Bab2
Beberapa lelaki berpakain hitam itu, membawa kayu, untuk menghajar Jeremy.
Jeremy Mose berusaha terus menghindar, meskipun sebenarnya, dia bisa saja melawannya.
"Hentikan!" teriak lelaki berperut buncit, dengan kacamata hitam, juga topi dia kenakan.
Penampilannya begitu nyentrik, layaknya seorang kepala preman.
"Don Lee," lirih Jeremy.
Lelaki berpakaian hitam, yang berjumlah lima orang itu pun berhenti.
Ketika melihat dibelakang lelaki tua itu, ada dua orang, yang memegang senjata api di tangannya, dan mengarah ke arah mereka berlima.
"Siapa kamu?" teriak lelaki yang tadi memerintahkan, untuk menghajar Jeremy Mose.
"Don Lee, pemimpin tertinggi keluarga Mose yang terkenal kejam, dari kota Yuzong."
Lelaki yang merupakan pemimpin para lelaki berpakain hitam tadi itu pun terkejut.
Siapa yang tidak mengenal Don Lee? Lelaki kejam, tangan kanan Jhon Mose. Apapun bisa dia lakukan, bahkan membeli hukum sekali pun.
"Maafkan saya! Saya hanya menjalankan perintah!" pekik lelaki di depan Jeremy itu. Seketika itu juga, keenam orang di depan Jeremy itu pun bersujud.
"Bunuh mereka!" titah Don Lee. Tanpa bersuara lagi, keenam orang itu di tembak mati di tempat.
Jeremy Mose tercengang.
"Gila," teriak Jeremy Mose. "Kamu tidak perlu sekejam itu," bentaknya.
"Mereka membahayakan Anda!" sahut Don Lee.
"Ah, bagaimana kamu bisa kemari? Apa tujuanmu?" teriak Jeremy Mose dengan kesal.
"Saya datang ke Monarki, sebab Kakek Jhon Mose, membeli perusahaan Giant Company Group di Monarki, dan berniat memperluas kerajaan bisnisnya. Dan Giant Company Group, akan diberikan kepada Anda."
"Kepadaku?" Jeremy masih bingung.
"Benar tuan muda. Keberadaan Anda di kota Monarki, sudah di ketahui Ketua."
Jeremy membuang muka.
"Kamu tentu sangat tahu bukan? Ibuku mati gantung diri, dan Ayah terkena serangan jantung. Dan aku sendiri? Harus jadi benalu di keluarga orang lain."Jeremy menarik napas.
"Semua itu, karena fitnah keji para orang-orang serakah. Termasuk Paman Alberto. Apakah harus, kuterima kebaikan Kakek? Ketika dia dengan tega membuang kami saat itu."
"Maafkan kesalah pahaman itu, Tuan muda."
Jeremy tertawa sumbang. "Kakek pasti ada maksud! Tidak mungkin ini kesalahpahaman."
Don Lee terdiam.
_____Rose Tones dan Mike Tones begitu menikmati acara ulang tahun pernikahannya yang ke 65 tahun.
Para cucu dan anak-anak mereka, menyerahkan berbagai hadiah mewah, hanya untuk menyenangkan hati kedua orang tua, yang menjadi pengendali penuh perusahaan Tones.
"Nenek, aku mencintaimu, terimalah hadiahku ini," ucap Khan Tones, sembari menyerahkan kalung berlian, yang berkilau indah.
Rose Tones tersenyum, menerima hadiah mewah dari cucunya.
"Ini untukmu Nenek dan Kakek, semoga pernikahan kalian selamanya bersama." Albert Tones, memberikan sebuah kunci mobil mini kooper keluaran terbaru edisi terbatas.
Wajah kedua orang tua itu pun sumringah.
Kemudian menjadi giliran Esmeralda, yang merupakan cucu termuda, diantara lainnya.
"Ini untukmu, Nenek! Semoga kalian menjadi pasangan yang selalu bahagia."
Rose Tones mengernyit, ketika mendapati hadiah, yang hanya berupa cincin emas putih 24 karat.
"Hadiah murahan," celetuknya, membuat wajah Esmeralda memerah.
"Hahaha, mana mungkin dia mampu memberikan hadiah mewah! Wanita itu sibuk menghidupi suaminya yang tidak berguna!" ejek Albert Tones.
"Kamu benar, lihat saja, mereka sangat miskin dan ah, kasihan," ucap Khan Tones menimpali.
Esmeralda berjalan gontai, perasaan malu meliputi dirinya. Amelia terisak, melihat anaknya dipermalukan.
"Semua ini karena Jeremy, kapan kamu akan menceraikan lelaki itu," pekik Amelia, ketika Esmeralda duduk di dekatnya, dengan mata memerah.
"Aku mencintai suami, tidak pernah aku berpikir sedikitpun, untuk bercerai darinya."
Esmeralda berkata dengan wajah datar.
"Dasar anak bodoh!" Amelia menoyor kepala Esmeralda dengan jarinya.
"Buka mata kamu! Kita sial selama ini, ketika kamu memilih lelaki itu."
"Aku tidak perduli harta, dan kuasa, Bu! Aku tulus mencintai suamiku. Bahkan, kami bercita-cita, memiliki banyak anak. Kapan kalian berhenti mengusik hidup kami," teriak Esmeralda.
Hingga semua mata mengarah kepadanya.
Wanita itu berdiri dari duduknya, dan melangkah menjauh dari Amelia, yang tercengang dengan sikap anaknya, yang berani membentaknya.
Bab3 Esmeralda berlari meninggalkan gedung istana Tones. Dia menangis, sakit hati dan dipermalukan di depan orang banyak hari ini, tidak akan dia lupakan, kehancuran hatinya malam ini semakin dalam. Jeremy yang menunggunya, tidak jauh dari gedung Tones pun terheran. Melihat suaminya, Esmeralda langsung berlari cepat dan memeluk suaminya dengan erat. "Apa yang salah denganmu?" tanya Jeremy kebingungan. Esmeralda terisak, dia tidak tahu bagaimana menjelaskan rasa sakitnya saat ini. "Sayang, tenanglah, oke." Jeremy dengan lembut mengelus punggung istrinya yang gemetar hebat. Jeremy yakin, Esmeralda pasti mengalami penghinaan lagi. Perasaan Jeremy menjadi bimbang, haruskah ia menerima pemberian kakeknya dan menjadi penguasa? Atau tetap seperti ini? Menjadi pecundang dimata keluarga istrinya. Namun, kekuasaan tidaklah sederhana. Banyak orang-orang serakah, berperan di dalamnya. Mengingat kematian
Bab4 "Tuan, Tones enterprise dalam keadaan krisis. Mereka merengek memohon bantuan." "Tolak!" sahut Jeremy, sambil menatap layar monitornya. Debara Hwang mengangguk patuh._____Di perusahaan Tones. Mike Tones, memanggil Esmeralda, masuk ke dalam ruangannya. "Aku tidak melakukan itu!" sahut Esmeralda, ketika Mike menuduhnya, melakukan konspirasi jahat. "Jangan berbohong Esmeralda. Kalau kakek sudah tidak sabar lagi, maka Kakek tidak segan-segan, membuat kalian jadi gelandangan." Air mata meluncur bebas, di wajah Esmeralda, mengapa kakeknya nampak selalu begitu membenci dia dan keluarganya. "Kamu harus membantu perusahaan!" tekan Mike Tones. Esmeralda masih terdiam. "Datang ke perusahaan Giant Company Group. Dan, dapatkan kontrak kerjasama dengan mereka. Agar, perusahaan kita, keluar dari masa krisis ini." "Kenapa harus aku? Bukankah ada Khan, Albert. Seorang cleaning service yang hina i
Bab5 Jeremy Mose tersenyum manis kepada istrinya yang kini nampak kesal padanya. "Apa yang kamu lakukan? Sungguh, ini sama sekali tidak lucu, Jeremy." "Ya, apakah aku lagi terlihat sedang melucu?" Jeremy Mose semakin merasa gemas, melihat wajah Esmeralda yang semakin terlihat kesal. "Lalu ini apa? Kenapa kamu ada di sini? Jangan membawaku ke dalam masalah," pinta Esmeralda, kini dengan nada suara lemah. Jeremy Mose mendekati istrinya itu, dan dia meraih telapak tangan istrinya yang terasa mulai kasar. "Maafkan aku, sayang. Aku telah menutupi semuanya darimu," lirih Jeremy Mose. "Kini, aku kembali dengan identitas asliku. Aku tidak akan membiarkan mereka, menghina kamu lagi." "Jeremy, aku tidak mengerti." Wanita di depannya kini semakin kebingungan. "Kakekku seorang pengusaha kerjaan bisnis terbesar di kota Yuzong. Bukan hanya bisnis minyak dan property, tapi dia juga seorang mafia kelas kakap. Ya, pa
Tuan MudaBab6 Mereka berdua akhirnya sepakat, untuk menyimpan identitas asli Jeremy Mose. Jeremy Mose memandangi istrinya lekat, hal itu, membuat Esmeralda sedikit menegang.Lelaki gagah, yang memiliki lesung pipi itu pun membuat degub jantung Esmeralda semakin berpacu kuat. "Kau tau, ini seperti mimpi bagiku, Jeremy." Lelaki itu tersenyum. "Ini babak baru dalam rumah tangga kita, sayang. Aku berjanji, tidak akan membiarkan mereka selamanya merendahkan kita lagi." "Kamu manis sekali, tidak kusangka, aku begitu beruntung memiliki kamu." "Bukan kamu yang beruntung, tapi aku. Aku lelaki miskin yang paling beruntung." "Oh no, itu tidak benar. Kamu bukan lelaki miskin, mereka yang tidak tahu apa-apa tentang kamu." Jeremy Mose tersenyum. "Ingat, jaga rahasia kita. Aku tidak ingin, kehidupan kita yang masih tenang, menjadi terganggu." "Pasti, suamiku." Jeremy Mose merasa lega, karena tidak perlu me
