TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 98 (Mencari Sarah)Pov Ismail“Ia memutus telponku, Pak. Ia benar-benar sudah membenciku,”lirihku.Di depan Pak Yoyok, aku seperti lelaki lemah dengan perasaanini. Semakin aku menghindar semakin ia menolak. Aku harus bagaimana?“Pak Ismail, sebenarnya ....” Tiba-tiba ucapan pak Yoyokterhenti. Apakah ada yang disembunyikannya karena ini sudah dua kali inginberucap tapi mendadak diam lagi.“Aku tidak marah kalau Bapak memberikan nomor rekeningku.Sebenarnya Sarah bisa saja mendapatkan nomor rekeningku dari print rekening koran,karena dulu kala ia menjadi istriku, sudah beberapa kali aku transfer uangbelanja. Jangan merasa bersalah karena wajar Bapak jujur kalau uang itu dariku.Sarah cerdik dan pasti tau juga akhirnya. Waktu Bapak stor tunai uang itu, pastipihak bank meminta nomor ponsel atau KTP Bapak, karena jumlah stor tunaibanyak.” Berusaha menjelaskan agar Pak Yoyok tidak merasa bersalah. Lagian iatidak patut disalahkan Sarah kalau seandainya
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 99 Menemui TiaAku putuskan menemui Tia besok siang atau sore. Berlama-lamadi rumah mantan mertua terasa tak enak karena berdua saja dengan Mas Arga. Lagiantak ada yang perlu dibahas lagi tentang kami. Ikhlas dan memaafkan. Kalamendengar pengakuan dan melihat kondisi Mas Arga, ada rasa kasihan karena kamipernah berumah tangga dan ia adalah bapak kandung putriku.Entah penyakit apa yang dideritanya. Katanya, penyakit iniakan membawanya mati. Untuk bertanya lagi ada rasa tak enak karena Mas Argaseperti tertekan dengan penyakit itu.“Sebelum aku mati, tolong maafkan semua kesalahanku, Sarah.Andaikan waktu bisa diputar kembali ....”“Bicaralah dengan Pak Ismail, kasihan anak itu butuhbapaknya dan biaya hidup. Jangan tanggung beban itu sendirian.”“Andaikan aku bisa bantu, akan kubuat Pak Ismail hanyaberistrikan kamu seorang dan kalian bahagia hingga hari tua. Dan tentu Tia jugadisayanginya karena aku tak lama lagi di dunia ini.”“Aku hanya ingin me
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 100 (Jika Tak Suka, Cerai Saja!)Pov Ismail“Mami udah minum obat?” tanyaku sambil menghampiri mami di kamarnya.Mami duduk melihat ke luar jendela seakan sedang memikirkan sesuatu.“Kok tumben pulang cepat, sedang nggak banyak kerjaan?” tanyamami melihatku sekilas, lalu menatap lagi keluar jendela.Aku mulai duduk di sofa panjang. Menyandarkan punggung,rasanya lelah ini sedikit terobati. Yang paling besar adalah rasa lelah karenahati. Hati masih menginginkan tapi tak bisa digapai. Itulah lelah yang palingmembuat hidup terasa hampa. Bahkan dengan uang pun tak bisa diobati.Sarah ..., kamulah penyebab aku seperti ini. Sarah ..., akutersiksa karena rasa yang tak kunjung hilang, bahkan semakin dalam setelah kamumenolakku dan memetuskan percakapan di ponsel. Jangankan menerima atau bertemu,mendengar suaraku saja kamu tak mau. Sarah ....“Ada apa, Ismail?”“Mi, apakah aku layak mendepatkan semua ini?” Ingin berkatajujur, tapi takut mami melarang kare
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 101 (Bertemu)“Ia ada di sini. Tolong, jangan sakiti dia. Kamu sudah janjidan itu yang aku pegang. Jika Sarah menolak, jangan paksa dia!”Deg!Langkahku terhenti kala mendengar namaku disebut. Dengansiapa Mas Arga bicara? Karena sudah tak tahan ingin buang air kecil, inidiabaikan dulu dan melanjutkan menuju kamar mandi.Prak!Pintu tak segaja dihempaskan kala menutup pintu kamar mandisaking sesaknya. Pasti Mas Arga menyadari kehadiranku lewat di belakangnya yangsedang bicara di ponsel. Nanti akan kutanyakan kenapa ia menyebut namaku danbicara dengan siapa.Akan tetapi, ia memberitahu keberadaanku? Apakah dengan MasIsmail? Ah, tidak mungkin. Setahu aku, hubungan mereka tidak baik. Atau jangan-jangankarena uang bisa merubahnya? Semua pertanyaan belum terjawab dan akan terjawabsebentar lagi.Selesai buang air kecil, aku segera keluar. Tetapi, barusaja melangkah melewati pintu, Mas Arga masih berdiri di ambang pintu belakang.Ini kesempatanku bertan
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS Part 102 (Melahirkan)Mas Ismail mengejar. Aku berusaha lari secepatnya namun sulit karena air ketuban bercampur darah semakin deras mengalir. Yang paling dihindari sudah berada tak jauh di belakang. Percuma lari. Ya Tuhan ..., aku harus bagaimana?“Akh!” Terus berusaha berjalan semampuku meskipun air ketuban ini terus mengalir. Perut mulas dan ....“Sarah! Tolong jangan lari,” sahut mas Ismail.“Sarah!”“Tunggu, Sarah!”Ia sudah berada di belakangku. Dekat karena suaranya terdengar jelas. Aku masih dengan posisi membelakanginya dan terus berjalan tanpa peduli panggilannya.“Sarah, ini air apa? Loh, kok berdarah?”Aku berhenti. Rasanya sudah tak kuat. Air ketuban membasahi jejak langkah. Sakit ....“Sarah, ini kenapa ada air berdarah?”Aku membalikkan badan. Kini, bisa melihat wajahnya dengan jelas. Untuk beberapa saat kami saling beradu pandang. “Sarah,” panggilnya dengan tatapan yang ..., akh! Aku tak ingin melihatnya tapi tak bisa menghindar.
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 103 (Terungkap dan Penolakan)Pov Ismail“Aku membencimu, Mas!” teriak Ririn sambil mendorong dadaku.Ia menangis karena ulahku yang mengantarkan Sarah ke rumah sakit melahirkan.Ke rumah sakit mana pun aku membawa Sarah di kota ini, tetapsaja akan ada yang mengenaliku. Ririn seorang dokter terkenal dengan sikap dermawan.Ia juga mendirikan yayasan yang beranggotakan dokter dari setiap rumah sakituntuk kegiatan amal, memberi pengobatan gratis bagi kaum miskin.“Maaf, ia melahirkan anakku, Rin,” ucapku jujur.“Ugh!” Ririn melempar pas bunga ke lantai hingga kacaberserakan.“Aku tidak terima dipermainkan seperti ini! Jadi selama inikamu mengkhianatiku, Mas!”“Tidak, kami baru bertemu dan memang aku sedang mencarinyaselama ini.”“Ugh!” Ririn menarik kerah bajuku. Matanya melotot meskipun denganlinangan air mata. ”Aku tidak termia atas perbuatanmu ini. Aku tidak terimawanita itu merebutmu dariku!” Lalu ia melepaskan kerah bajuku.Plak!Satu tamparan
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 104 (Air Mata Ririn dan Mami)Pov Ismail“Pak, kenapa kita masih membahas yang lalu? Bukankah kitasudah punya cucu sekarang ini?” ujar mami berusaha membuat bapak tidak emosi.Sementara itu ada beberapa wartawan masih di sini. Merekamdan menyaksikan, entah apa yang akan keluar berita di surat kabar besok. Kisahrumah tanggaku jadi konsumsi masyarakat.“Pak, aku akan bertanggung jawab karena tetap anak itu anakkandungku.” Aku juga berusaha meyakinkan bapak.“Jadi setelah Sarah melahirkan anakmu baru kalianorang-orang berduit mengakui anak yang dikandung Sarah? Atau karena istrimutidak kunjung hamil?” Bapak melototi kami.“Selama ini kalian ke mana? Sakit bathin belum tentu bisadisembuhkan dengan uangmu, Ismail!” sambung bapak makin lantang.Hanya bisa diam kala wartawan mengambil foto karena kejadianini tak bisa dielakkan. Marahnya Bapak wajar karena aku menikahi Sarah hanyademi memenuhi pesan Amel. Nyatanya, aku terbelunggu hingga rasa cinta ini
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 105 (Kedatangan Ismail)“Ada apa sih, Pak? Kok kedengarannya ribut?” tanya emaksambil mengambilkan air minum untukku.Alhamdulillah, aku sudah bisa berjalan pelan. Hanya sajakalau mau duduk masih sekuat tenanga untuk bangkit karena jahitan terasa sakit.Aku tak mau berlama-lama di rumah sakit ini hingga keberadaanku akan seringdikunjungi Mas Ismail dan maminya. Tambah lagi banyak wartawan yang meliputberita seolah aku seorang selebritis. Ya Tuhan, semua di luar dugaan.“Ismail dan ibunya datang.”“Apa?” ucapku dan emak serentak. Tentu kami sama-samaterkejut.“Iya.” Lalu bapak mulai duduk sambil melihat anakku di dalambok bayi.“Trus, mereka masih di luar, Pak?”“Nggka tau, Mak. Mungkin udah pegi karna wartawan melihat.”“Cerita yang jelas, Pak.” Emak sangat penasaran apa yangterjadi, pun aku. Hanya terdengar keributan dan suara mami terdengar lantang,tetapi tidak terdengar suara mas Ismail. Mungkin karena ia terbiasa suarapelan.Bapak melihat ke
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 119 [Aku sudah menceraikan Ririn, Mamiku sudah meninggal.Sekarang aku sendirian, Sarah. Hanya berharap di sisa hidupku yang sepi, bisamelihat anakku tumbuh besar dan memanggilku ’papa’. Semoga kamu berbaik hatimembiarkan aku memenuhi kewajiban pada anak kita][Aku tidak akan memaksamu menerimaku lagi, meskipun sangatberharap. Aku sadar salah dengan lari dari tanggung jawab sebagai suami hinggasurat cerai kita keluar. Aku salah mempermainkanmu dan justru akulah yang kinidipermainkan nasib dengan kehilangan Mami, ulah dari wanita pilihan Mami.Mungkin ini karma bagi kami yang menyakitimu. Untuk minta maaf lagi rasanyamalu dan aku tak pantas mendapatkan itu]Dua pesan dari Mas Ismail masuk ke ponsel kala aku sedangmenyusui anak. Nama putraku adalah ‘Muhamad Abqari’. Melihat ia sedangmenikmati air susu, ada rasa bersalah kalau menjauhkannya dari Mas Ismail. Aku sangategois jika melakukan itu.[Aku tak akan memisahkanmu dari anakmu, Mas. Lakukanlah
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 118 (Ditalak di Penjara)Pov Ismail“Loh, kenapa ditolak, Tia? Oma memberikan karena Tia sudahmenjadi seorang kakak.”“Papa Ismail, aku nggak mau mencoreng maaf yang tulus dengansebuah bayaran. Jika aku menerima warisan itu berarti aku menjual ucapan maaf.Bukankah saling memaafkan harus ikhlas?”Di sini aku merasa malu. Anak yang masih berusia belia saja,bisa mengucapkan hal yang tak terpikirkan olehku. Malu ini karena kalah daripemikirannya. Entah bagaimana Sarah mendidiknya hingga ia seperti manusia yangtidak silau dengan harta.“Tia bisa gunakan uang itu buat kuliah keluar negeri atau....”“Maaf, Pa. Jika aku mengandalkan uang itu buat pendidikandan memenuhi semua kebutuhanku, aku akan jadi malas di usia muda karena sudahmerasa punya. Aku takut terlena dan lupa belajar.”Tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ini benar-benar langka.Jarang anak seusia Tia berpikir seperti ini.Aku menoleh ke Sarah. “Sarah, tolong bujuk Tia,” pintaku.“Maaf, Mas. Ak
