Jeremy,dia bukanlah siapa- siapa. Sepanjang hidup, dia kenyang dirundung orang- orang di sekelilingnya. Tidak ada yang perduli dan menghargainya. Siapa yang mau perduli pada si miskin? Hanya Esmeralda, istri yang tulus mencintainya. Selalu berdiri disamping Jeremy dan menguatkannya menghadapi perundungan yang bahkan datang dari keluarganya sendiri. Jeremy tidak menginginkan apapun, kecuali membahagiakan Esmeralda. Tanpa diduga, hidup Jeremy berubah. Dia adalah Tuan Muda yang hilang. Dengan uang dan kekuasaan di tangannya, Jeremy berjanji akan fokus membahagiakan Esmeralda dan diam- diam membalaskan dendam kepada orang- orang yang meremehkannya dan membuat sedih Esmeralda. YUK BACA YUKKK
View MoreBab1
Sebuah gubuk tua, menjadi saksi bisu, kebencian dan kemarahan Amelia.
Wanita ini sangat membenci menantunya sendiri, yaitu Jeremy. Bagi Amelia, lelaki ini bukan hanya sekedar miskin. Tapi juga pembawa sial bagi keluarganya.
"Jeremy, siapkan air panas! Aku ingin mandi."
Sudah menjadi kebiasaan wanita itu, berteriak di pagi hari, jika Jeremy lambat menyiapkannya air hangat untuknya mandi.
Jeremy yang sedari tadi sibuk, membawa air dari sungai pun merasa sangat lelah.
"Suamiku, kamu nampaknya begitu lelah, beristirahatlah dahulu," ucap Esmeralda, istri Jeremy, wanita yang begitu sangat mencintainya.
"Tidak apa-apa, aku sudah biasa!" sahut Jeremy. Hanya dengan menatap wajah istrinya saja, Jeremy mampu melupakan rasa sakit hatinya.
"Jeremy, cepetan! Jangan lelet seperti siput," teriak Amelia, yang tiba-tiba datang mendekat.
Jeremy bergegas meletakkan wadah air yang di bawanya dari sungai.
"Ibu, tolong jangan begitu kasar kepadanya." Esmeralda menegur Amelia dengan lembut.
"Kau tidak usah terus membela pecundang ini. Dimana-mana, tugas lelaki itu adalah bekerja. Sedangkan dia? Jadi pecundang."
"Ibu ...." Esmeralda menatap tak suka.
Jeremy memegang tangan istrinya. "Sudah!" ucapnya lembut.
Esmeralda pun membuang napas kasar, dan meninggalkan belakang rumah, untuk masuk kembali ke dalam kamarnya.
Ditatapnya langit-langit kamarnya, hatinya terasa sesak. Semenjak dia menikah dengan Jeremy Mose.
Keluargan besarnya membenci dan membuang mereka. Mike Tones dan Rose Tones menginginkan dia menikahi lelaki pilihan mereka.
Namun Esmeralda menolaknya. Sebab, dia terlanjur menerima pinangan Jeremy Mose saat itu.
Lelaki yang menolongnya, dari sebuah kematian yang menakutkan.
Esmeralda yang saat itu tengah berlibur dengan teman-teman sekampusnya.
Mengalami kecelakaan, yang nyaris merenggut nyawanya. Namun Jeremy lah, orang asing yang mau menolongnya dari kematian.
"Sayang! Kamu bersiap-siap, kita akan ke istana Kakek dan Nenek. Hari ini, perayaan anniversary pernikahan mereka." Amelia berkata di ambang pintu kamar Esmeralda.
"Aku tidak akan datang!" sahutnya dingin.
"Kamu harus datang. Apakah kamu mau, kita benar-benar di buang mereka?" Amelia memaksa anaknya itu.
"Ibu selalu seperti ini." Esmeralda merasakan kesal, namun tidak memiliki keberanian untuk menolak paksaan Ibunya.
Mereka pun sarapan.
"Sayang, kamu beli kado hari ini. Kita akan ke istana Kakek dan Nenek."
Esmeralda berkata pada Jeremy.
"Apa? Kamu berniat membawa pecundang ini? Kamu gila? Kamu mau membuat kita semakin dihina?" teriak Amelia dengan kesal.
Benci, dia sangat membenci menantu lelakinya ini. Kalau bukan karena Jeremy Mose, mungkin mereka masih tinggal di istana Tones yang mewah itu.
Tapi kenyataanya? Mereka terusir dan terbuang.
"Sayang, kamu pergilah dengan Ibu dan Ayah! Biar aku di rumah saja," sahut Jeremy.
Jeremy mengulas senyum, agar Esmeralda tahu, bahwa dia baik-baik saja, meskipun rasanya hatinya selalu sakit dengan ucapan dan makian mertuanya.
"Jeremy tetap ikut, biar ada teman Ayah."
Amelia melongo, suaminya yang biasanya diam, kini malah ikut-ikutan membela Jeremy si pecundang.
Namun dia pun enggan untuk terus bertengkar. Akhirnya dia biarkan saja Jeremy ikut.
____Di istana Tones, ulang tahun pernikahan itu, diadakan dengan sangat mewah dan meriah.
Berbagai kalangan orang penting berdatangan. Sanak saudara Tones pun berkumpul di acara itu.
Esmeralda melangkahkan kaki memasuki gedung, dimana seluruh keluarga, kerabat dan orang-orang berpengaruh di kota Monarki berkumpul.
"Wow, lihat itu, Esmeralda." Khan Tones, yang merupakan sepupu laki-laki Esmeralda, menyapanya dengan tatapan jijik.
Esmeralda tetap melangkah, meskipun seluruh pasang mata menatapnya.
"Kalian tau? Wanita cantik ini adalah sepupuku. Namun sayangnya, dia menikahi seorang pecundang. Lelaki yang tidak berpenghasilan, miris." Khan Tones mengejek dan menghinanya, juga suaminya.
Melihat sosok Jeremy yang juga ternyata ikut, memasuki gedung. Bersama Ayah Esmeralda. Khan Tones tersenyum jahat.
"Wow, cukup percaya diri kalian sekeluarga datang kemari. Ada apa ini? Apakah kalian mau numpang makan enak?" ejek Khan Tones.
Rose, yang merupakan Nenek dari keluarga Tones itu pun merasa malu.
"Siapa yang mengundang lelaki itu?" teriaknya dengan emosi.
Tubuh Esmeralda bergetar hebat, emosinya berada diubun-ubun. Tega-teganya, keluarganya sendiri, menghina dan memperlakukan dia dan suaminya.
"Nenek, aku dan keluarga datang kemari, untuk merayakan hari pernikahan Nenek dan Kakek, bukan untuk di permalukan." Esmeralda berkata dengan nada kecewa.
Rose Tones mendengkus. "Aku tidak perduli, selama kamu membawa lelaki pecundang itu, aku tetap tidak menganggap niatmu datang kemari baik."
Mata Esmeralda berkaca-kaca, sedangkan Amelia Tones, dia layaknya udang berus kali ini. Panas dan rasanya ingin meledak emosinya.
Plakk .... sebuah tamparan keras, mendarat dipipi Jeremy. Semua orang mentertawakannya, termasuk Khan Tones.
"Ibu ...." Esmeralda kecewa, melihat perbuatan Ibunya.
"Keluar kamu pecundang! Kamu hanya membuat malu keluargaku!" teriak Amelia.
Khan Tones tertawa semakin nyaring.
Jeremy mengusap pipinya yang terasa kaku dan sakit.Esmeralda berlari kecil, mendekati suaminya.
"Sakit? Maafkan aku," lirih Esmeralda dengan suara terisak.
Jeremy memegang tangan istrinya, yang mengusap lembut pipinya.
"Tidak apa-apa," katanya dengan tersenyum kecil.
"Nikmati acaranya, aku keluar dulu, menunggumu di depan gerbang saja," ucap Jeremy dengan lembut.
"Tidak, aku ikut."
"Jangan, kamu tetap disini."
"Nggak."
"Esmeralda, biarkan pecundang ini keluar, dia bukan keluarga kita," kata Amelia, dengan menarik tangan Esmeralda.
Sedangkan Ayah Esmeralda, dia hanya bisa terdiam. Lelaki ini sudah sangat begitu paham, bagaimana watak keluarga besar Tones.
Jeremy keluar gedung dengan perasaan marah dan dendam.
Bayangan masa lalunya pun kembali berputar di kepalanya. Semua memang terlihat sama, penguasa selalu saja bersikap seenaknya.
Hingga saat dia melangkahkan kaki, menjauhi gedung istana Tones.
Beberapa laki-laki berpakaian serba hitam mengikuti langkahnya.
"Hajar lelaki itu," teriak seseorang, yang mengarahkan perintah, kepada para lelaki berbaju hitam itu.
Jeremy terkejut, ketika beberapa orang menyerangnya tiba-tiba.
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments