Share

TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)
TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)
Penulis: Dilan

Bab 01

Penulis: Dilan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam yang gelap dengan sedikit petir, badai sepertinya akan menerpa seisi kota Medan, Sumatra Utara. Karena tugas kuliah sangat menumpuk, mengharuskan Indah Saraspati mengerjakannya sebelum larut malam.

Dari balik horden kamar, desas-desus berdesik angin seakan membawa tiupan lembut. Tak hanya itu, meski suasana tengah gerimis, akan tetapi ruang kamar terasa sangat panas. Entah apa yang telah dia rasakan, yang pasti semua sudah terjadi beberapa hari belakangan.

Sembari mencatat sebuah jadwal kegiatan besok di kampus, lampu pun mati seketika. Mungkin karena petir yang datang secara tiba-tiba, mengharuskan padamnya listrik di setiap sudut rumah. Dengan menggunakan senter ponsel, Indah pun keluar dari ruang kamar dan berjalan menuju lantai satu.

Dapur adalah salah satu tempat yang dia tuju, menapak sedikit gontai dan beringsut menuju pusat tempat yang terletak di sudut rumah. Tepat arloji menunjukkan pukul 20.00 malam, suasana rumah sunyi dan sangat temaram.

Asisten rumah tangga, ayah dan ibu juga tak terdengar suaranya sama sekali. Entah ke mana perginya orang-orang, yang tersisa hanyalah sebuah nampan berisikan gelas kosong bekas minuman. Saking betahnya berada di dalam kamar, Indah tak tahu kalau seisi rumah telah pergi.

"Bi Ira ... Ayah ... Bu ... kalian di mana? Mati lampu, loh ...," teriak Indah sembari meletakkan ponselnya di atas meja.

Menggunakan tangan kanan, dia mengambil dimar ublik dan menyalakan lentera itu, akan tetapi pandangan masih menoleh kanan dan kiri. Rasa takut pun menyergap tubuh, ditambah hiruk pikuk terdengar di dalam ruang tamu, padahal tidak ada siapa pun ketika dia memanggil tadi.

Firasat aneh itu terus tumbuh bersama dengan bulu kudu meremang, menurut rumor yang pernah terdengar kalau rumah saat ini dia huni adalah tempat mutilasi kepala manusia pada zaman penjajahan. Pasalnya, sejak kedua orang tua Indah memboyongnya setahun lalu, dia tak pernah mendapati keanehan.

Suara ayam jantan seakan terdengar di luar rumah, ditambah dengan burung kedasik yang berkoar-koar tanpa henti. Rumor perihal burung tersebut adalah mampu mendeteksi orang yang hendak mati, hewan berbulu mendominasi warna hitam itu seakan mampu mencium aroma bangkai manusia, berjarak beberapa meter dari tempatnya hinggap.

Sedikit demi sedikit, Indah pun sampai di ruang kamar dan meletakkan dimar ublik di sampingnya, secarik kertas yang dia tinggalkan ketika tadi menghilang begitu saja dari atas mejanya.

'Loh, kertas tadi ke mana, ya? Bukannya, tadi kuletakkan di sini?' tanya Indah dalam hati.

Rupanya, secarik kertas yang tadinya dia letakkan di atas meja telah terjatuh di atas lantai, tetapi posisinya telungkup dan menutup isi tulisan itu. Ketika Indah mendudukkan tubuhnya di atas kursi, tanpa menoleh gadis berusia dua puluh satu tahun itu mengambil secarik kertas di lantai.

Yang tersentuh bukanlah kertas, akan tetapi sebuah kaki berkulit sangat dingin dan lembap, ditambah dengan aroma tak sedap datang secara tiba-tiba. Bau seperti air liur itu merasuki kedua lubang hidung Indah, padahal dia tak pernah membuang ludahnya di dalam kamar.

'Ini kaki siapa, ya? Kok, seperti telapak orang dewasa?' tanya Indah bersenandika.

Secara spontan, netra pun menoleh ke arah samping kiri. Hasilnya nihil, tidak terdapat siapa pun di sana, lalu dia mengambil secarik kertas tersebut dan meletakkan benda putih itu di atas meja belajarnya. Napas pun sangat ngos-ngosan, ditambah dengan degup jantung juga bergetar sangat kencang.

Sembari membuka catatan itu, netranya kembali tercengang. Dia mendapati sebuah penglihatan tak lazim, tulisan angka (9) tergambar jelas dan berukuran besar di kertas itu, tinta yang tertulis juga sangat aneh, sebuah bercak merah seperti darah.

Karena penasaran, Indah menyentuh tulisan itu yang masih basah, kemudian dia menciumnya perlahan. Ketika ujung jemarinya sampai di lubang hidung, bau amis pun didapati. Akan tetapi, darah itu bukanlah milik manusia, karena aromanya sangat asing dan susah ditebak.

Menelan ludah beberapa kali dan tatapan hanya sejurus pada dinding kamar, Indah mencoba menetralisir suasana hatinya yang teramat takut itu. Tiba-tiba, sebuah sentuhan terasa dari belakang badannya, tepat di atas pundak hingga leher.

Sentuhan itu sangatlah dingin, lembap, dan basah. Dimar ublik yang ada di hadapannya juga tertiup embusan angin dan seperti hendak padam. Karena penasaran, Indah mencoba untuk bangkit dari posisi duduknya dan menatap spontan arah belakang.

"Siapa itu!" pekiknya sembari berdiri tegap.

Ternyata semua sama seperti awal, tidak ada siapa pun di belakang, hanya perasaan ketakutan itu yang terus menghujani. Secarik kertas berulisakan angka (9) itu langsung dia robek menjadi empat bagian, lalu dia membuang benda tersebut di tempat sampah.

***

Pagi telah tiba, hari ini adalah kali pertama Indah masuk kampus dan belajar setelah menghabiskan liburan semester menoleh. Masuklah dia pada semester ketujuh tahun ini, dan seperti sudah diketahui bersama, kalau pada semester tersebut harus melaksanakan yang namanya magang, bahasa kerennya adalah KKN.

Karena Indah mengambil jurusan Hubungan Masyarakat di Universitas Nusantara, mengharuskannya terjun langsung ke tengah kehidupan masyarakat dan mencari tahu apa saja yang akan dia teliti nantinya. Menggunakan mobil berwarna putih, Indah keluar dari halaman rumah dan menuju jalan Pancing, tepat di kota Medan.

Membutuhkan sekitar lima belas menit untuk menuju kampus yang terletak di pusat kota Medan. Kalau jalanan tidak macet, untuk menuju ke lokasi hanya membutuhkan waktu lebih kurang sepuluh menit, yang namanya kota Metropolitan mana ada istilah tidak macet.

Sesampainya di halaman kampus, Indah pun memarkirkan mobilnya tepat di sebelah motor seorang cowok tampan yang paling terkenal seantero kampus. Namanya Bisma, pemuda berusia dua puluh tahun itu mengambil jurusan Hubungan Masyarakat juga, akan tetapi berbeda ruangan saja dengan Indah.

Wanita berambut sepinggang itu melintasi koridor kampus dan menatap sebuah majalah dinding di samping sekolah, papan pemberitahuan yang biasanya terletak di depan perpustakaan sekarang berpindah, menghadap arah Timur dipenuhi coretan.

Penglihatan tak lazim terpampang jelas di sepanjang majalah dinding, sebuah urutan abjad angka berawal dari 1 hingga 9 berbaris rapi dengan tinta merah, sama persis ketika tadi malam ada di kamarnya.

'Kok, tulisan ini sama dengan yang ada di kamarku? Bertinta merah dan ukurannya juga sama, apa ada yang sengaja ingin mengerjain aku, ya?' tanya Indah bermonolog.

"Hai! Bengong aja!" Dari belakang, Anita pun memukul pundak sahabatnya itu.

"Eh, Anita, aku kira siapa."

"Lagi ngapain di sini? Enggak masuk kampus?" tanya wanita berambut pendek itu.

"Eng-enggak, Nit." Setelah selesai berkata, Indah pun menatap lagi tulisan itu di depan majalah dinding.

Tiba-tiba, seseorang berteriak sangat keras dari arah belakang. "Indah ...!"

Seketika Indah memutar tiga ratus enam puluh derajat, dan tatapan sangat aneh Indah lempar pada wanita berambut pendek di hadapan yang sedang mengenakan pakaian merah.

"Anita, bukannya tadi ...."

