Mendengar obrolan mas Arga dengan teman-temannya, membuataku ingin giat kerja agar bisa mandiri. Akan kubeli mobil atas nama Ibu ataubapakku agar tidak dipandang rendah. Insya Allah ....
“Berapa, Mbak!” sahutku sambil berdiri. Sengaja suaradikeraskan agar Mas Arga mendengar. Seketika suara tak jauh di belakangkuterdiam. Entah bagaimana ekspresi wajah Mas Arga. Aku sih santai saja. Lagianaku dalam situasi kerja. Ya anggap saja berusaha profesional.
“Lima ribu, Bu,” jawab mbak warung.
Setelah membayar, aku membalikan badan ingin menuju pintukeluar. Dengan santainya aku melangkah seperti tak melihat Mas Arga. Tepatnyapura-pura tak kenal. Namun ia terlihat mangap, pasti terkejut. Aku sih cuekbebek.
“Hey, Ga! Kok malah lihatin wanita itu?” Terdengar seseorangbertanya pada Suamiku.
“Ooh, ng-nggak kok. Mm anu ....”
Loh, kok kamu gugup Mas?
“Ada apa sih, Ga? Dia siapa?”
“Bentar, aku ada perlu.”
Aku sudah melewati pintu. Mempercepat langkah, ingin rasanyasampai di area proyek. Kupalingkan sekilas ke belakang. Mas Arga berlarimengejarku. Dan aku tetap melangkah tidak peduli.
“Sarah! Tunggu, Sarah!” Terdengar Mas Arga memanggil. Akutetap pura-pura tidak mendengar.
Rasanya hati ini panas. Ia suamiku yang selalu kujunjung dandihormati. Tapi tega mengumbar berita bohong seolah ia yang membiayai orangtuaku. Selama aku berhenti kerja, tak pernah sepersen pun uang darinyakugunakan buat membantu orang tua. Itu karena uang yang diberi Mas Arga takcukup. Rasanya tak terima jika ia mengatakan orang tuaku adalah keluarga takmampu karena kami dari kampung. Meskipun orang tuaku dari kampung, tapi merekatak pernah menyusahkan Mas Arga. Bahkan untuk kebutuhan sehari-hari merekabertani dan punya kolam lele lumayan luas.
“Tunggu, Sarah!” Mas Arga berhasil menyusulku. Tangankuditahan supaya langkah ini terhenti. Dan ia berhasil.
“Ada apa ya?” tanyaku dengan ekspresi wajah tidak marah.Justru aku berucap sambil tersenyum. Lagian buat apa marah-marah? bisa buat akustres dan kerjaan terganggu. Sekarang yang terpenting bagaimana caranya agarhasil kerjaku bagus dan karir tetap lanjut. Sulit sih, tapi harus bisa.
“Kamu kok berada di sini?”
“Hah? Maksudnya?”
“Kenapa kamu berada di sini? Bukankah ini hari pertamamukerja?”
“Kamu juga ngapain di sini, Mas? Bukankah juga jam kerja?”tanyaku balik.
“Aku lagi mengawasi proyek pesantren itu.” Ia menunjuk kelokasi proyek tujuanku. “Kamu tau? Itu proyek dari perusahaanmu berkerja. Mau dipecat karena ketahuan jam kerjakeluyuran?”
“Kamu juga pengawas lapangan proyek itu, Mas?”
“Iya,” jawabnya. “Nggak mungkin juga kamu yang menggantikanpengawas lapangan PT Bajatama yang sedang sakit. Belum ada pemberitahuan kokdari atasanku.”
Astaga, ternyata Mas Arga bawahan dari Pak Rudi, orang yangaku cari di sini. Selama ini aku tahu Mas Arga kerja posisi pengawas lapanganproyek. Lagian selama ini aku tak tahu ia mengawasi proyek di mana dan apa. Dirumah tak ada pembicaraan masalah pekerjaannya.
Teringat dulu, pertemuan kami dimulai waktu aku kerja diperusahaan yang juga kerja sama dengan perusahaan Mas Arga bekerja. Namun tidakmenyangka saja, jika sekarang terulang lagi. Tadi Susi sudah memberikan daftarpekerja lapangan dalam map merah, namun belum sempat aku baca. Dan map itumasih kusimpan di tas kerja yang kujinjing sekarang. Hanya bermodalkaninformasi lokasi dari Susi, aku ke sini. Untuk daftar para pekerja itu masalahbelakangan karena hanya membaca nama saja dan melihat ke lapangan. Yang pentingaku tahu siapa yang bertanggung jawab di sini. Lagian tugas ini mendadak. Belumlagi aku harus menghitung anggaran proyek besar yang baru masuk. Rencananya mapmerah itu aku baca di sini saja.
Oh iya, bukannya tadi malam Mas Arga sudah cerita kalauperusahaan pak Ismail juga sering kerja sama dengan perusahaanya bekerja. Efekkesal karena aku dituduh masalah uang, hingga tidak kepikiran tentang itu.Ditambah paginya kami bertengkar hingga belum memberitahu posisiku. Lagian MasArga juga tidak bertanya. Untuk memberitahu saja aku malas, ya itu lagi,suasana hatiku sedang tidak enak.
“Sebaiknya kamu balik ke kantormu. Aku sibuk di sini jaditak bisa antar. Sekali naik angkot kamu sampai kok.”
“Aku tau, Mas.” Lalu aku lanjut melangkah.
“Tapi kok nggak nyetop angkot? Di sini aja juga bisa kok.”Tentu Mas Arga heran kenapa aku tetap melangkah menuju lokasi proyek.
Sebenarnya ingin menjelaskan, tapi hatiku sedang panas danberperang dengan rasa sabar itu sulit. Jika menjelaskan akan memakan wantu lamaberhadapan dengan Mas Arga. Yang ada mungkin pertengkaran akan berlajut. Akuharus mengendalikan diri, dengan berusaha profesional meskipun aku juga akanbertemu dia di lokasi.
“Aku ada perlu,” jawabku, tanpa menoleh ke belakang.
Aku memasuki area proyek. Terlihat para pekerja lapangansedang bekerja giat. Dan aku mendekati beberapa orang yang terlihat sedangduduk merokok. Apakah mereka nama-nama yang ada pada daftar map merah? Tapikenapa mereka duduk santai. Bukankah jam makan siang setengah jam lagi.
“Permisi, Mas. Pak Rudi ada?” tanyaku.
“Ooh, Pak Rudi. Biasanya jam dua baru datang, Mbak. Kalauada perlu sebaiknya sama Pak Arga aja. Biasanya ia di warung kopi sebelah,”jawab seorang dari mereka.
“Kenapa nggak telpon dulu kalau mau ke sini, Mbak? Biarnggak repot nyari,” kata seorang yang lainnya.
“Oh, aku kira Pak Rudi sudah ada di sini, makanya aku takperlu nelpon dulu,” jawabku menjelaskan. Sebenarnya ingin melihat keadaanselama pengawas dari pihak tempatku bekerja tidak masuk. Jika aku langsungmenelepon pak Rudi, pasti pengawas lapangannya akan bergiat kerja karena tahupihak dari pak Isamil datang.
“Nah, itu Pak Arga dan Pak Rudi, Mbak.” Ia menjuk ke arahpagar. Kupalingkan pandangan ke sana. Mas Arga sedang melangkah dengan seorangpria, semakin mendekat.
“Ayo kita kerja.”
“Hey, Pak Rudi datang.”
Mereka langsung menyibukkan diri bekerja. Jadi seperti inikondisi jika pengawas lapangan tidak di tempat.
Situasi sekarang seharusnya Mas Arga harus mengawasi parapekerja lapangan. Pak Rudi atasannya langsung. Namun Mas Arga sepertinya tidakmelakukan tugas itu dengan baik hingga para pekerja bangunan terlihat santaisambil merokok. Jika seperti ini, penyelesaian proyek akan lama. Efeknya, klienakan kecewa karena tidak tepat waktu.Sebelum itu terjadi, tugas aku yang memberi laporan ke pak Ismail, dan kerjasama ini bisa tidak berlanjut. Tepatnya cari perusahaan lain yang bisa diajakkerjasama. Dalam MoU, biasanya ada perjanjian itu untuk mengantisipasi agarkerjasama tidak mengecewakan satu belah pihak. Namun juga sering terjadi denganbanyak alasan jika tidak seperti MoU. Dan masalah bisa diselesaikan denganjalan kekeluargaan jika berhubungan baik dengan perusahaan ini. Tapi itu lagi,perusahaan akan dicap dengan kinerja kurang bagus. Takutnya tidak dapat kepercayaandari klien hingga untuk proyek berikutnya belum tentu menang.
“Cari siapa, Bu?” tanya pak Rudi. Sepertinya ia tak tahujika aku adalah istri lelaki yang ada di sampingnya. Kenapa Mas Arga tidakmemberitahu?
“Pak Rudi, mungkin Ibu ini hanya tersesat dan biar aku yangurus,” ucap Mas Arga percaya diri.
“Oh, kenal Ibu ini, Ga?” Ia menunjukku.
“Kenal, ia Istriku, Pak.” Ternyata aku salah. Aku kira iatak mau mengakui.
“Ooh, silahkan urus Istrimu, Ga. Nggak baik ada wanita diarea proyek karena ini banyak lelaki yang kerja,” ucap pak Rudi terdengar ketus,lalu mulai melangkah menjauh.
“Tunggu, Pak!” Aku mencoba menghentikan pak Rudi. Tujuankuke sini ingin bertemu dia. Lagian ada keluhan yang ingin kusampaikan meskipunhanya sekilas melihat proyek ini.
Ia membalikkan badan. ”Ya?”
“Kamu ngapain sih, Sar? Jangan bikin aku malu. Pak Rudiadalah atasanku. Mau dipecat karena ada laporan kamu keluyuran?” ucap Mas Arga.Ternyata suamiku ini belum juga sadar jika aku di sini bukan tanpa sebab.Astaga ....
“Saya ke sini ingin mencari Bapak. Benar Bapak adalah PakRudi yang bertanggung jawab atas pengerjaan proyek ini?” tanyaku. Ucapan MasArga kuabaikan.
“Ya, emangnya ada apa ya?” tanyanya terlihat cuek karenamulai menyalakan rokok. Bahkan ia tak menyebut kata sapaan seperti ‘bu ataumbak’. Apakah karena aku istri dari bawahannya?
“Saya manager baru dari PT Bajatama. Pak Ismail meminta saya kesini melihat keadaan proyek karena pengawas lapangan kami sedang sakit,”jawabku.
“A-apa?” kata mereka serentak dengan mata membulat. Tepatnyapasti terkejut dong.
Bersambung ....
Sebenarnya komunikasi itu penting dalam hubungan suami istri. Bukan masalah anak atau keluarga saja, tapi juga tentang dunia kerja suami atau sebaliknya. Tapi yang aku alami tidak seperti itu. Bahkan hari pertamaku kerja, Mas Arga tak tahu posisiku. Yang ada dipikirannya bisa kredit mobil dari gajiku.Terus, ini masalah menghargai. Pak Rudi seperti kurang menghargaiku setelah tahu aku istri Mas Arga. Apa karena Mas Arga bawahannya? Tapi ini hanya perusahaan swasta. Toh belum tentu bekerja lama. Bisa jadi dunia berputar, dan yang dulu bawahan bisa jadi atasan. Kecuali perusahasn itu milik sendiri. Jika status hanya pegawai, tidak usah berlagak sok. Bukan berarti tidak tegas. Asal sesuai SOP perusahaan."Jangan bercanda, Sar. Ini posisi buat pria loh." Bahkan setelah aku jujur, Mas Arga tidak juga percaya."Bentar, aku telpon Pak Ismail dulu. Nggak
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 7 ( Memberitahu Ibu Mertua )Mas Arga terpana dengan muka merah setelah aku berucapdengan nada cemooh. Entah kenapa bibir ini tiba-tiba berucap membalasperkataanya saat di warung kopi tadi. Bahkan setiap kata dan caranya bicaramasih terniang. Dengan bangganya mengatakan jika ia sesak melihatku karenaselalu minta uang.“Itu, itu hanya bercanda, Sarah.” Suara Mas Arga terdengarpelan. “Oh ya? Termasuk uang lima juta gajimu yang sudah akuhabiskan, Mas?”Bahkan saat aku menatap matanya, ia beralih pandang seakantak mau membalas tatapanku. Tumben tak berkutik. Biasanya aku bicara satu, iamalah malah sepuluh. Dan mulutnya hampir sama seperti Andi adiknya. BedanyaAndi lelaki kemayu sementara Mas Arga tam
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 8 ( Mencoba )Ibu hanya diam saja. Bahkan tak ada sepatah kata pun terucapmenanggapi. Entah apa yang ia pikirkan, aku hanya berusaha membuka sikapputranya yang selama ini menjadikankutertuduh. Iya, Mas Arga suamiku. Tapi apa begitu sikap seorang suami yang baik?Dan rasa lelah hati mulai mendekap.Aku berdiam di kamar. Rasanya sesak jika terus melihatkesedihan Ibu Mertua. Permintaanya hanya satu, yaitu aku hamil lagi. Bahkanaset warisan dari Bapak Mertua, rela diserahkan padaku asalkan berhenti kerja.Hanya saja, kenapa Ibu Mertua tidak menyerahkannya pada Mas Arga? Inginbertanya tapi aku rasa itu sudah tak penting.“Ibu kenapa sih? Aku baru pulang udah marah-marah. Aku udahbanyak masalah di tempat kerja, Ibu malah ngomel terus.” Terdengar suara MasArga
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 9 ( Kwitansi )Wanita itu terlihat marah-marah sambil menunjuk Mas Arga. Namun Mas Arga memalingkan wajah kesal dengan diam sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya, dan mulai bicara di ponsel. Melihat itu semua, aku memakir mobil di tepi jalan dan ingin menghampiri mereka. Siapa wanita memakai jilbab merah itu?Akan tetapi baru saja beberapa langkah dari mobil, tiba-tiba datang seorang berkendara motor. Ialu parkir tepat depan wanita itu. Aku mempercepat langkah hingga kini sudah berada di belakang Mas arga.“Mas Arga.”Mas Arga memalingkan wajah ke belakang. “Sa-Sarah?” Matanya membulat sempurna. Aku yakin ia terkejut karena tiba-tiba aku berada di belakangnya. Ponselnya langsung dimasukan ke saku celana.“Kamu ngapain sih? Ma
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 10 ( Kejanggalan )Lima juta uang yang banyak bagi aku. Tiap bulan saja hanyadiberi dua juta. Ini lima juta buat kontrakkan siapa? Setiap hari Mas Argapulang meskipun pergi lagi dan pulang larut. Atau jangan-jangan ia bayarkontrakkan buat wanita lain?Kwitansi itu aku masukan ke saku. Biar nanti di rumah MasArga menjelaskan tentang ini. Sebaiknya aku lanjut pergi ke kantor dankosentrasi bekerja. Selalu berusaha mensugesti diri agar urusan rumah jangansampai dibawa ke kantor. Sulit, tapi harus.***“Bu Sarah pake motor sport? Apa nggak takut jatuh?” Susimenyambutku dengan melongo saat kami sama-sama baru sampai di parkiran kantor.“Alhamdulillah selamat, Sus,” jawabku di se
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 11 ( Permintaan Mas Arga)Kenapa Mas Arga bicara kalau ia sedang ada di rumah? Takmungkin aku salah lihat. Kami hidup berumah tangga bukan setahun atau duatahun. Umur Tia saja sudah dua belas tahun.“Jangan bercanda, Mas,” ucapku menanggapi. Mana tahu Mas Argasedang bercanda meskipun ia terdengar tak bercanda.“Aduh, Sarah. Kamu kenapa sih? udah deh, aku mau keluardulu. Pak Rudi memintaku datang ke rumahnya.”“Tapi, motor aku pakai, Mas.”“Aku naik ojol aja. Ntar nggak usah tunggu aku. Kemungkinanpulang larut.”“Dan pasti bawa kunci cadangan.” Aku menyambung ucapannya.ini sudah kebiasaan yang hinggap
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 12 ( Diamku Tetap Dengan Keputusanku, Mas )Aku terdiam terpana melihat Mas Arga. Bisa-bisanya ia masihberpikir kredit mobil. Sementara selama ini aku minta uang untuk keperluansekolah anak, ia mengeluh dengan perkataan pedas. Bahkan memintaku cari kerjaagar bisa membantunya.“Masak Istriku manager tapi aku masih pakek motor? Kan malu,Sarah.” Enteng sekali Mas Arga berucap seolah gaya hidup lebih penting daripadamemenuhi kebuthuan sehari-hari.Astaga, magrib belum habis tapi tensi darahku mendadak naik.Dikiranya aku kerja mau beli mobil untuk dia agar bisa belagak depan orang.Kalau aku punya uang beli mobil, pasti atas nama Ibu atau Bapakku. Bukanberarti tak menghargai suami, tapi setelah beberapa kejadian belakang ini, akuharus berpikir panjang.
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 13 ( Pengakuan pengawas Lapangan )“Ya setujui aja apa salahnya? Besok aku akan ajukan kredit.Kamu cukup tanda tangan aja.”Aku tetap tidak menjawab. Percuma membantah dalam ucapan, iapasti kukuh agar aku setujui. Mau ia datangkan surveyor sepuluh orang dariperusahaan leasing, aku tetap dengan pendirianku. Lah aku yang kerja kenapa iayang mengendalikan penghasilan aku. Tidak bisa begitu dong.***Pagi ini saat sarapan bersama, tak ada pembahasan lagi tentangkredit mobil. Mas Arga menikmati serapannya dan bahkan ia terlihat cerah denganmemakai jam baru. Katanya jam itu bonus dari Pak Rudi karena telah mencarikanrumah kontrakkan rahasia. Apa mungkin suamiku bersekongkol melindungi perselingkuhanPak Rudi hingga istrinya mar