Marah, benci, campur geregetan. Itu yang dirasakan Gavin sekarang. Sejak pertama kali berjumpa di rumah Nalini hingga detik itu, Prisha selalu membantahnya. Kelancangan tersebut harus dibayar mahal. Masa bodoh dengan perasaannya. Menghukum Prisha lebih penting. Bayangan Nalini yang dipujanya mati-matian, mendadak bermain-main di benaknya. Ia pantang menyentuh Nalini, demi menjaga kemurnian cinta dan memuliakan wanita itu. Tak sudi dirinya disamakan dengan lelaki lain yang hanya mendamba tubuh Nalini. Walau sebesar apa pun api yang membakarnya. Namun, Prisha miliknya, meski ia membenci kenyataan itu. Lebih benci lagi ketika gadis itu menantangnya. Gavin memutuskan melanggar prinsipnya. Ralat, bukan melanggar. Bukankah Prisha istrinya? Ia bebas memanfaatkan Prisha demi meredam panas api yang berkobar gara-gara merindukan Nalini. Wewangian samar sweet floral, perpaduan aroma rempah dan bunga-bunga, merasuki penciuman pria itu kala memangkas jaraknya dengan Prisha. Sang dara tersenta
Usai mendaras Al-Qur'an sebakda Ashar, pikiran Prisha lebih jernih. Ia duduk di kasur favorit buatan neneknya yang sudah menipis dan agak keras. Kasur berlapis seprai motif hello kitty itu terhampar di tengah lantai yang cukup luas.Prisha mendecih pelan, teringat betapa protektif Gavin menjaga sofa di ruang baca. Ternyata, ia dan Gavin sama-sama memiliki barang favorit. Rebahan di kasur buatan nenek, selalu memberinya rasa damai dan terkenang suasana rumah di kampung. Dengan sedih, ia mengamati buku-buku kedokteran yang tersusun rapi di rak bukunya yang jadi satu dengan meja belajar. Entah kapan ia bisa praktik lagi? Gavin betul-betul kejam. Izin magangnya dibekukan tanpa batas waktu. Selama menanti, Prisha yang terbiasa sibuk, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Tak terbayang besarnya rasa bosan jika hari demi hari hanya duduk berpangku tangan di rumah.Prisha bermaksud menelepon sahabatnya di kos, tapi batal kala teringat ponselnya sudah terbuang. Solusinya, mau tak mau, beli pons
Gavin terdiam. Disesapnya lagi espresso yang mulai dingin."Kayaknya, ada beberapa poin yang kudu diperjelas dulu sebelum elo ngambil langkah ke depan. Pertama, soal Nalini nolongin elo." Reza menatap serius. "Elo percaya begitu aja kalo dia yang nolong elo? Bukannya saksi mata banyak?"Gavin masih membisu. Dahinya berkerut, memeras ingatan setahun silam. Pascaoperasi bedah otak untuk menyingkirkan gumpalan darah beku dari selaput otaknya, Gavin dinyatakan amnesia retrogad. Ia tak mampu mengingat kejadian sebelum kecelakaan. Namun, kadang-kadang, sekelebatan bayangan samar penolongnya muncul dalam bentuk mimpi. Selama ini, Gavin mengabaikannya. Sekarang, ingatan akan mimpi-mimpi itu memaksanya berpikir."Kenapa lo nanya gitu?""Aneh aja. Gue inget, dalam rekam medis lo, tercatat kalo lo ditemukan ngalamin henti jantung beberapa kali. Berkat RJP sebelum di bawa ke rs, nyawa lo berhasil diselamatkan. Pertanyaannya, apakah Nalini mampu melakukan RJP?""Dia ngaku bisa, diajarin Prisha." G
Prisha mendelik gusar. "Saran apa itu? Menyesatkan!" serunya dongkol. "Gue ogah nerima tips dari jomlo yang minus pengalaman nikah!""Ish ish, trik itu gue dapet dari novel-novel digital. Dua cara jitu menarik hati suami, pertama lewat perutnya. Masakkin yang enak-enak, trus telaten nyiapin makannya. Kedua, lewat itunya. Lingerie tak pernah gagal. Setidaknya, itu yang gue baca," ungkap Keyko, sok tahu. Urat geli Prisha tergelitik. Ia nyaris terbahak. "Sumbermu fiksi semua." "Cerita fiksi itu mewakili realitas." Keyko tampak mengedikkan bahu di depan layar ponsel."Gue jadi ragu, lo lulus murni apa nggak waktu ujian skripsi." Keyko berdecak jengkel. "Nggak ada hubungannya." "Tentu saja. Ngeliat sumber saran lo, siapa pun nggak bakal percaya kalo elo udah wisuda sarjana kedokteran.""Astaga, mulut elo udah nyaingin Lambe Rubah, biang julid di tweeter.""Udah cukup omong kosong ini!" Prisha jadi kesal. "Gue masih punya harga diri! Nggak bisa disamain ama Mami gue! Gue bukan kucing g
Prisha mengeringkan air mata dengan tisu. Kepalanya sedikit pening. Perut pun semakin perih dan berkeriuk akibat peristaltik usus yang minta diisi. Ia harus makan. Menghadapi kenyataan pahit butuh energi.Gadis itu pun beranjak keluar sambil berharap tak berjumpa manusia salju. Harapannya sia-sia. Tak dinyana, Gavin malah sudah duduk di depan meja dalam ruang makan dekat dapur. Langkah Prisha tertunda. Pemuda itu tampak menghadapi hidangan makan malam sambil menempelkan ponsel di telinga kanan. Agaknya sibuk menyimak telepon dari seseorang. Kening halusnya berkerut. Sepasang mata abu-abu terlihat lebih dark. Ekspresinya dingin, mengandung kemarahan tertahan.Prisha merutuk dalam hati. Kenapa pria itu malah di dapur, tidak duduk di ruang makan saja? Prisha terpaksa menggagalkan niatnya memasak makan malam untuk diri sendiri. Menekan lapar, gadis itu berbalik. Akan tetapi, ingatan akan percakapan dengan ibunya barusan, tiba-tiba terlintas di benak. Prisha jadi memikirkan rencana baru
Gavin sebenarnya tidak serius mengajukan permintaan itu. Ia hanya ingin menindas Prisha yang dianggapnya berpura-pura. Walau jarang berinteraksi, Gavin cukup mengenal karakter gadis itu. Nalini juga sering bercerita kalau putrinya alim dan tak pernah punya pacar. Prisha tak pernah disentuh pria. Dalam hal ini, Gavin merasa ada kesamaan antara dirinya dan Prisha. Untouchable.Gavin paham, bagi seorang yang sangat menjaga interaksi, sekamar dengan lawan jenis, apalagi jika tak disukai, pasti cukup menakutkan. Sebagai dokter plus mantan dosen yang sering menghadapi beragam perilaku pasien dan mahasiswa, Gavin bisa menduga, Prisha hanya lips-service. Tak mungkin gadis itu berani sekamar dengannya.Senyum kemenangan mengembang di wajahnya saat menyaksikan Prisha salah tingkah dan tak kuasa mengangkat muka. Gavin melenggang ke kamar dengan kepuasan seperti anak-anak yang berhasil mengusili temannya.Dalam kamar yang merangkap jadi ruang kerja, dokter yang terpaksa merangkap jadi CEO itu, la
"Apakah saya tidak boleh mengartikannya lebih?" Prisha menindas rasa malunya. "Jangan mimpi!""Aduh!" pekik sang dara tiba-tiba, sambil menyentuh dada dengan sepasang tangan.Gavin spontan menoleh. "Kenapa?" Refleks pemuda itu turun dari bangku saat Prisha terduduk di lantai sambil meringis seperti orang kena serangan jantung.Sebenci-bencinya, Prisha adalah putri dari wanita yang dicintainya. Setitik perhatian sebagai calon ayah, masih ia miliki. Terlebih lagi, Gavin seorang dokter yang tak biasa membiarkan orang menderita tanpa pertolongan."Jantung saya, Dok ...." "Kenapa jantungnya?"Prisha menengadah hingga paras jelitanya sempurna berhadapan dengan wajah elok sang dokter."Jantung saya nyeri saking kuatnya berdebar. Palpitasi. Semoga bukan aritmia ...."Gavin terkesima. Jantungnya kembali berdegup aneh menyaksikan wajah kemerahan dan rekahan bibir Prisha yang mirip kelopak bunga mekar saat berbicara. Ia menggali file memori bersama Nalini. Nalini seorang wanita dengan daya ta
"Saya akan berusaha memperbaiki diri, Mami." Prisha tak membantah ibunya. Percuma, pikirnya. Ia melihat meja makan. Tersedia sarapan berupa nasi goreng istimewa. Apakah Mami yang memasaknya?"Kapan Mami datang?" "Satu jam yang lalu. Mami bawakan nasi goreng untuk ... kalian. Ayo, sarapan bersama!" ajak Nalini, ceria.Prisha menatap Gavin. Sinar matanya mengandung isyarat tanya. Apakah boleh?Gavin hanya mengangguk. Wajahnya terlihat lebih hangat dan berseri, tidak dingin seperti biasa. Saat Prisha duduk di sisi Nalini, Gavin memandanginya cukup lama. "Kalian betul-betul mirip." Ada nada takjub dalam suara pemuda itu. Seakan-akan baru saja menemukan diagnosa penyakit langka setelah sekian lama memeriksa dan mencari data-data pasien."Orang bilang, kami mirip kakak adik. Saya kakaknya, Mami adiknya. Mungkin karena gaya saya terlalu serius, terkesan tua. Padahal saya kekanak-kanakan." Prisha setengah bergurau, agak sarkas. "Em betul." Gavin mengalihkan pandang, fokus ke Nalini. "Kam
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa