Mama Risna terlihat mondar mandir di dalam kamarnya, ia resah. Seperti apa wanita yang dipacari oleh Biya, ia tidak menyangka Biya bisa tertarik dengan wanita malam.
“Ma, jangan Kau mondar-mandir kayak setrikaan begitu, capek Papa lihatnya,“ Papa Esa menegurnya.
“Ish, Papa ini juga tenang-tenang saja. Dipikirkan dong anaknya!“ Risna mengomel.
“Dipikirkan bagaimana, anak sudah besar ya sudah. Tinggal diawasi, diingatkan kalau salah. Apalagi?“ tanya Papa Esa dengan nada datar seperti biasanya.
“Itu perempuan juga siapa yang dipacari Pa, udah diajak kemana-mana sama Biya. Ini gak bisa, gak bisa!“ Mama Risna terlihat sibuk menghubungi seseorang melalui ponselnya.
“Kita undang ke rumah kalau memang Mama penasaran. Tidak seperti itu caranya,“ tegur Papa Esa.
“Ide bagus, Mama mau hubungi Biya untuk aj
Biya berangkat ke kantor seperti biasanya, ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani dan selesaikan sebelum menjemput Adya siang nanti.“Jay, gak ada jadwal ketemu klien kan?“ tanya Biya memastikan. Ia sudah duduk di kursi kebesarannya menyesap kopi hitam favoritnya.“Sudah dikosongkan, hari ini free. Khusus untuk agenda mempertemukan Bu Risna dan yayang Adya,“ jawab Jay meledek Biya.“Lagak Lo, udah bosan ikut gue Lo?“ Biya berkata sinis kepada Jay yang belakangan sudah lebih berani membantahnya. Namun, Biya paham betul alasan Jay sehingga ia tidak bisa memarahinya.“Jangan marah-marah dulu, mau dipesankan burger apa yang lain? Mumpung masih ada waktu,“ Jay menawarkan sarapan lagi kepada Biya karena ia tahu, sarapannya tadi di rumah Biya kurang menikmati.“Kayak biasanya aja, pesenin yang seger-seger deh. Biar adem otak
Setelah Adya menikmati makan malam dengan orang tua Biya, ia sempat berbincang sebentar di ruang tengah. Papa Esa dan Mama Risna hanya bertanya hal-hal umum untuk menghindari suasana tidak enak. Tepat pukul sembilan malam, Biya mengantar gadis itu kembali ke rumah kost nya.“Makasih Kak, Adya masuk dulu.“ Gadis itu berpamitan masuk ke dalam rumah kost. Biya mengantarkan gadis itu pulang dengan hati gembira.“Istirahat, jangan drakor terus.“ Biya menyandarkan tubuhnya di badan mobilnya untuk memastikan gadis pujaannya masuk ke dalam kamarnya. Ia cukup melihat dari kaca spion mobil kesayangannya untuk memastikan Adya masuk.Sementara itu, di kediaman Mahesa Dipta terjadi perbedaan pendapat antara Papa Esa dan Mama Risna.“Papa yakin? Mama masih belum percaya kalau Biya beneran cinta sama gadis itu. Bisa jadi, Biya hanya dimanfaatkan Pa!“ Mama Risna sedikit menaikkan
Denting suara gelas crystal goblet, arthur coctail, dan sejenisnya coba Adya tata sepelan dan sehati-hati mungkin pada tempatnya. Pekerjaan yang seperti terlihat sepele, hanya menata gelas, tapi sebenarnya beresiko tinggi. Setiap kali melakukan rutinitas paginya itu, Adya selalu selipkan doa dan wajah ibunya akan muncul dalam benak dan hatinya. Wajah pucat dan senyuman tulus seorang ibu yang membuat seorang Adya selalu berhati-hati melakukan pekerjaannya. Harga gelas-gelas itu bisa melebihi gajinya selama setahun, jadi sebisa mungkin Adya tak memecahkannya, ataupun hanya meretakkannya. Memang benar pikir Adya, kalau hati manusia seperti layaknya gelas-gelas itu, bila tidak di jaga dan di perlakukan dengan sepenuh jiwa akan mudah retak bahkan pecah.Adya menatap wajahnya pada pantulan gelas-gelas kristal itu. Senyuman terlukis di sana. Kebersamaan bersama Abiya semalam tiba-tiba terlinta
Abbiya bergegas pulang, janji dengan teman-temannya ke klub malam sudah dua kali ia batalkan karena kesibukannya akhir-akhir ini. Persiapan peralihan jabatan dari Papanya sudah selesai, sehingga ia bisa santai sejenak berkumpul dengan Geng Playboy. “Bi, makan malam dirumah?“ Mama Risna menghubunginya melalui telepon. “Iya Ma, ini Biya udah dijalan. Papa udah pulang?“ jawab Biya. “Sudah, Papamu lagi mandi. Ya sudah, Mama tunggu sayang!“ “Oke, bye Ma.“ jawab Biya sebelum panggilan telepon berakhir. Biya sangat mencintai keluarganya terutama sang Mama. Walaupun termasuk fakeboy, dia tidak pernah berbuat kasar kepada teman-teman wanitanya. Yah, hanya
Biya sudah rapi dengan kemeja putihnya. Disampingnya, Elsa yang sedang membereskan tempat tidur sesekali melirik ke arah Biya.“Uangnya udah gue transfer ke rekeningmu. Pergunakan dengan baik,“ kata Biya sambil menyesap kopinya.“Makasih kak Biya,“ kata Elsa sambil menatap pantulan wajahnya di cermin.“Sini Lo, gue mau bicara dan Lo harus nurut sama gue.“ Ketegasan Biya pada Elsa memiliki latar belakang yang baik sebenarnya. Biya pada dasarnya memiliki jiwa sosial yang bagus sama seperti Papa Esa.“Iya Kak,“ jawab Elsa yang sudah duduk manis menghadapnya. Biya juga sudah duduk di sofa sudut kamar hotel tersebut memperhatikan Elsa dengan tatapan mengintimidasi, sehingga
Seminggu berlalu, setelah Biya bermalam dengan Elsa ia kembali bertemu dengan teman-temannya di klub malam biasa mereka ngumpul. Biya datang bersama dengan Jay.“Nda, Lo yakin pernah lihat Elsa kesini sama cowok?“ tanya Biya kepada Nanda memastikan.“Iya, tanya aja Dion,“ jawab Nanda tenang karena memang begitulah adanya.“Awas Lo, gue patahin Lo punya kaki!“ Biya merasa dibohongi oleh Elsa. Ia bertekad akan menjemputnya nanti.“Jangan galak gitu Bi, kasian. Kalau Lo mau adopsi dia, didik yang bener. Jangan pakai kekerasan,“ ucap Aldy mengingatkan Biya. Dia adalah teman paling senior diantara empat orang dalam geng playboy. Boleh dibilang, Aldy adalah playboy insaf.
Biya memandang kesal ke arah pintu kaca dimana Adya sudah berada di luar. Ia meminta anak buahnya mengantar Elsa kembali ke tempat kostnya.“Lo jangan ngelayap kemana-mana lagi. Pulang dan tidur, besok Lo ada kuliah kan?“ Biya bertanya kepada Elsa, ia memandang perempuan yang masih menunduk takut.“Iya Kak.“ Elsa menjawab pertanyaan Biya dengan perasaan takut.“Ya udah, balik Lo!“ Biya mengibaskan tangannya kepada Elsa agar wanita itu kembali ke tempat tinggalnya.Setelah kepergian Elsa, Biya kembali duduk di sofa. Ia menghempaskan tubuhnya, perasaan kesal karena ditolak masih menyelimuti dirinya.“Jay, Lo cari tahu
Adya mengikuti langkah Jay ke parkiran, hatinya bergemuruh. Mimpi apa dia sampai berurusan dengan Biya. Pria yang seharusnya ia hindari di klub malam tempat ia bekerja.“Lo gak usah takut, Biya sebenarnya orang baik. Lo beruntung disukai Biya, cewek lain kudu nungging dulu, itu pun belum tentu Biya mau.“ Dalam perjalanan menuju tempat kosnya, Jay kembali memberi petuah kepada Adya.“Tapi saya gak suka sama dia Pak Jay,“ ucap Adya polos.“Sekarang Lo bisa bilang gitu karena gak kenal siapa Biya, gak usah buru-buru ambil keputusan. Mandi dan istirahat, pikirkan baik-baik ucapan gue barusan.“ Jay menghentikan mobilnya tepat di depan rumah kost sederhana. Di tempat itulah Adya berteduh dari hujan dan panas.