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 117 (Lebih Baik Begini)Ini yang membuatku sulit, Tia berpendapat yang belum tentu bisa aku lakukan. Ada sifat dari Mas Ismail yang membuatku tak bisa menjalani rumah tangga dengannya. Aku akui ia berbakti pada orang tuanya. Ia lelaki yang setia dengan istri hingga dalam rumah tangga tak pernah terdengar selingkuh. Tetapi, satu sikap yang membuat semua itu tak berarti. Yaitu, tidak punya pendirian, dan tidak bisa mengambil sikap tegas memutuskan dalam sebuah masalah. Padahal ia seorang pemimpin rumah tangga. Yang lebih parahnya, ia bersikap tanpa memperdulikan efek dari apa yang dilakukan hingga penyesalan itu datang kala semua sudah terjadi.“Nak, Mama yang tau semuanya. Jika kamu berpendapat seperti itu, Mama hargai dan ini juga membuka hati Mama agar tidak memisahkan antar anak dan Bapak.”“Mama nggak mau menerima Papa Ismail lagi?”“Tidak semudah itu. Ada hal yang belum bisa Mama ceritakan.”“Tia ngerti, Ma. Tia hanya melihat di luar aja hi
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 116 (Ucapan Tia Yang Tak Terduga)“Sarah, menurutmu gimana dengan Bobi?”Aku sedang menyusui tiba-tiba mengalihkan pandangan ke Emak.“Maksud Emak apa?”“Masa nggak ngerti maksud Emak? Kamu pasti tau lah arah pembicaraanini.”Emak bicara langsung-langsung saja. Bahkan ini agakterdengar sensitif untuk dibahas.“Kok malah diam? Kamu tu bukan anak kecil lagi pakai malusegala.” Emak menatapku. Waduh, Emak tahu saja apa yang aku rasakan.Menghela napas panjang, sejenak berpikir lagi dengan jawabanyang akan dilontarkan. Aku tak mau gegabah memutuskan karena sudah dua kaligagal dalam rumah tangga. Ditambah sekarang sudah punya dua orang anak. Kalaumenikah lagi, belum tentu suamiku nanti menerima wanita janda yang sudah punyaanak dua. Lagian anakku masih bayi dan butuh biaya besar.“Kalau kamu nggak yakin nggak masalah. Emak ngerti yang kamupikirkan. Hanya aja, jangan jadikan gagal berumah tangga dua kali itu ketakutanbuat maju menjalani jika ada yang
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 115 (Sial!)Pov Siska / Kakaknya RirinSebenarnya aku sangat jijik masuk dan duduk di rumah ini. Lantainyasaja lebih bagusan kandang anjingku di rumah. Tikar ini juga sangat jelek danpasti banyak yang duduk dengan kaki kotor. Iiih! Geli sekali duduk di sini. Kalaubukan demi Ririn, ogah menginjakan kaki di sini. Huh! Sial!“Tolong bujuk Ismail agar mencabut tuntutan. Ririn hanyakorban sama sepertimu, Sarah.” Dengan muka sedih, aku memohon ke Sarah. Namun,sialan, itu nenek lampir kenapa dari tadi membuat aku kesal saja. Ia selalumenjawab dan lebih cepat berucap daripada anaknya.“Maaf, sepertinya salah alamat. Aku dan Mas Ismail sudahtidak ada hubungan lagi hingga ingin membujuknya.”“Iya, aku tau itu. Tapi hanya kamu yang bisa didengar Ismailsekarang ini. Ia masih mengharapkanmu dan pasti mau kalau kamu yang minta.Tolonglah, Sarah ..., hanya kamu yang bisa menolong adikku saat ini.”“Hey! Apa kamu udah gila? Adikmu hampir saja menembak Sarahdan
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 114 (Kedatangan Kakaknya Ririn)“Mbak yakin kita segera meninggalkan rumah sakit ini?” tanyapak Bobi setelah kami turun ke lantai satu rumah sakit.“Ya, Pak. Aku harus ngapain lagi di sini?”“Bukan begitu, Pak Ismail sepertinya ....” Ucapan Pak Bobitidak dilanjut. Terlihat ada keraguan.“Ia hanya mantan suami dalam pernikahan kilat, Pak,” ujarkumenjelaskan. Aku tahu ia merasa tidak enak karena mengira aku akan kembali padaMas Ismail.“Pernikahan kilat?” Pak Bobi menatapku dengan alis bertaut.“Hanya suami yang beberapa malam saja.”Tidak ada yang perlu disembunyikan. Jika aku mencoba membukahati dengan Pak Bobi, ia harus tahu semua kisah hidupku agar tak ada dusta diantara kami. Jika sekarang aku memutuskan membuka hati, agar berita tidakmenyudutkan aku seolah seperti penghancur rumah tangga Mas Ismail dan Ririn.Berita yang tersebar bermacam-macam, ada yang mengatakan kalau aku bukanpelakor dan sebaliknya.“Bu Sarah, apakah kami bisa wawancara