"Tadi apa, Ndah?" tanya Anita.

"Ah, tadi kamu ada di samping aku pakai baju kuning. Kok, cepat banget ganti bajunya?" titah Indah seraya menoleh kanan dan kiri, ekspresinya juga menjadi seperti orang bodoh.

"Lagi lihat siapa? Aku baru aja sampai, kok, enggak pakai baju kuning. Ih, buta warna. Bagaimana bisa lulus angkatan kalau gitu," ledek Anita yang sedari tadi berkacak pinggang.

"Ta-tapi, tadi ...."

"Sudahlah, mungkin kau terlalu sering nonton film horror. Yuk, kita masuk."

Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicara, Anita pun menggandeng sahabatnya seketika.

"Udah ... ayo ...."

Bersambung

Bab terkait

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 02

    Dengan berjalan sedikit kencang, Anita dan Indah pun sampai di depan kelas, para mahasiswa telah menggerompok di setiap sisi ruangan. Sementara dari ambang pintu, Bu Intan datang seraya menenteng berkasnya berwarna hijau. Wanita berhijab putih itu mendudukkan tubuh di atas kursinya dan seketika membuka tiap lembar berkas, sementara tatapannya sangat liar kali ini. Sesekali lirikan itu menoleh ke arah Indah dan dia seakan menarik napas berat berulang-ulang, sebelum akhirnya wanita berusia empat puluh itu menyembunyikan wajah. Karena sangat heran, Indah menoleh ke arah kanan dan kirinya, dia merasa ada yang terlihat aneh pada dirinya. Namun, gadis berusia dua puluh satu tahun itu mencoba mencekal firasat tersebut. "Baiklah anak-anak, saya akan membacakan kelompok satu sampai sembilan yang akan melaksanakan KKN di masing-masing wilayah." Selepas berkata, wanita berkacamata di depan papan tulis putih itu menarik napas panjang. Tatapan yang dia lempar sama dengan ketika awal, lirikan m

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 03

    Sesampainya di depan pintu ruang kampus, Bisma pun menatap penuh ke arah wanita berambut sepinggang itu, lalu ia berkata, "kamu kenapa? Kok, seperti bingung gitu?" "Ah, enggak, tadi ... sudahlah lupakan aja," titah Indah terbata-bata. "Oke," respons Bisma singkat. Pemuda tampan itu kembali berjalan memasuki ruang kelasnya, sementara Indah masih berada di posisi awal sembari membuka kilas balik potret kejadian barusan. Hanya dalam hitungan detik, keadaan logika setiap manusia dapat diacak-acak oleh halusinasi. Dengan menggunakan satu mobil, kesembilan peserta KKN yang diketuai oleh Bisma Megantara memasuki tempat duduk masing-masing, mobil berwarna putih dengan sedikit perpaduan hitam melesat dengan tingkat kecepatan yang netral. Mereka harus ekstra hati-hati ketika memasuki kawasan Berastagi, Sumatra Utara. Selain jalan menuju ke sana rawan kecelakaan, Berastagi juga memiliki kelok di beberapa bagian. Tempat dengan julukan Daerah Subur itu menjadi destinasi terbaik selain Danau T

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 04

    Setibanya di dalam vila dengan ruangan sangat lebar, terlihat pemandangan khas yang hadir memanjakan kedua netra, dinding dengan lapisan cat bernuansa serba putih mewarnai dari awal masuk hingga menuju sejurus anak tangga. Lantai yang terbuat dari ubin seakan memberikan warna kemerlap terang, di antara plafon juga dihiasi lentera berukuran lumayan besar, sementara pojok ruangan tersebut terdapat lemari kristal dan arloji sakana klasik. "Silakan masuk dulu, Nak." Penjaga—vila bernama—Pak Sukri memperkenankan para mahasiswa untuk masuk. Sembilan orang yang tergabung dalam satu kelompok itu tak pernah terpikir akan mendapatkan tempat KKN paling spesial, sementara mahasiswa kelompok yang lainnya hanya melaksanakan kegiatan tersebut di satu kabupaten. Karena sangat senang, mereka pun menghambur masuk dan menaiki anak tangga lantai dua. Tetapi tidak dengan Bisma, ketua dalam regu KKN itu tampak sangat gelisah dan memekik ketika awal menapakkan kakinya di Kecamatan Berastagi. Ketika di te

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 05

    "Tuh! Aku bilang juga apa, kalau yang tadi lewat itu sosok bertubuh tinggi," jelas Indah seraya celingukan."Jangan dipikirin, mungkin kita kelelahan aja kali." Anita pun berjalan menuju anak cowok yang menggerompok memangkas rumput.Mereka pun bersama-sama membersihan vila yang sepertinya tak di huni bertahun-tahun itu, meskipun ada Pak Sukri—penjaga vila itu, karena kesibukannya berkebun yang mungkin menghambat dia tidak sempat membersihkan halaman.Semburat arunika menerpa desa yang dikenal dengan berjuta tanaman, lahan yang subur membuat sayuran hingga buah-buahan tumbuh subur, tepat di Kecamatan Berastagi, Sumatra Utara. Hari ini adalah kali pertama kampus Universitas Nusantara memberikan tempat untuk KKN lumayan jauh, para mahasiswa menganggapnya sebagai tempat untuk belajar sambil rekreasi.Kesembilan dari satu tim yang tergabung sebagai peserta memadati ruang tamu, mengenakan jas kuning khas identitas kampus mereka. Masing-masing dari mereka menggerompok di satu titik tumpu, s

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 06

    Mereka pun kembali mencatat hasil wawancara pagi ini, tak berapa lama akhirnya sesi tanya jawab telah berakhir. Tiba-tiba, wanita paruh baya selaku istri dari Pak Sukri datang membawa nampan berisikan minuman hangat, yaitu kopi."Hayo ... kita minum dulu, jangan serius banget belajarnya," sambarnya, lalu dia meletakkan nampan berisikan gelas kosong itu ditambah kudapan di atas meja."Silakan diminum, Nak, kopinya," kata Pak Sukri.Anissa pun mengisi beberapa gelas dengan minuman hangat itu, perlakuan dari empu pembimbing sangatlah baik, mereka mendapatkan sebuah nilai moral tersendiri dari masyarakat kampung. Lain halnya jika melaksanakan KKN di kota besar, mata hati mereka telah ditutupi benang merah, meskipun ramai tapi tak satu pun peduli.Arloji berjalan hampir satu jam, tetapi Nando dan Andre tak kunjung datang. Karena pagi ini hanya membahas perihal tanya jawab, para mahasiswa ingin kembali ke vila untuk menjemput dua sahabat yang tak kunjung datang."Pak, kami permisi balik dulu

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 07

    Pikram dan Bisma mendobrak pintu kamar mandi, ketika pintu tersebut terbuka, Andre juga telah terkapar bersama darah yang keluar dari mulutnya. Kejadian sama persis ketika terjadi pada Nando barusan, akan tetapi Andre sepertinya masih bernapas."Andre, kau kenapa?" tanya Bisma, ketua dari tim itu merangkul sahabatnya."Perut aku sakit banget, en-enggak tahan lagi ...," respons Andre sangat lirih."Emang kau makan apa sampai bisa sakit perut? Kalian mabuk?" tanya Bisma bertubi-tubi.Lawan bicara terdiam seribu bahasa, dia muntah kembali dengan meneluarkan darah segar dari mulutnya. Nyawa pun kembali hilang bersamaan dengan ucapan terakhir itu, degup jangung berhenti berdecak. "Innalillahi ...," ucap Bisma lirih.***Malam telah tiba, seluruh tim dari anggota KKN itu memandikan jenazah sahabatnya. Mereka tak tahu harus berbuat apa sekarang, ponsel yang kehilangan sinyal dari awal datang ke lokasi praktik, membuat mereka tak mampu menghubungi siapa pun.Selesai memandikan jenazah, mereka