Tuan Muda Part7 Esmeralda berjalan memasuki gedung Tones enterprise. Di dalam ruangan Direktur, Mike Tones dan Khan Tones sedang berbincang. "Kakek yakin, Esmeralda akan berhasil?" tanya Khan Tones dengan gelisah. "Entah, bagaimana pun cara Esmeralda, yang penting kita dapatkan tanda tangan perusahaan besar itu."_______ "Hai Esmeralda, apakah kamu berhasil mendapatkan kontrak kerjasamanya? Setelah pengajuan kami beberapa kali mereka tolak? Aku yakin, kamu pasti juga gagal," ejek Albert Tones, ketika melihat Esmeralda menuju ruangan Mike. Esmeralda hanya tersenyum, sedikitpun tidak ada niatan dia, untuk menanggapi ocehan Albert Tones yang tidak bermanfaat baginya. "Kamu tuli? Bisu? Semenjak menjadi biang kesialan perusahaan?" Albert Tones kembali menyindirnya, sekaligus menghina. Esmeralda menghentikan langkahnya, dia marah dan sangat marah sebenarnya. Melihat tatapan kebencian dari Esmeralda, Albert Tones kembali mengejeknya. "Ih, takut," kekehnya, kemudian menjauh dari Esm
Tuan MudaPart8 Di taman mini, Jeremy Mose dan Esmeralda bertemu dengan Diana Catwalk. "Esmeralda," sapa Diana Catwalk. Esmeralda menoleh. "Wow, Diana." Esemeralda berdiri, dan mereka berpelukan. "Kau dengan siapa?" tanya Diana, sembari mengurai pelukannya. "Jeremy, perkenalkan, dia Diana, teman kampusku dulu. Dan Diana, kenalkan dia suamiku, Jeremy Mose." "Suami?" Diana tercengang dan memindai seluruh penampilan sederhana Jeremy. "Sepertinya yang pernah kudengar tentangnya itu benar." "Apa yang kau dengar?" Esmeralda penasaran. "Apakah dia lelaki pengangguran itu, yang menumpang hidup pada keluargamu?" Esmeralda merasa tidak nyaman, mendengar ucapan temannya itu. "Diana, kami permisi dulu," ucap Esmeralda.Diana hanya terdiam, melihat sikap Esmeralda yang berubah dingin. _______ Esmeralda dan Jeremy sampai di depan rumah kumuh mereka. Amelia menatap dingin kedatangan mereka. Sedangkan James Wade, duduk tenang di samping istrinya. "Esmeralda, apa yang kamu lakukan?" t
Tuan MudaBab9 "Ibu boleh membenci aku, tapi jangan kalian tega menuduh putriku. Biar bagaimana pun, dia tetap cucu kalian, anakku." Amelia berkata dengan mata berkaca-kaca. Tidak dia sangka, bahwa Ibu nya dengan tega, mengatakan hal sehina itu pada putrinya. "Pokoknya kami tidak mau tahu, Esmeralda, harus mengembalikan kestabilan perusahaan, bagaimana pun caranya, ini tanggung jawabnya," tegas Rose Tones. Usai berkata, Rose Tones pun berjalan menuju mobil. Erina Tones, dan Khan pun tidak bersuara, mereka juga kembali masuk ke dalam mobil. Amelia menatap sedih ke arah Esmeralda. Namun, dia tidak mampu berkata-kata. "Begitulah keluarga yang mati-matian kamu bela. Apakah kamu memang senang, jika keluarga ini terus mereka perlakukan tidak adil?" ucap James Wade. Amelia merasakan dadanya kian sesak. "Semua ini karena Jeremy! Lelaki pembawa sial," gumam Amelia Tones. "Salahkan saja terus suamiku, Bu. Jika Ibu terus begini, lebih baik kami keluar dari rumah ini," sahut Esmeralda.
Tuan MudaBab10 Khan Tones dimaki-maki sang Kakek. Dan menganggap semua ini salah Khan, yang memancing terus, untuk menghina Esmeralda. Merasa dirinya menjadi pelampiasan, Khan Tones semakin murka dengan Esmeralda. "Aku akan mencari tahu, dari mana kekuatan Esmeralda itu berasal," ucap Khan Tones. Dia mengundang teman-teman semasa kuliahnya untuk datang ke hari ulang tahun adik sepupunya. Albert Tones, seluruh kerabat dia undang, termasuk tokoh-tokoh penting kenalan sang ayah dalam berbisnis. Mike Tones mengharuskan seluruh anggota keluarganya datang, tidak ada alasan penolakan. Termasuk Esmeralda. Meskipun wanita bermata coklat itu menolak, Amelia terus memaksa mereka untuk datang. "Kami tidak akan datang. Untuk apa datang? Hanya akan menjadi bahan hinaan mereka," kata Esmeralda, menolak keras ajakan Ibu nya. "Kau harus datang, jangan membuat segalanya menjadi rumit, biar bagaimanapun mereka keluarga besar kita." Dengan perasaan berat, Esmeralda pun menuruti ucapan Ibunya y
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe