"Apakah saya tidak boleh mengartikannya lebih?" Prisha menindas rasa malunya. "Jangan mimpi!""Aduh!" pekik sang dara tiba-tiba, sambil menyentuh dada dengan sepasang tangan.Gavin spontan menoleh. "Kenapa?" Refleks pemuda itu turun dari bangku saat Prisha terduduk di lantai sambil meringis seperti orang kena serangan jantung.Sebenci-bencinya, Prisha adalah putri dari wanita yang dicintainya. Setitik perhatian sebagai calon ayah, masih ia miliki. Terlebih lagi, Gavin seorang dokter yang tak biasa membiarkan orang menderita tanpa pertolongan."Jantung saya, Dok ...." "Kenapa jantungnya?"Prisha menengadah hingga paras jelitanya sempurna berhadapan dengan wajah elok sang dokter."Jantung saya nyeri saking kuatnya berdebar. Palpitasi. Semoga bukan aritmia ...."Gavin terkesima. Jantungnya kembali berdegup aneh menyaksikan wajah kemerahan dan rekahan bibir Prisha yang mirip kelopak bunga mekar saat berbicara. Ia menggali file memori bersama Nalini. Nalini seorang wanita dengan daya ta
"Saya akan berusaha memperbaiki diri, Mami." Prisha tak membantah ibunya. Percuma, pikirnya. Ia melihat meja makan. Tersedia sarapan berupa nasi goreng istimewa. Apakah Mami yang memasaknya?"Kapan Mami datang?" "Satu jam yang lalu. Mami bawakan nasi goreng untuk ... kalian. Ayo, sarapan bersama!" ajak Nalini, ceria.Prisha menatap Gavin. Sinar matanya mengandung isyarat tanya. Apakah boleh?Gavin hanya mengangguk. Wajahnya terlihat lebih hangat dan berseri, tidak dingin seperti biasa. Saat Prisha duduk di sisi Nalini, Gavin memandanginya cukup lama. "Kalian betul-betul mirip." Ada nada takjub dalam suara pemuda itu. Seakan-akan baru saja menemukan diagnosa penyakit langka setelah sekian lama memeriksa dan mencari data-data pasien."Orang bilang, kami mirip kakak adik. Saya kakaknya, Mami adiknya. Mungkin karena gaya saya terlalu serius, terkesan tua. Padahal saya kekanak-kanakan." Prisha setengah bergurau, agak sarkas. "Em betul." Gavin mengalihkan pandang, fokus ke Nalini. "Kam
Prisha terlonjak dan melotot. Bukan main! Betapa plin plannya dokter arogan dan kejam ini. Dia betul-betul nganggap aku boneka yang bebas dipermainkan kapan saja sesuka jempolnya!"Maaf, Pak Dok. Nikah dan cerai bukan kata-kata yang gampang diucapkan sekehendak hati. Sebagai dokter spesialis merangkap CEO, Anda cukup cerdas untuk memahami ini," kritiknya, tajam.Gavin tidak kelihatan gusar, malah tersenyun. "Saya hanya lelaki biasa yang kurang paham agama," katanya, menunjukkan sikap rendah hati yang berujung bahaya. "Tidak seperti kamu yang lulusan pesantren. Tolong ajari saya supaya nggak mudah ngucap cerai. Sebab, konsekuensinya buat kamu cukup fatal."Ancaman tersirat tersebut memantik nyala kemarahan di mata Prisha sekaligus rasa tak berdaya.Sementara Nalini terbelalak, tak percaya. "Vin, apa maksudmu? Apa rencanamu?" Ia bertanya, cemas."Tadinya, aku bermaksud menceraikan putrimu dan menikahi kamu. Sebab aku dan putrimu masih murni. Ketentuannya sudah aku pelajari. Tapi, tiba-
Beberapa dokter, perawat, petugas loket, resepsionis, satpam, pasien poliklinik, dan para pengunjung yang ada di lobi dan lalu lalang di gerbang masuk rumah sakit, mendadak bagai robot yang di-mute, begitu menyaksikan adegan tabu secara live dan gratisan.Rata-rata terpukau. Masing-masing merefleksikan rasa itu dengan cara mereka. Ada yang gercep menangkap momen itu lewat jepretan kamera ponsel atau merekamnya jadi video. Ada yang bengong sampai mimisan. Ada pula yang otomatis merapat ke pasangannya. Tak ketinggalan yang bersuit-suit atau berdecak kagum. Sebagian lagi berpaling, memejamkan mata, atau menggeleng sambil ngelus dada.Sementara para tim medis dan staf rumah sakit, hanya terbengong ria. Adegan luar biasa itu di luar ekspektasi dan prediksi mereka yang mengenal sosok Prof. DR. dr. Gavin Devandra, Sp.BTKV sebagai sosok dingin yang untouchable. Mereka malah mengira sang dokter sedang mabuk, atau stres berat. Satu dua rekan sejawat sampai menghubungi psikiater rumah sakit aga
Meskipun Prisha tak bisa memungkiri, kemesraan antar pasutri itu halal dan berkah di sisi Allah, tetapi melakukannya ada adab yang perlu dijaga demi iffah. Tabu jika dipamerkan ke khalayak, atau keluarga sekalipun. Jangankan dipamerkan, memperbincangkannya saja dicela oleh Rasulullah SAW.Pak Dok sering mengejekku minus etika dan tak tahu malu. Tapi nyatanya? Siapa yang bertingkah lebih memalukan? "Gimana kondisi pasien?" tanya Gavin, ke spesialis anestesi."Aman, Dok. Stabil.""Oke, kita mulai." Gavin mengambil scalpel yang diserahkan asisten instrumen.Tiba-tiba Dokter Nazeef menahannya. "Sebentar, Dok!" Wajahnya serius. "Anda nggak sedang mabuk, kan? Atau pusing? Benturan kepala, mungkin?"Gavin agak terkejut. Gerakannya terjeda. Scalpel di tangannya yang siap membelah dada pasien, teracung sejenak di udara. "Saya baik-baik aja, Dok.""Syukurlah." Dokter Nazeef tersenyum di balik maskernya. "Mungkin mabuk cinta .... I see. Pengantin baru. Saya harap Anda cukup stabil menjalankan
Saat pintu lift tertutup, Gavin bersandar di dinding sambil memejamkan mata dan menggigit bibir. Keningnya berkerut seperti menahan rasa sakit. Ekspresi tersebut hanya berlangsung sesaat. Begitu lift mencapai lantai tiga dan pintunya terbuka, wajahnya kembali tenang, cenderung dingin seperti biasa. Namun, sepasang matanya merah dan berair.Panggilan telepon berupa alunan musik lembut, berbunyi dari ponselnya. Nama Nalini muncul di layar. Gavin langsung menolak panggilan. Tercatat di log panggilan telepon, berpuluh-puluh kali panggilan tak terjawab dari Nalini, sejak beberapa jam yang lalu. Gavin keluar lift. Langkahnya agak terhuyung menuju ruang rapat perusahaan. Pucat lesi wajahnya bagai tak dialiri darah. Gavin mengerti kondisi tubuhnya. Gula darahnya sedang drop karena tubuh tidak mendapat asupan nutrisi cukup sejak tadi malam. Selera makan menguap dan energinya raib akibat tekanan batin hebat. Terakhir kali ia mengalami situasi serupa hingga keceriaannya terenggut, terjadi d
Akram terbelalak melihat putri semata wayangnya. Gegas didorongnya Reza sampai pemuda itu terhuyung nyaris jatuh."Hana, Ya Allah, lo lagi diimpus malah jalan ke sini!" Akram panik, istrinya lebih panik. Nora cepat-cepat mendekati putrinya yang datang bersama tiang infus. "Rebahan aja. Biar Nyak Babe yang nyelesain masalah lo!""Gak, Nyak. Hana gak sepakat kalo Nyak Babe nyelesain masalah pake cara kek gini. Babe dah janji ke Hana mau tobat. Gak maen kasar lagi. Kenape Babe malah ngangkut orang sekampung ama centeng satu kecamatan gini?" Hana ngomel-ngomel dan menolak ketika disuruh enyaknya duduk di bangku. "Siapa yang kagak geger denger kabar lo tersiksa di sini?" Nora melotot. "Lo disekolahin buat jadi dokter, bukan jadi kuli yang kerja rodi gak berenti-berenti!""Hana minta maap udah bikin Nyak Babe kepikiran. Hana lagi masa koas, kudu belajar banyak. Pas nelpon tadi, Hana emang lagi sebel berat. Tapi sekarang, Hana udah ikhlas. Nyak Babe pulang aje."Reza menatap Hana, penuh r
Langit petang berselimut jingga bagai terbakar cahaya matahari terbenam, saat Prisha tiba di rumah. Ia pulang naik taksi online. Sama sekali tidak menunggu atau ditunggu suaminya. Insiden tadi pagi, yang jelas tak bermakna apa-apa bagi Gavin, sudah cukup melukai hatinya. Sebagai gadis berjilbab lulusan pesantren, Prisha sangat menjaga iffah dan wara. Gavin telah melecehkannya. Tak peduli status Gavin sebagai suami, Prisha tetap merasa tak dihargai. Di ruang privat pun ia tak sudi, apalagi di depan publik.Sayang seribu sayang, ukuran otaknya seakan-akan mengerucut, pasokan oksigen menurun, tekanan intrakranial meningkat, tatkala insiden itu terjadi. Akibatnya Prisha kehilangan rasionalitas dan tugas memandu reaksi tubuh diambil alih instink feminim.Prisha malu sekali. Di depan orang-orang, ia bisa memasang muka tembok, tetapi saat tiba di rumah Gavin, gadis itu serasa ingin melempar batu ke cermin.Seusai membersihkan tubuh dan ganti baju di kamar pribadi, ia dikejutkan ketukan pada
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa