"Tuh! Aku bilang juga apa, kalau yang tadi lewat itu sosok bertubuh tinggi," jelas Indah seraya celingukan."Jangan dipikirin, mungkin kita kelelahan aja kali." Anita pun berjalan menuju anak cowok yang menggerompok memangkas rumput.Mereka pun bersama-sama membersihan vila yang sepertinya tak di huni bertahun-tahun itu, meskipun ada Pak Sukri—penjaga vila itu, karena kesibukannya berkebun yang mungkin menghambat dia tidak sempat membersihkan halaman.Semburat arunika menerpa desa yang dikenal dengan berjuta tanaman, lahan yang subur membuat sayuran hingga buah-buahan tumbuh subur, tepat di Kecamatan Berastagi, Sumatra Utara. Hari ini adalah kali pertama kampus Universitas Nusantara memberikan tempat untuk KKN lumayan jauh, para mahasiswa menganggapnya sebagai tempat untuk belajar sambil rekreasi.Kesembilan dari satu tim yang tergabung sebagai peserta memadati ruang tamu, mengenakan jas kuning khas identitas kampus mereka. Masing-masing dari mereka menggerompok di satu titik tumpu, s
Mereka pun kembali mencatat hasil wawancara pagi ini, tak berapa lama akhirnya sesi tanya jawab telah berakhir. Tiba-tiba, wanita paruh baya selaku istri dari Pak Sukri datang membawa nampan berisikan minuman hangat, yaitu kopi."Hayo ... kita minum dulu, jangan serius banget belajarnya," sambarnya, lalu dia meletakkan nampan berisikan gelas kosong itu ditambah kudapan di atas meja."Silakan diminum, Nak, kopinya," kata Pak Sukri.Anissa pun mengisi beberapa gelas dengan minuman hangat itu, perlakuan dari empu pembimbing sangatlah baik, mereka mendapatkan sebuah nilai moral tersendiri dari masyarakat kampung. Lain halnya jika melaksanakan KKN di kota besar, mata hati mereka telah ditutupi benang merah, meskipun ramai tapi tak satu pun peduli.Arloji berjalan hampir satu jam, tetapi Nando dan Andre tak kunjung datang. Karena pagi ini hanya membahas perihal tanya jawab, para mahasiswa ingin kembali ke vila untuk menjemput dua sahabat yang tak kunjung datang."Pak, kami permisi balik dulu
Pikram dan Bisma mendobrak pintu kamar mandi, ketika pintu tersebut terbuka, Andre juga telah terkapar bersama darah yang keluar dari mulutnya. Kejadian sama persis ketika terjadi pada Nando barusan, akan tetapi Andre sepertinya masih bernapas."Andre, kau kenapa?" tanya Bisma, ketua dari tim itu merangkul sahabatnya."Perut aku sakit banget, en-enggak tahan lagi ...," respons Andre sangat lirih."Emang kau makan apa sampai bisa sakit perut? Kalian mabuk?" tanya Bisma bertubi-tubi.Lawan bicara terdiam seribu bahasa, dia muntah kembali dengan meneluarkan darah segar dari mulutnya. Nyawa pun kembali hilang bersamaan dengan ucapan terakhir itu, degup jangung berhenti berdecak. "Innalillahi ...," ucap Bisma lirih.***Malam telah tiba, seluruh tim dari anggota KKN itu memandikan jenazah sahabatnya. Mereka tak tahu harus berbuat apa sekarang, ponsel yang kehilangan sinyal dari awal datang ke lokasi praktik, membuat mereka tak mampu menghubungi siapa pun.Selesai memandikan jenazah, mereka
Setibanya di dalam vila dengan ruangan sangat lebar, terlihat pemandangan khas yang hadir memanjakan kedua netra, dinding dengan lapisan cat bernuansa serba putih mewarnai dari awal masuk hingga menuju sejurus anak tangga.Lantai yang terbuat dari ubin seakan memberikan warna kemerlap terang, di antara plafon juga dihiasi lentera berukuran lumayan besar, sementara pojok ruangan tersebut terdapat lemari kristal dan arloji sakana klasik."Silakan masuk dulu, Nak." Penjaga—vila bernama—Pak Sukri memperkenankan para mahasiswa untuk masuk.Sembilan orang yang tergabung dalam satu kelompok itu tak pernah terpikir akan mendapatkan tempat KKN paling spesial, sementara mahasiswa kelompok yang lainnya hanya melaksanakan kegiatan tersebut di satu kabupaten. Karena sangat senang, mereka pun menghambur masuk dan menaiki anak tangga lantai dua.Tetapi tidak dengan Bisma, ketua dalam regu KKN itu tampak sangat gelisah dan memekik ketika awal menapakkan kakinya di Kecamatan Berastagi. Ketika di tengah
Karena sangat lelah seharian membawa koper, Bisma pun akhirnya menaiki anak tangga lantai dua, kamar yang tersedia ada sembilan di sana, meski ruang tersebut sangatlah minimalis, tetapi cukup untuk tidur satu ataupun dua orang. Nomor di depan pintunya juga sangat unik, berurutan dari angka satu sampai sembilan.Tepat di depan pintu nomor satu, Bisma berhenti. Dia menoleh ketujuh sahabatnya yang juga menatap serius menuju portal tertulis aneh itu, bercak merah yang terpampang sangat mengundang berjuta pertanyaan."Guys, kalian belum masuk?" tanya Bisma."Belum, Bis, kami enggak tahu harus pilih kamar nomor berapa. Soalnya, kamar ini sangat kecil—mana bisa kalau kita tidurnya bertiga." Dari posisi tengah, Anissa berujar.'Iya juga, ya,' batin Bisma."Bagaimana kalau kita tidur di ruang kamar masing-masing? Kan, jaraknya juga dekat jadi gak perlu takutlah sama hantu," titah Bisma seraya membuang cengir."Bagus juga katamu. Ya, udah, kita masuk aja," sambar Tias dan Anita.Bisma pun masuk
Tepat tengah malam yang menghadirkan suasana temaram, bersama dengan sebuah jenazah yang masih tertidur pulas di atas pembaringan. Jiwa masing-masing peserta KKN gelenyar perihal perseteruan tak kunjung mereda. Tepat di dalam ruang tamu, desas-desus terdengar sejurus dari luar vila. Burung hantu tampaknya tengah bersenandung riang. Ayam jantan juga ambil andil dalam bagiannya, berkokok sejak magrib tadi."Itu suara ayam siapa, ya?" tanya Pikram."Hus! Jangan terpancing dengan bunyi itu," sambar Indah spontan.Masing-masing dari mereka memekik gelisah, karena hewan yang ada di sekitar vila tampak berdatangan hari demi hari, kecipak juga terdengar dari arah kamar mandi. Tempat Andre dan Nando mati secara mengenaskan kini menjadi momok paling menyeramkan."Menurut kalian, kita akan membiarkan mayat mereka membusuk atau bagaimana?" tanya Bisma dengan sangat lantang.Anita dan Indah saling tukar tatap, sementara Anissa dan Siska saling mengedarkan ekspresi bingung. Tak satu pun dari merek
Malam semakin larut, perseteruan berakhir karena satu persatu mahasiswi meninggalkan ruang tamu. Bisma dan Pikram pun bergerak dari posisinya awal dan memasuki ruang kamar masing-masing, termasuk Indah yang sedari tadi merasakan aura aneh di ruang kamar.Indah mendudukkan tubuh di atas kursi dan mengambil buku diarynya dari dalam tas ransel berwarna cokelat, hanya ditemani dimar ublik sebagai penerangnya, lentera yang hanya mampu bertahan dengan minyak tanah itu terbang terkena semilir tiupan angin.Hujan deras terjadi di luar vila, benda bertinta hitam pun menari di atas kertas putih. Menuliskan kejadian demi kejadian akhir-akhir ini terjadi padanya, semenjak dia berhasil selamat dari maut beberapa bulan lalu, seakan membuka mata batin gadis berusia 21 tahun itu.Ketika dua paragraf diksi telah dia tulis, tiba-tiba jendela seperti ada yang ingin membuka, beberapa kali suara itu datang—membuat Indah menatap sejurus ke samping. Gorden bernuansa serba hijau terbang sebelum akhirnya berh
Semburat arunika menerpa alam semesta, setelah subuh mulai menyingsing meninggalkan bulir segar di perbatasan dedaunan. Halaman vila sangat asri dipandang netra, permadani tumbuhan hijau menghias indahnya lahan perkebunan.Berbagai jenis sayuran serta buah-buahan tumbuh di tempat dengan julukan paling subur di Provinsi Sumatra Utara itu. Kabar tersebut tersiar hingga mancanegara, bahkan buah-buahan seperti strawberry dapat beradaptasi dengan udara sekitar, kita tak perlu membelinya dari luar negeri.Akan tetapi, rumor itu tertutup oleh sebuah ironi mengejutkan, daerah berjulukan paling subur itu menyimpan sejuta misteri, seperti kejadian yang baru saja melanda kelompok tim KKN Universitas Nusantara. Mereka harus kehilangan dua sahabatnya dalam kurun waktu bersamaan, bahkan makam mereka di samping vila pun belum mengering.Dengan langkah sedikit limbung, Indah dan teman-teman menuruni anak tangga lantai dua. Pasalnya, mereka tengah terteror penampakan arwah dari sahabat mereka yang tel