'Mereka kenapa, ya? Aneh banget, perasaan tadi masih baik-baik aja.' Selesai bersenandika, Indah menyentuh kening Anita sembari mengecek suhu badannya. Sebelum telapak tangan mendarat di kening wanita berdasi merah itu, lawan bicara pun menarik tangan kanan Indah dan memutarnya sangat erat.Karena kesakitan, wanita berusia 21 tahun itu melayangkan pukulan lewat kaki kanannya, kemudian dia terlempar sekitar satu meter dari depan ketiga sahabat. Tubuh mungil dan semampai itu seketika terbanting di atas lantai, ekspresi Indah juga berubah menjadi meringis kesakitan."Ach, mereka kenapa jadi seperti ini, sih? Padahal tadi baik-baik aja, atau mereka kerasukan hantu?" Ketiga dari sahabatnya itu berdiri dan masing-masing mengambil pisau di atas nakas. Mereka tertegun seraya berjalan gontai mememui Indah, tatapan kosong Anita dan yang lainnya juga sangat membuat gemetar. Karena sangat takut, Indah mundur dengan menggeser tubuhnya yang telah terjatuh."Anita, jangan lakuin ini. Tias, Anissa,
Malam yang gelap dengan sedikit petir, badai sepertinya akan menerpa seisi kota Medan, Sumatra Utara. Karena tugas kuliah sangat menumpuk, mengharuskan Indah Saraspati mengerjakannya sebelum larut malam. Dari balik horden kamar, desas-desus berdesik angin seakan membawa tiupan lembut. Tak hanya itu, meski suasana tengah gerimis, akan tetapi ruang kamar terasa sangat panas. Entah apa yang telah dia rasakan, yang pasti semua sudah terjadi beberapa hari belakangan. Sembari mencatat sebuah jadwal kegiatan besok di kampus, lampu pun mati seketika. Mungkin karena petir yang datang secara tiba-tiba, mengharuskan padamnya listrik di setiap sudut rumah. Dengan menggunakan senter ponsel, Indah pun keluar dari ruang kamar dan berjalan menuju lantai satu. Dapur adalah salah satu tempat yang dia tuju, menapak sedikit gontai dan beringsut menuju pusat tempat yang terletak di sudut rumah. Tepat arloji menunjukkan pukul 20.00 malam, suasana rumah sunyi dan sangat temaram. Asisten rumah tangga, aya
Dengan berjalan sedikit kencang, Anita dan Indah pun sampai di depan kelas, para mahasiswa telah menggerompok di setiap sisi ruangan. Sementara dari ambang pintu, Bu Intan datang seraya menenteng berkasnya berwarna hijau. Wanita berhijab putih itu mendudukkan tubuh di atas kursinya dan seketika membuka tiap lembar berkas, sementara tatapannya sangat liar kali ini. Sesekali lirikan itu menoleh ke arah Indah dan dia seakan menarik napas berat berulang-ulang, sebelum akhirnya wanita berusia empat puluh itu menyembunyikan wajah. Karena sangat heran, Indah menoleh ke arah kanan dan kirinya, dia merasa ada yang terlihat aneh pada dirinya. Namun, gadis berusia dua puluh satu tahun itu mencoba mencekal firasat tersebut. "Baiklah anak-anak, saya akan membacakan kelompok satu sampai sembilan yang akan melaksanakan KKN di masing-masing wilayah." Selepas berkata, wanita berkacamata di depan papan tulis putih itu menarik napas panjang. Tatapan yang dia lempar sama dengan ketika awal, lirikan m
Sesampainya di depan pintu ruang kampus, Bisma pun menatap penuh ke arah wanita berambut sepinggang itu, lalu ia berkata, "kamu kenapa? Kok, seperti bingung gitu?" "Ah, enggak, tadi ... sudahlah lupakan aja," titah Indah terbata-bata. "Oke," respons Bisma singkat. Pemuda tampan itu kembali berjalan memasuki ruang kelasnya, sementara Indah masih berada di posisi awal sembari membuka kilas balik potret kejadian barusan. Hanya dalam hitungan detik, keadaan logika setiap manusia dapat diacak-acak oleh halusinasi. Dengan menggunakan satu mobil, kesembilan peserta KKN yang diketuai oleh Bisma Megantara memasuki tempat duduk masing-masing, mobil berwarna putih dengan sedikit perpaduan hitam melesat dengan tingkat kecepatan yang netral. Mereka harus ekstra hati-hati ketika memasuki kawasan Berastagi, Sumatra Utara. Selain jalan menuju ke sana rawan kecelakaan, Berastagi juga memiliki kelok di beberapa bagian. Tempat dengan julukan Daerah Subur itu menjadi destinasi terbaik selain Danau T
Setibanya di dalam vila dengan ruangan sangat lebar, terlihat pemandangan khas yang hadir memanjakan kedua netra, dinding dengan lapisan cat bernuansa serba putih mewarnai dari awal masuk hingga menuju sejurus anak tangga. Lantai yang terbuat dari ubin seakan memberikan warna kemerlap terang, di antara plafon juga dihiasi lentera berukuran lumayan besar, sementara pojok ruangan tersebut terdapat lemari kristal dan arloji sakana klasik. "Silakan masuk dulu, Nak." Penjaga—vila bernama—Pak Sukri memperkenankan para mahasiswa untuk masuk. Sembilan orang yang tergabung dalam satu kelompok itu tak pernah terpikir akan mendapatkan tempat KKN paling spesial, sementara mahasiswa kelompok yang lainnya hanya melaksanakan kegiatan tersebut di satu kabupaten. Karena sangat senang, mereka pun menghambur masuk dan menaiki anak tangga lantai dua. Tetapi tidak dengan Bisma, ketua dalam regu KKN itu tampak sangat gelisah dan memekik ketika awal menapakkan kakinya di Kecamatan Berastagi. Ketika di te
"Tuh! Aku bilang juga apa, kalau yang tadi lewat itu sosok bertubuh tinggi," jelas Indah seraya celingukan."Jangan dipikirin, mungkin kita kelelahan aja kali." Anita pun berjalan menuju anak cowok yang menggerompok memangkas rumput.Mereka pun bersama-sama membersihan vila yang sepertinya tak di huni bertahun-tahun itu, meskipun ada Pak Sukri—penjaga vila itu, karena kesibukannya berkebun yang mungkin menghambat dia tidak sempat membersihkan halaman.Semburat arunika menerpa desa yang dikenal dengan berjuta tanaman, lahan yang subur membuat sayuran hingga buah-buahan tumbuh subur, tepat di Kecamatan Berastagi, Sumatra Utara. Hari ini adalah kali pertama kampus Universitas Nusantara memberikan tempat untuk KKN lumayan jauh, para mahasiswa menganggapnya sebagai tempat untuk belajar sambil rekreasi.Kesembilan dari satu tim yang tergabung sebagai peserta memadati ruang tamu, mengenakan jas kuning khas identitas kampus mereka. Masing-masing dari mereka menggerompok di satu titik tumpu, s
Mereka pun kembali mencatat hasil wawancara pagi ini, tak berapa lama akhirnya sesi tanya jawab telah berakhir. Tiba-tiba, wanita paruh baya selaku istri dari Pak Sukri datang membawa nampan berisikan minuman hangat, yaitu kopi."Hayo ... kita minum dulu, jangan serius banget belajarnya," sambarnya, lalu dia meletakkan nampan berisikan gelas kosong itu ditambah kudapan di atas meja."Silakan diminum, Nak, kopinya," kata Pak Sukri.Anissa pun mengisi beberapa gelas dengan minuman hangat itu, perlakuan dari empu pembimbing sangatlah baik, mereka mendapatkan sebuah nilai moral tersendiri dari masyarakat kampung. Lain halnya jika melaksanakan KKN di kota besar, mata hati mereka telah ditutupi benang merah, meskipun ramai tapi tak satu pun peduli.Arloji berjalan hampir satu jam, tetapi Nando dan Andre tak kunjung datang. Karena pagi ini hanya membahas perihal tanya jawab, para mahasiswa ingin kembali ke vila untuk menjemput dua sahabat yang tak kunjung datang."Pak, kami permisi balik dulu
Pikram dan Bisma mendobrak pintu kamar mandi, ketika pintu tersebut terbuka, Andre juga telah terkapar bersama darah yang keluar dari mulutnya. Kejadian sama persis ketika terjadi pada Nando barusan, akan tetapi Andre sepertinya masih bernapas."Andre, kau kenapa?" tanya Bisma, ketua dari tim itu merangkul sahabatnya."Perut aku sakit banget, en-enggak tahan lagi ...," respons Andre sangat lirih."Emang kau makan apa sampai bisa sakit perut? Kalian mabuk?" tanya Bisma bertubi-tubi.Lawan bicara terdiam seribu bahasa, dia muntah kembali dengan meneluarkan darah segar dari mulutnya. Nyawa pun kembali hilang bersamaan dengan ucapan terakhir itu, degup jangung berhenti berdecak. "Innalillahi ...," ucap Bisma lirih.***Malam telah tiba, seluruh tim dari anggota KKN itu memandikan jenazah sahabatnya. Mereka tak tahu harus berbuat apa sekarang, ponsel yang kehilangan sinyal dari awal datang ke lokasi praktik, membuat mereka tak mampu menghubungi siapa pun.Selesai memandikan jenazah, mereka