"Mas, uang LKS Tia belum dibayar, besok ia terima rapor dan harus lunas.""Berapa?" tanya mas Arga sambil memasang sepatu."Sembilan puluh enam ribu, Mas. Ditambah uang seragam lima ratus ribu.""Kok banyak kali? Bukankah uang seragam sudah dibayar waktu itu?" Alisnya bertaut menatapku."Tapi itu cuma empat ratus ribu, Mas. Mana cukup. Totalnya sembilan ratus ribu.""Waduh! Aku nggak punya uang sebanyak itu. Kamu kan tau gajiku kecil. Makanya kamu bantuin aku cari uang, ini malah duduk di rumah, buat apa sarjana ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga."Ini perkataan yang sering aku dengar dari mulut mas Arga. Semenjak aku berhenti kerja karena keguguran. Padahal anak kami hanya seorang dan sekarang baru kelas satu SMP.
Mungkin ini namanya sudah jalan takdir agar aku menjadiwanita karir. Tuntutan dari suami agar aku membantunya mencari uang akan akulakukan. Tapi tentu bukan uang untuknya. Uang istri ya punya istri dong. Akankutampar ucapan suami dengan karirku. Ia yang meminta, dengan senang hati akuberi.Ada rasa sakit bersemayam di hati. Aku seorang istri dimintamelakukan kewajiban yang seharusnya kewajiban penuh seorang suami. Sebenarnyabukan karena aku keberatan bekerja, tapi cara mas Arga yang membuatku merasatertampar. Ucapannya dengan nada merah seolah aku harus wajib mencari uang. Adarasa sesak dan ada rasa bebas.“Apa Arga tau kamu keluar hari ini, Sar?” tanya ibu mertua.“Belum tau, Bu. Tapi aku yakin Mas Arga pasti mengizinkankarena ini juga keinginannya,” jawabku sambil melepaskan s
“Percayalah, nggak mungkin aku bohong. Lah kamu istriku yangudah kasih aku seorang putri cantik. Lagian nggak mungkin aku menjelekkan Ibukusendiri.”Kuperhatikan ekspresi mas Arga. Ia tak terlihat sedangberbohong. Tapi bukan berarti aku percaya begitu saja. Mungkin lebih baikmencari cara lain membuktikannya. Ya, akan kupertemukan mereka dan bertanyalangsung.Mungkin sebagian orang masalah ini tak perlu diurus, tapi bagiku inisebuah tuduhan yang tidak kulakukan. Rasanya sesak dan menyakitkan. Jika akutetap ingin mencari kebenaran, itu karena ingin membersihkan namaku meskipunresikonya mas Arga marah besar.“Oke, nanti kita bahas lagi depan Ibu dan Andi. Biar semuajelas dan aku tak jadi tersangka. Kamu kira enak dituduh melakukan sesuatu yangtidak dilakukan, Mas? Rasanya sakit.&rd
Dengan rasa kesal aku perangkat kerja tanpa menghiraukanpanggilan mas Arga. Entah apa yang mereka bertiga ucapkan setelah kepergianku, akutak peduli! Toh selama ini mereka juga sering membicarakan aku dibelakang.Mungkin berusaha ‘masa bodoh’ akan membuat lebih kebal dalam menyikapi rasasedih.***Seperti dulu, aku punya ruangan sendiri. Bahkan kantor ini lebihbagus dari kantorku yang lama. Selesai acara perkenalan meskipun aku sudahbanyak yang kenal mereka, baru aku bisa duduk. Baru saja duduk, aku sudahdisuguhi tumpukan file bermacam proyek. Baik proyek yang sedang berjalan maupunyang akan dikerjakan. Aku harus profesional. Untuk masalah di rumah harusdikesampingkan dulu. Kepercayaan pak Ismail memberiku jabatan ini akan selaludijaga.“Bu Sarah, ini daftar nama para pekerja lapangan
Mendengar obrolan mas Arga dengan teman-temannya, membuataku ingin giat kerja agar bisa mandiri. Akan kubeli mobil atas nama Ibu ataubapakku agar tidak dipandang rendah. Insya Allah ....“Berapa, Mbak!” sahutku sambil berdiri. Sengaja suaradikeraskan agar Mas Arga mendengar. Seketika suara tak jauh di belakangkuterdiam. Entah bagaimana ekspresi wajah Mas Arga. Aku sih santai saja. Lagianaku dalam situasi kerja. Ya anggap saja berusaha profesional.“Lima ribu, Bu,” jawab mbak warung.Setelah membayar, aku membalikan badan ingin menuju pintukeluar. Dengan santainya aku melangkah seperti tak melihat Mas Arga. Tepatnyapura-pura tak kenal. Namun ia terlihat mangap, pasti terkejut. Aku sih cuekbebek.“Hey, Ga! Kok malah lihatin wanita itu?&rd
Sebenarnya komunikasi itu penting dalam hubungan suami istri. Bukan masalah anak atau keluarga saja, tapi juga tentang dunia kerja suami atau sebaliknya. Tapi yang aku alami tidak seperti itu. Bahkan hari pertamaku kerja, Mas Arga tak tahu posisiku. Yang ada dipikirannya bisa kredit mobil dari gajiku.Terus, ini masalah menghargai. Pak Rudi seperti kurang menghargaiku setelah tahu aku istri Mas Arga. Apa karena Mas Arga bawahannya? Tapi ini hanya perusahaan swasta. Toh belum tentu bekerja lama. Bisa jadi dunia berputar, dan yang dulu bawahan bisa jadi atasan. Kecuali perusahasn itu milik sendiri. Jika status hanya pegawai, tidak usah berlagak sok. Bukan berarti tidak tegas. Asal sesuai SOP perusahaan."Jangan bercanda, Sar. Ini posisi buat pria loh." Bahkan setelah aku jujur, Mas Arga tidak juga percaya."Bentar, aku telpon Pak Ismail dulu. Nggak
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 7 ( Memberitahu Ibu Mertua )Mas Arga terpana dengan muka merah setelah aku berucapdengan nada cemooh. Entah kenapa bibir ini tiba-tiba berucap membalasperkataanya saat di warung kopi tadi. Bahkan setiap kata dan caranya bicaramasih terniang. Dengan bangganya mengatakan jika ia sesak melihatku karenaselalu minta uang.“Itu, itu hanya bercanda, Sarah.” Suara Mas Arga terdengarpelan. “Oh ya? Termasuk uang lima juta gajimu yang sudah akuhabiskan, Mas?”Bahkan saat aku menatap matanya, ia beralih pandang seakantak mau membalas tatapanku. Tumben tak berkutik. Biasanya aku bicara satu, iamalah malah sepuluh. Dan mulutnya hampir sama seperti Andi adiknya. BedanyaAndi lelaki kemayu sementara Mas Arga tam
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 8 ( Mencoba )Ibu hanya diam saja. Bahkan tak ada sepatah kata pun terucapmenanggapi. Entah apa yang ia pikirkan, aku hanya berusaha membuka sikapputranya yang selama ini menjadikankutertuduh. Iya, Mas Arga suamiku. Tapi apa begitu sikap seorang suami yang baik?Dan rasa lelah hati mulai mendekap.Aku berdiam di kamar. Rasanya sesak jika terus melihatkesedihan Ibu Mertua. Permintaanya hanya satu, yaitu aku hamil lagi. Bahkanaset warisan dari Bapak Mertua, rela diserahkan padaku asalkan berhenti kerja.Hanya saja, kenapa Ibu Mertua tidak menyerahkannya pada Mas Arga? Inginbertanya tapi aku rasa itu sudah tak penting.“Ibu kenapa sih? Aku baru pulang udah marah-marah. Aku udahbanyak masalah di tempat kerja, Ibu malah ngomel terus.” Terdengar suara MasArga