Langit terbangun dari tidurnya, wajahnya berkeringat dan bibirnya pucat pasi, membayangkan betapa kejinya ibunya dulu rasa gejolak dihatinya terasa sakit dan ngilu. Karlina memang sering menganggap Langit tidak ada, bahkan Karlina sering menelantarkan Langit dan menitipkannya ke Nenek atau bahkan sahabat itunya itu yang sering Langit sebut dengan panggilan Mama.
Cowok itu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan kepalanya mendadak pening menginggat kejadian yang membuatnya bandel dan nakal seperti ini. Menjadi brandalan karna kekurangan kasiha sayang orang tua? Huh mungkin itu yang dialami Langit saat ini, kepalanya mendadak pening. Pandangannya mengabur kebiasaanya sejak kecil jika terbangun karna kaget pasti cowok itu merasakan kepala pusing.Bersamaan saat itu pintu terbuka menampakan seorang wanita paruh baya yang tersenyum tipis kearahnya sembari membawa senampan air putih serta bubur. "Langit, bagaimana kondisimu?" tanyanya.Langit berdecih, bahkan ia takSudah hampir satu jam Karlina merendamkan dirinya di bathtub kamar mandi, airnya pun sudah terisi penuh ia menceburkan diri tanpa melepaskan pakaian yang tadinya ia kenakan, iya Lina masih memakai baju dan bathtub yang ia gunakan berwarna coklat tanah dengan sedikit warna darah mendominasi.Iya, belum sempat Lina mengobati lukanya ia lebih dahulu merendamkan diri, sudah berkali-kali Killa membujuknya namun wanita keras kepala sepertinya tentu saja tidak mudah.Kejadian tadi berputar diingatan Lina, kepalanya sangat pusing jika dipaksakan untuk menginggat sesuatu yang sudah jelas hilang entah kemana, namun melihat Langit menderita tadi membuat hatinya bergerak membantu sang putra keliar dari keterpurukan, mungkin jika menemukan sosok Milea ini Langit tidak akan seperti ini lagi, namun dimana Lina bisa mencari sosok bernama Milea ini?Kata wanita tadi yang mengetahui keberadaan Lea adalah dirinya namun kecelakaan itu membuat Lina melupakan segalanya bahkan ia lupa siapa
Semalam Langit tidak pulang ke rumah, semalaman pula Karlina begadang menunggu kepulangan anaknya, sudah beberapa kali para asisten di rumah Karlina menyarankan wanita itu untuk segera tidur di kamar dan beberapa kali pula Karlina terus menolaknya, ia lebih memilih duduk manis di sofa sembari menunggu Langit namun yang ditunggu tak datang juga.Jam sudah menunjukan pukul empat dini hari Langit juga masih belum menampakan dirinya beberapa kali Karlina menelpon anak itu namun nihil bukannya diangkat Langit malah memblokir kontaknya. Karlina mendesah pelan menatap ponselnya yang memperlihatkan kontak Langit yang sudah tak berprofil lagi."Langit kamu dimana nak.."***Langit memblokir kontak Karlina, ia tak suka saat tidurnya diganggu. Apalagi saat memimpikan orang yang sangat ia rindukan, sungguh itu sangat mengesalkan. Cowok itu melirik kearah jam dinding kamar yang ia punya di bar diskotik ya itu kamar yang Langit bangun sendiri ia pun menempati kamar itu saat ad
