Langit pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang seketika menjadi sepi dan sunyi. Johan berdiri dari kursinya. "Aku ada urusan," pamitnya mengecup kening sang istri.
"Tapi aku sudah memasaknya--" percuma saja wanita itu berkata karna suaminya sudah terlebih dahulu keluar.
Karlina mendesah berat ia menatap sang putri yang masih berada ditempat duduknya. Merasa diperhatikan, Riana mengambil nasi namun kesusahan akhirnya dibantu oleh Karlina.
"Karinya juga Ma," ujar gadis itu diangguki sang Mama.
Riana melahap makanannya dengan perlahan, sesuai yang diajarkan sang ibundanya dulu. "Enak Ma,"kata Riana membuat mood yang hancur beberapa saat lalu kini membaik.
"Benarkah? Kamu mau Mama masakin Kari terus?" tanya Karlina berbinar.
Riana terkekeh pelan, gadis itu mengangguk. "Masakan Mama adalah masakan paling enak yang Riana makan selama ini!"
Karlina tersenyum haru, ia mengelus puncak kepala sang putri. "Terimakasih Balqis."
Riana mematung. Balqis? Nama tengahnya? Kenapa sang Mama memanggilnya dengan nama itu? Apa amnesia Mamanya semakin parah?. Berbagai pertanyaan bersliweran dibenak Riana.
"Amnesia Mama tidak separah itu ko," wanita itu terkekeh. "Mama hanya menyukai nama Balqis, terkesan imut dan cantik," sambung Karlina.
"Nama Balqis dan Riana itu Mama yang memberikannya untukku dulu," kata Riana.
"Benarkah? Wahh seleraku bagus juga yah!" Karlina tertawa renyah diikuti Riana dan beberapa asisten lain yang berada di sebelah mereka.
Mereka melanjutkan acara makan malam dengan khidmat.
***
Malam ini terasa lama bagi Karlina, jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, namun suaminya belum juga pulang juga, Langit juga sama.
"Langit sama Mas Johan kemana yah?" gumam Karlina saat ini ia berada di taman pribadi yang terletak di samping Rumah, Karlina menyukai tempat itu sekarang.
Sebuah tangan mungil mendarat dipundak wanita yang tengah dilanda cemas itu. "Papa akan pulang sebentar lagi Ma, sedangkan Bang Langit mungkin dia ada di basecampnya. Kadang Bang Langit menginap disana," kata Riana.
"Tapi ... bukankah Langit sudah mempunyai rumah sebesar ini? Kenapa dia masih menginap di basecamp?"
"Mungkin Bang Langit rindu temannya," kata Riana bohong. Sudah jelas kejadian tadi sore membuat Langit menjadi tidak betah.
Karlina memaksakan seulas senyum, ia tahu putrinya tengah berbohong untuk membuatnya kembali ceria. Wanita itu mengelus puncak kepala Riana lembut.
"Ayo tidur, Mama akan menemanimu," ajak Karlina membuat Riana membulatkan matanya.
Gadis itu mengeleng. "Tidak Mama. Aku sudah besar," ketusnya pura-pura ngambek.
Karlina tekekeh. "Benarkah? Tapi menurutku kamu masih kecil, seperti bayi," tukasnya membuat Riana semakin kesal.
"Mama, usiaku sudah Enam Belas Tahun. Aku sudah cukup besar," kata Riana.
Karlina terkekeh pelan sembari memeluk tubuh anaknya yang masih setia menemaninya setelah apa yang wanita itu lakukan padanya. Ia merasa sangat beruntung menjadi seorang Ibu dari anak sebaik dan sepengertian Riana.
Karlina berdiri diikuti Riana. "Ayo," kata wanita itu.
Riana berdecak, namun detik berikutnya ia mengembangkan senyum, dulu Mamanya sangat sulit untuk diajak menemani tidurnya. Namun sekarang lihatlah, Mamanya memang sudah berubah.
Keduanya berjalan menuju kamar Riana.
***
Kamar Riana itu sangat rapih dan bersih, hal itu tentu membuat Karlina berdecak kagum, cat warna biru langit membuat kamar ini semakin indah. Banyak sekali buku-buku yang tersusun rapi diatas rak-rak, wanita paruh baya itu yakin putrinya suka membaca.
Karlina mendekat kearah rak tersebut, kebanyakan hanya ada buku tentang mengurus bisnis dan juga perusahaan, sebagian lagi novel fiksi remaja.
Karlina mengalihkan pandangannya kepada sang putri yang juga menatapnya. "Apa kamu tidak bosan membaca tentang bisnis ini? Siapa yang membelikannya sebanyak ini untuk putri kecilku?" tanya Karlina.
"Aku tidak bosan, Mama yang membelikannya," kata Riana membuat raut wajah Karlina berubah.
"Apakah aku dulu selalu mengekangmu? Maafkan aku," kata Karlina menundukan kepalanya.
Riana mengeleng lemah. "Tidak begitu Mama, berkat Mama juga kini aku dikenal banyak orang, seharusnya aku yang minta maaf karna dulu mengira ajaran Mama sangat mengekangku. Justru sekarang aku harus berterimakasih," Riana memeluk tubuh ringkih sang bunda.
"Aqis jangan gitu, Mama mau nangis nih,"kata Karlina diiringi kekehan ringan.
Riana mendongak menatap mata Mamanya yang berkaca-kaca. "Ehh, maaf Ma..."
"Gapapa, yuk tidur udah larut."
***
Dilain tempat, nampak seorang cowok dengan rambut acak-acakan tengah menyembul asap yang keluar dari mulutnya, yaps benar, cowok itu merokok. Sesekali ia menyesap gelas berukuran kecil dihadapannya, bersama sahabatnya.
"Lo minum banyak banget Ngit, ada masalah apa?" tanya Keo sahabatnya yang sedari tadi melonggo melihat tingkah sahabatnya, hampir satu botol besar bir ia habiskan sendiri.
Langit merotasikan bola matanya, sembari meletakan cawan kecil itu ia berkata, "Karlina pulang, padahal gue udah damai banget tanpa dia."
Keo menepuk pundak sahabatnya prihatin. "Jangan gitu bro, dia juga emak lo yang udah ngelahirin lo!" kata Keo.
Langit tersenyum miring apa dia bilang? Mamanya? Uhh bukankah Mamanya sudah mati karna kecelakaan besar itu?.
"Gue benci dia!"
"Lo benci Mama lo apa karna telah membuat hubungan lo sama Milea putus?" tanya Keo hati-hati.
Langit menyandarkan pungunggunya disofa, ia membayangkan senyum sosok gadis yang telah lama terpisah darinya, gadis yang menariknya dari dunia gelap. Lihatlah sekarang, tanpa gadis itu, Langit kembali ke Dunia gelapnya. "Lea segalanya bagi gue.." gumamnya.
"Lo harus belajar melihat kenyataan bro. Coba aja pelan-pelan."
Langit yang sedang mabuk seketika tersulut emosi, cowok itu melempar cawan kecil yang isinya sudah habis hingga pecah dilantai.
"Gue udah coba! Tapi. Milea terlalu berharga buat gue!!" teriak cowok itu frustasi.
Keo bergidik ngeri, cowok itu berdiri memanggil kawannya yang lain untuk menenangkan Langit, cowok itu ketika marah bisa membunuh siapa saja.
***
Hari sudah menunjukan pukul dua malam, Johan baru saja pulang. Entah dari mana pria itu pergi yang jelas wajahnya kelihat kelelahan.
Karlina masih duduk disofa menunggu kepulangan suaminya, matanya terpejam karna tak kuasa menahan kantuk. Decitan dari arah pintu membangunkan wanita itu.
"Mas?" panggilnya.
Johan mengulas senyum tipis, pria itu duduk di samping isterinya yang matanya sudah sayu karna terlalu ngantuknya.
Johan merangkul pundak sang isteri sembari menepuk punggung kecil itu, hal itu membuat Karlina terlelap dalam dekapan Johan. "Maaf..." gumamnya namun tidak terdengar oleh Karlina, wanita itu sudah terbang kealam mimpinya.
Beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka menampakan cowok yang dipapah dua temannya. Jalannya yang sempoyongan membuat kedua temannya kesulitan.
Johan berdiri, otomatis Karlina yang ada dipangkuannya kaget dan ikut berdiri. Matanya membelalak saat melihat sang anak sekarang dengan botol bir ditangannya. Cowok itu terus meracaukan kata tidak jelas.
Langit, cowok itu terus meracau tidak jelas, mengumamkan kata yang Karlina tidak mengerti. Karlina berdiri mendekati sang putra yang sempoyongan. "Ha, sialan perempuan itu!" gumam Langit. Karlina menyentuh pundak sang putra, Langit sepontan menatap Karlina tidak suka. "Jangan sentuh! Najis, lo bukan Milea!" seru Langit. Karlina diam, memandang sang putra yang menatapnya tajam. "A-aku ibumu Lang--" "Mama gue udah mati karna kecelakaan besar itu! Jangan ngaku-ngaku, mau gue bunuh lo?!" sentak Langit. Karlina memandang putranya tak percaya, apa ini benar Langit Aishakar Husein? Putranya itu? Kenapa Langit bersikap seperti ini? Apa dulu sifat antagonisnya membuat puteranya tertekan? "Minggir!" teriak Langit mendorong tubuh Karlina, membuatnya mundur lima langkah, hampir jatuh tapi untung saja Johan ada di belakangnya. Keo kebingungan harus apa, begitu juga Andra. "Em, Tuan, Nyonya. Kita pamit yah..." kata keduannya kompak.
Dulu ada kisah yang menceritakan tentang snow white yang malang, ia selalu dimarahi ibu tirinya untuk hal-hal yang bisa dibilang spele. Alvira, nama ibu tirinya. Alvira mempunyai cermin ajaib, setiap hari wanita cantik itu selalu berkata "Wahai cermin ajaib siapakah wanita tercantik di Dunia?" lalu cermin itu akan menjawab. "Kau lah wanita cantik itu Ratu," cermin selalu menjawab pertanyaan Alvira yang setiap hari menanyakan apakah dia cantik? Dan cermin pun selalu menjawab dengan jawaban yang sama.Namun, suatu hari cermin pernah menjawab dengan jawaban yang berbeda dari sebelumnya, wanita paling cantik hingga mengalahkan Alvira adalah putri tirinya, Putri salju. Tentu saja Alvira marah hingga munculah niatan untuk membunuh Putri salju.Kira-kira cerita itulah yang sering beredar dimasyarakat, snow white si protagonis dan Alvira si Antagonis, terkadang kita memang selalu menyukai sang Protagonis namun ingatlah cerita tidak akan menarik jika tdak ada Antagonis dida
Karlina Agna POVMenjadi seorang tokoh antagonis dimasa lalu adalah hal yang sangat aku sesali, bagaimana tidak? Setiap hari aku selalu dihadapkan dengan kesalahan yang aku buat pada masa lampau, bahkan aku tidak menginggat kesalahan apa saja?Aku tidak pernah berharap mengalami yang namanya kecelakaan dan hilang ingatan seperti ini, hei demi Tuhan ini sangat menyiksa, seperti baru lahir di Dunia namun langsung mendapatkan masalah bertubi-tubi.Kepalaku sedikit merasa pusing kala sedikit demi sedikit ingatan pahit terlintas dipikiranku, rasanya sakit dan sangat menyiksa."Ma!" aku menoleh kala mendengar seruan itu, dia Riana anakku yang paling pengertian seperti Johan, namun akhir-akhir ini sikap Johan juga sedikit berbeda, ia lebih suka keluar rumah dari pada berlama-lama di rumah, seperti Langit. Namun jika Langit, perlahan aku mulai terbiasa dengannya, sikap kasar anak itu sepertinya pantas aku terima untuk dosa yang dulu pernah ku lakukan.Riana mendekat
Langit terbangun dari tidurnya, wajahnya berkeringat dan bibirnya pucat pasi, membayangkan betapa kejinya ibunya dulu rasa gejolak dihatinya terasa sakit dan ngilu. Karlina memang sering menganggap Langit tidak ada, bahkan Karlina sering menelantarkan Langit dan menitipkannya ke Nenek atau bahkan sahabat itunya itu yang sering Langit sebut dengan panggilan Mama.Cowok itu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan kepalanya mendadak pening menginggat kejadian yang membuatnya bandel dan nakal seperti ini. Menjadi brandalan karna kekurangan kasiha sayang orang tua? Huh mungkin itu yang dialami Langit saat ini, kepalanya mendadak pening. Pandangannya mengabur kebiasaanya sejak kecil jika terbangun karna kaget pasti cowok itu merasakan kepala pusing.Bersamaan saat itu pintu terbuka menampakan seorang wanita paruh baya yang tersenyum tipis kearahnya sembari membawa senampan air putih serta bubur. "Langit, bagaimana kondisimu?" tanyanya.Langit berdecih, bahkan ia tak
Sudah hampir satu jam Karlina merendamkan dirinya di bathtub kamar mandi, airnya pun sudah terisi penuh ia menceburkan diri tanpa melepaskan pakaian yang tadinya ia kenakan, iya Lina masih memakai baju dan bathtub yang ia gunakan berwarna coklat tanah dengan sedikit warna darah mendominasi.Iya, belum sempat Lina mengobati lukanya ia lebih dahulu merendamkan diri, sudah berkali-kali Killa membujuknya namun wanita keras kepala sepertinya tentu saja tidak mudah.Kejadian tadi berputar diingatan Lina, kepalanya sangat pusing jika dipaksakan untuk menginggat sesuatu yang sudah jelas hilang entah kemana, namun melihat Langit menderita tadi membuat hatinya bergerak membantu sang putra keliar dari keterpurukan, mungkin jika menemukan sosok Milea ini Langit tidak akan seperti ini lagi, namun dimana Lina bisa mencari sosok bernama Milea ini?Kata wanita tadi yang mengetahui keberadaan Lea adalah dirinya namun kecelakaan itu membuat Lina melupakan segalanya bahkan ia lupa siapa
Semalam Langit tidak pulang ke rumah, semalaman pula Karlina begadang menunggu kepulangan anaknya, sudah beberapa kali para asisten di rumah Karlina menyarankan wanita itu untuk segera tidur di kamar dan beberapa kali pula Karlina terus menolaknya, ia lebih memilih duduk manis di sofa sembari menunggu Langit namun yang ditunggu tak datang juga.Jam sudah menunjukan pukul empat dini hari Langit juga masih belum menampakan dirinya beberapa kali Karlina menelpon anak itu namun nihil bukannya diangkat Langit malah memblokir kontaknya. Karlina mendesah pelan menatap ponselnya yang memperlihatkan kontak Langit yang sudah tak berprofil lagi."Langit kamu dimana nak.."***Langit memblokir kontak Karlina, ia tak suka saat tidurnya diganggu. Apalagi saat memimpikan orang yang sangat ia rindukan, sungguh itu sangat mengesalkan. Cowok itu melirik kearah jam dinding kamar yang ia punya di bar diskotik ya itu kamar yang Langit bangun sendiri ia pun menempati kamar itu saat ad
Seorang cowok memasuki kediaman rumah bak istana tersebut, alih-alih dengan senyuman karna merayakan hari kelulusan cowok itu malah menampilkan raut dinginnya dan menghunusnya. Tatapan matanya tajam setajam burung hantu yang mampu mengintai musuh dimalam hari.Seorang wanita paruh baya tersenyum tipis melihat kepulangan sang putra ia lantas mempercepat langkahnya turun dari tangga untuk menemui anak sulungnya tersebut, perasaan khawatir yang tadinya menghantui kini mulai memudar tergantikan oleh senyuman hangat dan mata yang berkaca-kaca.Ia membelai rambut putranya yang kotor karna terkena warna. "Happy graduation, sayang. Kapan wisuda kamu?" tanyanya namun diacuhkan. Cowok dengan seragam yang penuh warna serta coretan itu memilih pergi tak peduli dengan wanita tersebut.Karlina menarik nafas panjang rasanya sakit namun entah mungkin ia sudah sedikit terbiasa dengan sikap Langit yang selalu dingin dan ketus dengannya. Memang sangat sulit melelehkan es yang suda
Mobil Avanza berwarna hitam terparkir manis dikediaman keluarga Husein, pintu dibuka menampakan tiga gadis remaja yang baru mengenakan seragam SMA. Dua diantaranya menelan salivanya susah payah membayangkan masalalu mereka yang cukup trauma akan sosok Agna Husein.Riana tersenyum kearah kedua temannya sedangkan mereka hanya menangguk lalu membuntuti langkah kaki Riana yang memasuki rumah bak istana tersebut."Ri, gue takut.." kata Amel was-was saat mulai memasuki rumah, Riana mengandeng tangan Amel meyakinkan gadis itu bahwa semua akan baik-baik saja.Pintu terbuka menampakan sosok wanita paruh baya dengan baju sederhananya, hal itu membuat Amel serta Niza tentu saja kaget atau mungkin sudah syok? Karna melihat penampilan Nyonya besar Husein berpakaian seperti itu? Biasanya Karlina akan lebih seing terlihat memakai pakaian formal, di rumah maupun diluar. Katanya dulu sih agar terlihat elegant dan glamour, sedangkan ini? Daster?Tak hana Amel dan Niza yang t