Langit, cowok itu terus meracau tidak jelas, mengumamkan kata yang Karlina tidak mengerti.
Karlina berdiri mendekati sang putra yang sempoyongan. "Ha, sialan perempuan itu!" gumam Langit.
Karlina menyentuh pundak sang putra, Langit sepontan menatap Karlina tidak suka. "Jangan sentuh! Najis, lo bukan Milea!" seru Langit.
Karlina diam, memandang sang putra yang menatapnya tajam. "A-aku ibumu Lang--"
"Mama gue udah mati karna kecelakaan besar itu! Jangan ngaku-ngaku, mau gue bunuh lo?!" sentak Langit.
Karlina memandang putranya tak percaya, apa ini benar Langit Aishakar Husein? Putranya itu? Kenapa Langit bersikap seperti ini? Apa dulu sifat antagonisnya membuat puteranya tertekan?
"Minggir!" teriak Langit mendorong tubuh Karlina, membuatnya mundur lima langkah, hampir jatuh tapi untung saja Johan ada di belakangnya.
Keo kebingungan harus apa, begitu juga Andra. "Em, Tuan, Nyonya. Kita pamit yah..." kata keduannya kompak.
Karlina mengangguk, menghapus airmatanya. "Terimakasih yah, sudah membantu Langit," katanya membuat kedua lelaki itu tertegun dan memaksakan senyum.
Keduanya keluar, diluar keduanya menampilkan raut aslinya.
"Eh nggak salah, Tante Lina bilang makasih sama kita?" tanya Keo, kedengarannya sulit dipercaya, seorang arogansi seperti Karlina mengucapkan terimakasih?!
Ini termasuk hal paling langka di Dunia.
Andra mengangguk. "Kayaknya bener Tante Lina emang amnesia, karna kecelakaan itu."
"Dia sekarang jadi tokoh Protagonis gitu?"
"Entahlah..."
***
Langit pingsan saat menuju kamarnya, cowok itu benar-benar mabuk berat. Akhirnya Karlina dan Johan membopong tubuh besar Langit.
"Milea..." racau Langit.
"Milea.."
"Milea.."
Karlina menyentuh dahi putranya, sangat panas.
"Mas telpon dokter! Langit sakit!" kata Karlina cemas.
Johan mengangguk, namun sedikit heran biasanya saat anak-anaknya sakit Karlina tidak akan peduli seperti ini. Ia akan bersikap seolah semua baik-baik saja.
Namun, lihatlah sekarang. Bahkan Karlina mengompres dahi putranya dengan air dingin dan rautnya sangat khawatir, Johan tertegun. Apakah benar ini isterinya?
"Mas udah telpon dokter belum? Aku takut Langit kenapa-napa!"
"I-iya udah, sebentar lagi datang ko.."
Karlina menciumi punggung tangan anaknya, ia khawatir jika sesuatu terjadi pada Langit. Suhunya kian panas, seiring racauannya semakin terdengar jelas.
"Jangan tinggalin aku Lea.."
"Le, maafin aku.."
"Aku bakal bunuh wanita itu."
"Milea..."
Karlina semakin dibuat penasaran dengan sosok gadis bernama Milea itu, sampai-sampai anaknya berakhir mengenaskan seperti ini.
Karlina hendak bertanya kepada Johan, namun niatnya terurungkan karna kedatangan dokter.
***
Pagi-pagi sekali Karlina pergi ke Supermarket bersama Killa untuk membeli bahan makanan yang sudah menipis. Killa sudah berkali-kali menyuruh majikannya untuk diam di rumah saja namun sikap keras kepala Karlina ternyata masih melekat.
"Aku mau membuat bubur untuk Langit, kasihan dia semalam demam tinggi," kata Karlina.
"Kenapa tidak aku saja Nyonya?" tanya Karlina.
Karlina mengeleng. "Aku ingin berubah menjadi Mama yang baik," kata Karlina.
Killa tentu saja tersentuh, ternyata majikannya ini memang berubah. Tuhan mengizinkan sang Antagonis itu berubah menjadi Protagonis.
"Lina?" panggil seseorang.
Karlina yang merasa namanya dipanggil berbalik badan, itu ... entahlah Karlina tidak menginggatnya, namun terasa tidak asing dipikirannya.
"Apa kabar?" tanyanya membuat Karlina kebingunggan.
"B-baik."
Killa yang menyadari kebingunggan majikannya pun berkata. "Maaf Tuan, Nyonya Lina kehilangan ingatannya saat kecelakaan besar kala itu," kata Killa membuat pria itu mengangguk paham.
Siapa yang tidak tahu tentang kecelakaan besar yang menimpa Karlina hingga menguncangkan seluruh dunia entertainment, Karlina dikenal jago dalam hal bisnis. Hingga membuat beberapa perusahaan besar mau berkerja sama dengannya.
"Berarti mulai dari awal yah?" tanyanya, Karlina mengangguk saja.
Pria itu tersenyum tipis, sangat manis, dan berwibawa. "Aku Devan. Mantan pacar kamu waktu SMA," kata Devan sembari menyodorkan tangannya.
Karlina mematung, apa yang dia bilang tadi? Mantan pacar? Apa Karlina tidak salah dengar?.
Devan menarik tangannya kembalu karna Karlina tidak kunjung membalas jaba tangannya, Devan menyadari raut kebingunggan Karlina tersenyum miring.
Killa sudah pamit, untuk membeli bahan pangan, dan membiarkan Nyonyanya mengobrol leluasa dengan teman masa SMA nya.
"Kita dipisahkan saat SMA, Lina. Johan jahat telah merebut kamu dari aku. Andai saja Johan tidak muncul saat itu, mungkin kita sudah hidup bahagia dan memiliki anak sekarang," kata Devan setengah memprovokasi.
Karlina mematung. Apa benar itu? Namun detik berikutnya wanita itu mengeleng kukuh. "Nggak mungkin kata Mas Jojo aku dan dia dijodohkan!" kata Karlina.
Devan mengeleng pelan. "Bukan Lina, dia merebut kamu dari aku," Devan memegang bahu Karlina. "Dia juga udah nikah lagi saat kamu koma di Rumah sakit, sama sahabat kamu."
Karlina menitihkan airmatanya, tolong siapapun katakan pada Karlina bahwa semua yang dikatakan Devan adalah kebohongan!
Karlina menghempas tangan Devan yang memeganggi bahunya.
Plakk!
Wanita itu menampar Devan keras. "Kamu jangan fitnah suami aku! Aku nggak suka sama kamu!" kata Karlina lalu pergi menyusul Killa.
"Aku selalu ada disamping kamu Lina!" teriak Devan namun Karlina tidak mengubrisnya.
Karlina menangis namun ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, membuatnya terkadang menabrak orang yang lalu lalang.
"Killa ayo pulang..." kata Karlina sebisa mungkin menahan tangisnya.
Killa cemas ingin menanyakan kenapa Karlina bisa begini namun terurungkan. Lebih baik Killa segera membawa Nyonya-nya pergi dari sini.
***
"Nyonya kenapa?" tanya Killa, saat ini Karlina sudah berada di dapur rumahnya. Di kelilingi banyak asisten yang mencemaskannya.
Karlina mengeleng. "A-aku gapapa kok," katanya dengan seulas senyum yang dipaksakan.
Karlina menghapus airmatanya yang hendak turun. "Eh aku mau buat bubur ayam untuk Langit, tolong ajari aku," kata Karlina.
Killa selaku juru masak mengangguk, dengan senang hati ia akan mengajari masak majikannya, suatu kehormatan baginya.
"Kita mau mulai kapan?" tanya Killa.
"Sekarang.."
***
Bubur ayam buatan Karlina sudah siap, aromanya sangat enak membuat para asisten yang mencium baunya ingin merasakannya.
Karlina tersenyum puas, akhirnya bubur ayam buatanya jadi. Dan rasanya pun lumayan enak. Langit pasti mrnyukainya.
Karlina dibantu Killa menuju kamar Langit. Disana ada Keo dan Andra yang menemani putranya bermain game, ya kondisi Langit sudah mulai membaik.
Langit yang awalnya tertawa kini menampilkan raut sinisnya saat melihat kehadiran Karlina.
Karlina tersenyum senang melihat kondisi anaknya yang kian membaik. "Andra sama Keo kalau mau makan dibawah yah, tante udah siapin," kata Karlina.
Kedua manusia itu mengangguk senang.
"Mau apa lo kesini?" tanya Langit dingin.
