***"Mas Jaka dan Faisal menelpon saya tanpa basa-basi. Mereka meminta saya datang ke sini jika tidak ... Mas Jaka akan memaksa Delia menikah dengan Faisal. Saya tahu itu hanya sebuah ancaman belaka, namun demi memastikan bahwa Delia baik-baik saja, saya ikut saja diminta datang kesini," papar Haikal, "Saya tahu, Pak, dua pria itu sedang merencanakan sesuatu. Benar saja, sesampainya di sini, Faisal tiba-tiba mengajak semua keluarga makan malam di Restoran mewah. Dia ingin mempermalukan saya, saya tau itu.""Maafkan aku, Mas ....""Bukan salah kamu, Dek," sahut Haikal lembut. "Seharusnya Faisal cukup tahu diri, dia sudah beristri," imbuhnya geram. "Percaya diri sekali dia dengan semua uangnya. Tidak semua bisa dibeli dengan uang yang dia punya, termasuk kamu, Delia."Pak Handoko menatap haru pada sosok pria bertubuh tegap di sampingnya. Sementara itu, tangan pria paruh baya itu mengusap lembut punggung tangan Delia seakan-akan berkata, "Dia adalah pria yang tepat, Nak. Bapak terharu s
***"Ternyata selain sombong, kau juga dungu." Haikal melayangkan tatapan tajam pada Faisal. "Ah tidak, selain sombong dan dungu, kau ternyata begitu gatal. Pria gatal," cibir Haikal ketus. Brak ...!!!Faisal menggebrak meja di depannya disertai wajah yang memanas. Semua keluarga Delia mendadak diam. Suasana yang semula sudah panas justru makin panas. Haikal mulai menunjukkan emosinya. Tidak terima calon istrinya dijadikan bahan taruhan.Pak Handoko mencekal pergelangan tangan Haikal serta menggeleng samar. Pun dengan Delia, wanita itu berbisik agar Haikal sedikit lebih tenang karena ada banyak mata yang melihat ke arah mereka. "Berani sekali ....""Kenapa harus takut?" sela Haikal, "Harga diri calon istriku kau setarakan dengan harga makanan di Restoran. Kau pikir Delia tidak terluka dengan itu, hah?"Delia mengulum bibirnya. Gusar. Keributan yang terjadi malam ini tidak mungkin bisa diredam begitu saja. Sukur-sukur jika tidak terjadi adegan baku hantam. Bagaimana Haikal bisa menan
***"Ha ... ha ... sudah merasa hebat?" Faisal tertawa mengejek. Dia berkacak pinggang sembari mendekati Haikal yang bersiap pergi bersama Pak Handoko dan Delia. "Menyewa mobil, membayar tagihan Restoran, apa hanya dengan melakukan dua hal itu kamu sudah merasa hebat? Petani memang beda!"Dada Delia naik turun. Semakin Faisal banyak berbicara maka semakin muak pula ia melihat teman kakak pertamanya itu. "Mas, ayo!" Delia menggenggam jemari Haikal erat-erat. "Tidak ada gunanya berdebat. Ayo pulang! Bapak sudah menunggu," imbuhnya."Ayo, Nak Haikal!"Mata Haikal yang tajam serasa sedang menguliti sosok pria sombong yang tengah berdiri di depannya. "Kau memilih lawan yang salah," ucap Haikal begitu tenang. "Lagipula apa yang kau harapkan, Faisal? Sekedar makan di Restoran bukan hal yang tabu buatku." Haikal terkekeh. "Usahamu sangat gigih sekali dan aku hargai itu. Tapi sayang ... Delia bukan harga yang akan kuberikan. Dia bernilai segalanya, kau pun merasakan hal yang sama bukan? Dia b
***"Maksud Ibu?""Biarkan Delia tetap menikah dengan Haikal. Ibu ingin tahu, kehidupan seperti apa yang akan dia dapatkan karena sudah menentang Ibu," sahut Bu Sarah setelah menghembuskan napas panjang. "Ingat satu hal ... ketika Delia kesulitan suatu hari nanti, jangan pernah mengulurkan tangan padanya meskipun Bapak yang memohon sekalipun. Jangan pernah membantunya apa pun yang terjadi. Dia harus merasakan betapa pedihnya hidup dengan pria yang salah."Jaka membuang muka. Bayangan uang lima puluh juta mulai mengabur. Seharusnya sekarang dia bisa menikmati upah dari Faisal karena berhasil menjadikan Delia sebagai istrinya, tapi sayang ... adik bungsunya menolak mentah-mentah lamaran dari karibnya itu."Jangan bermain-main dengan kehidupan, Bu ....""Diam lah, Jaka!" pinta Bu Sarah ketus. "Sekarang habiskan makanan di atas meja ini! Kau pun mulai gila, bisa-bisanya pesan menu dengan harga paling mahal.""Ck, Ibu mulai berpihak pada Haikal? Kasihan karena dia sudah mengeluarkan uang s
***"Faisal, coba lihat Fatimah, dia tidak kalah cantik dari Delia." Bu Sarah berbicara sambil merengkuh bahu putri keduanya. Merasa diperhatikan, Fatimah lantas menunduk menyembunyikan wajahnya yang memanas. "Delia sangat teguh pada pendirian. Sekali dia sudah memutuskan sesuatu maka tidak akan ada yang bisa mengganggu keputusannya, tidak Tante sekalipun. Jadi ... kenapa tidak mencoba menjalin hubungan dengan Fatimah saja, Sal?"Faisal terkekeh aneh. "Mereka berbeda, Tante ....""Berbeda bagaimana maksud kamu, Mas?" seloroh Fatimah sedikit meninggikan suara. "Mas pikir aku ini bukan wanita baik-baik?""Bukan seperti itu, Fatimah. Tapi yang jelas perasaan yang kumiliki ini berbeda. Aku hanya ingin Delia, bukan yang lain."Bu Sarah melepaskan rengkuhannya perlahan. Melihat wajah Fatimah yang berubah ketus membuat wanita paruh baya itu yakin kalau sebenarnya putri keduanya itu memiliki rasa pada Faisal. Entah perasaan tertarik pada lawan jenis, atau perasaan tertarik pada tawaran yang F
***"Masya Allah, Le." Emak Karti berjalan tergopoh ketika melihat Haikal berdiri di ambang pintu. "Emak sengaja membuka pintu sampai tengah malam, Haikal. Emak khawatir, Cah Bagus!"Haikal mencium punggung tangan Emak yang sudah keriput. "Assalamualaikum, Mak ....""Oalah, Haikal ... Haikal. Waalaikumsalam," jawab Emak sedikit ketus. "Ayo masuk! Jangan suka bikin Emak sama Bapak khawatir, Haikal!"Haikal mengangguk lemah. Sadar sepenuhnya kalau sikapnya kali ini benar-benar membuat kedua orang tuanya cemas. Rencana ingin menginap di hotel ia urungkan ketika sebuah pesan dari Kang Dirman masuk ke dalam ponselnya. Pesan yang berbunyi, "Posisi, Haikal? Akang mau jemput kamu atas perintah Juragan Gani."Haikal tidak bisa mengabaikan pesan Kang Dirman begitu saja. Sekalipun sudah malam, perintah Bapaknya memang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh beberapa orang termasuk pria yang usianya lima tahun di atas Haikal. Kang Dirman. Sudirman Abraham.Tepat pukul sembilan malam, Kang Dirman b
***Delia mengerutkan kening ketika membaca pesan masuk dari nomor yang tidak bernama. "Siapa ....?" gumam Delia lirih. "Apa istri Mas Faisal? Tapi, bukankah istri pertamanya tidak punya anak? Lalu siapa yang kirim pesan padaku?"Delia urung membalas pesan. Diletakkannya ponsel di atas nakas sementara dirinya buru-buru keluar dari dalam kamar.Pagi ini, ada beberapa kerabat yang akan membantu menyiapkan hidangan untuk menyambut kedatangan keluarga Haikal. "Selamat pagi, Mbak Sarah," sapa Bibi Husniah, adik Bu Sarah yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. "Sudah belanja apa saja? Kita langsung masak atau gimana ini?" Wanita cantik dengan perhiasan yang memenuhi jari serta pergelangan tangannya itu nampak melenggang masuk ke dalam rumah."Calon Delia pasti orang kaya, kalau tidak mana mungkin Mas Handoko memanggil kita semua untuk membantu memasak. Duh, Mbak ... harusnya pesan catering saja, capek tau gak sih kalau masak makanan bermacam-macam," timpal Bibi Naomi, adik Bu Sarah yang pa
***"Hanya karena kami hidup tanpa kemewahan Ibu mengatakan kalau Sarah memilih pria yang salah?" Pak Handoko meletakkan dengan kasar dua kantong plastik besar dari tangannya. "Ternyata seperti itu penilaian Ibu terhadapku. Pantas saja istriku kekeuh ingin menjodohkan Delia dengan pria kaya tanpa peduli apakah dia beristri atau tidak."Eyang Salma memijit pelipisnya dengan gerakan lembut. "Kalau kamu masih menganggap Ibu sebagai orang tua, tolak lamaran petani itu untuk Delia, Salah!"Delia melengos. Masalah yang seharusnya sudah teratasi dengan sempurna kini kembali datang melalui restu Eyang Salma. Wanita tua itu menolak memiliki cucu menantu seorang petani. Pak Handoko menghela napas panjang. Keputusannya salah membawa ipar-iparnya datang ke rumah. Niat hati ingin mempererat tali silaturahim yang hampir putus, ternyata kedatangan keluarga Bu Sarah justru membuat suasana semakin memanas. "Aku sudah menolaknya, Bu ... bahkan Delia akan dipersunting teman baik Jaka, tapi ....""Mas