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 113 (Di Rumah Sakit)“Bu Sarah datang ke rumah sakit buat membesuk korban?” tanyasalah seorang wartawan.“Mmm ....”Terdiam dalam bingung, para wartawan mengerumuni untukdiwawancara. Di luar dugaan, tak menyangka kedatangan ke sini ingin berobat,justru bertemu dengan beberapa wartan. Apa yang harus dijawab?Akan tetapi, siapa korban penembakan yang dimaksud? Saatkejadian tadi, hanya atap rumah yang tertembak. Masa ada korban? Ataujangan-jangan ..., oh iya, tadi Ririn pernah berkata kalau ia telahmenyingkirkan seseorang. Ya Tuhan, apakah Mas Ismail?“Bu Sarah, benarkah cinta segi tiga ini membuat Dokter Ririnmenjadi stres? Apakah Pak Ismail telah menceraikan Dokter Ririn demi bisabersama Bu Sarah?”“Apa?”Ini sudah keterlaluan. Nama baikku tercemar ulah konflikrumah tangga mantan suami kedua.“Maaf, sepertinya ini salah paham, saya tidak tahu denganinsiden penembakan, dan siapa yang ditembak?”“Loh, bukankah ibu dari Pak Ismail tertembak dan sek
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 112 (Surat Dari Mas Arga)“Arga sudah meninggal, Sarah ....” Ibu mantan mertuaterdengar terisak di ponsel.Innalillahiwainnalilahirojiuun ..., berita ini berhasilmembuatku meneteskan air mata. Kenangan akan bersama dia dulunya terbayang.Tidak dipungkiri dulu pernah mencintainya. Bahkan ia lelaki yang pertamaberhasil meluluhkan hati ini dengan rasa bahagia kala dilamar. Aku merasawanita beruntung, namun ....“Bu, apa sakit Mas Arga selama ini?” tanyaku dengan suaraserat.“HIV, tapi kamu jangan khawatir, ia minta tinggal di salahsatu kontrakan samping rumah agar kami tidak tertular. Ia sangat menjaga jarak,Sarah.”“Datanglah ke sini, ada titipan dari Arga.”***Tidak banyak yang hadir di acara pemakaman Mas Arga. Paratetangga hanya singgah sebentar lalu pergi. Kabar Mas Arga sakit karenapenyimpangan sexsual, seolah membuat mereka takut tertular. Wajar para tetanggabegitu karena video Mas Arga sudah beberapa kali viral.“Ini titipan Arga, Sarah.”
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 111 (Perlawanan)Tok tok tok!“Buka pintunya, Sarah!”Emak masih berteriak sambil mengetuk pintu karena pintubelum dibukakan. Ririn tampak tegang sambil menoleh ke pintu lalu ke arahkubergantian. Bisa dilihat ia mulai panik.“Awas Kalian teriak?” ancamnya tetap menodongkan pistol.“Kamu mau apa dengan semua ini?” Aku berusaha mengajak Ririnkomunikasi agar ia lengah hingga aku bisa bertindak.Tiba-tiba bayiku menangis hingga pandangannya tertuju kekamar. Lalu Ririn mencoba mendekati pintu kamar.“Jangan sakiti anakku, Rin! Kalau kamu marah denganku,tembak aku.”Ririn menghentikan langkahnya. “Tentu aku akan menembakmu.Tapi sebelum itu akan kumusnahkan buah cinta kalian biar aku menang.”Astaga, ia tampak stres dengan ambisi berusaha memenangkansebuah pertandingan. Bukankah ia seorang dokter hingga lebih tahu obat penyakitmental apalagi fisik. Sepertinya ilmu tidak berguna hingga ia terlihat sangatmemprihatinkan.“Ma, ia mau tembak dedek,” bisik