Seorang cowok memasuki kediaman rumah bak istana tersebut, alih-alih dengan senyuman karna merayakan hari kelulusan cowok itu malah menampilkan raut dinginnya dan menghunusnya. Tatapan matanya tajam setajam burung hantu yang mampu mengintai musuh dimalam hari.Seorang wanita paruh baya tersenyum tipis melihat kepulangan sang putra ia lantas mempercepat langkahnya turun dari tangga untuk menemui anak sulungnya tersebut, perasaan khawatir yang tadinya menghantui kini mulai memudar tergantikan oleh senyuman hangat dan mata yang berkaca-kaca.Ia membelai rambut putranya yang kotor karna terkena warna. "Happy graduation, sayang. Kapan wisuda kamu?" tanyanya namun diacuhkan. Cowok dengan seragam yang penuh warna serta coretan itu memilih pergi tak peduli dengan wanita tersebut.Karlina menarik nafas panjang rasanya sakit namun entah mungkin ia sudah sedikit terbiasa dengan sikap Langit yang selalu dingin dan ketus dengannya. Memang sangat sulit melelehkan es yang suda
Mobil Avanza berwarna hitam terparkir manis dikediaman keluarga Husein, pintu dibuka menampakan tiga gadis remaja yang baru mengenakan seragam SMA. Dua diantaranya menelan salivanya susah payah membayangkan masalalu mereka yang cukup trauma akan sosok Agna Husein.Riana tersenyum kearah kedua temannya sedangkan mereka hanya menangguk lalu membuntuti langkah kaki Riana yang memasuki rumah bak istana tersebut."Ri, gue takut.." kata Amel was-was saat mulai memasuki rumah, Riana mengandeng tangan Amel meyakinkan gadis itu bahwa semua akan baik-baik saja.Pintu terbuka menampakan sosok wanita paruh baya dengan baju sederhananya, hal itu membuat Amel serta Niza tentu saja kaget atau mungkin sudah syok? Karna melihat penampilan Nyonya besar Husein berpakaian seperti itu? Biasanya Karlina akan lebih seing terlihat memakai pakaian formal, di rumah maupun diluar. Katanya dulu sih agar terlihat elegant dan glamour, sedangkan ini? Daster?Tak hana Amel dan Niza yang t
Semua duduk manis di meja makan mereka terlihat sangat menyukai sup buatan santi, minder? Oh iya tentu Karlina merasa tidak pantas berada disini hei coba kalian berada diposisi Karlina. Disaat dirimu sudah masak banyak namun anakmu sama sekali tidak memyetuh masakanmu yang sudah kau buat dengan berbagai harapan.Bukankah itu sakit?Karlina menatap Langit, cowok itu terlihat begitu akrab dengan Santi hal itu sangat terlihat menonjol, melihat itu Lina rasanya benar-benar ingin hilang saja dari dunia ini."Tante, San. Ini tu sup yang enakk banget, kalau dijual pasti laku keras deh Tan!" puji Niza sembari memasukan kuah sup tersebut kedalam mulutnya, sangat lahap sampai kuahnya tercecer dilantai, Amel menyadarkan gadis itu membuat Niza yang tersadar langsung meringis kecil akan ulahnya. Niza menatap Karlina was-was namun sepertinya Lina terlihat tidak memperdulikan itu ia masih menyendok nasinya namun tak ia makan.Santi terkekeh. "Kamu bisa aja Niza, oh iya ta
Pelukan dua orang wanita itu merengang keduanya saling menatap dengan mata yang sudah sembab, Karlina meneliti wajah ibunya yang sudah keriput, rambut panjangnya yang hitam kini memutih dimakan usia. Namun senyumannya masih hangat dan menangkan jiwa yang tak karuan.Sarah mengusap lembut pipi Karlina yang dibanjiri air mata lalu tangannya naik mengusap rambut panjang putrinya yang beberapa tahun ini tertidur seperti mayat dengan alat bantu yang menghiasi setiap tubuhnya."Kamu apa kabar?" tanya Sarah dengan lembut.Karlina menganggukan kepalanya, ia mengusap air mata ibundanya dengan lembut lalu berkata. "Lina baik, Bunda. Bunda sendiri bagaimana?""Bunda selalu baik kalau kamu baik, sayang. Yuk ke bawah bunda mau berbincang dengan kamu. Bunda rindu,"***Dan disini lah Karlina, duduk dimeja makan dengan meja yang sudah dipenuhi berbagai makanan yang menggiurkan, niat hati hanya ingin berkunjung eh malah mendapatkan jamuan seperti ini, ada banyak sekali
Karlina pulang dari rumah ibunya dengan wajah gusar, ia tak menyangka bahwa ia akan kehilangan ayahnya secepat itu, walau dalam dirinya yang baru belum melihat seperti apa wajah ayahnya, namun hatinya merasakan ikatan yang kuat antara anak ayah. Pikiran negatif pun berkelana dalan benaknya, seperti apakah ia hidup di dunia ini sekali lagi hanya untuk dipermainkan? Kenapa dalam dirinya yang ini ia belum sama sekali merasakan kebahagiaan? Jika kalian ingin tahu renggangnya hubungan Langit dan Karlina saja sudah sudah cukup menyiksa wanita dua anak itu, lalu nanti apa lagi? Ia harap sudah cukup, Langit sudah cukup membuatnya pusing. Karlina melangkahkan kakinya memasuki rumah megah tersebut. Disana sudah ada Killa serta Santi yang menyambutnya dengan senyuman hangat namun mood Lina sama sekali tidak bisa diajak kompromi. Karlina hanya bisa membalasnya dengan seulas senyum tipis. Killa yang menyadari mata sembab nyonya-nya be
"Mbak Karlin, mau ikut Santi nggak?" tanya Santi. Karlina yang tengah merajut bersama Killa sontak mengalihkan pandangannya."Hmm, kemana?" tanya Karlina."Ke tempat yang indah banget, pasti mbak Karlina suka deh sama tempatnya."Tawaran Santi cukup menarik bagi Karlina, akhirnya wanita itu menyetujui ajakannya namun sebelum itu terlebih dahulu ia pamit untuk menganti baju.Beberapa menit berlalu, Karlina datang dengan rok panjang hingga menutupi mata kaki berwarna putih tulang dengan atasan warna pink. Rambutnya dibiarkan terurai, kesan cantiknya memang elegant."Memangnya kita mau kemana sih, San?""Ke mall!!"****Karlina tidak pernah menduga Santi akan mengajaknya ke Mall, bukan untuk berbelanja melainkan untuk bermain di Timezone,Kalian tahu perasaan Karlina saat ini? Ia sangat malu, b
Samar-samar di balik pintu Karlina dapat mendengar perbincangan Dav dengan seseorang ditelpon, nada bicara Dav yang tegas membuat Karlina cukup merinding, apalagi saat mendengar hal yang pria itu katakan."Jika kau tidak menemukan anak itu sebelum pukul dua belas malam, maka kepalamu lah yang akan menjadi gantinya. Maka sekarang cepatlah pergi dan temukan Kayara!" kata Dav yang dapat didengar oleh Karlina.Lalu beberapa saat kemudian ia kembali mendengar Dav berbicara ditelpon dan kali ini dengan orang yang berbeda. "Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Kayara, bila perlu sampai ke penjuru dunia. Aku tidak mau mendengar kanar buruk dari kalian, dan yah .., bawa penculiknya entah itu dalam keadaan hidup ataupun sudah mati yang jelas aku ingin melihatnya."Setelah mengucapkan itu, sepertinya Dav sudah mengakhiri telponnya dan Karlina yang berada di balik pintu was was sendiri, takut jika Dav memergokinya sedang menguping pembicaraan.Engsel pintu dibu
"Ada apa ini?" suara bariton itu membuat semua orang yang ada disana seketika diam, suasana pun menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang berani bicara. Pria iti menatap Langit dengan alisnya yang terangkat satu. "Bisa kamu jaga ucapanmu kepada ibumu anak muda?"Langit tak menjawab, ia hanya melemparkan lirikan sinisnya.Pria itu menatap Karlina yang tertunduk dilantai dengan isakan keras yang terus mengiringi. Hati pria itu merasa iba, lantas tanpa permisi ia mendekat dan merangkul wanita itu."Ada apa Karlin?" Mendengar suara yang tak asing lagi, Karlina menoleh ia lantas memeluk tubuh pria tadi erat, tangisnya semakin kencang."Yara, Dav. Yara hilang!" kata Karlina tak sanggup lagi menahan isak tangisnya yang terus keluar. "Yara ...,"Yaps, pria itu adalah Davendra, tadi dijalan ia melihat Langit tengah kebingungan mencari sesuatu, lantas ia mengikuti cowok itu untuk bertanya namun Langit keburu pulang.Dan saat Dav ke kediam
"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi. Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.." Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit. "Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman." Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang." *** "Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi
Semua orang berkumpul dimeja makan tak terkecuali Langit. Kue buatan Yara dan Karlina pun menjadi daya tarik tersendiri disana.Riana baru saja pulang ikut duduk memandangi roti tersebut. Semua orang terkejut, baru kali ini semua orang melihat Kue buatan Karlina."Ini serius buatan Mama?" tanya Riana tak percaya.Karlina terkekeh ia mengelus puncak kepala Yara yang duduk disampingnya. "Sama buatan Yara juga," kata Karlina diangguki Riana."Maaf yah tadi aku nggak bisa bantu kalian," Riana menunduk dalam seolah sangat menyesali perbuatan.Karlina berdehem. "Gapapa Aqis, lagi pula kue nya juga sudah jadi, ayo cicipi."Killa menunduk ia mengambil pisau dan membelah kue tadi menjadi beberapa bagian, lalu ia berikan ke piring yang ada disana. Namun saat sampai ke piring Langit ia berkata."Em, Bi Killa. Tolong nanti makanannya antarkan ke atas saja yah," kata Langit."Lantas kue nya Tuan?"Langit mengeleng, ia melirik Karlina
Langit terdiam, ia menatap Mama dan juga adik tirinya dengan tatapan penuh amarah, namun mulutnya hanya bisa terkunci. Ia menarik nafas dalam, perlahan meninggalkan ruangan itu.Kalian tahu? Langit cemburu melihat kedekatan Kayara dengan Karlina, iya kasih sayang yang belum ia pernah dapatkan dengan mudahnya Ara ambil bahkan gadis yang entah dari mana itu tak perlu bersusah payah seperti Langit dulu.Tidak adil baginya.Ia merebahkan dirinya di kasur, sebentar lagi Riana akan pulang dan Langit mulai berimajinasi, menginggat kenangannya bersama Milea untuk diceritakan ke Riana nantinya."Milea Amanditha."***Jam pembelajaran terakhir di kelas Riana baru saja selesai, kini ia tengah bersiap pulang bersama kedua temannya, Niza dan Amel."Ri, apa lo nanti nggak bisa beneran ikut kita ke tempat biasa?" tanya Niza agak kecewa mendengar keputusan Riana yang tidak ikut dulu ke warung Bu Wiwid untuk memakan pecel disana.
"Santi, boleh aku tanyakan sesuatu padamu?" tanya Karlina begitu mendadak karna saat di Restoran tadi ia memikirkan hal yang belum ia ketahui.Santi yang tengah menonton tv me-mute televisinya sejenak agar ucapan Karlina tidak terpotong atau terganggu. "Iya, ada apa mbak?" tanya Santi."Kamu ini sudah punya suami atau belum?" tanya Karlina membuat Santi menegang sejenak.Santi menggeleng. "Mbak kenapa tanya gitu yah?" tanya Santi sembari terkekeh garing.Karlina mengidikan bahunya. "Nggak tau, San. Tiba-tiba aja kepikiran gitu."Santi menganggukan kepalanya. "Iya aku udah punya suami mbak," jawabnya dengan senyuman kaku.Karlina memanggut. "Dia sekarang dimana, San?" Entah mengapa, menurut Karlina, mendapat pertanyaan seperti itu mimik wajah Santi seolah menjadi pucat pasi, seperti ada yang wanita itu sembunyikan.Santi berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dalam dirinya. "Em, itu mbak dia ada di ... Prancis hehe, biasa urusan peker
"Karlina!" Merasa namanya dipanggil Karlina menoleh, ia menatap sosok sahabat kecilnya, Davendra atau kerap dipanggil Dav. Dav tersenyum senang melihat kehadiran Karlina disini, ia mendekati wanita itu. "Aneh ya, kita selalu nggak sengaja ketemu ditempat umum," Dav terkekeh. Karlina tersenyum tipis. "Mungkin kebetulan," balas wanita itu. Tangannya bergerak memilah kuas untuk Yara nanti. "Beli alat lukis untuk Riana?" tanya Dav. Karlina menggeleng. "Bukan tapi untuk anak adopsiku, kamu sudah mendengar kabar itu bukan?" tanya Karlina, Dav mengangguk. Memang berita tentang Karlina mengadopsi anak yang ditemukan di mall viral bulan lalu. Seorang pengusaha sukses mengadopsi anak jalanan? "Iya kabar itu trending di sosmed beberapa minggu lalu, apa kamu yakin dengan pilihanmu itu Karlin? Bahkan kamu saja tidak mengetahui asal usul anak itu," kata Dav. "Aku yakin dengan hati aku, Dav. Hati aku udah milih Yara sebagai anak angkat mungki
Sepanjang hari, Yara terus menemani Karlina yang tengah tertidur, sebenarnya Yara pun juga merasa ngantuk, namun ia harus tetap terjaga agar ia bisa menjaga Karlina."Tante Mama kelihatan capek banget," tangan Yara membelai lembut rambut Karlina. Senyum kecilnya menghiasi bibir mungilnya.Yara ikut merebahkan dirinya diatas kasur, tepat disamping Karlina. "Tante Mama baik banget, makasih sudah mau mengadopsi Yara. Yara janji, Yara nggak akan buat Tante Mama nangis lagi," kata gadis itu sedikit berbisik.***Merasa perutnya lapar, Yara memutuskan untuk turun ke bawah menginggat bahwa ia memiliki penyakit maag maka ia tak mau merepotkan Karlina.Saat perjalanan menuju dapur, matanya tak sengaja menangkap sosok Langit yang tengah meminum kopinya di meja makan. Yara tak takut lagi dengan Langit, apalagi saat teringat bagaimana kasarnya Langit kepada Karlina.Yara mendekati Langit tanpa getar, ia menatap tajam Langit. La
"Tante juga kangen Lea, Langit ..." lirih Santi.Hampir semua penghuni rumah itu sudah mengenal siapa Milea, temasuk Karlina namun saat ia belum hilang ingatan tentunya. Dulu Langit sering membawa Milea berkunjung ke rumahnya tapi kalau Karlina pergi jadi sangat jarang bagi Milea bertemu dengan Karlina, tapi sekalinya ketemu eh malah ada tragedi mengerikan itu."Andai dulu Langit nggak memperkenalkan Lea ke Mama, pasti saat ini aku masih sama Lea ya walaupun diam-diam pacarannya," Langit menarik nafas panjang, ia merebahkan dirinya dikasur.Santi menatap Langit prihatin, jujur ia merasakan apa yang Langit rasakan saat ini, menginggat betapa besar rasa cinta Langit ke gadis bernama Milea. "Bukan salah kamu, Langit. Ini sudah ditentukan Tuhan walaupun kamu sembunyikan pasti nantinya akan ketahuan juga kan?"Langit menatap Santi dengan tatapan sendu. Bagaimana pun yang dikatakan Santi ada benarnya juga. "Hmm, aku bingung sekaligus rindu."Perihal rind