"Mama hanya ingin memberikan bubur untuk Langit," kata Karlina.
Langit berdecih. "Ga usah sok peduli," balasnya sinis.
Hati karlina sakit rasanya mendengar penuturan sang putra. Ia hanya bisa memaksakan senyum, ini salahnya dulu karna menjadi seorang antagonis.
"Makan yah Langit, Mama suapin," Karlina mendekat kearah Langit. Langit mengeser tempat duduknya menjauh dari Karlina.
Karlina mengambil satu sendok bubur hendak menyuapi Langit namun...
Pyarr!!
Langit menghempas tangan Karlina, membuat mangkuk yang berisi bubur itu pecah berserakan dilantai. Karlina kaget menatap anaknya tak percaya.
"Mama udah masak itu untuk kamu Langit!" seru Karlina namun intonasinya masih sedikit kalem.
"Lo kenapa? Jangan sok peduli lo sama gue!" cecar Langit.
Killa sudah tidak bisa diam lagi, akhirnya juru masak itu angkat bicara. "Tuan muda Langit, Nyonya Lina sudah memasak itu dengan susah payah, setidaknya anda bisa menghargai,"kata Killa tanpa menghilangkan rasa hormatnya.
Langit berdecih lagi. "Menghargai? Dia aja nggak pernah menghargai kenapa gue harus menghargai?" tanya Langit membuat Karlina membeku.
"Mama hanya ingin berubah Langit, Mama ingin menjadi Mama yang baik untuk kamu," ujar Karlina.
Langit tertawa sinis, "Telat lo. Kemarin-kemarin kemana aja?"
Karlina diam membisu, Iyem, Andra dan Keo datang saat mendengar suara pecahan mangkuk. Ketiganya kaget melihat Karlina sudah menitihkan airmatanya. Semua hanya bisa diam, Iyem langsung membereskan pecahan itu.
"Mabar lagi ga?" ajak Langit.
Keo dan Andra tersenyum kaku. Mereka tidak enak hati karna datang pada waktu yang tidak tepat.
"Nggak deh, kita balik dulu yah Ngit," pamit mereka.
"Lah?"
Karlina tersenyum tipis, "Mama pergi dulu. Jangan lupa makan yah. Mama udah masak bubur banyak buat kamu," kata Karlina menghapus airmatanya.
"Gue nggak mau makan masakan lo!" tajam langit. "Bi Killa, masakin Langit sop dong.."
Killa mengangguk terpaksa, tidak enak hati kepada majikannya, ia menatap kearah Karlina. Karlina mengangguk, memaksakan senyum kearahnya.
"B-baik tuan.." Killa pamit menuju dapur untu memasakan Tuannya sebuah sop yang diminta.
Iyem masih disana, membereskan pecahan beling serta bubur yang berserakan dilantai. Dilubuk hati terdalamnya Iyem merasa kasihan kepada Nyonya-nya.
Mungkin ini karma bagi sang Antagonis.
Karna kesalahannya di masalalu ia harus di hukum dimasa depan. Mungkin akan sulit bagi Karlina yang belum menginggat apapun.
Dulu ada kisah yang menceritakan tentang snow white yang malang, ia selalu dimarahi ibu tirinya untuk hal-hal yang bisa dibilang spele. Alvira, nama ibu tirinya. Alvira mempunyai cermin ajaib, setiap hari wanita cantik itu selalu berkata "Wahai cermin ajaib siapakah wanita tercantik di Dunia?" lalu cermin itu akan menjawab. "Kau lah wanita cantik itu Ratu," cermin selalu menjawab pertanyaan Alvira yang setiap hari menanyakan apakah dia cantik? Dan cermin pun selalu menjawab dengan jawaban yang sama.Namun, suatu hari cermin pernah menjawab dengan jawaban yang berbeda dari sebelumnya, wanita paling cantik hingga mengalahkan Alvira adalah putri tirinya, Putri salju. Tentu saja Alvira marah hingga munculah niatan untuk membunuh Putri salju.Kira-kira cerita itulah yang sering beredar dimasyarakat, snow white si protagonis dan Alvira si Antagonis, terkadang kita memang selalu menyukai sang Protagonis namun ingatlah cerita tidak akan menarik jika tdak ada Antagonis dida
Karlina Agna POVMenjadi seorang tokoh antagonis dimasa lalu adalah hal yang sangat aku sesali, bagaimana tidak? Setiap hari aku selalu dihadapkan dengan kesalahan yang aku buat pada masa lampau, bahkan aku tidak menginggat kesalahan apa saja?Aku tidak pernah berharap mengalami yang namanya kecelakaan dan hilang ingatan seperti ini, hei demi Tuhan ini sangat menyiksa, seperti baru lahir di Dunia namun langsung mendapatkan masalah bertubi-tubi.Kepalaku sedikit merasa pusing kala sedikit demi sedikit ingatan pahit terlintas dipikiranku, rasanya sakit dan sangat menyiksa."Ma!" aku menoleh kala mendengar seruan itu, dia Riana anakku yang paling pengertian seperti Johan, namun akhir-akhir ini sikap Johan juga sedikit berbeda, ia lebih suka keluar rumah dari pada berlama-lama di rumah, seperti Langit. Namun jika Langit, perlahan aku mulai terbiasa dengannya, sikap kasar anak itu sepertinya pantas aku terima untuk dosa yang dulu pernah ku lakukan.Riana mendekat
Langit terbangun dari tidurnya, wajahnya berkeringat dan bibirnya pucat pasi, membayangkan betapa kejinya ibunya dulu rasa gejolak dihatinya terasa sakit dan ngilu. Karlina memang sering menganggap Langit tidak ada, bahkan Karlina sering menelantarkan Langit dan menitipkannya ke Nenek atau bahkan sahabat itunya itu yang sering Langit sebut dengan panggilan Mama.Cowok itu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan kepalanya mendadak pening menginggat kejadian yang membuatnya bandel dan nakal seperti ini. Menjadi brandalan karna kekurangan kasiha sayang orang tua? Huh mungkin itu yang dialami Langit saat ini, kepalanya mendadak pening. Pandangannya mengabur kebiasaanya sejak kecil jika terbangun karna kaget pasti cowok itu merasakan kepala pusing.Bersamaan saat itu pintu terbuka menampakan seorang wanita paruh baya yang tersenyum tipis kearahnya sembari membawa senampan air putih serta bubur. "Langit, bagaimana kondisimu?" tanyanya.Langit berdecih, bahkan ia tak
Sudah hampir satu jam Karlina merendamkan dirinya di bathtub kamar mandi, airnya pun sudah terisi penuh ia menceburkan diri tanpa melepaskan pakaian yang tadinya ia kenakan, iya Lina masih memakai baju dan bathtub yang ia gunakan berwarna coklat tanah dengan sedikit warna darah mendominasi.Iya, belum sempat Lina mengobati lukanya ia lebih dahulu merendamkan diri, sudah berkali-kali Killa membujuknya namun wanita keras kepala sepertinya tentu saja tidak mudah.Kejadian tadi berputar diingatan Lina, kepalanya sangat pusing jika dipaksakan untuk menginggat sesuatu yang sudah jelas hilang entah kemana, namun melihat Langit menderita tadi membuat hatinya bergerak membantu sang putra keliar dari keterpurukan, mungkin jika menemukan sosok Milea ini Langit tidak akan seperti ini lagi, namun dimana Lina bisa mencari sosok bernama Milea ini?Kata wanita tadi yang mengetahui keberadaan Lea adalah dirinya namun kecelakaan itu membuat Lina melupakan segalanya bahkan ia lupa siapa
Semalam Langit tidak pulang ke rumah, semalaman pula Karlina begadang menunggu kepulangan anaknya, sudah beberapa kali para asisten di rumah Karlina menyarankan wanita itu untuk segera tidur di kamar dan beberapa kali pula Karlina terus menolaknya, ia lebih memilih duduk manis di sofa sembari menunggu Langit namun yang ditunggu tak datang juga.Jam sudah menunjukan pukul empat dini hari Langit juga masih belum menampakan dirinya beberapa kali Karlina menelpon anak itu namun nihil bukannya diangkat Langit malah memblokir kontaknya. Karlina mendesah pelan menatap ponselnya yang memperlihatkan kontak Langit yang sudah tak berprofil lagi."Langit kamu dimana nak.."***Langit memblokir kontak Karlina, ia tak suka saat tidurnya diganggu. Apalagi saat memimpikan orang yang sangat ia rindukan, sungguh itu sangat mengesalkan. Cowok itu melirik kearah jam dinding kamar yang ia punya di bar diskotik ya itu kamar yang Langit bangun sendiri ia pun menempati kamar itu saat ad
Seorang cowok memasuki kediaman rumah bak istana tersebut, alih-alih dengan senyuman karna merayakan hari kelulusan cowok itu malah menampilkan raut dinginnya dan menghunusnya. Tatapan matanya tajam setajam burung hantu yang mampu mengintai musuh dimalam hari.Seorang wanita paruh baya tersenyum tipis melihat kepulangan sang putra ia lantas mempercepat langkahnya turun dari tangga untuk menemui anak sulungnya tersebut, perasaan khawatir yang tadinya menghantui kini mulai memudar tergantikan oleh senyuman hangat dan mata yang berkaca-kaca.Ia membelai rambut putranya yang kotor karna terkena warna. "Happy graduation, sayang. Kapan wisuda kamu?" tanyanya namun diacuhkan. Cowok dengan seragam yang penuh warna serta coretan itu memilih pergi tak peduli dengan wanita tersebut.Karlina menarik nafas panjang rasanya sakit namun entah mungkin ia sudah sedikit terbiasa dengan sikap Langit yang selalu dingin dan ketus dengannya. Memang sangat sulit melelehkan es yang suda
Mobil Avanza berwarna hitam terparkir manis dikediaman keluarga Husein, pintu dibuka menampakan tiga gadis remaja yang baru mengenakan seragam SMA. Dua diantaranya menelan salivanya susah payah membayangkan masalalu mereka yang cukup trauma akan sosok Agna Husein.Riana tersenyum kearah kedua temannya sedangkan mereka hanya menangguk lalu membuntuti langkah kaki Riana yang memasuki rumah bak istana tersebut."Ri, gue takut.." kata Amel was-was saat mulai memasuki rumah, Riana mengandeng tangan Amel meyakinkan gadis itu bahwa semua akan baik-baik saja.Pintu terbuka menampakan sosok wanita paruh baya dengan baju sederhananya, hal itu membuat Amel serta Niza tentu saja kaget atau mungkin sudah syok? Karna melihat penampilan Nyonya besar Husein berpakaian seperti itu? Biasanya Karlina akan lebih seing terlihat memakai pakaian formal, di rumah maupun diluar. Katanya dulu sih agar terlihat elegant dan glamour, sedangkan ini? Daster?Tak hana Amel dan Niza yang t
Semua duduk manis di meja makan mereka terlihat sangat menyukai sup buatan santi, minder? Oh iya tentu Karlina merasa tidak pantas berada disini hei coba kalian berada diposisi Karlina. Disaat dirimu sudah masak banyak namun anakmu sama sekali tidak memyetuh masakanmu yang sudah kau buat dengan berbagai harapan.Bukankah itu sakit?Karlina menatap Langit, cowok itu terlihat begitu akrab dengan Santi hal itu sangat terlihat menonjol, melihat itu Lina rasanya benar-benar ingin hilang saja dari dunia ini."Tante, San. Ini tu sup yang enakk banget, kalau dijual pasti laku keras deh Tan!" puji Niza sembari memasukan kuah sup tersebut kedalam mulutnya, sangat lahap sampai kuahnya tercecer dilantai, Amel menyadarkan gadis itu membuat Niza yang tersadar langsung meringis kecil akan ulahnya. Niza menatap Karlina was-was namun sepertinya Lina terlihat tidak memperdulikan itu ia masih menyendok nasinya namun tak ia makan.Santi terkekeh. "Kamu bisa aja Niza, oh iya ta
Samar-samar di balik pintu Karlina dapat mendengar perbincangan Dav dengan seseorang ditelpon, nada bicara Dav yang tegas membuat Karlina cukup merinding, apalagi saat mendengar hal yang pria itu katakan."Jika kau tidak menemukan anak itu sebelum pukul dua belas malam, maka kepalamu lah yang akan menjadi gantinya. Maka sekarang cepatlah pergi dan temukan Kayara!" kata Dav yang dapat didengar oleh Karlina.Lalu beberapa saat kemudian ia kembali mendengar Dav berbicara ditelpon dan kali ini dengan orang yang berbeda. "Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Kayara, bila perlu sampai ke penjuru dunia. Aku tidak mau mendengar kanar buruk dari kalian, dan yah .., bawa penculiknya entah itu dalam keadaan hidup ataupun sudah mati yang jelas aku ingin melihatnya."Setelah mengucapkan itu, sepertinya Dav sudah mengakhiri telponnya dan Karlina yang berada di balik pintu was was sendiri, takut jika Dav memergokinya sedang menguping pembicaraan.Engsel pintu dibu
"Ada apa ini?" suara bariton itu membuat semua orang yang ada disana seketika diam, suasana pun menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang berani bicara. Pria iti menatap Langit dengan alisnya yang terangkat satu. "Bisa kamu jaga ucapanmu kepada ibumu anak muda?"Langit tak menjawab, ia hanya melemparkan lirikan sinisnya.Pria itu menatap Karlina yang tertunduk dilantai dengan isakan keras yang terus mengiringi. Hati pria itu merasa iba, lantas tanpa permisi ia mendekat dan merangkul wanita itu."Ada apa Karlin?" Mendengar suara yang tak asing lagi, Karlina menoleh ia lantas memeluk tubuh pria tadi erat, tangisnya semakin kencang."Yara, Dav. Yara hilang!" kata Karlina tak sanggup lagi menahan isak tangisnya yang terus keluar. "Yara ...,"Yaps, pria itu adalah Davendra, tadi dijalan ia melihat Langit tengah kebingungan mencari sesuatu, lantas ia mengikuti cowok itu untuk bertanya namun Langit keburu pulang.Dan saat Dav ke kediam
"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi. Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.." Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit. "Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman." Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang." *** "Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi
Semua orang berkumpul dimeja makan tak terkecuali Langit. Kue buatan Yara dan Karlina pun menjadi daya tarik tersendiri disana.Riana baru saja pulang ikut duduk memandangi roti tersebut. Semua orang terkejut, baru kali ini semua orang melihat Kue buatan Karlina."Ini serius buatan Mama?" tanya Riana tak percaya.Karlina terkekeh ia mengelus puncak kepala Yara yang duduk disampingnya. "Sama buatan Yara juga," kata Karlina diangguki Riana."Maaf yah tadi aku nggak bisa bantu kalian," Riana menunduk dalam seolah sangat menyesali perbuatan.Karlina berdehem. "Gapapa Aqis, lagi pula kue nya juga sudah jadi, ayo cicipi."Killa menunduk ia mengambil pisau dan membelah kue tadi menjadi beberapa bagian, lalu ia berikan ke piring yang ada disana. Namun saat sampai ke piring Langit ia berkata."Em, Bi Killa. Tolong nanti makanannya antarkan ke atas saja yah," kata Langit."Lantas kue nya Tuan?"Langit mengeleng, ia melirik Karlina
Langit terdiam, ia menatap Mama dan juga adik tirinya dengan tatapan penuh amarah, namun mulutnya hanya bisa terkunci. Ia menarik nafas dalam, perlahan meninggalkan ruangan itu.Kalian tahu? Langit cemburu melihat kedekatan Kayara dengan Karlina, iya kasih sayang yang belum ia pernah dapatkan dengan mudahnya Ara ambil bahkan gadis yang entah dari mana itu tak perlu bersusah payah seperti Langit dulu.Tidak adil baginya.Ia merebahkan dirinya di kasur, sebentar lagi Riana akan pulang dan Langit mulai berimajinasi, menginggat kenangannya bersama Milea untuk diceritakan ke Riana nantinya."Milea Amanditha."***Jam pembelajaran terakhir di kelas Riana baru saja selesai, kini ia tengah bersiap pulang bersama kedua temannya, Niza dan Amel."Ri, apa lo nanti nggak bisa beneran ikut kita ke tempat biasa?" tanya Niza agak kecewa mendengar keputusan Riana yang tidak ikut dulu ke warung Bu Wiwid untuk memakan pecel disana.
"Santi, boleh aku tanyakan sesuatu padamu?" tanya Karlina begitu mendadak karna saat di Restoran tadi ia memikirkan hal yang belum ia ketahui.Santi yang tengah menonton tv me-mute televisinya sejenak agar ucapan Karlina tidak terpotong atau terganggu. "Iya, ada apa mbak?" tanya Santi."Kamu ini sudah punya suami atau belum?" tanya Karlina membuat Santi menegang sejenak.Santi menggeleng. "Mbak kenapa tanya gitu yah?" tanya Santi sembari terkekeh garing.Karlina mengidikan bahunya. "Nggak tau, San. Tiba-tiba aja kepikiran gitu."Santi menganggukan kepalanya. "Iya aku udah punya suami mbak," jawabnya dengan senyuman kaku.Karlina memanggut. "Dia sekarang dimana, San?" Entah mengapa, menurut Karlina, mendapat pertanyaan seperti itu mimik wajah Santi seolah menjadi pucat pasi, seperti ada yang wanita itu sembunyikan.Santi berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dalam dirinya. "Em, itu mbak dia ada di ... Prancis hehe, biasa urusan peker
"Karlina!" Merasa namanya dipanggil Karlina menoleh, ia menatap sosok sahabat kecilnya, Davendra atau kerap dipanggil Dav. Dav tersenyum senang melihat kehadiran Karlina disini, ia mendekati wanita itu. "Aneh ya, kita selalu nggak sengaja ketemu ditempat umum," Dav terkekeh. Karlina tersenyum tipis. "Mungkin kebetulan," balas wanita itu. Tangannya bergerak memilah kuas untuk Yara nanti. "Beli alat lukis untuk Riana?" tanya Dav. Karlina menggeleng. "Bukan tapi untuk anak adopsiku, kamu sudah mendengar kabar itu bukan?" tanya Karlina, Dav mengangguk. Memang berita tentang Karlina mengadopsi anak yang ditemukan di mall viral bulan lalu. Seorang pengusaha sukses mengadopsi anak jalanan? "Iya kabar itu trending di sosmed beberapa minggu lalu, apa kamu yakin dengan pilihanmu itu Karlin? Bahkan kamu saja tidak mengetahui asal usul anak itu," kata Dav. "Aku yakin dengan hati aku, Dav. Hati aku udah milih Yara sebagai anak angkat mungki
Sepanjang hari, Yara terus menemani Karlina yang tengah tertidur, sebenarnya Yara pun juga merasa ngantuk, namun ia harus tetap terjaga agar ia bisa menjaga Karlina."Tante Mama kelihatan capek banget," tangan Yara membelai lembut rambut Karlina. Senyum kecilnya menghiasi bibir mungilnya.Yara ikut merebahkan dirinya diatas kasur, tepat disamping Karlina. "Tante Mama baik banget, makasih sudah mau mengadopsi Yara. Yara janji, Yara nggak akan buat Tante Mama nangis lagi," kata gadis itu sedikit berbisik.***Merasa perutnya lapar, Yara memutuskan untuk turun ke bawah menginggat bahwa ia memiliki penyakit maag maka ia tak mau merepotkan Karlina.Saat perjalanan menuju dapur, matanya tak sengaja menangkap sosok Langit yang tengah meminum kopinya di meja makan. Yara tak takut lagi dengan Langit, apalagi saat teringat bagaimana kasarnya Langit kepada Karlina.Yara mendekati Langit tanpa getar, ia menatap tajam Langit. La
"Tante juga kangen Lea, Langit ..." lirih Santi.Hampir semua penghuni rumah itu sudah mengenal siapa Milea, temasuk Karlina namun saat ia belum hilang ingatan tentunya. Dulu Langit sering membawa Milea berkunjung ke rumahnya tapi kalau Karlina pergi jadi sangat jarang bagi Milea bertemu dengan Karlina, tapi sekalinya ketemu eh malah ada tragedi mengerikan itu."Andai dulu Langit nggak memperkenalkan Lea ke Mama, pasti saat ini aku masih sama Lea ya walaupun diam-diam pacarannya," Langit menarik nafas panjang, ia merebahkan dirinya dikasur.Santi menatap Langit prihatin, jujur ia merasakan apa yang Langit rasakan saat ini, menginggat betapa besar rasa cinta Langit ke gadis bernama Milea. "Bukan salah kamu, Langit. Ini sudah ditentukan Tuhan walaupun kamu sembunyikan pasti nantinya akan ketahuan juga kan?"Langit menatap Santi dengan tatapan sendu. Bagaimana pun yang dikatakan Santi ada benarnya juga. "Hmm, aku bingung sekaligus rindu."Perihal rind