Share

Bab 07

Pikram dan Bisma mendobrak pintu kamar mandi, ketika pintu tersebut terbuka, Andre juga telah terkapar bersama darah yang keluar dari mulutnya. Kejadian sama persis ketika terjadi pada Nando barusan, akan tetapi Andre sepertinya masih bernapas.

"Andre, kau kenapa?" tanya Bisma, ketua dari tim itu merangkul sahabatnya.

"Perut aku sakit banget, en-enggak tahan lagi ...," respons Andre sangat lirih.

"Emang kau makan apa sampai bisa sakit perut? Kalian mabuk?" tanya Bisma bertubi-tubi.

Lawan bicara terdiam seribu bahasa, dia muntah kembali dengan meneluarkan darah segar dari mulutnya. Nyawa pun kembali hilang bersamaan dengan ucapan terakhir itu, degup jangung berhenti berdecak.

"Innalillahi ...," ucap Bisma lirih.

***

Malam telah tiba, seluruh tim dari anggota KKN itu memandikan jenazah sahabatnya. Mereka tak tahu harus berbuat apa sekarang, ponsel yang kehilangan sinyal dari awal datang ke lokasi praktik, membuat mereka tak mampu menghubungi siapa pun.

Selesai memandikan jenazah, mereka membungkus mayat kedua sahabat dengan sprei milik mereka. Warnanya sama dengan kain kafan, putih tanpa ada noda sedikit pun. Tiba-tiba, Bisma berlari dan menabrak pintu vila. Para sahabat yang masih sibuk meratap di ruang tengah—kembali tercengang dengan kedatangan ketua mereka.

"Bisma! Kau kenapa?" tanya Pikram.

"Mo-mobil, kita hilang!"

"Apa! Enggak mungkin, salah lihat kali. Tadi siang masih ada di luar," gerutu Anissa.

Karena tak percaya, Anissa pun keluar dari dalam vila dan menatap sejurus menuju depan. Perkataan dari ketua mereka benar, mobil sebagai angkutan satu-satunya itu menghilang begitu saja dari peredaran.

Menggunakan tangan kanan, Anissa menutup mulutnya dan tak mampu berkata lagi. Kendatipun mereka membawa jenazah menuju rumah sakit, membutuhkan waktu cukup lama jika harus berjalan kaki.

"Bagaimana ini, jasad mereka kita bawa ke mana?" tanya Anissa seraya mondar-mandir di ruang tamu.

"Kita kebumikan aja di sekitar sini, Niss," ujar Indah spontan.

"Gila kau! Mana mungkin mereka kita kebumikan di sini, kalau orang tua mereka pada nanya kita harus jawab apa?!" hardiknya ngegas.

"Tapi, Niss ... kita gak punya pilihan lain. Kasihan mereka jika berlama-lama menunggu." Indah menunjuk kedua jenazah di atas pembaringan.

"Semua pasti gara-gara kau psikopat! Coba aja kami enggak satu kelompok denganmu, pasti semua akan aman-aman aja!" gerutu Anissa lagi.

"Eh, jaga mulut kau, ya. Sejak awal kedatangan kita di sini, kalian enggak bisa menjaga sikap. Ketawa sesuka hati, berkata kotor. Jadi, jangan nyalahin kita, dong!" Dari posisi depan, Anita membangkitkan tubuh sembari angkat bicara.

"Tetap aja kalau dia adalah sumber masalahnya!" pekik Siska.

"Cukup ... cukup!" teriak Bisma, tiba-tiba ruangan menjadi sangat hening.

Bersambung …

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status