***"Bu ....""Dengarkan Ibu, Delia!" sela Bu Sarah. Mimik wajahnya yang serius membuat Delia berulang kali membuang napas jengah. "Faisal dan istrinya itu tidak bisa punya anak, Jaka sendiri yang bilang sama Ibu. Barusan aja dia kirim pesan, kalau kamu mau menikah dengan Faisal dan berhasil punya anak, semua harta pria itu akan diberikan ke kamu. Harusnya kamu senang ....""Aku benar-benar tidak menyangka kalau Ibu berniat menjualku," sindir Delia menohok. "Apa harta dunia membuat Ibu sangat haus sampai-sampai tega mendorongku ke dalam jurang kehancuran?"Bu Sarah melengos. Sesekali bibirnya mencebik mendengar Delia lagi-lagi menolak lamaran pria bernama Faisal. Pria kaya yang menjabat sebagai Manager di Perusahaan tempat Jaka bekerja. Pria kaya yang terkenal karena mempermainkan wanita. "Mas Faisal ingin menikah lagi bukan karena anak, Bu. Dia suka mempermainkan wanita, berganti-ganti pasangan, keluar masuk hotel dengan wanita yang berbeda setiap harinya. Ibu yakin dia akan menepa
***"Emak dan Bapak ridho dengan pilihanku?" Haikal memecah keheningan di tengah-tengah perjalanan. Untuk sampai di Madiun, butuh waktu sekitar 3-4 jam perjalanan dari Surabaya. Satu jam lagi mereka sampai di rumah, itupun jika tidak ada halangan di jalan. "Bagiku, Delia itu wanita baik, Mak, Pak. Dia memang dari kota, tapi perangainya sangat santun.""Emak tahu kalau dia wanita baik, Kal," sahut Emak lembut. "Anak Emak tidak mungkin salah pilih. Benar kan, Pak?"Pak Gani mengangguk membenarkan. Sekalipun di hatinya saat ini tengah diliputi keresahan, namun bibirnya terus tersenyum agar kebahagiaan yang sedang Haikal rasakan tidak terganggu dengan pikiran-pikiran buruk yang pria tua itu miliki. Haikal adalah satu-satunya harta yang Pak Gani miliki. Membayangkan bahwa putranya ditolak oleh keluarga Delia pastilah akan menyulut kesedihan di hati pria tua itu. Beruntung, Pak Handoko berbesar hati mau menerima lamaran Haikal, jika tidak ... terlukalah hati Pak Gani dan Emak Karti karena
***"Pak, ini keterlaluan!" Delia mengadu pada Pak Handoko. Pria paruh baya itu mengangguk membenarkan. "Mas Haikal tidak harus menyenangkan hati mereka semua. Aku tahu, semua ini sudah direncanakan.""Kamu apa-apaan sih, Del," gerutu Meisya, "Kita cuma mau makan-makan, apanya yang direncanakan sih?"Delia membuang muka. Baru tadi pagi Jaka dan Meisya pergi dengan emosi yang menggebu-gebu, tapi malam ini keduanya datang lagi seolah-olah sebelumnya tidak pernah terjadi perseteruan apapun. Terlebih, Jaka dan Faisal justru meminta Haikal datang lagi ke kota. Lalu apa ini namanya jika bukan direncanakan?"Aku tau rencana busuk kalian," desis Delia menahan marah. "Ayolah, Del ... kamu hanya sedang berburuk sangka," timpal Faisal. Gayanya yang congkak membuat Delia semakin jengah menatapnya. "Sebagai calon suami yang baik harusnya Haikal bisa mengambil hati semua keluargamu.""Dek, tenanglah!" Haikal menatap lekat kedua mata Delia yang bergetar. "Percaya sama Mas, semua pasti baik-baik saj
***"Mas Jaka dan Faisal menelpon saya tanpa basa-basi. Mereka meminta saya datang ke sini jika tidak ... Mas Jaka akan memaksa Delia menikah dengan Faisal. Saya tahu itu hanya sebuah ancaman belaka, namun demi memastikan bahwa Delia baik-baik saja, saya ikut saja diminta datang kesini," papar Haikal, "Saya tahu, Pak, dua pria itu sedang merencanakan sesuatu. Benar saja, sesampainya di sini, Faisal tiba-tiba mengajak semua keluarga makan malam di Restoran mewah. Dia ingin mempermalukan saya, saya tau itu.""Maafkan aku, Mas ....""Bukan salah kamu, Dek," sahut Haikal lembut. "Seharusnya Faisal cukup tahu diri, dia sudah beristri," imbuhnya geram. "Percaya diri sekali dia dengan semua uangnya. Tidak semua bisa dibeli dengan uang yang dia punya, termasuk kamu, Delia."Pak Handoko menatap haru pada sosok pria bertubuh tegap di sampingnya. Sementara itu, tangan pria paruh baya itu mengusap lembut punggung tangan Delia seakan-akan berkata, "Dia adalah pria yang tepat, Nak. Bapak terharu s
***"Ternyata selain sombong, kau juga dungu." Haikal melayangkan tatapan tajam pada Faisal. "Ah tidak, selain sombong dan dungu, kau ternyata begitu gatal. Pria gatal," cibir Haikal ketus. Brak ...!!!Faisal menggebrak meja di depannya disertai wajah yang memanas. Semua keluarga Delia mendadak diam. Suasana yang semula sudah panas justru makin panas. Haikal mulai menunjukkan emosinya. Tidak terima calon istrinya dijadikan bahan taruhan.Pak Handoko mencekal pergelangan tangan Haikal serta menggeleng samar. Pun dengan Delia, wanita itu berbisik agar Haikal sedikit lebih tenang karena ada banyak mata yang melihat ke arah mereka. "Berani sekali ....""Kenapa harus takut?" sela Haikal, "Harga diri calon istriku kau setarakan dengan harga makanan di Restoran. Kau pikir Delia tidak terluka dengan itu, hah?"Delia mengulum bibirnya. Gusar. Keributan yang terjadi malam ini tidak mungkin bisa diredam begitu saja. Sukur-sukur jika tidak terjadi adegan baku hantam. Bagaimana Haikal bisa menan
***"Ha ... ha ... sudah merasa hebat?" Faisal tertawa mengejek. Dia berkacak pinggang sembari mendekati Haikal yang bersiap pergi bersama Pak Handoko dan Delia. "Menyewa mobil, membayar tagihan Restoran, apa hanya dengan melakukan dua hal itu kamu sudah merasa hebat? Petani memang beda!"Dada Delia naik turun. Semakin Faisal banyak berbicara maka semakin muak pula ia melihat teman kakak pertamanya itu. "Mas, ayo!" Delia menggenggam jemari Haikal erat-erat. "Tidak ada gunanya berdebat. Ayo pulang! Bapak sudah menunggu," imbuhnya."Ayo, Nak Haikal!"Mata Haikal yang tajam serasa sedang menguliti sosok pria sombong yang tengah berdiri di depannya. "Kau memilih lawan yang salah," ucap Haikal begitu tenang. "Lagipula apa yang kau harapkan, Faisal? Sekedar makan di Restoran bukan hal yang tabu buatku." Haikal terkekeh. "Usahamu sangat gigih sekali dan aku hargai itu. Tapi sayang ... Delia bukan harga yang akan kuberikan. Dia bernilai segalanya, kau pun merasakan hal yang sama bukan? Dia b
***"Maksud Ibu?""Biarkan Delia tetap menikah dengan Haikal. Ibu ingin tahu, kehidupan seperti apa yang akan dia dapatkan karena sudah menentang Ibu," sahut Bu Sarah setelah menghembuskan napas panjang. "Ingat satu hal ... ketika Delia kesulitan suatu hari nanti, jangan pernah mengulurkan tangan padanya meskipun Bapak yang memohon sekalipun. Jangan pernah membantunya apa pun yang terjadi. Dia harus merasakan betapa pedihnya hidup dengan pria yang salah."Jaka membuang muka. Bayangan uang lima puluh juta mulai mengabur. Seharusnya sekarang dia bisa menikmati upah dari Faisal karena berhasil menjadikan Delia sebagai istrinya, tapi sayang ... adik bungsunya menolak mentah-mentah lamaran dari karibnya itu."Jangan bermain-main dengan kehidupan, Bu ....""Diam lah, Jaka!" pinta Bu Sarah ketus. "Sekarang habiskan makanan di atas meja ini! Kau pun mulai gila, bisa-bisanya pesan menu dengan harga paling mahal.""Ck, Ibu mulai berpihak pada Haikal? Kasihan karena dia sudah mengeluarkan uang s
***"Faisal, coba lihat Fatimah, dia tidak kalah cantik dari Delia." Bu Sarah berbicara sambil merengkuh bahu putri keduanya. Merasa diperhatikan, Fatimah lantas menunduk menyembunyikan wajahnya yang memanas. "Delia sangat teguh pada pendirian. Sekali dia sudah memutuskan sesuatu maka tidak akan ada yang bisa mengganggu keputusannya, tidak Tante sekalipun. Jadi ... kenapa tidak mencoba menjalin hubungan dengan Fatimah saja, Sal?"Faisal terkekeh aneh. "Mereka berbeda, Tante ....""Berbeda bagaimana maksud kamu, Mas?" seloroh Fatimah sedikit meninggikan suara. "Mas pikir aku ini bukan wanita baik-baik?""Bukan seperti itu, Fatimah. Tapi yang jelas perasaan yang kumiliki ini berbeda. Aku hanya ingin Delia, bukan yang lain."Bu Sarah melepaskan rengkuhannya perlahan. Melihat wajah Fatimah yang berubah ketus membuat wanita paruh baya itu yakin kalau sebenarnya putri keduanya itu memiliki rasa pada Faisal. Entah perasaan tertarik pada lawan jenis, atau perasaan tertarik pada tawaran yang F