Home / Pernikahan / TERPIKAT ISTRI PRESDIR YANG DICAMPAKKAN / BAB. 5 Sandiwara Terus Berlanjut

Share

BAB. 5 Sandiwara Terus Berlanjut

"Ayo sekarang lo ikut gue!"

Keren mengikuti langkah Teo ke dalam kamar.

Teo naik ke atas ranjang lalu berbaring, ia meraih selimut dan menutupi badannya.

"Ayo naik!" ujar Teo.

"Ki..kita mau ngapain Teo?"

"Ayo naik gue bilang! gue kan sudah janji tidak akan menyentuhmu dan satu hal yang harus lo ingat, lo bukanlah tipe gue!"

Untuk menghentikan semua hinaan Teo kepadanya, Keren segera naik ke atas tempat tidur dan berbaring seperti Teo.

"Tutup mata lo! dan jangan katakan apapun!" Keren mengikuti apa yang dikatakan oleh Teo.

Teo menutupi tubuh istrinya dengan selimut. Lalu ia melakukan panggilan video dengan ibunya.

"Halo, Ma. Ada apa sih ganggu terus!" Ketusnya kepada Nyonya Dina.

"Nggak ada apa-apa sih, Mama hanya ingin melihay menantu Mama." tuturnya.

"Yaelah, kirain ada apa! Tuh lihat sendiri! Keren sedang tidur saat ini! Dia kecapaean semalaman, Ma!" ketusnya.

"Sepertinya istrimu kelelahan, Teo. Jangan terlalu nge gas deh kamu. Beri jeda sedikit!" Ada mimik khawatir yang ditampilkan Nyonya Dina saat ini. Ia takut menantunya itu jatuh sakit karena ulah anaknya.

"Mama tenang saja! Semua masih terkendali Ma."

"Oh ya, jangan lupa kalian secepatnya memberi Mama, cucu!"

"Yaelah, Ma! Baru juga nikah kemarin, sudah ngomongin cucu! Biarkan aku dan Keren saling mengenal dulu. Baru setelah itu, kami memikirkan tentang anak. Lagian jika Mama mengganggu kami terus, bagaimana kami bisa mewujudkan impian Mama?" bujuknya kepada ibunya.

"Baiklah, Mama tidak akan mengganggu kalian lagi. Bersenang-senanglah disana. Jangan lupa sampaikan salam Mama kepada Keren jika ia sudah bangun nanti." Seru sang mama lagi.

"Beres, Ma! Nanti saya akan sampaikan." Setelah itu Teo mematikan panggilan telpon itu.

"Selesai! Bangun lo!" hardiknya kepada Keren.

Keren segera membuka matanya dan menjauh dari ranjang.

"Gue mau pergi dulu. Jangan lupa yang gue katakan tadi. Jika para orang tua menelpon lo, bilang saja kita lagi di Bandung. Apa lo mengerti?" seru Teo lagi.

"Iya, aku mengerti."

"Bagus kalau begitu! Jadilah istri yang penurut! Dan jangan membantah! Imbalannya, aku akan memanjakan mu dengan uangku!" celetuknya lagi.

Keren hendak menjawab perkataan Teo. Kalau ia tidak butuh uangnya. Namun dengan cepat Teo berkata,

"Kamu jangan pernah membantah peritahku! Terima saja nasibmu, menjadi istriku! Istri pajangan demi mewujudka kerajaan bisnis para ayah kita! Hahahaha, sungguh miris!" Ia tertawa dengan sinisnya, mengejek perlakuan para orang tua kepada mereka

"Teo, apakah kamu sudah makan?" tanya Keren.

"Kebetulan tadi, saya banyak memasak nasi goreng. Jika kamu mau, aku bisa mengambilkannya untukmu." ucapnya ramah.

Ada sedikit kesejukan di hati Teo saat Keren menawarkannya untuk makan. Namun hatinya tetap menolak untuk lebih jauh mengenal Keren. Menikmati banyak wanita lebih menantang baginya.

"Gue nggak lapar! Sudah! Lo jangan banyak omong. Gue pergi dulu, silakan kembali ke tempat Lo!" bentak Teo.

"Teo, bisa tidak, jika Kamu ngomong tidak membentak?"

"Kenapa, hah? Keberatan, lo?" kesalnya.

"Iya! Aku keberatan! Karena aku ini istrimu!"

"Hahahaha, istri yang tak dianggap maksud, lo?" 

"Terserah kamu, mau anggap aku seperti apa! Tapi aku ini istri sahmu! Bersikaplah yang sopan kepadaku!" Keren dengan berani menantang Teo.

"Yaelah! Cerewet! Whateverlah! Gue pergi dulu!" serunya. Lalu membanting pintu apartemen dengan keras.

Keren mencoba sabar dengan semua sikap Teo kepadanya. 

Perlahan  ia meninggalkan rumah singgah mereka dan kembali masuk ke dalam apartemennya.

Sesampainya di apartemen. Ponselnya berdering, dan ia melihat di layar ponselnya jika ibundanya yang menelpon.

Keren berkali-kali mengabaikan panggilan itu karena ia bingung mau menjawab apa. Setelah menyusun beberapa ide dalam otaknya. Akhirnya Keren mengangkat panggilan itu.

"Ha..halo, Ma." sapanya terbata.

"Halo, Keren. Kok kamu baru angkat telpon dari Mama?" tanya sang ibunda.

"Ma..maaf, Ma. Tadi aku sedang di dalam toilet." Entah kenapa, Nyonya Monik mengubah panggilan itu menjadi panggilan video. Sejujurnya ia khawatir dengan anak gadisnya itu.

Keren mengubah panggilan itu menjadi panggilan Video.

"Sayang, kamu sudah selesai mandi?" tanya sang ibunda.

"Sudah, Ma. Baru saja.

"Oh ya, suamimu kemana?"

"Te..Teo sedang mandi, Ma." ucapnya gugup.

 Nyonya Monik seakan punya firasat tentang anaknya saat ini. Ia lalu berkata,

"Keren, apakah Kamu baik-baik saja disana?" 

"A..aku baik-baik saja kok, Ma." jawabnya lagi-lagi dengan terbata.

"Ma, bisakah kita menyudahinya dulu?" 

"Lho kenapa, Ke?"

"Tadi Teo mengatakan untuk mengajakku makan di luar. Tapi Aku belum siap-siap." Ujarnya lagi.

"Oh begitu? Baiklah, jaga dirimu baik-baik disana, salam buat Nak Teo."

"Iya, Ma. Nanti Aku sampaikan." Lalu dengan cepat ia mematikan panggilan video itu.

"Maafkan Aku, Ma.., Aku terpaksa berbohong." isaknya tiba-tiba.

"Aku harus mencari cara terlepas dari pernikahan bodoh ini!" gumamnya dalam hati.

Teo keluar dari mobilnya yang di sopiri oleh orang kepercayaannya bernama Gultom.

"Kita sudah sampai, Tuan." ucapnya.

Teo keluar dari mobil dan langsung menuju ke dalam. Saat ini ia sedang berada di gudang pembuatan senjata-senjata ilegal miliknya.

Ia mengecek langsung pembuatan senjata-senjata itu dan memastikan pembuatannya sesuai dengan yang asli.

Ternyata selain suka bermain wanita. Teo juga memiliki beberapa usaha ilegal. Kerajaan bisnis ilegalnya itu, sudah lama ia kelola. Sehingga namanya sangat tersohor diantara para pebisnis ilegal lainnya.

Gultom menghampiri Teo yang sedang melakukan pengecekan dan membisikkan sesuatu ke telinganya.

"Kurang ajar! Berani-beraninya ia mengancamku!" hardiknya marah.

"Culik orang itu! Aku ingin menghabisi nyawanya sekarang juga!" Teo mendapat ancaman dari salah satu kolega bisnisnya dan dia tidak suka digertak seperti itu.

"Baik, Tuan. Sesuai perintah mu." jawab Gultom lalu segera menelpon beberapa anak buahnya untuk menculik orang itu.

Setelah mengetahui jika orang tersebut sudah ditangkap. Gultom segera melajukan mobil menuju tempat eksekusi. Tempat ini biasa digunakan Teo untuk menyiksa orang-orang yang mengkhianatinya dan ada beberapa diantaranya, ia menghabisi nyawa mereka dengan tangannya sendiri.

Teo masuk ke dalam ruangan itu. Dengan membawa sebuah cambuk di tangannya.

"Jadi, Anda yang berani mengancam saya?" Beberapa cambukkan Teo hadiahkan di tubuh pria itu.

"Ayo, memohonlah di depan Saya!" hardiknya marah.

"Lebih baik Saya mati dari pada Saya harus memohon kepada orang sebejat dirimu!" jawab orang itu lantang, seakan tak peduli beberapa bagian tubuhnya yang terluka akibat cambukkan Teo.

"Jadi itu keinginanmu? Mati di tanganku?" Namun tiba-tiba orang itu meludahi muka Teo.

"Kamu akan segera mendapat balasannya Teo, atas semua perlakuan jahatmu!" ujarnya lantang.

"Kurang ajar, lo!" Lalu dengan cepat, Teo menghajar orang itu dengan kepalan tangannya secara bertubi-tubi.

Bersamaan dengan itu, bunyi sirine mobil polisi bersahut-sahutan menuju tempat itu.

"Bos, polisi datang! Kita harus segera pergi!" teriak Gultom.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status