Seorang wanita paruh baya terbangun dari tidur cantiknya, ia lupa apa yang terjadi padanya namun yang jelas ia tidak bisa menginggat apapun, berapa lama dirinya tertidur? sendirian di ruangan yang sunyi dan sepi itu.
Siapa dirinya? Mengapa ia tidak mengingat apapun?
Apa yang sudah terjadi padanya?
Apa dia tidak memiliki keluarga hingga saat dirinya terbangun ia sendirian?
Pintu khas rumah sakit itu terbuka, menampakan seorang dokter dengan senyum manisnya, ia mendekat ke arah wanita itu yang tengah kebingungan.
"Apa yang anda rasakan nyonya Karlina?" tanya dokter itu membuatnya kebingunggan.
"Karlina? Siapa Karlina?" tanyanya heran.
Dokter tersebut terkekeh pelan, "Nama anda Karlina Agna Husein, anda baru saja mengalami kecelakaan besar, Tuhan masih sayang kepada anda hingga mengizinkan anda tetap berada di dunia."
Karlina membulatkan mulutnya , "Apa aku tidak punya keluarga? Hingga saat aku terbangun dari tidur panjangku tidak ada yang disisiku," Karlina mendesah pelan.
Sang Dokter mengulas senyum tipis, "Anda justru menjadi orang paling beruntung di Dunia karna menikahi CEO Terkemuka di Indonesia, Tuan Johan Ainun Husein."
Mata Karlina terlihat berbinar mendengar kabar menyenangkan itu, "Benarkah? Lalu dimana suamiku? Apa aku punya seorang anak?"
Dokter Lala menganggukan kepalanya. "Iya anda mempunyai seorang dua anak yang berbakat, saya sering melihat anak perempuan yang mengunjungi anda, namanya Riana Balqis Husein. Di usianya yang masih muda namun ia berhasil mengembangkan perusahaan besar, karna didikan anda," ujar Dokter Lala.
"Benarkah itu? Lalu yang satunya lagi?" Karlina terlihat antusias ia yakin anaknya yang satu ini sangatperhatian.
Senyuman dokter Lala memudar, "Saya hanya melihatnya sekali mengunjungi anda, yang saya tahu namanya Langit Aishakar Husein."
Senyuman Karlina yang tadinya lebar kini luntur begitu saja. "Benarkah itu? Kenapa mereka seperti ini?"
Lala mengeleng pelan, Karlina ibu muda beranak dua itu terlihat seperti remaja yang masih sangat cantik, seolah kecantikannya memang ditakdirkan abadi.
"Saya akan menelpon Tuan Johan untuk menjemput Anda."
Telpon tersambung, "Halo Tuan Husein, saya ingin memberitahukan bahwa istri anda Karlina Agna Husein telah sadar, apa anda akan langsung menjemputnya?"
"Apa? Benarkah itu? Syukurlah. Saya akan menyuruh orang saya untuk menjemputnya," kata Johan diseberang sana.
"Tapi Bu Husein membutuhkan anda, dia megalami amnesia."
"Sekali lagi maaf, saya sedang sibuk. Mohon maaf,"
"Tapi Pak!"
Sambungan telponnya tertutup sepihak oleh pak Johan, Lala menghela nafas gusar. