***
"Emak dan Bapak ridho dengan pilihanku?" Haikal memecah keheningan di tengah-tengah perjalanan. Untuk sampai di Madiun, butuh waktu sekitar 3-4 jam perjalanan dari Surabaya. Satu jam lagi mereka sampai di rumah, itupun jika tidak ada halangan di jalan. "Bagiku, Delia itu wanita baik, Mak, Pak. Dia memang dari kota, tapi perangainya sangat santun."
"Emak tahu kalau dia wanita baik, Kal," sahut Emak lembut. "Anak Emak tidak mungkin salah pilih. Benar kan, Pak?"
Pak Gani mengangguk membenarkan. Sekalipun di hatinya saat ini tengah diliputi keresahan, namun bibirnya terus tersenyum agar kebahagiaan yang sedang Haikal rasakan tidak terganggu dengan pikiran-pikiran buruk yang pria tua itu miliki.
Haikal adalah satu-satunya harta yang Pak Gani miliki. Membayangkan bahwa putranya ditolak oleh keluarga Delia pastilah akan menyulut kesedihan di hati pria tua itu. Beruntung, Pak Handoko berbesar hati mau menerima lamaran Haikal, jika tidak ... terlukalah hati Pak Gani dan Emak Karti karena cacian dan hinaan yang keluarga Delia berikan.
"Terima kasih, Mak. Insya Allah, Delia adalah wanita baik sama seperti Emak," puji Haikal tulus. "Emak dan Delia pasti cocok menjadi mertua dan menantu."
Emak Karti tertawa lebar menyembunyikan keresahan hatinya. Pulang dari rumah Delia membawa kesedihan tersendiri bagi wanita tua itu. Jika saja dulu Emak tidak sakit-sakitan, tentulah Haikal sekarang menyandang status sarjana, sama seperti Delia. Namun sayang, Haikal lebih memilih mengurus Emak dan membiarkan pendidikannya terbengkalai begitu saja.
"Sudah berpikir berapa mahar yang akan kamu berikan, Haikal?"
Pertanyaan Bapak membuat suasana di dalam angkot seketika hening. Emak menggigit bibir bawahnya gusar sementara Haikal terus menatap jalanan di depannya yang semakin padat.
"Sesampainya di rumah, Bapak ingin mengatakan sesuatu, ingatkan kalau Bapak lupa, Haikal!"
Haikal hanya mengangguk tanpa bersuara. Mendadak jantungnya berdegup kencang. Perasaan takut mulai merajai hatinya.
Apa Bapak tiba-tiba tidak ingin merestui hubungan Haikal dan Delia?
***
Delia membiarkan begitu saja pesan dari Faisal. Perlahan, matanya terlelap mengabaikan ponsel yang bergetar di sisi kanan ranjang.
Ting ....
|Nanti malam aku dan Jaka mampir ke rumahmu, bersiap-siaplah, kita akan makan malam bersama keluarga|
Satu pesan kembali masuk ke dalam ponsel Delia. Siapa lagi kalau bukan Faisal? Pria itu tidak akan melepaskan Delia begitu saja karena rasa penasarannya yang teramat besar. Dinding yang Delia ciptakan amatlah tinggi membuat rasa ingin tahu Faisal semakin menggebu.
Menjelang makan malam, Delia keluar dari kamar berniat membantu Sang Ibu menyiapkan hidangan di meja. Langkah kaki Delia mendadak terhenti. Di ruang tamu, ia mendengar gelak tawa para pria. "Mau kemana, Del, ayo sini bantu Ibu!" Bu Sarah memergoki Delia yang hendak kembali ke kamar. "Malah bengong, ayo sini!"
Delia terpaksa mendekat. Saat melewati ruang tamu, benar saja ... ada dua pria yang sedang terbahak entah membahas apa sementara satu lagi hanya menunduk menyembunyikan wajah. Ada Jaka, Faisal dan satu pria lagi yang Delia tidak sangka akan datang kembali malam ini.
"Mas Haikal ...?"
Haikal menoleh. Wajahnya yang semula tersenyum kecut kini tersenyum lebar melihat Sang Kekasih menyapanya.
"Malam-malam kesini sama siapa, Mas?" tanya Delia khawatir. "Bapak sama Emak ikut?"
Faisal bangkit. Dia berjalan mendekati Delia dan menjawab. "Aku yang menyuruhnya kesini, Del. Dia menyanggupi kita semua pergi makan-makan ke Restoran mewah. Ayo, bersiaplah!"
Delia menatap Haikal dengan mimik muka kebingungan. "Mas ....?"
Haikal mengangguk mantap. "Tidak masalah, Dek," sahut Haikal tenang. "Bilang sama semua keluarga agar bersiap, oke?"
Delia mengulum bibir cemas. Wanita cantik itu sangat paham sekali dengan kelicikan yang sedang direncanakan oleh Jaka dan Faisal. Bagaimana dia bisa tenang sementara calon suaminya hendak dipermalukan?
"Ibu masak banyak karena Jaka bilang Faisal akan datang. Ibu gak tau kalau dia akan kesini lagi," kata Bu Sarah ketus. "Ayo bantu Ibu di dapur, kenapa malah bengong disini, hah?"
"Tante, malam ini kita dapat rejeki yang tidak terduga. Haikal mau membawa kita semua ke Restoran mahal. Ayo, bersiap!"
Bu Sarah terpaku. "D-- dia? Yang benar saja, Sal!" seru Bu Sarah pada Faisal. "Kalau kamu yang ajak kami semua, Ibu percaya. Tapi kalau dia ... ayolah, Faisal, jangan membual," imbuh Bu Sarah setengah tertawa.
"Ibu benar Mas Faisal, bisa-bisa Delia gagal menikah kalau Haikal bawa kita makan-makan di Restoran mewah." Fatimah menimpali. Di belakangnya, sosok Meisya berdiri pongah tanpa melirik Delia sama sekali. "Lagipula duit petani gak sebanyak duit manager. Ya kan, Bu?"
Bu Sarah hendak mengangguk, namun suara Haikal lagi-lagi membuat wanita paruh baya itu terpaku. "Tidak masalah, Bu. Ayo kalau mau makan-makan di Restoran," ajak Haikal dengan suara lembut.
"Sok-sokan dia, Mbak," bisik Fatimah sambil terkikik geli. "Orang kampung mana tau harga makanan di Restoran mewah. Bisa pingsan dia nanti."
Meisya tertawa disusul dengan tawa Fatimah. "Kalau dipaksa, ya sudah, ayo!" kata Fatimah sembari mengedipkan sebelah mata pada Meisya.
"Assalamualaikum ...."
Pak Handoko yang baru pulang dari masjid teramat terkejut dengan kedatangan Haikal untuk yang kedua kalinya di hari yang sama.
"Nak, sama siapa?" tanya Pak Handoko, "Emak sama Bapak ikut, dimana?"
Saat Pak Handoko celingukan mencari calon besannya, tanpa sadar pria paruh baya itu menangkap mimik sendu dari wajah bungsunya.
"Ah, Om ... kebetulan tadi aku yang nyuruh Haikal kesini. Ya ... gimana ya, aku penasaran sama calon suami Delia. Sekaya apa sih dia sampai-sampai Delia menolak lamaranku," ujar Faisal congkak. "Untung saja ada Jaka, tau aja dia nomor calon ipar," sindir Faisal setengah berkelakar.
Tetiba Delia melirik tajam ke arah Fatimah. Kedua tangannya mengepal kuat. "Kau benar-benar gak punya adab, Mbak!" cibir Delia sinis. "Berani sekali buka ponselku tanpa ijin?"
Fatimah melengos. Dia pura-pura tidak mendengar ucapan Delia dan berucap, "Makan-makan di Restoran mewah, yuk berangkat!"
Delia membuang napas kasar. Matanya bersirobok dengan mata Haikal yang begitu meneduhkan. Perlahan, kepala pria itu mengangguk seolah berkata, "Semua pasti baik-baik saja, Delia."
"Aku gak mau ikut!" seru Delia lantang.
"Mau kamu ikut atau tidak, acara makan-makan ini akan tetap berlangsung, Del," jawab Jaka sambil tersenyum sinis. "Aku mau lihat, apa calon suami petanimu itu bisa membayar tagihan makanan kita nanti."
Bersambung***"Pak, ini keterlaluan!" Delia mengadu pada Pak Handoko. Pria paruh baya itu mengangguk membenarkan. "Mas Haikal tidak harus menyenangkan hati mereka semua. Aku tahu, semua ini sudah direncanakan.""Kamu apa-apaan sih, Del," gerutu Meisya, "Kita cuma mau makan-makan, apanya yang direncanakan sih?"Delia membuang muka. Baru tadi pagi Jaka dan Meisya pergi dengan emosi yang menggebu-gebu, tapi malam ini keduanya datang lagi seolah-olah sebelumnya tidak pernah terjadi perseteruan apapun. Terlebih, Jaka dan Faisal justru meminta Haikal datang lagi ke kota. Lalu apa ini namanya jika bukan direncanakan?"Aku tau rencana busuk kalian," desis Delia menahan marah. "Ayolah, Del ... kamu hanya sedang berburuk sangka," timpal Faisal. Gayanya yang congkak membuat Delia semakin jengah menatapnya. "Sebagai calon suami yang baik harusnya Haikal bisa mengambil hati semua keluargamu.""Dek, tenanglah!" Haikal menatap lekat kedua mata Delia yang bergetar. "Percaya sama Mas, semua pasti baik-baik saj
***"Mas Jaka dan Faisal menelpon saya tanpa basa-basi. Mereka meminta saya datang ke sini jika tidak ... Mas Jaka akan memaksa Delia menikah dengan Faisal. Saya tahu itu hanya sebuah ancaman belaka, namun demi memastikan bahwa Delia baik-baik saja, saya ikut saja diminta datang kesini," papar Haikal, "Saya tahu, Pak, dua pria itu sedang merencanakan sesuatu. Benar saja, sesampainya di sini, Faisal tiba-tiba mengajak semua keluarga makan malam di Restoran mewah. Dia ingin mempermalukan saya, saya tau itu.""Maafkan aku, Mas ....""Bukan salah kamu, Dek," sahut Haikal lembut. "Seharusnya Faisal cukup tahu diri, dia sudah beristri," imbuhnya geram. "Percaya diri sekali dia dengan semua uangnya. Tidak semua bisa dibeli dengan uang yang dia punya, termasuk kamu, Delia."Pak Handoko menatap haru pada sosok pria bertubuh tegap di sampingnya. Sementara itu, tangan pria paruh baya itu mengusap lembut punggung tangan Delia seakan-akan berkata, "Dia adalah pria yang tepat, Nak. Bapak terharu s
***"Ternyata selain sombong, kau juga dungu." Haikal melayangkan tatapan tajam pada Faisal. "Ah tidak, selain sombong dan dungu, kau ternyata begitu gatal. Pria gatal," cibir Haikal ketus. Brak ...!!!Faisal menggebrak meja di depannya disertai wajah yang memanas. Semua keluarga Delia mendadak diam. Suasana yang semula sudah panas justru makin panas. Haikal mulai menunjukkan emosinya. Tidak terima calon istrinya dijadikan bahan taruhan.Pak Handoko mencekal pergelangan tangan Haikal serta menggeleng samar. Pun dengan Delia, wanita itu berbisik agar Haikal sedikit lebih tenang karena ada banyak mata yang melihat ke arah mereka. "Berani sekali ....""Kenapa harus takut?" sela Haikal, "Harga diri calon istriku kau setarakan dengan harga makanan di Restoran. Kau pikir Delia tidak terluka dengan itu, hah?"Delia mengulum bibirnya. Gusar. Keributan yang terjadi malam ini tidak mungkin bisa diredam begitu saja. Sukur-sukur jika tidak terjadi adegan baku hantam. Bagaimana Haikal bisa menan
***"Ha ... ha ... sudah merasa hebat?" Faisal tertawa mengejek. Dia berkacak pinggang sembari mendekati Haikal yang bersiap pergi bersama Pak Handoko dan Delia. "Menyewa mobil, membayar tagihan Restoran, apa hanya dengan melakukan dua hal itu kamu sudah merasa hebat? Petani memang beda!"Dada Delia naik turun. Semakin Faisal banyak berbicara maka semakin muak pula ia melihat teman kakak pertamanya itu. "Mas, ayo!" Delia menggenggam jemari Haikal erat-erat. "Tidak ada gunanya berdebat. Ayo pulang! Bapak sudah menunggu," imbuhnya."Ayo, Nak Haikal!"Mata Haikal yang tajam serasa sedang menguliti sosok pria sombong yang tengah berdiri di depannya. "Kau memilih lawan yang salah," ucap Haikal begitu tenang. "Lagipula apa yang kau harapkan, Faisal? Sekedar makan di Restoran bukan hal yang tabu buatku." Haikal terkekeh. "Usahamu sangat gigih sekali dan aku hargai itu. Tapi sayang ... Delia bukan harga yang akan kuberikan. Dia bernilai segalanya, kau pun merasakan hal yang sama bukan? Dia b
***"Maksud Ibu?""Biarkan Delia tetap menikah dengan Haikal. Ibu ingin tahu, kehidupan seperti apa yang akan dia dapatkan karena sudah menentang Ibu," sahut Bu Sarah setelah menghembuskan napas panjang. "Ingat satu hal ... ketika Delia kesulitan suatu hari nanti, jangan pernah mengulurkan tangan padanya meskipun Bapak yang memohon sekalipun. Jangan pernah membantunya apa pun yang terjadi. Dia harus merasakan betapa pedihnya hidup dengan pria yang salah."Jaka membuang muka. Bayangan uang lima puluh juta mulai mengabur. Seharusnya sekarang dia bisa menikmati upah dari Faisal karena berhasil menjadikan Delia sebagai istrinya, tapi sayang ... adik bungsunya menolak mentah-mentah lamaran dari karibnya itu."Jangan bermain-main dengan kehidupan, Bu ....""Diam lah, Jaka!" pinta Bu Sarah ketus. "Sekarang habiskan makanan di atas meja ini! Kau pun mulai gila, bisa-bisanya pesan menu dengan harga paling mahal.""Ck, Ibu mulai berpihak pada Haikal? Kasihan karena dia sudah mengeluarkan uang s
***"Faisal, coba lihat Fatimah, dia tidak kalah cantik dari Delia." Bu Sarah berbicara sambil merengkuh bahu putri keduanya. Merasa diperhatikan, Fatimah lantas menunduk menyembunyikan wajahnya yang memanas. "Delia sangat teguh pada pendirian. Sekali dia sudah memutuskan sesuatu maka tidak akan ada yang bisa mengganggu keputusannya, tidak Tante sekalipun. Jadi ... kenapa tidak mencoba menjalin hubungan dengan Fatimah saja, Sal?"Faisal terkekeh aneh. "Mereka berbeda, Tante ....""Berbeda bagaimana maksud kamu, Mas?" seloroh Fatimah sedikit meninggikan suara. "Mas pikir aku ini bukan wanita baik-baik?""Bukan seperti itu, Fatimah. Tapi yang jelas perasaan yang kumiliki ini berbeda. Aku hanya ingin Delia, bukan yang lain."Bu Sarah melepaskan rengkuhannya perlahan. Melihat wajah Fatimah yang berubah ketus membuat wanita paruh baya itu yakin kalau sebenarnya putri keduanya itu memiliki rasa pada Faisal. Entah perasaan tertarik pada lawan jenis, atau perasaan tertarik pada tawaran yang F
***"Masya Allah, Le." Emak Karti berjalan tergopoh ketika melihat Haikal berdiri di ambang pintu. "Emak sengaja membuka pintu sampai tengah malam, Haikal. Emak khawatir, Cah Bagus!"Haikal mencium punggung tangan Emak yang sudah keriput. "Assalamualaikum, Mak ....""Oalah, Haikal ... Haikal. Waalaikumsalam," jawab Emak sedikit ketus. "Ayo masuk! Jangan suka bikin Emak sama Bapak khawatir, Haikal!"Haikal mengangguk lemah. Sadar sepenuhnya kalau sikapnya kali ini benar-benar membuat kedua orang tuanya cemas. Rencana ingin menginap di hotel ia urungkan ketika sebuah pesan dari Kang Dirman masuk ke dalam ponselnya. Pesan yang berbunyi, "Posisi, Haikal? Akang mau jemput kamu atas perintah Juragan Gani."Haikal tidak bisa mengabaikan pesan Kang Dirman begitu saja. Sekalipun sudah malam, perintah Bapaknya memang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh beberapa orang termasuk pria yang usianya lima tahun di atas Haikal. Kang Dirman. Sudirman Abraham.Tepat pukul sembilan malam, Kang Dirman b
***Delia mengerutkan kening ketika membaca pesan masuk dari nomor yang tidak bernama. "Siapa ....?" gumam Delia lirih. "Apa istri Mas Faisal? Tapi, bukankah istri pertamanya tidak punya anak? Lalu siapa yang kirim pesan padaku?"Delia urung membalas pesan. Diletakkannya ponsel di atas nakas sementara dirinya buru-buru keluar dari dalam kamar.Pagi ini, ada beberapa kerabat yang akan membantu menyiapkan hidangan untuk menyambut kedatangan keluarga Haikal. "Selamat pagi, Mbak Sarah," sapa Bibi Husniah, adik Bu Sarah yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. "Sudah belanja apa saja? Kita langsung masak atau gimana ini?" Wanita cantik dengan perhiasan yang memenuhi jari serta pergelangan tangannya itu nampak melenggang masuk ke dalam rumah."Calon Delia pasti orang kaya, kalau tidak mana mungkin Mas Handoko memanggil kita semua untuk membantu memasak. Duh, Mbak ... harusnya pesan catering saja, capek tau gak sih kalau masak makanan bermacam-macam," timpal Bibi Naomi, adik Bu Sarah yang pa