kini tengah duduk di meja makan bersama, seperti biasanya mereka sedang sarapan pagi bersama.Mama Elly yang sudah mengharapkan Ayana akan segera mengandung anak Arkan, sepertinya harus menelan pil pahit setalah pe
Arkan benar-benar tak percaya dan begitu bahagia setelah mendengar kabar baik dari dokter yang menyatakan bahwa Ayana saat ini tengah hamil.Kini terlihat semua keluarga Arkan tampak bahagia dan mengucapkan selamat atas kehamilan Ayana.Namun, kebahagiaan mereka itu jelas berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Alana yang tak pernah menyangka jika Ayana saat ini tengah hamil anak Arkan padahal dia tau jika Arkan selalu tidur dengan dirinya.'Tidak, ini tidak mungkin terjadi, Mas Arkan selama ini selalu tidur bersama denganku,' gumam Alana dalam hati.Alana yang melihat seluruh keluarga Arkan tampak menyambut kehamilan Ayana, membuatnya benar-benar sangat cemburu dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Alana perlahan-lahan memundurkan langkah kakinya ke belakang dan keluar dari kamar Ayana dengan menahan rasa sakit hati yang dia rasakan.Alana berlari menuju ke arah kamarnya dan bergegas membuka sebuah kotak yang berisi batu ghaib tersebut.Alana tampak sedang bercerita tentang apa
Alana terpaku saat mendengar hal yang menyakitkan yang dikatakan oleh ibu mertuanya kepada dirinya.Kedua tangan mengepal dengan erat dengan wajah kini terlihat menahan amarah."Cukup Ma!" Alana mulai memprotes mama mertuanya tak terima dengan apa yang dikatakan olehnya.Mama Elly tampak tersenyum miring mendengar menantunya yang kini terlihat sudah mulai marah karena sindirannya."Kenapa? Apa ada yang salah dengan ucapanku? Jika kau tidak mandul, lantas kenapa selama dua tahun lebih, rahimmu tidak bisa mengandung anak dari putraku?" Alana tersentak dengan apa yang dikatakan oleh mama Elly, guratan wajahnya sudah terlihat kasar dengan dadanya sudah mulai naik turun menahan amarahnya.Mama Elly yang tau jika saat ini Alana tampak mulai marah, tak melanjutkan olokannya kepada menantunya yang tak bisa memenuhi harapan keluarga besarnya."Sudahlah, bagiku sekarang tidaklah penting kau mengandung apa tidak, Ayana sudah mewujudkan mimpi keluarga ini untuk memiliki keturunan," lanjut ucapa
Arkan semakin tersentak dengan apa yang dikatakan oleh mamanya saat ini, sejenak dia mulai merasakan ada sesuatu yang mengganjal dari peristiwa yang terjadi saat ini.Bi Ina yang kini membantu menyadarkan mama Elly dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an membuat Arkan mulai tertegun."Tuan, sebiknya Tuan memanggil Ustadz ke sini untuk membantu mengusir jin yang ada di rumah ini," Bi Ina memberi saran kepada Arkan agar dirinya mau memanggil seorang ustadz ke rumahnya."Aku akan memikirkan nanti, terima kasih sudah membantu menyadarkan mamaku saat ini," Arkan sedikit menolak saran bi Inah.Tak lama kemudian, Arkan menoleh ke arah mama Elly yang saat ini masih merancau sendiri."Mama, hentikan merancau seperti ini, Ma," Arkan berusaha menenangkan mamanya yang saat ini terlihat menatap kosong ke arah depannya."Kau harus menyingkirkan wanita itu, Arkan. Dia memiliki kekuatan setan jahat di tubuhnya. Alana adalah pengabdi setan," mama Elly merancau sambil menatap penuh wajah anaknya.Arka
Suara riuh terdengar seketika. Para tamu undangan dikejutkan dengan peristiwa yang sulit dipikirkan lewat nalar mereka.Wajah mama Elly memucat tatkala Alana mendesak masuk diantara para tamu yang saat itu berdesakan untuk melihat keadaan mama Elly yang masih mendelik dengan mulut menganga."Maaf, tolong jangan berkerumun di sini, silahkan keluar!" Pak Abraham tampak sedang mengusir para tamu yang saat itu tampak heran dan pemasaran dengan kondisi mama Elly yang kesurupan.Bi Ina yang dipanggil oleh Arkan untuk membacakan ayat kursi untuk mengusir setan yang mungkin berada di sana, tampak memucat dengan keringat yang sudah membasahi pelipisnya."Bi Inah, tolong bacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang kemarin Bibi bacakan untuk mama," pinta Arkan dengan mendekatkan bi Ina ke arah mama Elly.Tubuh bi Ina tampak bergetar ketika ia mendekati mama Elly yang tampak melotot ke atas dengan mulut masih menganga.Dengan wajah ketakutan bi Ina mencoba untuk membaca ayat suci Al-Qur'an tersebut.
Alana mulai marah ketika Bi Ina mencoba untuk menolong mama mertuanya saat ini. Namun, saat itu dia tidak ada pilihan lain kecuali harus menyingkir terlebih dahulu agar bisa melaksanakan rencananya untuk membawa Ayana pergi dari sana di saat Arkan hendak membaw pergi mama mertuanya ke pengobatan Rukiyah di suatu tempat.Alana lalu mulai meminta ijin kepada suaminya untuk pergi ke yayasan yatim piatu, di mana dulu dirinya tengah di besarkan di sana."Mas, aku ingin pergi," pamit Alana.Arkan menatap curiga, lalu dia bertanya kepada dirinya."Mau pergi kemana?" tanya Arkan dengan tatapan penuh menelisik."Mau pergi ke panti asuhan. Mau membagikan makanan untuk anak yatim di sana. Aku mau minta do'a untuk Ayana, agar dia dan bayinya sehat-sehat sampai hari kelahirannya," ucap Alana dengan tersenyum ke arahnya.Arkan seolah terenyuh mendengar apa yang dikatakan oleh Alana saat ini. Ia pun tanpa sadar mulai tersihir saat menatap kedua mata Alana."Baiklah, kalau begitu kamu hati-hati ya,"
Saat mobil itu melewati sebuah hutan kecil, tiba-tiba mobil itu berhenti di tengah jalan.Tampak pak Karto terlihat sangat heran. Beberapa kali dia memutar kincinya dan berusaha untuk menyalakan mesin mobilnya, tiba-tiba tidak bisa."Maaf Non, saya mau lihat kap mesin mobil dulu, barangkali ada yang bermasalah pada mesin mobilnya," ucap Pak Karto."Iya Mang, silahkan," jawab Ayana menatap wajah Pak Karto dari arah spion dalam mobilnya.Tak lama kemudian, pak Karto langsung bergegas keluar dan mulai membuka kap mesin mobilnya. Sementara itu, Ayana tampak sedang memutar musik pada benda pipihnya, tiba-tiba suasana diluar mulai berkabut, tampak jalanan semakin gelap, hingga terasa angin sepoi-sepoi menusuk kulit Ayana yang masih di dalam mobilnya.Ayana menoleh ke sekelilingnya, waktu sudah hampir mau magrib, suasana tampak sudah sangat sepi dan mulai gelap, tak ada cahaya lampu sebagai penerang.Bulu kuduk Ayana mulai meremang tatkala dia rasakan ada hiliran agin yang berhembus mengenai
Setelah membunuh dan menumbalkan Ayana dengan cara kejinya, Alana bergegas meninggalkan tempat tersebut dan membiarkan daging mayat itu dimakan belatung yang kini mulai hinggap di tubuh Ayana secara ghaib.Alana sekilas menatap tubuh Ayana sudah dimakan makhluk-makhluk melata itu, membuat dirinya tak tahan dan memuntahkan isi perutnya.Ia kemudian berlari meninggalkan gubug itu dengan membawa toples besar berisi janin Ayana di sana. Alana lalu berjalan menuju ke arah mobilnya dan kini membuka bagasi mobilnya dan diletakkan toples itu di sana. Untuk menghilangkan kecurigaan suaminya, dia pun kini menuju ke arah panti asuhan untuk memberikan beberapa kotak makanan untuk para anak yatim di sana tanpa merasa bersalah sedikitpun setelah apa yang dilakukan olehnya.Sementara itu, pak Karto yang sudah selesai membetulkan mesin mobilnya, segera menutup kap mobilnya. Karena kelamaan membetulkan kap mobilnya, membuat dirinya tidak sadar jika Ayana telah keluar dari dalam mobilnya.Pak Karto l
Setelah pemakaman Mbak Alana, kami pun mulai menjalani kehidupan normal seperti biasanya.Aku dan keluarga Mas Arkan memutuskan untuk menghibahkan rumah itu untuk dijadikan panti asuhan.Setelah itu, kami memutuskan untuk tinggal bersama menempati rumah baru kami yang cukup besar dan luas di pusat kota.Kehidupan kami pun sangat bahagia dan aku pun menunggu kelahiran anak kami yang pertama, tiga bulan lagi.Saat ini kami sedang melakukan tingkepan atau tujuh bulanan di rumah baru kami sekalian syukuran menempati rumah kami yang baru Aku sangat senang saat semua keluarga berkumpul di sini bersama penuh kebahagiaan.Kasus pembunuhan kak Ayana dan Rizka sudah ditutup, saat yang menjadi tersangka Mbak Alana sudah mendapatkan ganjaran terlebih dahulu atas perbuatannya.Hal-hal ghaib yang sengaja disembunyikan oleh Mbak Alana akhirnya dikeluarkan dari rumah lama kami dengan bantuan pak Ustaz.****Tiga Bulan Kemudian Akhirnya aku merasakan sesuatu pada jalan lahirku."Mas, perutku sangat
Arkan dan Alina tak bisa menyembunyikan rasa terkejut saat mereka menyaksikan kematian Alana yang begitu tragis di hadapan mereka. Batu ghaib yang selama ini dibawa oleh Alana, ternyata mempunyai kekuatan supranatural yang kerap kali membuat keanehan terjadi di rumah Arkan. Setelah berhasil menyelamatkan Alina, segera Arkan menghubungi Pak Miko untuk segera datang ke tempat kejadian. Di sana, Arkan menjelaskan dengan detail bagaimana kejadian tragis tersebut terjadi, merasa bersalah dan ingin menegaskan bahwa ini bukan salah siapa-siapa. Begitu banyak perasaan yang ingin ia ungkapkan. namun rasa haru sudah menghalangi kata-kata itu keluar. Arkan lantas mengajak Alina ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi kesehatannya dan juga calon bayi yang ada di dalam kandungannya. Hatinya sedikit lega melihat Alina masih bisa tersenyum walaupun sedih. "Semuanya sudah berakhir, kita sudah melewati ini bersama-sama, Alina," ucap Arkan dengan wajah penuh bahagia. Arkan merasa bersyukur bahwa m
Alana merasa mendapatkan kekuatan baru dalam dirinya setelah batu ghaib yang selama ini ia bawa mulai memberikan pengaruh tak terduga. Seolah-olah ada dorongan besar dari dalam diri untuk mencari sasaran baru. Alana berjalan menuju sebuah parkiran yang agak sepi. Di sana, tak sengaja ia bertemu dengan seorang lelaki yang tampak hendak masuk ke dalam mobilnya. Melihat kecantikan Alana yang luar biasa, seketika lelaki itu pun melupakan rencananya untuk masuk ke dalam mobilnya, dan bergegas mendekati Alana, mencoba untuk berkenalan dengan dirinya. "Apakah dia sudah mulai tertarik kepada diriku, sehingga dia datang mendekati diriku?" batin Alana, merasa senang karena akan ada yang menjadi mangsanya.Entah mengapa, pada saat itu Alana merasa ada sesuatu yang berbeda. Sesosok makhluk ghaib seakan berkumpul di dalam tubuhnya, memberikan semacam keberanian dan kekuatan yang misterius. Lelaki itu tampak tersenyum mesum ke arahnya sambil bertanya, "Mbak, mau kemana? Apa boleh aku antarkan
Rencana jahat Mbak Alana ternyata gagal, semua berkat Mas Arkan yang secara kebetulan mengangkat teleponku dan berhasil melacak keberadaanku melalui jaringan seluler. Entah mengapa, saat itu ada perasaan lega sekaligus rasa khawatir yang menghantui pikiranku, beruntunglah Mas Arkan akhirnya datang tepat waktu dan segera menolongku.Sementara itu, Mas Arkan mengejar Mbak Alana dan berteriak memanggil Mbak Alana yang mencoba melarikan diri dari sini."Alana! Jangan lari!" teriak Mas Arkan, menghentikan mbak Alana yang semakin melangkahkan kakinya jauh.Tak lama kemudian, terdengar langkah kakinya yang semakin mendekat, dan ternyata itulah Mas Arkan, yang kembali ke pondok setelah gagal mengejar Mbak Alana."Kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Arkan dengan wajah cemas sekaligus lega, sambil segera membuka ikatan tanganku. "Aku baik-baik saja, Mas. Tapi, tolong bantu Pak Dwi," pintaku sembari merasakan napas yang terengah-engah, dan mulai turun dari ranjang bambu tempatku terikat. Dengan sig
Sepanjang jalan aku mulai banyak berpikir tentang keadaan Alina. Entah apa yang terjadi dengan dirinya saat ini, ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? gumamku dalam hati.Aku sangat mencemaskan Alina, ingin rasanya aku segera sampai di sana.Beberapa saat kemudian handphone milikku berdering kembali.KringSegera aku memasang bluetooth di telingaku dan mendengar teriakan Alina yang saat itu terdengar memilukan.***Aku terseret dengan kasar oleh Mbak Alana, ke arah suatu tempat yang tak aku kenal. Hatiku berdebar kencang saat kami semakin dalam memasuki hutan dan akhirnya sampai di sebuah pondok tua yang tampak terlantar.Saat itulah, pikiranku berlari cepat mencari cara untuk menyelamatkan diri.Aku mengumpulkan keberanian saat Mbak Alana lengah membuka pintu pondok itu.Tangan ku bergetar, saat aku terburu-buru mengambil ponsel dalam tas milikku, tapi akhirnya aku berhasil menggenggam ponsel dan menekan nomor Mas Arkan, yang sudah aku simpan dalam mode speed dial."Ya Allah, semoga
Aku terkejut saat mendengar apa yang diungkapkan oleh Mbak Alana. Sebuah perasaan takut dan panik mulai merayapi hatiku kala mendengar apa yang dikatakan oleh Mbak Alana."Apa maksudmu, Mbak? Apakah ini sengaja kau rencanakan?" tanyaku dengan suara gemetar dan tubuh yang bergetar.Mbak Alana terdiam, wajahnya tertunduk, tapi ada senyuman tipis di sudut bibirnya yang terlihat.Saat itulah aku merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarku, seperti adanya suatu kehadiran yang tidak biasa. Angin bertiup kencang, menggetarkan jendela mobilku, seolah menegaskan kekhawatiranku. Bulu kudukku berdiri, ketakutan mulai menguasai pikiranku."Apakah ini sebuah pertanda ada makhluk lain di sini? Apakah ada sesuatu yang ingin memberitahuku lewat angin ini?" batinku, sementara aku merasa semakin kalut dengan situasi yang terjadi. Aku mencoba merenung sejenak, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana aku harus menghadapinya. Tak ada yang lebih penting bagi ku saat ini selain menenangkan dir
