Selama beberapa saat, Clara berusaha mencerna kalimat yang Revan lontarkan. Ia lalu tertawa yang dibuat-buat, lebih tepatnya mentertawakan Revan.Sampai kemudian ia menjawab, "Lelucon kamu benar-benar nggak lucu, tahu. Sekarang tolong kasih waktu setidaknya sepuluh menit karena aku baru banget selesai makan. Setelah itu, aku siap adu mulut sama kamu.""Adu mulut? Maksudnya berciuman?" jawab Revan pura-pura polos.Clara mengernyit. "Sial. Kamu pasti kerasukan!""Gimana keadaan bayi kita? Apa perlu aku antar ke dokter kandungan? Aku mau mendengar detak jantungnya.""Revaaan!" teriak Clara."Iya, Calon Istriku? Jangan teriak dong. Kasihan bayi kita."Clara mengembuskan napas kesal. Sungguh, ia awalnya membayangkan Revan akan memarahinya. Namun, yang pria itu lakukan sekarang benar-benar tak terduga. Kalau boleh jujur, Clara merasa lebih baik bertengkar daripada menghadapi respons Revan yang seperti ini."Iya, aku tahu aku salah. Apa yang aku katakan terhadap Ariana tadi nggak sesuai deng
Ariana membuka pintu ruang kerja Revan saat pria itu sedang sibuk menatap layar laptopnya. Ariana berusaha tersenyum manis seperti biasa, seolah tadi pagi tidak terjadi apa-apa.Setelah memastikan pintu terkunci, Ariana langsung melepaskan high heels-nya lalu setengah berlari ke arah Revan. Tidak lupa, ia juga membuka dua kancing teratas kemejanya. Untuk apa lagi kalau bukan untuk menggoda Revan.Ariana berdiri tepat di samping kursi kebesaran Revan sambil merangkul pria itu. "Sayang, maaf ya ... tadi pagi aku ada urusan mendadak," ucap Ariana manja. "Lagian Mas nggak turun-turun, sih. Padahal aku nungguin lumayan lama.""Belakangan ini aku sibuk. Sekarang pun sedang sibuk."Mendengar nada dingin Revan, tentu Ariana jadi was-was sendiri. "Mas Revan marah?"Revan mendongak menatap Ariana, terpaksa tidak menepis tangan wanita itu dari pundaknya, padahal rasanya sangat tidak nyaman. Sungguh, segenap rasa yang pernah diberikannya pada Ariana seakan lenyap tak tersisa. Sekarang hanya ada p
"Mamaaa!" teriak Ayra penuh keceriaan.Mira yang sedang melihat-lihat foto Clara di Instagram, otomatis mengalihkan pandangan pada putri bungsunya yang baru saja datang. "Kamu ini masih pagi udah teriak-teriak. Kamu menang arisan? Sepertinya ada kabar gembira.""Dugaan kita benar, Ma. Tentang Kak Re dan Clara."Tentu saja Mira jadi bersemangat. "Tuh kan, feeling Mama benar. Gimana, gimana?"Ayra langsung duduk di samping mamanya. "Jadi, Bu Nina alias kepala divisinya Clara nggak sengaja ketemu mereka berdua di restoran. Mama pasti kaget kalau tahu anak sulung Mama bisa romantis juga. Kak Re ngasih bunga, Ma.""Ya Tuhan, Mama happy banget loh dengarnya.""Aku pun sama, Ma. Awalnya Bu Nina juga yakin nggak yakin, sih, karena nggak terlalu hafal banget sama Kak Re. Sampai kemudian dia sadar kalau itu Kak Re dan semuanya jadi masuk akal tentang pemindahan paksa Clara. Se-bucin itukah Kak Re sampai-sampai Clara nggak boleh kerja dan harus selalu di dekatnya?""Mama juga nggak nyangka kakak
Sore-sore begini saat di rumah sendirian, Clara memilih berenang sebagai aktivitas yang menyenangkan sekaligus menenangkan. Terkadang saat ada Lidya, wanita itu ikut melakukan hal yang sama dengannya. Namun, saat ini Lidya sedang tidak ada di rumah. Clara sendiri tidak tahu ke mana wanita itu sejak siang, terlebih tidak membalas pesannya.Setelah hampir setengah jam berenang, ia memutuskan berendam di kolam yang dangkal. Duduk berselonjor, air hanya mencapai dadanya. Clara pun menyandarkan punggungnya dan perlahan memejamkan mata, menikmati keheningan yang ada."Clara...."Tentu saja Clara terkejut saat tiba-tiba ada suara berat yang memanggilnya. Ia hafal betul itu suara Revan. Tentu Clara langsung terperanjat dan berdiri. Ya, untungnya ia selalu memakai swimsuit yang sangat jauh dari kata seksi."Astaga. Kamu ngagetin aja.""Sori, aku di sini udah dari beberapa menit lalu. Tapi kamu sepertinya lebih betah banget di air, sampai-sampai nggak menyadari kehadiranku.""Kamu hantu? Aku ba
Di lift, baik Clara maupun Revan sama-sama saling diam. Penampilan mereka sudah sangat rapi selayaknya orang yang hendak kencan, apalagi ini malam Minggu. Revan yang tampan dengan jas hitamnya, sedangkan Clara amat cantik mengenakan dress merah selutut yang sangat elegan. Tangannya juga menggenggam clutch bag berwarna silver, warna yang senada dengan high heels-nya.Satu hal yang menarik perhatian Revan, yakni anting-anting berbentuk bulat yang Clara kenakan cukup besar sehingga meskipun rambut sebahu wanita itu tergerai rapi, anting-anting itu tetap terlihat sangat cantik.Setelah pintu lift terbuka, mereka pun keluar beriringan."Lidya sama Angga di mana, ya," ucap Clara, lebih kepada dirinya sendiri."Mereka nunggu di mobil."Clara tidak menjawab, tapi ia tetap mengikuti Revan. Sampai kemudian mereka tiba di salah satu mobil.Saat Clara hendak membuka pintu depan, Revan langsung mengisyaratkan agar Clara duduk di belakang. Clara pun tidak mendebat, toh ini bukan masalah.Namun, saa
Clara pikir Revan sudah gila, atau setidaknya sedang kerasukan. Namun, sepertinya ia lebih gila lagi. Bagaimana tidak, sekarang ia sedang berhadapan dengan jarak se-intim ini dengan pria itu di lantai dansa.Revan menautkan satu tangannya yang terangkat dengan tangan Clara, sementara tangan satunya ia tempatkan di pinggang wanita itu.Sedangkan Clara, tangan satunya ia tempatkan di bahu Revan. Wanita itu harus mendongak lantaran Revan jauh lebih tinggi darinya.Berbeda dengan Revan yang santai dan masih bisa tersenyum, jujur saja, Clara sangat gugup. Apalagi ia merasa sedang diperhatikan semua orang. Ya, meskipun semua orang sedang berhadapan dengan pasangannya masing-masing di lantai yang sama, tetap saja Clara merasa kalau orang-orang itu tengah mengawasinya dengan Revan.Lagu romantis masih terus diputar, Clara berusaha mengimbangi gerakan Revan. Sungguh, Clara merasa berada di posisi ingin berlari tapi tidak bisa. Melanjutkan ini pun benar-benar terasa sangat memalukan."Rupanya k
"Ini nih, alasan kita lebih baik pakai satu mobil aja," ucap Angga yang mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan rumah orangtua Revan.Di mobil ini, hanya Angga dan Clara yang seratus persen sadar. Lidya sudah memejamkan matanya di kursi depan, tentunya kursi yang wanita itu duduki sudah dibuat senyaman mungkin, juga tidak lupa memasang sabuk pengamannya.Sedangkan Clara, duduk bersama Revan yang mabuk berat di kursi belakang. Revan bahkan sudah membuka jasnya, kemejanya pun sangat berantakan."Aku ngerti Lidya mabuk, tapi pria yang satu ini nih ... dia bahkan dengan penuh percaya diri bilang nggak akan mabuk. Sekarang lihat?" kata Clara sambil sesekali menyingkirkan kepala Revan dari pundaknya."Mereka memang sering seperti ini, Cla.""Hah? Terus gimana cara kamu ngurusin dua orang mabuk sekaligus?""Bos kadang nggak ikut pulang alias bermalam di rumah orangtuanya.""Terus sekarang kenapa ikut pulang? Ngerepotin banget.""Sebelum berangkat, bos udah berpesan seandainya dia mabuk ...
Merasa Revan memeluknya sangat erat, Clara langsung tersadar."Revan, please lepasin. Kamu mau ngapain?" Meskipun tubuhnya merasa nyaman, tapi kesadaran Clara tidak boleh lengah."Apa aku udah pernah bilang, kalau kamu cantik?" balas Revan pelan, tapi dengan posisi seperti itu, Clara bisa mendengarnya dengan jelas. Sangat jelas."Kamu makin melantur, Revan. Lepasin selagi aku masih ngomong dengan cara baik-baik.""Aku serius. Kamu cantik banget, Cla.""Terus kenapa kalau cantik? Ya Tuhan ... kamu mabuk, Revan. Lepasin!" Kali ini Clara berusaha melepaskan diri, tapi rasanya sulit karena pelukan Revan begitu erat."Aku suka kamu. Ini serius."Clara tidak langsung menjawab, tapi detak jantungnya semakin cepat. Lebih cepat dari saat mereka berdansa tadi. Ia tidak pernah membayangkan Revan akan mengatakan hal seperti itu padanya sekalipun dalam kondisi mabuk."Ka-karena aku cantik?""Bukan hanya itu, tapi karena perlahan kamu menguasai hatiku sampai-sampai duniaku seakan hanya tertuju pada