Bab3
Esmeralda berlari meninggalkan gedung istana Tones.
Dia menangis, sakit hati dan dipermalukan di depan orang banyak hari ini, tidak akan dia lupakan, kehancuran hatinya malam ini semakin dalam.
Jeremy yang menunggunya, tidak jauh dari gedung Tones pun terheran.
Melihat suaminya, Esmeralda langsung berlari cepat dan memeluk suaminya dengan erat.
"Apa yang salah denganmu?" tanya Jeremy kebingungan.
Esmeralda terisak, dia tidak tahu bagaimana menjelaskan rasa sakitnya saat ini. "Sayang, tenanglah, oke." Jeremy dengan lembut mengelus punggung istrinya yang gemetar hebat.
Jeremy yakin, Esmeralda pasti mengalami penghinaan lagi. Perasaan Jeremy menjadi bimbang, haruskah ia menerima pemberian kakeknya dan menjadi penguasa?
Atau tetap seperti ini? Menjadi pecundang dimata keluarga istrinya.
Namun, kekuasaan tidaklah sederhana. Banyak orang-orang serakah, berperan di dalamnya.
Mengingat kematian tragis, kedua orang tuanya, tentu Jeremy tidak mudah, menerima kebaikan sang Kakek begitu saja.
"Mereka menghina pemberianku," isak Esmeralda.
Jeremy merasa semakin tertampar. Jika saja dia kaya, mungkin bukan emas putih hadiah istrinya.
Bahkan tas edisi terbaru sekalipun, mampu dia berikan.
Jeremy menatap kartu nama di tangannya. Don Lee, lelaki tua itu, masih belum menemukan kata sepakat dengan Jeremy.
Hingga, Dont Lee memberikan kartu nama itu, agar kelak, jika Jeremy perlu dengannya, maka mudah menghubunginya.
"Maafkan kekuranganku," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya dari belakang.
Esmeralda menatap malam yang kelam. Hatinya perih, kala mengingat hinaan demi hinaan keluarganya.
"Tidak apa-apa, menghina adalah hak mereka," kata Esmeralda. "Yang penting kamu tetap di sisiku, aku sudah bahagia," lanjutnya sambil memegang tangan Jeremy dengan lembut. Jeremy tersenyum, tetapi hatinya gelisah.
________
Usai sarapan, Esmeralda dan Ayahnya berangkat kerja. Di rumah tua itu, hanya ada Jeremy dan Amelia, sang mertua yang sangat membencinya.
Melihat Jeremy yang duduk, setelah membersihkan dapur, Amelia merasa lebih emosional
"Jeremy, bisakah kamu mencari pekerjaan? Sampai kapan kamu begini, menjadi beban keluarga?" bentak Amelia.
"Baik Bu, besok saya akan mencari pekerjaan."
"Kau harus melakukannya, dan aku muak, jika kau tinggal di rumah."
Jeremy terdiam.
____Esmeralda pulang dari kerja, dia menangis di dalam kamar, membuat Amelia dan Jeremy bingung.
"Ada apa?" tanya Jeremy.
Esmeralda terisak. "Mereka mengambil posisiku," jawabnya. "Sekarang, aku menjadi bagian cleaning servis."
"Apa?" Amelia terkejut. Bagaimana mungkin, kedua orang tuanya begitu tega, memperlakukan Esmeralda, yang juga merupakan cucunya.
"Jeremy, ini semua gara-gara kamu! Dasar pembawa sial," teriak Amelia frustasi.
"Sudahlah, Bu! Memang nyatanya keluarga Ibu yang tidak suka kepada kita." Esmeralda menjawab dengan marah.
"Jangan terus menyalahkan suamiku."
Amelia menghela napas, ingin dia berteriak lagi. Namun melihat kondisi Esmeralda saat ini, sepertinya bukan hal yang tepat, Amelia memilih untuk pergi. Jeremy merasa semakin tidak nyaman, dan akhirnya memutuskan untuk menemui Don Lee di Grup Perusahaan Raksasa.
____
"Ada apa, Pak? Kenapa harus menyembunyikan identitas?" Dont Lee bingung, dengan permintaan Tuannya. Don Lee keberatan, dengan syarat yang diberikan Jeremy kepada Debara, yang merupakan asisten Jeremy.
"Itu keputusanku! Jika kalian berdua berani mengungkapkan identitasku, maka aku tidak akan ragu untuk melenyapkan kalian berdua."
Don Lee bergidik ngeri. Lelaki tua itu tentu sangat tahu, bahwa Jeremy merupakan seorang yang pandai ilmu bela diri, juga penembak jitu.
Dalam keluarga Mose, Jeremy selalu unggul, dalam halnya karate.
Don Lee dan Debara setuju. Cepat atau lambat, dia pasti akan ketahuan. Tapi sebelum itu terjadi, dia berencana untuk pindah ke luar negeri, setelah dia mengumpulkan banyak uang.
Jeremy mulai melihat beberapa proposal kerja. Matanya tertuju pada file yang bertuliskan Tones.
"Debara, apakah perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tones?"
"Usulan kerja sama, tuan muda, orang yang bertanggung jawab adalah tuan Khan."
"Tolak!"
Debara sedikit heran, namun dia pun mengikuti saja permintaan tuannya.
Jeremy yang memang memiliki keahlian meretas, kini mulai meretas Tones enterprise. Hatinya marah, kala mengingat istrinya di perlakukan tidak adil.
___Jeremy tersenyum puas, ketika melihat berita di media, bahwa Tones enterprise, mengalami kerugiaan besar, akibat masuknya peretas yang tidak mudah mereka ketahui pelakunya.
________
"Khan ...." Mike Tones berteriak, melalui sambungan telepon.
Khan menjawab panggilan dengan gugup.
"Kenapa sampai sistem keamanan kita, bisa dibobol peretas?" teriak Mike Tones.
Khan bingung untuk menjawab, dia yang merupakan bagian penanggung jawab tertinggi perusahaan, malah asik-asikan mabuk-mabukan di sebuah apartemen bersama teman-temannya.
Lelaki itu mengambil kesempatan, saat sang kakek tidak ada di perusahaan.
Hingga saat peretasan itu terjadi, Khan Tones dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar. Pengaruh alkohol, membuatnya tidak konsentrasi, dalam menangani masalah perusahaannya.
Sehingga, kerugiaan besar itu, tidak dapat Tones enterprise hindari.
Esmeralda yang mengetahui hal itu pun, hanya terdiam, tidak begitu perduli dengan kondisi perusahaan keluarganya saat ini.
Menjadi di benci dan di beda-bedakan, tentu saja, hal itu membuat hati nuraninya mulai mati.
Khan Tones semakin kebingungan.
"Kakek, ini pasti ulah Esmeralda!" tuduh Khan Tones.
"Apa hubungannya? Ini murni kelalaian kamu! Sebagai pemimpin perusahaan, seharusnya kamu bisa mengatasi ini. Tapi kenapa? Peretas itu bisa membobol perusahaan kita, dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit." Mike Tones meraung dengan marah.
"Kakek, kemarin aku baru saja menjadikan Esmeralda cleaning service perusahaan. Dan hari ini, tiba-tiba perusahaan kita diretas seseorang. Aku yakin, itu suruhan Esmeralda."
Khan Tones berusaha kuat, mengkambing hitamkan Esmeralda.
"Siapa yang memberimu hak? Menjadikan Esmeralda cleaning service."
"Kakek, aku hanya mengikuti perintah Nenek."
Mike Tones semakin kesal. Entah mengapa, dia pun merasakan curiga yang sama.
Khan Tones berhasil mencuci pikiran lelaki tua itu. Entah mengapa, Khan begitu tidak suka dengan Esmeralda, padahal mereka saudara sepupu.
Mike mematikan sambungan teleponnya. Khan Tones bernapas lega, hingga suara terkekeh, mengejutkannya.
Albert Tones tersenyum, sembari menepuk kedua tangannya.
"Luar biasa, tuan Khan. Anda yang lalai, orang yang jadi kambing hitam."
Albert menyindir keteledoran Khan.
"Sudahlah, tutup mulutmu itu."
"Tidak gratis," sahut Albert dengan cepat.
Khan mendengkus. "Sial," pekiknya pelan.
Khan Tones mentransfer sejumlah uang, ke rekening milik Albert, sebagai bayaran tutup mulut.
"Wow, kamu pengertian sekali, aku suka. Terimakasih," kata Albert dengan senyum kepuasan.
"Enyahlah!" seru Khan Tones.
"Oke, tapi ini laporan kerugian kita hari ini. Jika kita tidak menemukan investor dalam beberapa hari, maka perusahaan ini, terancam bangkrut."
"Ah, sial," pekik Khan kembali. Lelaki itu meremas kuat kepalanya, frustasi.
Perusahaan yang baru berkembang ini, bahkan sejentik jari Jeremy saja, nyaris bangkrut.
"Bagaimana pengajuan kerjasama, dengan Gian Company Group?" tanya Albert.
Khan memijit pelipisnya. "Ditolak."
"Ha? Ditolak? Hancur kalau begini," celetuk Albert.
"Enyahlah!" kata Khan semakin frustasi.
"Baik, atasi perusahaan dengan baik, atau, mundur dari jabatanmu!" sindir Albert, dengan terkekeh. Kemudian lelaki itu pun keluar, meninggalkan Khan Tones di ruangannya.
____"Esmeralda, benarkah Khan Tones terancam bangkrut?" selidik Amelia, ketika melihat putrinya itu duduk di sofa reot.
Esmeralda hanya mengangguk.
"Benar apa yang Ibu katakan, Jeremy itu pembawa sial."
"Bu, mengapa Ibu selalu menyalahkannya? Bisa saja, semua ini karma bagi Tones."
"Esmeralda, jaga mulut kamu! Jangan menyalahkan keluarga Ibu."
"Putri kita tidak salah!" sela James, Ayah Esmeralda. "Keluarga kamu begitu angkuh. Pantas saja, jika sekarang Tuhan menghukum mereka."
Amelia Tones terdiam, hatinya marah.
"Aku ini James Wade. Dan kamu istriku. Seharusnya, nama kamu pun Amelia Wade, begitu juga dengan Esmeralda. Namun karena keangkuhan keluargamu, namaku lenyap, seakan aku tidak memiliki keturunan. Hanya karena apa? Miskin. Aku bangkrut dan kini tidak berguna, apa bedanya aku dengan menantu kita."
James Wade berkata dengan panjang lebar. Muak, selama ini dia terus diam, ketika Jeremy terus dihina dan disalahkan. Namun kali ini, dia muak.
Bukan hanya Jeremy yang mereka benci. Namun Esmeralda, putri semata wayangnya, juga menjadi korban kesombongan keluarga istrinya itu.
Amelia Tones terdiam, tidak berani membuka suara. Apa yang dikatakan suaminya, itu sepenuhnya adalah benar.
"Yang membuat mereka membenci kita, adalah kemiskinan. Bukan karena Jeremy Mose, tapi karena aku, sebagai kepala rumah tangga, aku tidak mampu mensejahterakan kehidupan kalian," kata James Wade dengan suara parau.
Esmeralda berlari memeluk Ayahnya. Dia sangat berterima kasih, masih ada Ayah yang membelanya.
Yang mengerti kehidupannya, yang mengerti dengan pilihannya.
"Sudahlah anakku, Ayah tahu, pilihan kamu yang terbaik." James mengurai pelukan anaknya.
"Jika bukan karena Jeremy, siapa yang akan mau, membawa air dari sungai, untuk kita semua mandi? Ayah? Tentu saja tidak mungkin. Karena, Ayah sudah tidak sekuat dulu."
Amelia mencibir dalam hati, dia semakin mendulang kebencian.
Baginya, Jeremy tetaplah seorang pecundang.
Bab4 "Tuan, Tones enterprise dalam keadaan krisis. Mereka merengek memohon bantuan." "Tolak!" sahut Jeremy, sambil menatap layar monitornya. Debara Hwang mengangguk patuh._____Di perusahaan Tones. Mike Tones, memanggil Esmeralda, masuk ke dalam ruangannya. "Aku tidak melakukan itu!" sahut Esmeralda, ketika Mike menuduhnya, melakukan konspirasi jahat. "Jangan berbohong Esmeralda. Kalau kakek sudah tidak sabar lagi, maka Kakek tidak segan-segan, membuat kalian jadi gelandangan." Air mata meluncur bebas, di wajah Esmeralda, mengapa kakeknya nampak selalu begitu membenci dia dan keluarganya. "Kamu harus membantu perusahaan!" tekan Mike Tones. Esmeralda masih terdiam. "Datang ke perusahaan Giant Company Group. Dan, dapatkan kontrak kerjasama dengan mereka. Agar, perusahaan kita, keluar dari masa krisis ini." "Kenapa harus aku? Bukankah ada Khan, Albert. Seorang cleaning service yang hina i
Bab5 Jeremy Mose tersenyum manis kepada istrinya yang kini nampak kesal padanya. "Apa yang kamu lakukan? Sungguh, ini sama sekali tidak lucu, Jeremy." "Ya, apakah aku lagi terlihat sedang melucu?" Jeremy Mose semakin merasa gemas, melihat wajah Esmeralda yang semakin terlihat kesal. "Lalu ini apa? Kenapa kamu ada di sini? Jangan membawaku ke dalam masalah," pinta Esmeralda, kini dengan nada suara lemah. Jeremy Mose mendekati istrinya itu, dan dia meraih telapak tangan istrinya yang terasa mulai kasar. "Maafkan aku, sayang. Aku telah menutupi semuanya darimu," lirih Jeremy Mose. "Kini, aku kembali dengan identitas asliku. Aku tidak akan membiarkan mereka, menghina kamu lagi." "Jeremy, aku tidak mengerti." Wanita di depannya kini semakin kebingungan. "Kakekku seorang pengusaha kerjaan bisnis terbesar di kota Yuzong. Bukan hanya bisnis minyak dan property, tapi dia juga seorang mafia kelas kakap. Ya, pa
Tuan MudaBab6 Mereka berdua akhirnya sepakat, untuk menyimpan identitas asli Jeremy Mose. Jeremy Mose memandangi istrinya lekat, hal itu, membuat Esmeralda sedikit menegang.Lelaki gagah, yang memiliki lesung pipi itu pun membuat degub jantung Esmeralda semakin berpacu kuat. "Kau tau, ini seperti mimpi bagiku, Jeremy." Lelaki itu tersenyum. "Ini babak baru dalam rumah tangga kita, sayang. Aku berjanji, tidak akan membiarkan mereka selamanya merendahkan kita lagi." "Kamu manis sekali, tidak kusangka, aku begitu beruntung memiliki kamu." "Bukan kamu yang beruntung, tapi aku. Aku lelaki miskin yang paling beruntung." "Oh no, itu tidak benar. Kamu bukan lelaki miskin, mereka yang tidak tahu apa-apa tentang kamu." Jeremy Mose tersenyum. "Ingat, jaga rahasia kita. Aku tidak ingin, kehidupan kita yang masih tenang, menjadi terganggu." "Pasti, suamiku." Jeremy Mose merasa lega, karena tidak perlu me
Tuan Muda Part7 Esmeralda berjalan memasuki gedung Tones enterprise. Di dalam ruangan Direktur, Mike Tones dan Khan Tones sedang berbincang. "Kakek yakin, Esmeralda akan berhasil?" tanya Khan Tones dengan gelisah. "Entah, bagaimana pun cara Esmeralda, yang penting kita dapatkan tanda tangan perusahaan besar itu."_______ "Hai Esmeralda, apakah kamu berhasil mendapatkan kontrak kerjasamanya? Setelah pengajuan kami beberapa kali mereka tolak? Aku yakin, kamu pasti juga gagal," ejek Albert Tones, ketika melihat Esmeralda menuju ruangan Mike. Esmeralda hanya tersenyum, sedikitpun tidak ada niatan dia, untuk menanggapi ocehan Albert Tones yang tidak bermanfaat baginya. "Kamu tuli? Bisu? Semenjak menjadi biang kesialan perusahaan?" Albert Tones kembali menyindirnya, sekaligus menghina. Esmeralda menghentikan langkahnya, dia marah dan sangat marah sebenarnya. Melihat tatapan kebencian dari Esmeralda, Albert Tones kembali mengejeknya. "Ih, takut," kekehnya, kemudian menjauh dari Esm
Tuan MudaPart8 Di taman mini, Jeremy Mose dan Esmeralda bertemu dengan Diana Catwalk. "Esmeralda," sapa Diana Catwalk. Esmeralda menoleh. "Wow, Diana." Esemeralda berdiri, dan mereka berpelukan. "Kau dengan siapa?" tanya Diana, sembari mengurai pelukannya. "Jeremy, perkenalkan, dia Diana, teman kampusku dulu. Dan Diana, kenalkan dia suamiku, Jeremy Mose." "Suami?" Diana tercengang dan memindai seluruh penampilan sederhana Jeremy. "Sepertinya yang pernah kudengar tentangnya itu benar." "Apa yang kau dengar?" Esmeralda penasaran. "Apakah dia lelaki pengangguran itu, yang menumpang hidup pada keluargamu?" Esmeralda merasa tidak nyaman, mendengar ucapan temannya itu. "Diana, kami permisi dulu," ucap Esmeralda.Diana hanya terdiam, melihat sikap Esmeralda yang berubah dingin. _______ Esmeralda dan Jeremy sampai di depan rumah kumuh mereka. Amelia menatap dingin kedatangan mereka. Sedangkan James Wade, duduk tenang di samping istrinya. "Esmeralda, apa yang kamu lakukan?" t
Tuan MudaBab9 "Ibu boleh membenci aku, tapi jangan kalian tega menuduh putriku. Biar bagaimana pun, dia tetap cucu kalian, anakku." Amelia berkata dengan mata berkaca-kaca. Tidak dia sangka, bahwa Ibu nya dengan tega, mengatakan hal sehina itu pada putrinya. "Pokoknya kami tidak mau tahu, Esmeralda, harus mengembalikan kestabilan perusahaan, bagaimana pun caranya, ini tanggung jawabnya," tegas Rose Tones. Usai berkata, Rose Tones pun berjalan menuju mobil. Erina Tones, dan Khan pun tidak bersuara, mereka juga kembali masuk ke dalam mobil. Amelia menatap sedih ke arah Esmeralda. Namun, dia tidak mampu berkata-kata. "Begitulah keluarga yang mati-matian kamu bela. Apakah kamu memang senang, jika keluarga ini terus mereka perlakukan tidak adil?" ucap James Wade. Amelia merasakan dadanya kian sesak. "Semua ini karena Jeremy! Lelaki pembawa sial," gumam Amelia Tones. "Salahkan saja terus suamiku, Bu. Jika Ibu terus begini, lebih baik kami keluar dari rumah ini," sahut Esmeralda.
Tuan MudaBab10 Khan Tones dimaki-maki sang Kakek. Dan menganggap semua ini salah Khan, yang memancing terus, untuk menghina Esmeralda. Merasa dirinya menjadi pelampiasan, Khan Tones semakin murka dengan Esmeralda. "Aku akan mencari tahu, dari mana kekuatan Esmeralda itu berasal," ucap Khan Tones. Dia mengundang teman-teman semasa kuliahnya untuk datang ke hari ulang tahun adik sepupunya. Albert Tones, seluruh kerabat dia undang, termasuk tokoh-tokoh penting kenalan sang ayah dalam berbisnis. Mike Tones mengharuskan seluruh anggota keluarganya datang, tidak ada alasan penolakan. Termasuk Esmeralda. Meskipun wanita bermata coklat itu menolak, Amelia terus memaksa mereka untuk datang. "Kami tidak akan datang. Untuk apa datang? Hanya akan menjadi bahan hinaan mereka," kata Esmeralda, menolak keras ajakan Ibu nya. "Kau harus datang, jangan membuat segalanya menjadi rumit, biar bagaimanapun mereka keluarga besar kita." Dengan perasaan berat, Esmeralda pun menuruti ucapan Ibunya y
Tuan MudaBab11 "Kamu sudah membeli kadonya?" tanya Esmeralda, ketika melihat Jeremy memasuki rumah. "Sudah, ada di motor," jawab Jeremy. Esmeralda mengekor langkah suaminya, masuk ke dalam kamar mereka. "Apa yang terjadi di pusat kota? Aku yakin, semua berhubungan denganmu," kata Esmeralda.Jeremy merebahkan bobot tubuhnya di atas kasur. "Pelayan wanita itu sangat angkuh dan mengusirku berkali-kai dan mempermalukan aku," sahut Jeremy, sembari mengusap wajahnya. "Dan kamu meratakan toko atasannya? Luar biasa." Esmeralda bertepuk tangan. "Lama-lama, identitas kamu bakal terbongkar dengan sendirinya, karena siapa? Karena kamu sendiri," cecar sang istri dengan mata mendelik. Ada rasa sesal dalam hati tuan muda dari keluarga kaya itu. Lain kali, dia akan lebih berhati-hati lagi. "Kamu benar, inu salahku kurang dalam berhati-hati."_____ Wajah Albert Tones tersenyum sumringah, ini hari bahagianya, dimana setiap tahunnya, dia selalu merayakan pesta yang lumayan mewah. Berbagai toko
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe