"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi.
Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.."
Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit.
"Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman."
Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang."
***"Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi"Ada apa ini?" suara bariton itu membuat semua orang yang ada disana seketika diam, suasana pun menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang berani bicara. Pria iti menatap Langit dengan alisnya yang terangkat satu. "Bisa kamu jaga ucapanmu kepada ibumu anak muda?"Langit tak menjawab, ia hanya melemparkan lirikan sinisnya.Pria itu menatap Karlina yang tertunduk dilantai dengan isakan keras yang terus mengiringi. Hati pria itu merasa iba, lantas tanpa permisi ia mendekat dan merangkul wanita itu."Ada apa Karlin?" Mendengar suara yang tak asing lagi, Karlina menoleh ia lantas memeluk tubuh pria tadi erat, tangisnya semakin kencang."Yara, Dav. Yara hilang!" kata Karlina tak sanggup lagi menahan isak tangisnya yang terus keluar. "Yara ...,"Yaps, pria itu adalah Davendra, tadi dijalan ia melihat Langit tengah kebingungan mencari sesuatu, lantas ia mengikuti cowok itu untuk bertanya namun Langit keburu pulang.Dan saat Dav ke kediam
Samar-samar di balik pintu Karlina dapat mendengar perbincangan Dav dengan seseorang ditelpon, nada bicara Dav yang tegas membuat Karlina cukup merinding, apalagi saat mendengar hal yang pria itu katakan."Jika kau tidak menemukan anak itu sebelum pukul dua belas malam, maka kepalamu lah yang akan menjadi gantinya. Maka sekarang cepatlah pergi dan temukan Kayara!" kata Dav yang dapat didengar oleh Karlina.Lalu beberapa saat kemudian ia kembali mendengar Dav berbicara ditelpon dan kali ini dengan orang yang berbeda. "Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Kayara, bila perlu sampai ke penjuru dunia. Aku tidak mau mendengar kanar buruk dari kalian, dan yah .., bawa penculiknya entah itu dalam keadaan hidup ataupun sudah mati yang jelas aku ingin melihatnya."Setelah mengucapkan itu, sepertinya Dav sudah mengakhiri telponnya dan Karlina yang berada di balik pintu was was sendiri, takut jika Dav memergokinya sedang menguping pembicaraan.Engsel pintu dibu
SEORANG wanita berjalan dengan gaya angkuh khasnya, tatapan merendahkan selalu terpancar dikedua manik mata indah miliknya, kedatangannya adalah bencana bagi mereka yang ada disana.Sepatu hak tinggi itu terdengar mengema diruangan yang sunyi, walaupun ada beberapa orang disini namun nyatanya mereka tak berani berkata atau bahkan sekedar menyapa sang majikan.Karlina Agna Husein namanya, seorang Mama muda yang sudah memiliki dua orang anak. Walaupun begitu, wajahnya masih nampak cantik seperti anak usia delapan belas Tahun.Karlina adalah seorang wanita yang ketus, arogan dan juga elegan. Istri dari seorang CEO Terkenal di Indonesia yang kekayaannya tidak akan pernah habis lebih dari tujuh turunan, namun sayangnya sesempurna apapun Karlina, ia juga tetap mempu
Seorang wanita paruh baya terbangun dari tidur cantiknya, ia lupa apa yang terjadi padanya namun yang jelas ia tidak bisa menginggat apapun, berapa lama dirinya tertidur? sendirian di ruangan yang sunyi dan sepi itu.Siapa dirinya? Mengapa ia tidak mengingat apapun?Apa yang sudah terjadi padanya?Apa dia tidak memiliki keluarga hingga saat dirinya terbangun ia sendirian?Pintu khas rumah sakit itu terbuka, menampakan seorang dokter dengan senyum manisnya, ia mendekat ke arah wanita itu yang tengah kebingungan."Apa yang anda rasakan nyonya Karlina?" tanya dokter itu membuatnya kebingunggan."Karlina? Siapa Karlina?" tanyanya heran.Dokter tersebut terkekeh pelan, "Nama anda Karlina Agna Husein, anda baru saja mengalami kecelakaan besar, Tuhan masih sayang kepada anda hingga mengizinkan anda tetap berada di dunia."Karlina membulatkan mulutnya , "Apa aku tidak punya keluarga? Hingga saat aku terbangun dari tidur panjangku
Karlina bersenda gurau dengan Riana di ruang tengah, wanita itu nampak antusias saat Riana menceritakan prestasinya dulu. Sesekali mereka berdua tertawa lepas, Riana hanya menceritakan sebagian dari kebenarannya, sebagian lagi Riana sembunyikan."Benarkah itu? Wah dirimu cerdas sekali!" Karlina memeluk tubuh kecil putrinya dengan perasaan bangga.Riana mematung, baru pertama kali dalam hidupnya sang Mama mengucapkan kata 'Bangga' dengan penuh kasih sayang, dan baru pertama kali dalam hidupnya Riana dipeluk oleh sang Mama."Mama tahu? Aku belum pernah dipeluk Mama begini," gumam Riana terdengar jelas di telinga Karlina."Kenapa?""Mama selalu sibuk dengan pekerjaan, hingga tidak ada waktu untukku dan juga Bang Langit.""Sekarang Mama akan selalu ada untuk kalian."Ucapan itu setidaknya akan membuat Riana tenang, walau terbesit dalam ingatannya sesuatu yang akan melukai hati Mamanya.Mamanya telah berubah, dan R
Seorang wanita paruh baya terbangun dari tidurnya, matanya menerjab mencari keberadaan pria tampan yang semalam menemani tidurnya dengan berdongeng tentang kisah cintanya dulu.Wanita itu terkekeh menginggat kejadian semalam, ia tidak menyangka bahwa dirinya segalak itu dulu.Ia turun dari kasur kingsize-nya. Kaki mungilnya melangkah mencari dimana suaminya pergi, akhirnya wanita itu memutuskan untuk turun saja.Suasana rumah besar ini begitu terlihat sepi, hanya beberapa orang yang berkeliaran, mereka asisten rumah tangga yang berkerja di Rumah sebesar istana ini, terkadang Karlina berpikir siapa yang menghamburkan uangnya hanya untuk membangun rumah sebesar tajh mahal ini? Padahal masih ada rumah sederhana yang layak untuk dihuni."Eh kamu!" seru Karlina.Pelayan itu menundukan kepalanya. "Iya nyonya," katanya masih menunduk."Jangan nunduk, aku ingin bicara denganmu," ujar Karlina sedikit kesal. "Jangan panggil aku Nyonya panggil aja Karl
Langit pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang seketika menjadi sepi dan sunyi. Johan berdiri dari kursinya. "Aku ada urusan," pamitnya mengecup kening sang istri."Tapi aku sudah memasaknya--" percuma saja wanita itu berkata karna suaminya sudah terlebih dahulu keluar.Karlina mendesah berat ia menatap sang putri yang masih berada ditempat duduknya. Merasa diperhatikan, Riana mengambil nasi namun kesusahan akhirnya dibantu oleh Karlina."Karinya juga Ma," ujar gadis itu diangguki sang Mama.Riana melahap makanannya dengan perlahan, sesuai yang diajarkan sang ibundanya dulu. "Enak Ma,"kata Riana membuat mood yang hancur beberapa saat lalu kini membaik."Benarkah? Kamu mau Mama masakin Kari terus?" tanya Karlina berbinar.Riana terkekeh pelan, gadis itu mengangguk. "Masakan Mama adalah masakan paling enak yang Riana makan selama ini!"Karlina tersenyum haru, ia mengelus puncak kepala sang putri. "Terimakasih Balqis."
Langit, cowok itu terus meracau tidak jelas, mengumamkan kata yang Karlina tidak mengerti. Karlina berdiri mendekati sang putra yang sempoyongan. "Ha, sialan perempuan itu!" gumam Langit. Karlina menyentuh pundak sang putra, Langit sepontan menatap Karlina tidak suka. "Jangan sentuh! Najis, lo bukan Milea!" seru Langit. Karlina diam, memandang sang putra yang menatapnya tajam. "A-aku ibumu Lang--" "Mama gue udah mati karna kecelakaan besar itu! Jangan ngaku-ngaku, mau gue bunuh lo?!" sentak Langit. Karlina memandang putranya tak percaya, apa ini benar Langit Aishakar Husein? Putranya itu? Kenapa Langit bersikap seperti ini? Apa dulu sifat antagonisnya membuat puteranya tertekan? "Minggir!" teriak Langit mendorong tubuh Karlina, membuatnya mundur lima langkah, hampir jatuh tapi untung saja Johan ada di belakangnya. Keo kebingungan harus apa, begitu juga Andra. "Em, Tuan, Nyonya. Kita pamit yah..." kata keduannya kompak.