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 08

    Setibanya di dalam vila dengan ruangan sangat lebar, terlihat pemandangan khas yang hadir memanjakan kedua netra, dinding dengan lapisan cat bernuansa serba putih mewarnai dari awal masuk hingga menuju sejurus anak tangga.Lantai yang terbuat dari ubin seakan memberikan warna kemerlap terang, di antara plafon juga dihiasi lentera berukuran lumayan besar, sementara pojok ruangan tersebut terdapat lemari kristal dan arloji sakana klasik."Silakan masuk dulu, Nak." Penjaga—vila bernama—Pak Sukri memperkenankan para mahasiswa untuk masuk.Sembilan orang yang tergabung dalam satu kelompok itu tak pernah terpikir akan mendapatkan tempat KKN paling spesial, sementara mahasiswa kelompok yang lainnya hanya melaksanakan kegiatan tersebut di satu kabupaten. Karena sangat senang, mereka pun menghambur masuk dan menaiki anak tangga lantai dua.Tetapi tidak dengan Bisma, ketua dalam regu KKN itu tampak sangat gelisah dan memekik ketika awal menapakkan kakinya di Kecamatan Berastagi. Ketika di tengah

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 09

    Karena sangat lelah seharian membawa koper, Bisma pun akhirnya menaiki anak tangga lantai dua, kamar yang tersedia ada sembilan di sana, meski ruang tersebut sangatlah minimalis, tetapi cukup untuk tidur satu ataupun dua orang. Nomor di depan pintunya juga sangat unik, berurutan dari angka satu sampai sembilan.Tepat di depan pintu nomor satu, Bisma berhenti. Dia menoleh ketujuh sahabatnya yang juga menatap serius menuju portal tertulis aneh itu, bercak merah yang terpampang sangat mengundang berjuta pertanyaan."Guys, kalian belum masuk?" tanya Bisma."Belum, Bis, kami enggak tahu harus pilih kamar nomor berapa. Soalnya, kamar ini sangat kecil—mana bisa kalau kita tidurnya bertiga." Dari posisi tengah, Anissa berujar.'Iya juga, ya,' batin Bisma."Bagaimana kalau kita tidur di ruang kamar masing-masing? Kan, jaraknya juga dekat jadi gak perlu takutlah sama hantu," titah Bisma seraya membuang cengir."Bagus juga katamu. Ya, udah, kita masuk aja," sambar Tias dan Anita.Bisma pun masuk

Bab terbaru

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 23

    'Mereka kenapa, ya? Aneh banget, perasaan tadi masih baik-baik aja.' Selesai bersenandika, Indah menyentuh kening Anita sembari mengecek suhu badannya. Sebelum telapak tangan mendarat di kening wanita berdasi merah itu, lawan bicara pun menarik tangan kanan Indah dan memutarnya sangat erat.Karena kesakitan, wanita berusia 21 tahun itu melayangkan pukulan lewat kaki kanannya, kemudian dia terlempar sekitar satu meter dari depan ketiga sahabat. Tubuh mungil dan semampai itu seketika terbanting di atas lantai, ekspresi Indah juga berubah menjadi meringis kesakitan."Ach, mereka kenapa jadi seperti ini, sih? Padahal tadi baik-baik aja, atau mereka kerasukan hantu?" Ketiga dari sahabatnya itu berdiri dan masing-masing mengambil pisau di atas nakas. Mereka tertegun seraya berjalan gontai mememui Indah, tatapan kosong Anita dan yang lainnya juga sangat membuat gemetar. Karena sangat takut, Indah mundur dengan menggeser tubuhnya yang telah terjatuh."Anita, jangan lakuin ini. Tias, Anissa,

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 22

    Tepat di hari kelima belas para peserta KKN melaksanakan tugas mereka, setelah hilangnya nyawa ketiga sahabat secara dramatis, muncul kehadiran seseorang yang tak pernah terlihat sebelumnya.Seorang pemuda yang mengaku sebagai alumni itu datang secara tiba-tiba baik dalam mimpi maupun dunia nyata, akan tetapi hanya Indah yang menjadi orang satu-satunya sebagai target pemuda asing itu, sosok berwajah tampan yang hampir setiap hari datang dalam bunga tidur seakan telah menguasai dunia alam bawah sadar gadis berusia 21 tahun itu.Karena pagi ini ada proyek kegiatan meneliti seputar tanaman yang hidup di Desa Berastagi, keenam mahasiswa dan mahasiswi yang tersisa menggerompok ke pusat lokasi vila tersebut. Ruang tamu dengan ukuran lebih lebar dari lokasi lain adalah titik tumpu berkumpulnya para mahasiswa KKN. Dengan langkah kaki sedikit kencang, Indah melompat dari atas dipan setelah mendengar jam beker di atas nakas berdering sangat keras. Mimpi yang terjadi beberapa hari belakangan me

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 21

    'Dimas? Perasaan enggak ada siapa-siapa di sini. Kan, cuma ada aku dan dia aja?' tanya Bisma bersenandika."Kenalin, ini Dim ...."'Loh, Dimas pergi ke mana, ya? Cepat banget ngilangnya!' pekik Indah bermonolog.Tatapan pun menoleh ke kanan dan ke kiri. Pasalnya, pemuda yang sedari tadi dia ajak berbicara hilang secara spontan. Sementara Bisma mematung di posisi awal, sebelum akhirnya dia duduk di sebelah kanan lawan bicara.Tampak dari kedua bola matanya, Indah kebingungan dan mencari-cari pemuda tersebut. Namun, setelah kehadiran Bisma di depan, pemuda asing itu hilang seperti embusan angin. Semburat jingga arunika menyingsing dan menggandeng nuansa hitam putih, suara burung kedasik kembali terdengar."Indah, sudah sore. Yuk, kita kembali ke vila," ajak Bisma seraya menoleh sekilas wanita aneh di sampingnya.Tanpa membalas ucapan ketua tim, Indah pun mengikuti langkah Bisma dari belakang. Sementara dari balik pohon randu, Dimas memantau wanita yang dia sukai itu tengah berjalan bers

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 20

    Siang itu tepat di desa yang penuh dengan berjuta pertanyaan, seraya merumuskan kejadian datang secara bertubi-tubi setiap harinya. Indah Saraspati adalah seorang gadis yang tertutup, untuk segala masalah dia tak mau menceritakan pada siapa pun.Sejak kehadirannya kembali di tengah-tengah para sahabat, kehidupan terasa sangat berbeda. Semenjak dinyatakan mati dan kembali hidup membuat Indah teropsesi pada kesendirian, dengan begitu dia bisa merasakan ketenangan. Semburat arunika menerpa jiwa lara, terpatri indah di dalam hati gadis berusia 21 tahun itu. Nestapa seakan ambil andil dalam bagiannya, kematian demi kematian yang terjadi terlontar akibat keberadaannya dalam satu tim KKN. Karena sangat kecewa, dia keluar dari Vila dan berjalan menuju pohon randu. Tepat di pinggir desa dengan pepohonan berukuran lumayan besar. Sambil mendengarkan musik menggunakan earphone, Indah bersenandung bersama tembang lagu-lagu nostalgia. Kecintaannya kepada musik gondang suku Batak sangat melekat,

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 19

    "Kau bisa menjamin kalau bukan dia yang membunuh?" sambar Anissa spontan bernada sedikit mendayu."Kalian lagi ngomongi siapa? Sepertinya serius sekali. Perihal membunuh, siapa yang dibunuh?" Indah hadir di tengah-tengah perseteruan yang terjadi, kedatangannya yang secara tiba-tiba membuat bungkam perbincangan."Eh, Indah, kita enggak ngomongi soal pembunuhan, kok. Kau salah dengar kali," titah Anissa meringis takut, dia menggigit bibir bawahnya seraya menoleh ke wajah para sahabat yang telah melotot."Oh, kirain lagi ngomongi apa. Soalnya, aku bukan pembunuh. Kalau kalian berpikir aneh tentang kejadian ini, suatu saat permainan ini akan terungkap." Indah kembali memutar badan dan berjalan menuju lantai dua.Setelah orang yang tengah mereka bahas pergi, napas pun kembali netral setelah sebelumnya terhenti sejenak. Pembahasan tak lagi terdengar, mereka lebih memilih meninggalkan ruang tamu.Anita dan Tias berjalan menemui sahabatnya yang sedang berada di dalam kamar tidur. Pintu kamar

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 18

    Hari berganti hari, minggu kedua telah mereka lewati bersama dengan kejadian yang tak pernah terpikirkan. Keenam mahasiswi Universitas Nusantara sedang diruntuk rasa bingung, pertanyaan datang tanpa jeda seolah otak tak mampu untuk merumuskan segalanya.Permadani terpampang jelas di luar vila, makam tanpa batu nisan menghabiskan ketiga mahasiwa yang tak mampu untuk mencekal takdir. Ironi itu memang hakiki, akan tetapi maut tak mau berdamai dengan mereka. Karena kematian itu terjadi sangat tidak wajar, kehadiran mereka dalam vila hanyalah bagai tawanan dalam penjara pesugihan."Aku mengajak kalian berkumpul di ruangan ini karena ingin membahas sesuatu," ucap Bisma yang sedari tadi memekik di atas kursi sofa.Kerlingan netra masing-masing mahasiswa menoleh kiri dan kanan, sepertinya Bisma memiliki pemikiran yang sama, lamat-lamat para mahasiswi tak percaya perihal makhluk gaib itu ada di sekitar vila."Berhubung kita sudah berkumpul di ruangan ini, apa yang ingin kalian bahas." Anissa m

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 17

    Sosok berambut ikal dan panjang itu mengedarkan senyum kecil, tatapannya sejurus menuju netra wanita yang sedang mengenakan kain panjang khas suku Batak itu. Kuku-kuku yang ada pada jemari sosok itu juga sangat tajam dan panjang, badan kurus dan semampai mematung tanpa pergerakan.'Ini boneka atau manusia, ya?' tanya Indah dalam hati.Karena sangat penasaran, dia memutuskan untuk menyentuh permukaan kulit bagian wajah sosok itu. Seraya menelan ludah, Indah menarik napas berat beberapa kali. Dimulai dari telapak kaki, Indah menatap secara saksama, kemudian menuju betis dan sejurus pada perut. Namun, tubuh makhluk itu semakin dilihat semakin terasa sangat panjang dan tinggi. Semakin dia mendongak semakin panjang dan tak tahu sampai mana batas penglihatan itu berhenti.Sekitar hampir tiga meter dari pusat tatapan, akhirnya tinggi badan makhluk itu berhenti. Sudah menyamai tinggi pohon randu yang ada di sampingnya. Karena sangat gemetar, Indah mencoba untuk mundur beberapa langkah ke bela

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 16

    Dalam suasana temaram vila yang menyimpan berjuta pertanyaan, seraya merumuskan misteri itu dalam kepala wanita yang sedari tadi merebahkan kedua sayap di atas kursi sofa sekelebat tercengang ke ambang pintu. Napas yang terengah-engah sekilas terasa berhenti pada tumpuan penglihatan, di luar sana seperti tengah digelar sebuah acara dengan alat musik yang terdengar sangat menggugah, hitam putih temaram permadani dengan bannyaknya penonton—hadir menggerompok.Rasa penasaran menghujani Indah yang sedari tadi mencoba untuk menyibak logika dalam isi kepala, menoleh kanan dan kiri seraya menyingkap sebuah penglihatan nyata. Penonton pun tak hanya berdiam diri mendengar alunan irama itu, mereka menari serempak dengan hentak kaki yang hampir sama.Lamat-lamat, Indah beringut dari kursi sofa dan berjalan sangat gontai, ditimpali rasa pusing menyergap kepalanya, pagelaran acara itu berlangsung di depan halaman vila. Secara saksama, wanita berusia 21 tahun itu membulatkan kedua netranya tanpa m

  • TEROR BEGU GANJANG (Selanjutnya Kau Yang Akan Mati)   Bab 15

    "Kita masih di dalam vila, kok, Bis." Anita menjawab seraya menoleh ke kanan dan ke kiri sahabatnya yang sedang menggerompok membentuk posisi bulat."Apa yang terjadi padaku, Nit?" Anissa pun mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Dengan sigap, Indah dan Tias membantu Anissa untuk mendudukkan badan.Akhirnya, kedua sahabat mereka pun kembali sadar. Suara burung kedasik tak lagi terdengar, tetapi hilangnya suara itu membuat listrik di vila—padam secara spontan. "Astaghfirullah!" sorak kelima mahasiswa secara serempak.Nestapa menyergap jiwa masing-masing mahasiswi yang notabenenya memiliki hati paling sensitif dibandingkan pria, kelima wanita itu merasa sedang diruntuk sebuah ayat-ayat kematian sepanjang hari, hanya tinggal menghitung giliran saja—siapa yang akan pergi selanjutnya.Bahkan hilangnya mobil milik mereka juga menjadi tanda tanya besar, alih-alih ingin pergi dari kubangan daerah mistis tersebut, tetapi tak ada kendaraan yang mampu membawa mereka meninggalkan lokasi. Gairah

DMCA.com Protection Status