Bab4
"Tuan, Tones enterprise dalam keadaan krisis. Mereka merengek memohon bantuan."
"Tolak!" sahut Jeremy, sambil menatap layar monitornya.
Debara Hwang mengangguk patuh.
_____Di perusahaan Tones. Mike Tones, memanggil Esmeralda, masuk ke dalam ruangannya."Aku tidak melakukan itu!" sahut Esmeralda, ketika Mike menuduhnya, melakukan konspirasi jahat.
"Jangan berbohong Esmeralda. Kalau kakek sudah tidak sabar lagi, maka Kakek tidak segan-segan, membuat kalian jadi gelandangan."
Air mata meluncur bebas, di wajah Esmeralda, mengapa kakeknya nampak selalu begitu membenci dia dan keluarganya.
"Kamu harus membantu perusahaan!" tekan Mike Tones.
Esmeralda masih terdiam.
"Datang ke perusahaan Giant Company Group. Dan, dapatkan kontrak kerjasama dengan mereka. Agar, perusahaan kita, keluar dari masa krisis ini."
"Kenapa harus aku? Bukankah ada Khan, Albert. Seorang cleaning service yang hina ini, tidak mungkin diutus ke perusahaan besar itu, apakah kakek sangat ingin mempermalukanku?"
"Aku tidak terima penolakan! Kamu paham?" bentak Mike Tones. Lelaki tua itu membelakangi Esmeralda. "Kalau perlu berlutut dan memohonlah pada petinggi perusahaan itu."
Hati Esmeralda semakin sakit. Semua bukan salahnya, tapi mengapa dia yang tertuduh. Semua bukan tanggung jawabnya, tapi mengapa dia yang harus membereskannya.
Kakeknya pun semakin menunjukkan ketidaksukaannya.
Kalau bukan karena menjadi tulang punggung, mungkin Esmeralda tidak mau berada di Tones enterprise lagi.Rasa sakit hati dan hinaan yang terus mereka layangkan, sudah terlalu sesak dihati wanita muda itu.
______Jeremy pulang, dengan mengendarai motor tuanya. Esmeralda menunggunya, di depan pintu rumah.
"Dari mana?" tanya Esmeralda.
"Kerja, membantu teman mengantarkan barang jualannya," dusta Jeremy.
Lelaki itu pun mengeluarkan uang sakunya. Yang berjumlah $10, kepada istrinya.
"Itu dari temanku, maaf cuma sedikit."
Esmeralda menyambutnya dengan gembira. "Terimakasih, ini uang pertama darimu. Aku sangat bersukur," ungkap Esmeralda dengan bahagia.
Jeremy pun mengulas senyum.
Mereka berdua masuk, dan Esmeralda mulai menceritakan, kejadian hari ini di perusahaannya."Kenapa harus kamu?"
"Sepertinya, Khan memfitnahku."
Esmeralda menarik napas. "Kakek tidak mempercayaiku. Aku dipaksa mereka, membereskan yang bukan perbuatanku."
Jeremy semakin marah, namun dia juga tidak mungkin bertindak gegabah.
"Ikuti saja mau mereka," sahutnya.
"Kenapa? Nanti mereka semakin seenaknya kepadaku."
"Ikuti saja, kamu percaya denganku kan?" tanya Jeremy, sembari tersenyum nakal pada istrinya.
Esmeralda pun mengangguk. Kekuatannya, memang selalu ada pada lelaki berhidung mancung di depannya ini.
___Esmeralda mengenakan taksi menuju gedung tinggi pencakar langit itu.
Dengan langkah gugup, Esmeralda, memasuki gedung Giant Company Group, dengan membawa file perjanjian.Suasana gedung di desain sangat mewah, membuat Esmeralda berkali-kali berdecak kagum melihatnya. Ini pertama kali, dia membawa langkah ke gedung tinggi dan terbesar di kota Monarki ini.
Esmeralda berjalan mendekati meja resepsionis. Kedatangan Esmeralda, di sambut manis oleh salah satu resepsionis.
"Maaf, boleh kah saya bertemu dengan nona Hwang?"
"Nona Hwang sedang meeting pagi ini, apakah anda sudah membuat janji?" tanya resepsionis yang berambut pendek.
"Sudah, saya dari Tones enterprise, perusahaan saya membuat janji pertemuan jam 10.30."
Resepsionis berambut pirang melirik jam tangan, sembari memindai penampilan Esmeralda yang nampak tidak begitu rapi di matanya.
"Anda yakin, anda dari Tones enterprise?" tanya wanita berambut pirang bersanggul itu, dengan tatapan meremehkan.
"Iya itu benar, ada apa?" Esmeralda kebingungan, mendapat tatapan dan pertanyaan seperti itu.
"Tones enterprise perusahaan maju nomor 4 di kota ini. Bagaimana mungkin, mengirim seorang berpenampilan sangat sederhana begini," cibir wanita itu dengan berani.
Esmeralda merasa malu dan sakit hati. Tapi kenyataannya, dia memang berpenampilan sangat sederhana, dan nampak tidak menarik sama sekali.
Sudah beberapa bulan ini, dia tidak mampu lagi membeli pakaian kantor yang baru dan lebih fresh. Sebab harus terus menerus membayarkan hutang sang Ibu, yang suka sekali bermain judi.
"Sudah tidak apa-apa, yang penting rapi." Wanita anggun di sampingnya melerai.
"Rapi sih rapi, kalau dia memang ke sini untuk melamar kerjaan menjadi petugas kebersihan. Dia kesini, untuk bertemu bos besar kita," celetuk wanita pirang itu.
"Sudah, biarkan itu menjadi urusan nona ini." Wanita berambut pendek hitam itupun mulai kesal dengan teman di sampingnya.
"Nona, silahkan menunggu di tempat itu, saya akan menghubungi Ibu Hwang terlebih dahulu!" katanya. "Secepatnya, saya akan memberitahukan pada anda."
Esmeralda pun memaksakan senyum, dan berjalan menuju kursi tunggu. Perasaannya campur aduk dan merasa semakin tidak percaya diri.
Di ruang kerjanya, Jeremy Mose, memantau istrinya dari laptop, melalui cctv. Dadanya bergemuruh hebat, melihat karyawannya yang rendahan itu, berani sekali menghina istri kesayangannya.
Jeremy Mose menghubungi Nona Debara Hwang. "Halo Tuan," jawab Nona Hwang, yang memang masih meeting dengan para bawahannya.
Sedangkan Jeremy memang tidak pernah mau memunculkan diri, hanya menyerahkan kepercayaannya pada Debara Hwang.
"Kau sudah selesai?"
"Sudah, ada tugas?"
"Seseorang yang kumaksud sudah datang, minta anak buahmu menjemputnya."
"Baik, serahkan pada saya," tutup Debara Hwang.
Wanita itu menarik napas. "Oke rekan-rekan, meeting hari ini telah selesai, saya ada tamu penting. Saya harap, kalian sudah mengerti tentang pembahasan hari ini."
"Baik, Bu." Team yang ada di ruangan menyahut serentak.
"Kamu!" tunjuk Debara Hwang. "Jemput tamu saya di depan ruang tunggu, bawa dia ke ruangan saya," titah Debara Hwang pada salah satu rekan kerjanya.
"Siap."
"Namanya Esmeralda Tones, dari perusahaan Tones enterprise," terang Debara Hwang sebelum keluar ruang meeting.
___________"Tones enterprise memiliki karyawan kumal sekali," desis wanita pirang itu, sembari sesekali melirik jijik pada Esmeralda.
Esmeralda pun tahu, dirinya sedang di perhatikan dengan mata penuh cibiran. Namun dia berusaha tidak perduli, dan tidak mau tahu juga.
"Nona Tones," panggil seseorang, membuat Esmeralda Tones menoleh, begitu juga dengan kedua recepsionis itu.
"Nona Tones," bisik wanita berambut pendek, pada teman di sebelahnya.
"Kamu kan belum menghubungi Ibu Hwang, bagaimana bisa dia datang menjemput wanita itu."
Wanita berambut pendek itu melirik jam. "Baru jam 10.10. Kupikir Ibu Hwang masih meeting."
Wanita berambut pendek itu mulai tidak nyaman hati. "Kalau Bu Hwang tahu, bisa habis kita berdua," gumam wanita itu.
Si wanita berambut pirang terkekeh. "Tenang saja, kalau Bu Hwang melihat wanita itu, aku yakin, wanita itu pasti langsung diusir," ucap wanita itu penuh dengan keyakinan.
________Esmeralda Tones pun berjalan dengan gugup, mengikuti langkah lelaki di belakangnya. Hingga mereka berdiri, di depan ruangan Direktur.
Panas dingin kini suhu tubuh wanita itu, kala pintu ruangan wakil Direktur itu terbuka. Seorang wanita berpakaian rapi, modis dan terlihat sekali, setiap jengkal yang dia gunakan, semua barang bermerk mahal.
Esmeralda Tones menelan salivanya, dan tersenyum tipis, kala mata Debara Hwang bertatapan dengannya.
"Masuk, Nona Tones," ucap Debara Hwang dengan intonasi ramah, namun terkesan tegas.
Esmeralda Tones mengangguk kecil, dan berjalan pelan menuju kursi. Di depan, Debara Hwang berdiri, dan mempersilahkan Esmeralda Tones untuk duduk.
Esmeralda Tones pun mulai menjelaskan maksud kedatangannya.
"Apa?" Esmeralda terkejut, ketika mendengar jawaban dari Debara Hwang.
"Ada apa? Anda keberatan?" tanya Debara Hwang tegas.
"Ah, maafkan sikap saya, Nona Hwang. Jujur, saya sangat terkejut dengan jawaban anda."
"Jadi?" Debara Hwang menatap tajam Esmeralda Tones.
"Maafkan saya, bisakah anda memberikan saya alasan, mengapa harus saya yang bertanggung jawab dengan jalannya proyek perjanjian ini?"
Debara Hwang tersenyum tipis. "Saya tidak pernah membuat perjanjian, dengan orang yang tidak saya yakini. Jika kamu keberatan dengan syarat saya, maka lupakanlah perjanjian ini."
Esmeralda menahan saliva, dan kebingungan dengan semua ini.
"Nona Hwang ...." Esmeralda Tones menatap wanita di depannya denga ragu.
"Jawab! Atau saya tidak akan menanda tangani ini." Debara Hwang berkata tegas, membuat Esmeralda Tones pun akhirnya mengiyakan persyaratan itu dengan terpaksa.
Setelah tanda tangan selesai, Esmeralda Tones pun keluar.
"Bagaimana?" Jeremy Mose mengirim pesan ke ponsel Debara Hwang.
"Beres, Tuan."
"Minta dia keruangan saya!"
"Sudah Tuan, barusan dia menuju ruangan anda bersama staff umum."
_________Pintu ruangan diketuk, Jeremy Mose mengukir senyum.
"Masuk!" titah lelaki itu sambil duduk di kursinya.
Lelaki tampan itu membelakangi kedatangan Esmeralda di ruangannya."Ada perlu apa?" tanya Jeremy, dengan suara yang dia rubah sedikit besar, setelah pintu ruangan di tutup kembali.
Lelaki itu bertanya, dengan posisi yang masih membelakangi Esmeralda Tones.
"Maaf, Tuan. Saya datang kemari, untuk meminta tanda tangan anda," sahut Esmeralda pelan.
"Hhmmm."
"Maaf, Tuan. Saya, Esmeralda, dari Tones enterprise."
"Oh."
Esmeralda mengernyit, mendapat jawaban seperti itu.
Esmeralda mengernyit, mendapat jawaban seperti itu.
"Apa yang akan kamu berikan, jika aku menandatangani itu?"
"Hah?" Esmeralda semakin tercengang dan bingung.
"Kudengar, keluarga Tones yang bernama Esmeralda, adalah wanita yang paling cantik di kota Monarki."
Esmeralda hanya terdiam, dan menganggap orang di depannya ini tidak sopan. Sebab, berbicara sambil membelakanginya.
"Apakah kamu mau, memberikan satu malam untukku?"
"Maaf Tuan, saya rasa, Anda salah orang." Esmeralda berniat meninggalkan ruangan.
"Tunggu!"
Esmeralda menghentikan langkahnya.
"Kamu yakin melakukan ini? Perusahaan keluargamu, sedang dalam masalah serius."
"Saya yakin, dan saya tidak akan menyesal dengan keputusan ini. Saya wanita yang telah menikah, dan saya tidak akan menjual pernikahan saya, demi kontrak sialan ini," bentak Esmeralda Tones dengan berani.
Jeremy tersenyum.
"Sehebat apa suamimu? Sehingga kamu begitu berani, menolak orang sepertiku," pancing Jeremy.
Esmeralda semakin kesal.
"Suami saya orang biasa. Tapi saya mencintainya, dengan cara yang luar biasa."
Jeremy semakin tersenyum, dia yakin, istrinya adalah wanita setia.
Jeremy membalikkan badan, membuat Esmeralda sangat terkejut.
"Kamu, apa maksudnya semua ini?" teriak Esmeralda, semakin kesal.
Bab5 Jeremy Mose tersenyum manis kepada istrinya yang kini nampak kesal padanya. "Apa yang kamu lakukan? Sungguh, ini sama sekali tidak lucu, Jeremy." "Ya, apakah aku lagi terlihat sedang melucu?" Jeremy Mose semakin merasa gemas, melihat wajah Esmeralda yang semakin terlihat kesal. "Lalu ini apa? Kenapa kamu ada di sini? Jangan membawaku ke dalam masalah," pinta Esmeralda, kini dengan nada suara lemah. Jeremy Mose mendekati istrinya itu, dan dia meraih telapak tangan istrinya yang terasa mulai kasar. "Maafkan aku, sayang. Aku telah menutupi semuanya darimu," lirih Jeremy Mose. "Kini, aku kembali dengan identitas asliku. Aku tidak akan membiarkan mereka, menghina kamu lagi." "Jeremy, aku tidak mengerti." Wanita di depannya kini semakin kebingungan. "Kakekku seorang pengusaha kerjaan bisnis terbesar di kota Yuzong. Bukan hanya bisnis minyak dan property, tapi dia juga seorang mafia kelas kakap. Ya, pa
Tuan MudaBab6 Mereka berdua akhirnya sepakat, untuk menyimpan identitas asli Jeremy Mose. Jeremy Mose memandangi istrinya lekat, hal itu, membuat Esmeralda sedikit menegang.Lelaki gagah, yang memiliki lesung pipi itu pun membuat degub jantung Esmeralda semakin berpacu kuat. "Kau tau, ini seperti mimpi bagiku, Jeremy." Lelaki itu tersenyum. "Ini babak baru dalam rumah tangga kita, sayang. Aku berjanji, tidak akan membiarkan mereka selamanya merendahkan kita lagi." "Kamu manis sekali, tidak kusangka, aku begitu beruntung memiliki kamu." "Bukan kamu yang beruntung, tapi aku. Aku lelaki miskin yang paling beruntung." "Oh no, itu tidak benar. Kamu bukan lelaki miskin, mereka yang tidak tahu apa-apa tentang kamu." Jeremy Mose tersenyum. "Ingat, jaga rahasia kita. Aku tidak ingin, kehidupan kita yang masih tenang, menjadi terganggu." "Pasti, suamiku." Jeremy Mose merasa lega, karena tidak perlu me
Tuan Muda Part7 Esmeralda berjalan memasuki gedung Tones enterprise. Di dalam ruangan Direktur, Mike Tones dan Khan Tones sedang berbincang. "Kakek yakin, Esmeralda akan berhasil?" tanya Khan Tones dengan gelisah. "Entah, bagaimana pun cara Esmeralda, yang penting kita dapatkan tanda tangan perusahaan besar itu."_______ "Hai Esmeralda, apakah kamu berhasil mendapatkan kontrak kerjasamanya? Setelah pengajuan kami beberapa kali mereka tolak? Aku yakin, kamu pasti juga gagal," ejek Albert Tones, ketika melihat Esmeralda menuju ruangan Mike. Esmeralda hanya tersenyum, sedikitpun tidak ada niatan dia, untuk menanggapi ocehan Albert Tones yang tidak bermanfaat baginya. "Kamu tuli? Bisu? Semenjak menjadi biang kesialan perusahaan?" Albert Tones kembali menyindirnya, sekaligus menghina. Esmeralda menghentikan langkahnya, dia marah dan sangat marah sebenarnya. Melihat tatapan kebencian dari Esmeralda, Albert Tones kembali mengejeknya. "Ih, takut," kekehnya, kemudian menjauh dari Esm
Tuan MudaPart8 Di taman mini, Jeremy Mose dan Esmeralda bertemu dengan Diana Catwalk. "Esmeralda," sapa Diana Catwalk. Esmeralda menoleh. "Wow, Diana." Esemeralda berdiri, dan mereka berpelukan. "Kau dengan siapa?" tanya Diana, sembari mengurai pelukannya. "Jeremy, perkenalkan, dia Diana, teman kampusku dulu. Dan Diana, kenalkan dia suamiku, Jeremy Mose." "Suami?" Diana tercengang dan memindai seluruh penampilan sederhana Jeremy. "Sepertinya yang pernah kudengar tentangnya itu benar." "Apa yang kau dengar?" Esmeralda penasaran. "Apakah dia lelaki pengangguran itu, yang menumpang hidup pada keluargamu?" Esmeralda merasa tidak nyaman, mendengar ucapan temannya itu. "Diana, kami permisi dulu," ucap Esmeralda.Diana hanya terdiam, melihat sikap Esmeralda yang berubah dingin. _______ Esmeralda dan Jeremy sampai di depan rumah kumuh mereka. Amelia menatap dingin kedatangan mereka. Sedangkan James Wade, duduk tenang di samping istrinya. "Esmeralda, apa yang kamu lakukan?" t
Tuan MudaBab9 "Ibu boleh membenci aku, tapi jangan kalian tega menuduh putriku. Biar bagaimana pun, dia tetap cucu kalian, anakku." Amelia berkata dengan mata berkaca-kaca. Tidak dia sangka, bahwa Ibu nya dengan tega, mengatakan hal sehina itu pada putrinya. "Pokoknya kami tidak mau tahu, Esmeralda, harus mengembalikan kestabilan perusahaan, bagaimana pun caranya, ini tanggung jawabnya," tegas Rose Tones. Usai berkata, Rose Tones pun berjalan menuju mobil. Erina Tones, dan Khan pun tidak bersuara, mereka juga kembali masuk ke dalam mobil. Amelia menatap sedih ke arah Esmeralda. Namun, dia tidak mampu berkata-kata. "Begitulah keluarga yang mati-matian kamu bela. Apakah kamu memang senang, jika keluarga ini terus mereka perlakukan tidak adil?" ucap James Wade. Amelia merasakan dadanya kian sesak. "Semua ini karena Jeremy! Lelaki pembawa sial," gumam Amelia Tones. "Salahkan saja terus suamiku, Bu. Jika Ibu terus begini, lebih baik kami keluar dari rumah ini," sahut Esmeralda.
Tuan MudaBab10 Khan Tones dimaki-maki sang Kakek. Dan menganggap semua ini salah Khan, yang memancing terus, untuk menghina Esmeralda. Merasa dirinya menjadi pelampiasan, Khan Tones semakin murka dengan Esmeralda. "Aku akan mencari tahu, dari mana kekuatan Esmeralda itu berasal," ucap Khan Tones. Dia mengundang teman-teman semasa kuliahnya untuk datang ke hari ulang tahun adik sepupunya. Albert Tones, seluruh kerabat dia undang, termasuk tokoh-tokoh penting kenalan sang ayah dalam berbisnis. Mike Tones mengharuskan seluruh anggota keluarganya datang, tidak ada alasan penolakan. Termasuk Esmeralda. Meskipun wanita bermata coklat itu menolak, Amelia terus memaksa mereka untuk datang. "Kami tidak akan datang. Untuk apa datang? Hanya akan menjadi bahan hinaan mereka," kata Esmeralda, menolak keras ajakan Ibu nya. "Kau harus datang, jangan membuat segalanya menjadi rumit, biar bagaimanapun mereka keluarga besar kita." Dengan perasaan berat, Esmeralda pun menuruti ucapan Ibunya y
Tuan MudaBab11 "Kamu sudah membeli kadonya?" tanya Esmeralda, ketika melihat Jeremy memasuki rumah. "Sudah, ada di motor," jawab Jeremy. Esmeralda mengekor langkah suaminya, masuk ke dalam kamar mereka. "Apa yang terjadi di pusat kota? Aku yakin, semua berhubungan denganmu," kata Esmeralda.Jeremy merebahkan bobot tubuhnya di atas kasur. "Pelayan wanita itu sangat angkuh dan mengusirku berkali-kai dan mempermalukan aku," sahut Jeremy, sembari mengusap wajahnya. "Dan kamu meratakan toko atasannya? Luar biasa." Esmeralda bertepuk tangan. "Lama-lama, identitas kamu bakal terbongkar dengan sendirinya, karena siapa? Karena kamu sendiri," cecar sang istri dengan mata mendelik. Ada rasa sesal dalam hati tuan muda dari keluarga kaya itu. Lain kali, dia akan lebih berhati-hati lagi. "Kamu benar, inu salahku kurang dalam berhati-hati."_____ Wajah Albert Tones tersenyum sumringah, ini hari bahagianya, dimana setiap tahunnya, dia selalu merayakan pesta yang lumayan mewah. Berbagai toko
Tuan MudaPart12 "Sial, bodoh!" gumam Jack Catwalk pada dirinya sendiri. Pria tinggi kurus itu terdiam sejenak. Albert Tones menyesal dan mengutuk dalam hatinya, ketika dia melihat Khan Tones mundur secara teratur, dan sepertinya tidak merasa bahwa dia telah melakukan kesalahan. "Ahem, pria sejati yang menjunjung tinggi harga diri, tidak akan menyangkal kata-katanya. Karena, dari pria yang dipegang ada kata-katanya." kata Esmeralda penuh kemenangan. "Halo." Seorang wanita cantik dengan rambut cokelat bergelombang panjang tersenyum, ketika dia mendekati mereka berempat, yang menjadi pusat perhatian. "Nona Wage, Anda datang ke pesta saya? Suatu kehormatan bagi saya," kata Albert kagum. Jose Wage, adalah seorang wanita cantik, yang memiliki bisnis barang impor terbesar di kota Monarki ini. Wanita itu tersenyum, lalu menoleh ke arah Jeremy. "Kamu, Jeremy Musa?" tanya wanita itu sambil tersenyum. "Ahem, Nona Wage, tolong abaikan dia, hanya pecundang untuk memasuki kehidupan keluar
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe