"Prisha!" Karina mendekat, setengah berbisik sambil melotot. Ditariknya Prisha ke pojok ruangan. "Kenapa baju dari Mama gak dipake? Kita ada sesi foto bersama yang bakal diunggah ke medsos. Kamu jangan malu-maluin!""Bajunya nggak muat, Ma," sahut Prisha polos."Nggak mungkin! Mama dapet ukuran dari Gavin!"Prisha nyaris tersedak mendengar info ukuran tubuhnya dari Gavin. "Em, bajunya terlalu nyetak di badan Sha. Sha nggak biasa pake baju ketat kalo ke luar rumah.""Mama nggak mau tau! Sekarang juga kamu ganti! Ayok ke dalam, Mama kasi baju ganti punya Mama. Untung Mama bawa serep, khawatir kamu keras kepala!"Karina menyeret menantunya lewat pintu samping ruang tengah. Namun, baru beberapa langkah memasuki lorong rumah, sebuah suara menahannya."Mama!" Karina menoleh. "Vin!" serunya gusar. "Kenapa Sha dibiarin pake baju orang-orangan sawah gini? Kerabat papamu mulai bergunjing liat Prisha! Bikin malu saja!"Gavin mendekat. "Mama nggak perlu repot-repot ngurus gadis keras kepala ini.
Zed dan Diana duduk di kursi utama, memindai anak, menantu, dan cucu-cucunya yang telah duduk rapi menghadapi meja makan. Lantas, fokus mereka terkunci pada Prisha yang duduk di sisi Gavin, sebelah kiri Karina. "Prisha, silakan perkenalkan dirimu, Nak." Diana tersenyum ramah. Pandangan semua orang otomatis terpusat ke Prisha. Beberapa anggota keluarga berdecih pelan. Yang lain, memberi tatapan merendahkan, dan sebagian lain tanpa minat."Mama, biar saya yang memperkenalkan Prisha," ucap Karina, tiba-tiba. "Nggak perlu repot-repot, Mba Karin." Sonya, menantu dari anak kedua Zed, menukas sambil menggoyang kipas bulu klasiknya. "Kami udah tau profil Prisha. Nggak bisa dibayangkan, gimana reaksi publik jika background-nya terekspos.""Mba Sonya punya tiga anak. Saya empat. Kebayang susahnya ngatur anak banyak, ya. Mba Karin beruntung hanya ngatur satu anak. Eh, tapi, kok, tetep kecolongan milihin jodoh." Lolita, menantu ketiga, menampakkan wajah prihatin. Wajah Karina memerah, menahan
Sepulang dari acara makan malam, baru satu langkah memasuki rumah, Prisha ditarik suaminya, lalu dihempaskan ke sofa ruang tamu. Gavin membanting pintu sekuat tenaga. Suara berdebam yang keras, mengejutkan jantung Prisha hingga berdegup kencang. "Kamu sudah tau, kan?" bentak pria itu, dalam posisi masih berdiri.Prisha langsung mengerti yang dimaksud Gavin. Ditatanya napas demi merangkum ketenangan. "Pak Dok, mari duduk. Kita bicara baik-baik," pinta gadis itu. Agak gemetar. Aura Gavin terasa mengerikan. Mata pemuda itu semerah saga dan berair, kontras dengan wajah tampan sepucat mayat. Mengingatkan Prisha pada sosok vampir ganteng di film Twilight Saga. "Saya nggak bisa bicara baik-baik ama kamu!""Bicara saat marah, bisa berujung penyesalan. Ada hadis Rasulullah SAW soal marah--""Saya nggak butuh ceramah!" bentak Gavin. "Sekarang saya tau apa yang bikin kamu pede dan berani mendebat saya!"Kejengkelan Prisha terpantik. Gadis itu bangkit. "Saya juga tau alasan keluarga ini me
"Aku akan ceraikan Karina, ibunya Gavin, supaya leluasa menikahi Nalini, ibumu, Prisha!" ulang Tibra lebih tegas. Mendengar itu, Gavin tak kuasa menahan diri. Papanya tak ubahnya anak kecil yang ngotot memaksakan keinginan. Tangannya teracung, siap menghajar. Prisha refleks mendekap punggung suaminya untuk mengerem laju langkahnya."Gavin, kumohon maafkan aku." Nalini tiba-tiba menghiba dengan suara parau. Wanita itu menjatuhkan diri berlutut di depan Gavin. "Kesalahanku mungkin terlalu besar. Tapi demi cinta kita, kumohon, izinkan diriku memperbaiki semua ini ...."Andai Gavin tidak tahu kenyataan apa pun tentang Nalini dan papanya, hatinya mungkin akan bergetar iba mendengar ratapan Nalini yang memilukan. Para pengunjung bar saja sampai menghentikan kegiatan masing-masing, dan tak kuasa menahan air mata."Bagaimana caramu memperbaikinya?" Gavin bertanya dingin, menekan muak. Didorongnya tubuh Prisha menjauh. Lantas, ia setengah membungkuk, menjenguk muka Nalini. "Ceraikan Prisha.
"Ngg ... kalo gitu, Mami kita angkut ke rumah Anda?""Kamu gila!""Atau ... Anda menemani saya di rumah Mami, supaya nggak jadi gosip? Kita bisa pulang bareng besok pagi!""Lebih gila lagi!"Prisha menunjukkan ekspresi sedih bercampur putus asa. Gavin makin gusar. Gadis itu lebih mencemaskan ibunya yang sudah oleng dan tampak ambruk di pinggir jalan. Sementara dirinya yang babak belur, sama sekali tidak diperhatikan. Ditanya kondisi pun tidak.Entah bagaimana juga nasib Tibra di dalam bar sana. Gavin merasa, papanya lebih baik mati di tangan centeng."Ibumu biasanya ditemenin siapa?""Tante di sebelah rumah.""Ya udah. Ditelpon tante itu!"Prisha gegas mengeluarkan ponsel dan menghubungi tetangga Nalini. Namun, dua menit kemudian, wajahnya berubah kecewa. "Tante Lexi lagi ada tamu. Pak Dok pulang aja .... Saya mau ngerawat Mami."Gavin nyaris meledak saking gusarnya. "Lalu, siapa yang ngerawat saya?"Prisha tersentak saat menyadari suaminya juga menderita. Rasa bersalah seketika menye
Azan Subuh berkumandang dari masjid rumah sakit, menyapa pendengaran Gavin. Begitu matanya terbuka, sejuta rasa sakit menyerbu tubuh. Pria muda itu mengaduh lirih ketika memaksakan diri bangkit duduk. Prisha muncul dari kamar kecil ketika melihat suaminya meringis, menahan nyeri, sewaktu menuruni ranjang."Pak Dok mau ke mana?""Ke kamar kecil. Panggilkan perawat untuk membantu saya.""Biar saya sa--""Saya nggak sudi disentuh kamu!""O, begitu, ya?" Prisha mendekat. Wajahnya yang masih basah oleh air wudhu, ditambah sorot mata penuh permusuhan, memancarkan kecantikan eksotis di bawah penerangan lampu neon. "Saya nggak boleh nyentuh Anda, tapi Anda bebas nyentuh saya! Sungguh tidak adil!"Wajah pucat Gavin berubah kemerahan."Ngomong-ngomong, yang ngeganti baju saya bukan kamu, kan?" Gavin baru menyadari, pakaiannya telah berganti jadi piyama rumah sakit."Saya yang ganti!" sahut Prisha, dengan nada menantang. Gavin terbelalak. Tubuhnya yang steril dari pandangan wanita mana pun, t
"Bener juga, sih," gumam Prisha setengah merenung. "Gue juga kayaknya nggak ngerti-ngerti amat. Gini aja. Gimana kalo kita konsultasi ke Dokter Adinda, ustazah gue? Gue sekalian mau nanya-nanya soal kasus mami juga.""Wah, ini yang gue cari!" sahut Keyko, secepat ayam mematuk umpan. "Ayok! Hari ini juga, bisa nggak?"Prisha berpikir sesaat. Memikirkan Gavin yang selalu mengusirnya, tampaknya ia tak perlu lagi menjenguknya. Hari itu ia akan dinas seperti biasa, mengecek kabar mami, lalu berkunjung ke klinik jiwa Dokter Adinda."Gue hubungin Bu Dok dulu, ya." Prisha gegas mengirim chat ke nomor ustazahnya. Lima menit kemudian, ia mengangkat muka dari layar ponsel. "Bu Dokter sibuk seharian. Bisa ditemui abis acara sore ini di masjid kampus kedokteran negeri. Gimana?""Oke." Keyko mengangguk antusias. Cuek saja ia tatkala Prisha memberinya tatapan iba yang mengandung isyarat "betapa menyedihkannya kamu, Key".Prisha ikut Keyko ke kos, numpang mandi dan berganti pakaian. Setelah itu, ia b
Prisha menyembunyikan keterkejutan di hatinya. Kakek Zed telah menebak dengan jitu, rencana yang sempat tebersit di benaknya."Kamu bahkan belum baca surat wasiat almarhum ayahmu." Zed membuang napas, kasar. Kakek itu mengetukkan ujung tongkat satu kali ke lantai. "Egon menyerahkan kuasa perwalianmu pada kami. Maka itulah kami mati-matian mencarimu. Kamu tau apa arti perwalian?"Prisha mengangkat muka. "Kakek Nenek jadi wali saya? Pengganti orang tua saya?""Benar. Termasuk wewenang mencairkan harta warisanmu yang tertanam dalam bentuk saham. Hanya saja, setelah kamu menikah, perwalian itu gugur. Digantikan suamimu.""Saya kurang mengerti. Maafkan saya. Mohon diperjelas lagi.""Artinya, kamu perlu tanda tangan Gavin jika ingin mencairkan saham itu." Kakek Zed menyandarkan punggung, terlihat sangat kecewa. Si kakek sampai terbatuk dan sedikit pucat."Kemarilah, Sayangku." Nenek Diana melambaikan tangan. Prisha mendekat dan duduk di sisi nenek itu. Diana menggenggam tangan Prisha, hang
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa