Share

Maaf Aku Jahat

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-08 19:52:17

              Surat wasiat itu aku kembalikan ke tempatnya meski sesak di dada ini masih sangat kentara menyeruak. Kuseka air mata di sudut pelupuk mataku. Aku tidak boleh lemah terus menerus! Saatnya membalas dendam.

              Tak cuma mengambil sertifikat rumah saja, aku juga mengambil BKPB motor. Ke semua surat berharga itu dua-duanya dengan atas nama ayahku. Jika kalian selama ini bisa membohongiku, masa aku tidak boleh melakukan hal yang sama? Apa itu adil namanya?

              Segera kukemasi map plasti berwarna hitam itu. Aku lalu menaruhnya kembali ke tempat semula. Serapi mungkin kubuat lemari pakaiannya Ayah dan Ibu supaya mereka tidak curiga besok pagi saat membuka lemari tersebut.

              Setelah kukunci kembali, lemari itu pun kutinggal pergi. Sekilas aku melihat kedua orangtua yang ternyata bukan  orangtua kandungku tersebut. Mereka berdua masih terlelap nyenyak dengan aduan dengkuran dari masing-masing mulut.

              “Jahat kalian berdua, Bu, Yah! Ternyata, selama tiga puluh satu tahun ini, kalian berdusta padaku! Kalian pikir semuanya tidak akan ada balasan? Maaf, aku sudah lelah jadi orang baik!” gumamku seraya menatap sengit kepada keduanya.

              Kubawa sertifikat rumah beserta BPKB itu keluar kamar. Kututup kembali pintu kamar orangtuaku rapat-rapat. Aku pun melenggang kangkung ke kamarku, tanpa rasa bersalah sama sekali.

              Setibanya di kamar, surat menyurat berharga itu kumasukkan ke dalam ransel kerjaku. Besok kita lihat sendiri, apa yang bisa kulakukan dengan dua lembar surat-surat tersebut. Ayah dan Ibu dijamin tak akan menduga dengan apa yang kuhadiahkan kepada keduanya kelak.

              Saat aku hendak mengistirahatkan tubuhku yang sudah sangat lelah, tiba-tiba ponsel yang kuletakkann di atas tempat tidur bergetar. Kusambar ponsel itu sambil masih berbaring. Mataku kembali segar tatkala menerima telepon dari Mas Farhaaz, pacar yang tiba-tiba memutuskan hubungan kami dengan alasan ingin menikahi Zara.

              “Kenapa lagi dia?” gumamku kesal.

              Aku pun mengangkat telepon tersebut. Kegeraman itu kembali membubung tinggi di dada. Tapi, aku berusaha buat tetap tenang. Jangan sampai Mas Farhaaz kesenangan karena mendengarku sedih gara-gara mau ditinggal kawin!

              “Halo.” Kujawab santai telepon itu meski jantungku berdebar-debar kencang.

              “Dek, kamu lagi sibuk?”

              Deg!

              Apa kata Mas Farhaaz? Lelaki itu memanggilku dengan sebutan ‘dek’ lagi? Bukannya dia bilang sore tadi bahwa kami harus putus karena dia akan menikahi adikku?

              “Apa maksudmu panggil dak dek segala? Kita udah nggak punya hubungan!” sentakku akhirnya memuntahkan kegeraman.

              “Dek Agni, sabar! Mas bisa jelasin semuanya,” rengek Mas Farhaaz seperti orang gelisah.

              “Apanya yang dijelasin? Kamu kan, mau nikahin adikku. Lantas, apalagi yang harus dijelasin? Kamu mau jelasin kalau kalian ternyata udah selingkuh di belakangku? Basi! Aku udah nggak perlu lagi pengakuanmu itu!” kataku penuh emosi.

“Dek Agni, sebenarnya … ini emang salahku. Aku udah ceroboh. Tiga bulan yang lalu, semua dimulai dari Zara yang sering W******p aku. Awalnya nggak aku gubris, tapi dia udah ngejebak aku, Dek.”

              “Ngejebak? Maksudmu?” tanyaku penasaran.

              “Dia ajak aku ke kelab malam dan di situ kami minum sama-sama, Dek.”

              “Apa? Kamu minum? Sejak kapan kamu jadi peminum, Mas?” Aku terenyak. Gila! Banyak sekali kebohongannya Mas Farhaaz yang selama ini dia sembunyikan padaku.

              “Aku emang pernah minum waktu kuliah dulu, Dek. Cuma, aku emang stop semuanya sejak lama. Apalagi pas pacaran sama kamu. Tapi, semua jadi kambuh lagi pas Zara ngajak aku kelab. Awalnya dia cuma ngajak nonton konser Grands Band. Tapi, dia malah ngajak aku minum katanya buat rekreasi doang. Pas aku mabuk, dia ternyata bawa aku ke hotel, Dek.”

              “Omong kosong kamu, Mas! Sehebat apa Zara sampai bisa ngebawa kamu ke hotel tanpa kamu sadari? Badanmu lebih besar dari dia! Stop mengkarang cerita! Ceritamu bikin aku eneg!” tepisku jijik dengan pria yang kukenali saat kami sama-sama bekerja di PT Mentari Jaya.

              Mas Farhaaz dulunya adalah managerku ketika aku masih menjabat sebagai asisten manager. Dia lalu pindah ke perusahaan lain yakni PT Alam Semesta yang bergerak di bidang penjualan alat berat. Hingga sekarang dia masih bekerja di sana dan menjabat sebagai senior manager dengan gaji yang lumayan. Di usianya yang telah menginjak 38 tahun, pria itu memang sudah sepatutnya menikah. Makanya kami berdua sama-sama sepakat buat segera bertunangan dalam bulan-bulan dekat ini. Eh, ternyata dia malah berkhianat!

              “Bukan begitu, Dek. Mungkin karena waktu itu aku mabuk, jadi aku iya-iya saja.”

              “Halah! Sudahlah! Makin lama bicaramu makin ngelantur!”

              “Iya, Dek. Maafkan aku. Intinya, di situ kami berhubungan badan. Hanya sekali. Kejadian itu bulan lalu, Dek.”

              “Terus?” tanyaku makin muak.

              “Seminggu lalu dia bilang kalau dia positif hamil. Orang yang menyentuhnya adalah aku. Cuma aku. Aku terpaksa harus tanggung jawab. Dia bahkan menyimpan video saat kami berhubungan. Aku nggak tahu apa aku ini sebenarnya lagi dijebak atau gimana oleh adikmu, Dek.”

              Aku lantas menghela napas dalam. Jujur saja, aku sudah enggan berbicara pada Mas Farhaaz. Apalagi buat berkata yang sebenarnya tentang Zara yang sudah ribuan kali berhubungan badan dengan pacarnya, Andra. Andra sendiri tahu jika pacarnya itu telah hamil.

              “Ya, sudah. Menikahlah dengan adikku. Dia lebih cantik. Lebih langsing, lebih putih, dan lebih lemah lembut. Sedangkan aku, sudahlah tua, gembrot, makin buluk lagi gara-gara sibuk bekerja,” sahutku pasrah. Aku sudah enggan bersama Mas Farhaaz apalagi meneruskan hubungan dengannya.

              “Iya, Dek Agni. Aku akan menikahi Zara. Tapi, hanya sampai dia lahiran. Setelah itu aku akan menceraikannya. Aku mau menikahimu, Dek.”

              Aku sontak tertawa. Gelinya aku mendengar permintaan Mas Farhaaz.

              “Maaf ya, Mas. Aku sudah nggak sudi sama kamu. Mau kamu punya jabatan senior manager kek, mau menjabat sebagai general manager kek! Aku nggak peduli! Paham?!” sentakku sinis.

              “Ya Allah, Dek! Aku cintanya ke kamu. Aku sayangnya ke kamu, Dek!” Mas Farhaaz terdengar terisak-isak di seberang sana.

              “Kalau kamu cinta, kamu nggak akan berpaling ke adikku. Apalagi sampai hubungan badan segala!”

              “Aku khilaf! Demi Allah aku khilaf!” Mas Farhaaz makin menangis. Dia tersedu-sedu seakan menyesali perbuatannya.

              “Kalau nggak diancam adik sama orangtuamu, aku nggak akan mau ninggalin kamu, Dek. Apalagi harus menikahi Zara segala. Aku tahu kalau dia bukan perempuan yang baik buat dijadikan istri,” ucap Mas Farhaaz lagi terus menerus mencari pembelaan diri.

              “Halah! Nggak baik kok, kamu ladenin sih? Orang udah tiga bulan kamu berhubungan, kok! Artinya kamu nyaman, kan? Nggak mungkin kamu cuma sekali tidur sama dia! Udahlah, Mas. Jangan hubungin aku lagi. Aku mau fokus sama karierku. Jangan takut. Aku ikhlas kok, kalau kamu sama Zara!” cetusku muak.

              “Jangan gitu, Dek. Ucapanmu bikin aku sakit!”

              “Besok aku juga akan kasih uang buat dia supaya pesta kalian semakin meriah, Mas! Jangan khawatir. Aku udah kebal disakitin orang, apalagi dikecewain keluarga sendiri. Udah makanan sehari-hariku, kok!”

              “Dek Agni, please ngertiin Mas, Dek! Setelah ini Mas akan ceraikan dia. Please!”

              Klik!

              “Banyak bacot,” gumamku gemas.

              Setelah kuputuskan sambungan telepon, aku pun mematikan daya ponselku. Jijik sekali aku mendengar suaranya Mas Farhaaz. Apalagi tangisannya itu.

              “Nggak akan ada kesempatan kedua buat manusia bejat kaya kalian!” desisku murka.

              Aku pun kemudian berbaring. Tanpa terasa, kantukku yang berlebih telah membuatku tertidur pulas. Meski tanpa obat tidur, ternyata aku masih bisa terlelap, bahkan tanpa mimpi buruk sama sekali. Terima kasih Tuhan, Kau telah sangat sayang kepadaku!

***

              Pagi-pagi buta aku bangun dari tidur. Sudah kusiapkan sarapan di atas meja dengan menu sederhana. Nasi panas, orek tempe, dan cah toge dengan irisan cabai merah.

              Hingga pukul tujuh pagi, keluargaku tak juga kunjung bangun. Biarkan saja. Kalau perlu, mereka mati saja sekalian, pikirku.

              Aku sudah izin ke HRD kalau hari ini aku telat datang ke kantor. Alasanku ada urusan keluarga penting. Untungnya, HRD menerima alasanku dan memberikan izin hingga jam sembilan.

              Gegas aku memacu sepeda motorku ke kantor sebuah finance yang dengar-dengar bisa memberikan pinjaman hanya dengan modal sertifikat rumah atau BPKB kendaraan. Caranya mudah, tapi kata orang bunganya tinggi. Tidak masalah! Aku tidak keberatan.

              WFI alias Wijaya Finance Indonesia. Itulah nama perusahaan finance tersebut. Aku cepat-cepat masuk dan mengambil nomor antrean, kemudian dalam waktu singkat, nomorku dipanggil oleh customer service-nya.

              “Selamat pagi, Bu. Saya Anita, yang akan melayani Ibu. Ada yang bisa saya bantu?”

              “Mbak, saya mau tanya. Bisa nggak saya gadaikan sertifikat rumah dan BPKB motor, tapi sayangnya bukan atas nama saya,” ucapku terburu-buru dengan muka yang agak pias.

              “Atas nama siapa ya, Bu, kalau saya boleh tahu?” tanya CS bernama Anita tersebut.

              “Orangtua saya. Ayah saya, Mbak. Gimana?”

              “Ibu bawa fotokopi KTP dan KK?” tanya Anita lagi dengan senyum ramahnya.

              “Bawa, Mbak. Terus syaratnya apalagi?”

              “Ada surat kuasa?”

              Aku langsung lemas. Aduh, bagaimana ini?

              “N-nggak ada, Mbak. Kalau nggak ada surat kuasa, apa nggak bisa?”

              Anita terdiam. Gadis muda dengan stelan blazer warna magenta itu terlihat keberatan.

              Ya ampun, bagaimana ini? Masa aku tidak jadi memberikan kejutan buat kedua orangtua dan adik angkatku yang bejat itu?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
yg cewek umur 31 dan si cowok umur 38. ngapain aja kalian berdua koq setua itu belum menikah juga? ngapain pacaran lama2, kredit rumah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Awal Kehancuran

    “Bisa sih, Bu. Tapi … dari pihak atasan kami memutuskan kalau menggadai surat menyurat penting milik keluarga tanpa ada surat kuasa, pinjamannya hanya dapat lima puluh persen dari nilai taksiran gadai sebenarnya. Bagaimana, Bu?” tanya Anita sambil memasang senyuman lebarnya. “Oh, nggak apa-apa, Mbak Anita! Saya ikut aturan yang berlaku aja nggak apa-apa. Bukan kenapa-kenapa. Saya lagi butuh uang. Adik saya mau nikah soalnya,” sahutku riang. “Baik kalau begitu, Bu. Boleh saya periksa semua surat menyurat yang mau Ibu gadaikan? Sekalian sama foto kopi KTP dan KK punya Ibu, ya,” ucap Anita lagi. Aku pun tak mau menunggu lama lagi. Langsung kukeluarkan semua berkas-berkas di dalam ransel hitamku. Sertifikat rumah asli dan BPKB motor yang semuanya atas nama Ayah pun kuberikan kepada Anita. Tak lupa, foto kopi KTP dan KK juga turut kusertakan. Anita mengecek satu per satu surat menyurat tersebut. Dia kemudian memasukk

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Mereka Tertawa Bahagia

    Uang senilai Rp. 125.000.000,- itu sudah berhasil kukantungi. Aku pun gegas meninggalkan kantor WFI dengan jantung yang berdebar-debar. Asal tahu saja, 31 tahun aku hidup, baru sekarang diriku mengerjakan perbuatan ‘kriminal’ semacam ini. Mungkin rasa dendam telah membuatku jauh berubah. Dikecewakan dan disakiti oleh mereka yang dulunya kuanggap keluarga maupun kekasih hati, sudah cukup menjadi alasan besar mengapa aku senekat ini. Cukup sudah aku menjadi perempuan dungu. Biarkanlah kali ini aku menunjukkan taringku kepada mereka. Kupacu sepeda motorku dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan, sebenarnya ada pergulatan batin yang cukup alot. Betapa tidak. Aku tak pernah berbuat curang, menipu, apalagi sampai mencuri miliknya orang lain. Tapi, pikirku, kalau aku tidak nekat begini, sampai kapan mereka mau dimanjakan? Sudah seenaknya merebut pacar yang rencananya akan menjadi tunanganku, mereka bertiga malah dengan santainy

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Air Tuba dibalas Air Tuba

    “Kamu mau apa, Nak?” Ayah makin tak sabaran dengan lanjutan kalimatku. Dia masih terisak, dengan wajahnya yang meminta iba. “Aku mau Ayah, Ibu, dan Zara menanda tangani kuitansi penerimaan uang dariku,” sahutku mulai tegas. “Apa? Kuitansi?” Ayah buru-buru menyeka air matanya. Sudah tidak kelihatan lagi kesedihan pada air mukanya. “Sama keluarga mesti pake kuitansi juga, Ag?” Ibu kepanasan. Kelihatannya dia marah dengan permintaanku tadi. “Iya, Bu. Sebagai tanda bukti kalau aku sudah memberikan uang kepada kalian untuk biaya pernikahan Zara.” Ayah langsung menjauh dariku. Dia duduk lagi di sofanya sambil menarik napas. Sedangkan Ibu, rautnya jadi masam dan bibirnya meringis seperti orang geram. “Udahlah, Bu, Yah. Kan, Mbak Agni cuma mau minta tanda tangan buat kuitansi doang. Apa susahnya sih, tanda tangan!” seru Zara dengan wajah yang jauh dari kata masam. Hanya Zara

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Langkah Pertama

    “Udah, udah! Malah ngelantur ngalor ngidul bahasannya! Ngapain sih, pakai bahas yang nggak-nggak segala? Zara, masuk kamar kamu sana!” Ayah tumben-tumbennya membentak Zara. Zara pun langsung mengerucutkan bibirnya. Dia kelihatan sangat kesal pada Ayah. Kertas yang sudah selesai ditanda tangani olehnya pun diberikannya kepadaku. “Ini, Mbak,” kata Zara sambil bangkit dari duduknya. Aku pun menerima kertas tersebut. Kumasukkan semuanya ke dalam satu map folder berwarna merah. Semua lengkap ada di sini. Mulai dari kuitansi, kertas yang telah ditanda tangani oleh keluarga angkatku, sampai surat bukti penggadaian sertifikat rumah beserta BPKB motor Ayah juga ada di dalam map tersebut. “Agni, baiknya kamu ngantor sekarang!” tegur Ibu sambil ikut bangkit. “Iya, Ag! Jangan bolos kelamaan. Nanti bosmu marah,” timpal Ayah penuh perhatian. Cie, perhatian nih, ye! Mentang-mentang sudah diberi u

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Ibu Kos yang Baik

    Melihat tatapan tajam ibu, kuurungkan niatku. "Baik, Bu. Insyaallah aku kasbon. Udah, ya, Bu. Nanti kalau nggak ngantor-ngantor, aku dipecat, nih,” ucapku mulai eneg dengan kalimat mengada-ada Ibu. Kusambar tangan Ibu cepat lalu kucium tangannya. “Udah dua kali kamu cium tangan Ibu, Ag! Dasar oon! Jadi anak kok, lupaan, sih! Otakmu itu kaya komputer jadul!” maki Ibu lagi-lagi menoyor keningku. Aku tak bisa berucap lagi. Hanya bisa diam sambil menelan liurku yang terasa sangat pahit. Nasib jadi anak oon. Selalu saja dicaci maki ibu angkat sendiri. Langkahku langsung kupercepat menuju kamar. Aku cek dan ricek, apakah ada barang-barang penting yang ketinggalan. Ternyata tidak ada. Hanya tersisa pakaian lusuh saja di dalam lemari. Mau diambil Ibu sama Zara, ya silakan. Mau dijadikan kain pel juga boleh! Kunci kamar sengaja kucantelkan di pintu. Kututup pintu kamarku tanpa aku menguncinya lagi seperti bias

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Pak GM

    Aku kaget. Apa? Mau dikenalkan sama anaknya yang punya kostan? “Aduh, saya gendut begini, Bu. Belum percaya diri buat kenalan sama cowok. Malu. Takutnya Mas Bagas ilfeel lihat badan saya yang sebesar toren air,” kataku rendah diri. “Nggak apa-apa, Mbak Agni! Nanti ya, Ibu kenalin malam ini juga kalau Mbak nggak ada acara. Nanti malam, datang ke rumah, ya. Kita makan malam sama-sama. Ajak Mbak Sandra juga kalau dia nggak ada kesibukan. Bagaimana, Mbak?” tanya Bu Sri bersemangat. Belum sempat aku menjawab tawarannya Bu Sri, tiba-tiba ponselku malah berdering dari saku depan ranselku. Buru-buru aku membalik posisi ransel dan Bu Sri pun segera melepaskan rangkulannya. “Diangkat dulu, Mbak, teleponnya!” kata Bu Sri ikut panik melihat ekspresiku yang agak kelabakan. Ketika ponsel berhasil kuraih, betapa syoknya aku saat melihat nama yang tertera di layar. Ternyata telepon tersebut dari Pak GM alias si genera

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Aneh...?

    Nada Pak GM seperti orang yang menginterogasi. Apa dia pikir aku ke kostannya pacarku? “Kostanku, Pak,” sahutku pelan. “Lah, kamu kan, orang asli sini. Ngapain kamu ngekost segala? Ada masalah keluarga yang kamu bilang di telepon tadi? Emangnya masalah apa?” Pak GM bertanya tanpa henti sampai membuat kepalaku pusing sendiri. Aku menunduk sejenak. Bingung harus menjawab seperti apa. Di satu sisi, ini adalah aib keluargaku. Namun, di sisi lain, tidak mungkin aku sembunyikan saat Pak GM sudah telanjur tahu jika alasan keterlambatanku adalah karena masalah keluarga. “S-sebenarnya ….” Aku masih menggantung kalimatku. Tak enak mau memulai cerita ini. “Sebenarnya apa? Kamu kalau cerita, yang lengkap, dong!” desak Pak GM yang memiliki manik mata kecokelatan dan rambut pendek yang ditata dengan potongan cepak.Rambut beliau kemarin sempat gondrong, tapi karena diledek anak-anak mirip perempuan, tak lama langsung dia potong

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Yang Menanam, Akan Menuai

    Aku makin terkejut saja dengan ucapan Pak GM. Makin tidak masuk akal, pikirku. “Kenapa kamu bengong aja? Ini buku menunya. Pesan sekarang! Awas kalau nggak!” ancam Pak GM sambil menyambar buku menu di samping laptopnya, lalu melemparkan buku tersebut ke arahku. Aku sampai gelagapan saat menangkap buku tersebut. “P-pak, eh, Mas, saya disuruh ke sini bukan buat ikut meeting?” tanyaku resah. “Yang bilang mau meeting itu siapa? Orang aku ngajak makan! Cepetan! Perutku udah lapar!” Astaghfirullah! Mimpi apa aku semalam? Aku bela-belakan naik motor ngebut, ternyata cuma buat diajak makan oleh lelaki aneh di sebelahku ini. “Makasih, Mas,” lirihku sambil membuka lembaran buku menu. “Sama-sama. Nggak usah cerita sama yang lain. Nanti yang lain kepengen juga!” “Siap.” “Jadi, kamu kost di tempatnya Sandra? Kapan-kapan, nanti kalau berangkat ngantornya bareng, kamu

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16

Bab terbaru

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Kukubur Semua Dalam-Dalam

    Dua Bulan Seusai Kematian Zulkifli dan Zara “Saya terima nikahnya Agnia Kemilau Rembulan dengan mas kawin satu unit rumah di Jalan Melati Kusuma nomor 17, logam mulia seberat dua ratus gram, dan sebuah mobil All New Toyota Land Cruiser dibayar tunai!” “Sah?” “Sah!” “Alhamdulillah!” Debaran kencang di dadaku yang sedari pagi buta tak bisa diredakan itu, kini perlahan normal iramanya. Desah napas lega keluar dari mulutku. Kedua tanganku yang gemetar pun kontan langsung tengadah, memanjatkan doa-doa suci yang tanpa sadar malah membuat kedua mata ini berlinang. Sosok pria yang duduk di kursi tepat di sebelahku itu tampak tersedu-sedu setelah mengucapkan ijab qabul di hadapan wali hakim dan dua orang saksi yang tak lain adalah Hartawan Surya Wijaya, om dari Mas Nathan yang juga ayah dari CEO dan direktur perusahaan tempatku bekerja. Selain Om Hartawan, yang menjadi saksi pernikahan kami lainnya adalah Mas G

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Dicekik Dilema

    “Ayang, bangun ya, Ay. Aku udah di sini. Aku nggak mau kamu terus-terusan pingsan kaya gini, Ay.” Sebuah suara yang terdengar begitu pilu, tiba-tiba menembus masuk ke telingaku. Perlahan, aku mulai menggeliat. Kedua kelopak mataku pun membuka seperti kuncup bunga yang mekar ketika pagi menyapa. Silau. Satu kata itulah yang kurasa ketika berkas cahaya lampu di atas sana menembus ke pupil mata. Aku mengerang. Mencoba menerka, di mana aku sekarang. “Agni!” Panggilan itu membuatku campur aduk rasanya. Kenapa aku? Kenapa suara itu terdengar sangat khawatir? “A-aku d-di mana?” gagapku pelan. Mendadak lidah dan kerongkonganku terasa begitu kering kerontang. Apa yang sebenarnya telah terjadi padaku? “Ayang, kamu udah sadar?! Alhamdulillah! Ya Allah, makasih!” Jeritan penuh gegap gempita itu kudengar jelas. Aku mencoba membuka kelopak mata lagi meski awalnya begitu berat. Kuedarkan p

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Tuhan Tolong Aku

    “Ayah dengar kan, apa yang aku bilang?” tanyaku dingin dengan tatapan setajam silet. Ayah kini tertunduk lemas. Napasnya kelihatan tak beraturan. Matanya tiba-tiba terpejam, kemudian kedua tangannya menangkupi wajahnya yang berubah pucat pasi. “Z-zara,” gagapnya terisak-isak dengan kedua bahu yang berguncang. “Yah, Ibu juga lagi dipasangi oksigen di ranjang sebelahnya Zara. Ibu syok dan pingsan.” Aku sengaja memberi tahu semuanya. Buat apalagi ditutup-tutupi. Supaya Ayah tahu apa yang tengah terjadi pada hidupnya dan keluarga kecil kebanggaannya itu. Tangisan Ayah semakin tersedu-sedu. Entah sehancur apa perasaan Ayah, aku juga tak mau mengerti. Sedangkan dia saja, bisa melontarkan kalimat sadis nan hina ke arahku. Anak hasil zinalah, apalah. Subhanallah! Hanya Allah saja yang tahu betapa leburnya perasaanku saat mendengarkan umpatan Ayah tadi! “Oh, ya. Calon suamiku, Mas Nat, akan datang ke sini bersa

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Kuberi Maaf Asalkan

    “Agni … kamu mau kan, maafin Ibu, Ayah, dan Zara?” lirih Ibu dengan wajah yang tertekan. Sendu wajahnya Ibu, lirih suaranya, dan sesak isak tangisnya mendadak hatiku jadi hancur lebur berkeping. Aku jadi tak tega luar biasa. Benar-benar menyesal dan frustrasi karena telah menipu beliau. “B-bu … sebenarnya ….” Aku tergagap dengan napas yang tercekat. “Kenapa, Ag? Sebenarnya apa?” tanya Ibu yang bengkak matanya karena terlalu banyak menangis. Kulirik sejenak tubuh Zara yang masih dikemaskan oleh dua perawat yang kini berganti menjadi perawat wanita. Tadinya yang melakukan pertolongan bantuan napas pada Zara adalah perawat lelaki. Kini, jenazah gadis cantik itu tengah dikemasi oleh dua perawat wanita yang sungguh lembut mengikat dagunya, kedua pergelangan tangan, dan ujung kaki-kakinya dengan kain kasa. Ya Allah, sungguh tak tega hatiku melihatnya. “Bu, sebenarnya … uang seratus dua puluh lima juta itu b

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Jujur Atau Tidak?

    Kepala Farhaaz kutendang dengan kakiku saking geramnya. Kemarahanku kini mencapai ubun-ubun. Meskipun Zara adalah adik angkat yang telah menghancurkan hubunganku dengan Farhaaz dan menjadi penyebab mengapa aku kabur dari rumah, tetapi bagaimanapun juga, dia pernah berbuat manis di dalam hidupnya. Tetap saja bagiku dia adalah seorang adik kecil yang memerlukan uluran bantuanku ketika dia terpuruk. Apalagi, sekarang Zara sudah tiada. Sakit sekali perasaanku membayangkan betapa menderitanya dia sebelum nyawanya lepas dari raga. Kasihan. Karena salah kenal pria, hidupnya jadi hancur seperti ini. Aku langsung merogoh ponselku. Kutelepon Mas Nat demi meminta pertolongannya. Aku tahu dia orang baik. Meskipun keluargaku bejat, tapi aku yakin bahwa pria tampan itu pasti mau menolong Zara buat mendapatkan keadilan. Setidakn

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Hancur

    “Ya Allah, Zara!” pekikku histeris sembari menghambur ke arah ranjang Zara. Gadis malang itu tengah terbaring lemah dan masih diberikan tindakan medis dengan semaksimal mungkin. Tangannya dipasangi infus hingga dua jalur. Dadanya penuh terpasang kabel. Sedang mulutnya, kini terpasang selang yang terhubung dengan sebuah balon yang tengah ditekan-tekan oleh seorang perawat pria. Seorang perawat lagi kini sibuk menekan dada Zara berkali-kali. Mereka berdua benar-benar fokus memberikan pertolongan supaya Zara bisa hidup dan tetap bernapas. Hatiku hancur saat melihat betapa lemahnya Zara saat ini. Suara ‘tut’ panjang itu masih saja terdengar memekik keras. Sedang gambar di monitor hanya garis lurus saja. Tubu Zara makin pucat kulihat. Apalagi wajahnya.Ibu berada di dalam de

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Histeris

    Sandra memacu vespanya dengan kecepatan sedang saat dia membawaku menuju RSIA Impian Bunda. Rumah sakit ibu dan anak tersebut memang lokasinya dekat dengan rumah pribadi milik Farhaaz. Maka, semakin sakitlah hatiku membayangkannya. Apa mungkin, Farhaaz menyetubuhi adikku di rumahnya hingga anak itu sekarat dan pendarahan? Apa hanya disetubuhi tok atau dengan tindak kekerasan lain seperti dipukuli atau dihantam bagian kemaluannya dengan benda tumpul yang berbahaya? Astaghfirullah! Nyeri hatiku memikirkannya. Kasihan Zara kalau memang dia betul-betul sakaratul maut saat ini. Farhaaz benar-benar harus bertanggung jawab! Kalau perlu masuk ke penjara jika memang dia melakukan tindakan gila itu. Yang aku heran, kok, bisa Farhaaz memiliki sikap layaknya psikopat, padahal saat bersamaku, dia tidak begitu. “San, kok, bisa ya, Farhaaz sekejam itu sama Zara? Pas sama aku, Farhaaz nggak pernah kasar, San. Dia cuma senangnya morotin duitku

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Awas Saja!

    “Ag, kenapa adikmu?” Sandra bertanya dengan wajah yang pias dan mimik terkaget-kaget. “San, si Zara pendarahan sampe koma ini! Ya Allah, Zara! Aku nggak nyangka bisa kaya gini!” ucapku sesak sambil terus meneteskan air mata. “Astaghfirullah! Kok, bisa, sih?” Sandra terlihat makin panik. Membuatku kian berdebar-debar, takut terjadi sesuatu hal yang lebih menakutkan ketimbang kabar Zara yang sekarang. “Kata ibuku disiksa sama Farhaaz, San. Ya Allah, setega itu Farhaaz ampe bikin adikku koma. San, tolong aku, San. Bisa nggak boncengin aku ke rumah sakit Impian Bunda? Aku lemes banget. Lututku gemetar saking kagetnya,” pintaku dengan suara yang parau dan penuh sesak di dada. “Gila! Sinting apa si Farhaaz, Ag? Wah, tindak kriminal ini. Bisa dipenjarain, tuh!” teriak Sandra menggebu-gebu. “Tapi, Ag, apa ini bukan strateginya orangtua angkatmu? M-maksudku … apa bukan akal-akalan mereka buat ngejebak kamu doang?” tanya Sand

  • TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU   Satu Nyawa Melayang

    “Iya, San. Aku juga minta maaf kalau ada salah-salah kata. Mulai besok, aku nggak di sini lagi. Aku harus pindah ke rumahnya calon suamiku. Kami emang belom satu rumah. Tapi, aku mau nggak mau harus ikut kata-kata dia buat nempatin rumahnya dia yang sempat dikontrakan itu, San. Sorry ya, San, kemarin bikin kamu repot sampai harus ngebayarin duit DP kostanku segala,” sahutku sambil balik mendekapnya. “Santai aja, Ag. Nggak apa-apa, kok. Aku harus ikutan seneng dengan kebahagiaanmu. Kayanya, aku mau balikan aja sama Nino. Doain ya, Ag, dia mau nerima aku lagi.” Aku pun melepaskan diri dari dekapannya Sandra. Kuanggukkan kepala. Kuulas senyuman kecil pada Sandra. “Pasti mau, San. Aku tahu, kalau Nino itu cinta matinya sama kamu doang. Nanti kamu coba aja hubungin dia. Bilang, kalau kemarin kamu mutusin dia itu karena lagi pusing sama kerjaan aja.” Sandra mengangguk-angguk. Dia mengusap buliran bening di sudut mata sendunya. Gadis it

DMCA.com Protection Status