Mendengar rintihan Mbak Alana, seketika hatiku merasa iba padanya. Aku pun langsung menolong Mbak Alana yang saat itu sedang duduk kesakitan. Tanpa menaruh curiga, aku membantunya berdiri dan menanyakan keadaannya. "Mbak Alana, apa kamu baik-baik saja, Mbak?" tanyaku dengan menatap wajah Mbak Alana yang saat itu berpura-pura kesakitan. "Bawa aku ke rumah sakit saja, aku sudah tidak tahan, ini sakit sekali, aku bisa mati di sini jika kau tidak membantuku membawa ke rumah sakit" rintihnya dengan berpura-pura menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku saat itu sempat berpikir, apakah aku seharusnya mengikuti ucapan Alana atau tidak? Mengingat saat itu di rumah dalam keadaan sepi dan semua orang sedang pergi sebentar. "Ya Allah, aku bingung. Haruskah aku membantunya pergi ke rumah sakit?" gumamku dalam hati, sambil mencoba menilai apakah ini sebuah situasi yang cukup genting untuk aku turut campur. Aku merasa perlu untuk menolong mbak Alana, tapi di sisi lain, aku juga tidak ingin meng
Alina terdiam, menahan perasaan yang bergolak dalam dadanya. Ia tahu bahwa Arkan, suaminya, hanya mencoba untuk memancing jawaban darinya. Namun, seolah-olah Arkan telah memahami isi hatinya tanpa harus Alina ungkapkan."Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu, Mas?" ujar Alina dengan mencebikkan bibirnya, berusaha menutupi rasa cemburunya."Bukankah kamu sendiri sudah tahu bagaimana perasaanku, Mas?" Arkan tersenyum sedikit, seolah mengerti apa yang tengah Alina rasakan."Aku tahu kamu cemburu, Alina. Maafkan aku jika aku sudah menyinggung perasaanmu," ucapnya lembut, matanya menatapku hangat wajah Alina. "Ada apa, kok kamu mencariku?" Merasa tersentuh dengan perhatian suaminya, Alina terpaksa mengungkapkan kegelisahan yang menghantui hatinya."Aku hanya... mengkhawatirkan dirimu, Mas," ungkapnya dengan tatapan gelisah.Arkan menatap tenang, sambil mendengarkan legelisahan yang dirasakan oleh istrinya."Entah mengapa, akhir-akhir ini aku sering merasa tak tenang, seperti ada bayangan bur
Aku terkesiap saat mendengar ucapan Mas Arkan. Entah mengapa, saat itulah aku merasakan ada suatu keanehan, seperti Mas Arkan sedang berusaha mengurungku di sini."Apakah dia benar-benar sengaja melarangku pergi?" gumamku dalam hati, takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kamu melarangku pergi, Mas?" tanyaku, menatap wajah suamiku yang terlihat marah. "Apa yang membuatmu sampai seperti ini? Apa salahku, hingga Mas Arkan melarangku untuk pergi?" tanyaku dengan wajah mulai menuntut jawabannya."Iya, aku melarangmu pergi! Sebaiknya kau tetap tinggal di sini dan jangan pernah coba-coba untuk pergi tanpa seijinku. Aku akan memerintahkan anak buahku untuk mengawasi dirimu, Alana," tegas Mas Arkan.Aku merasa keberatan dengan ucapan Mas Arkan. Di benakku, muncul pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawabannya."Mengapa dia ingin mengurungku? Apakah ini karena rasa cemburu atau mungkin ada alasan lain? Atau mungkin ini berkaitan dengan kasus yang kini membelitku? Tapi buk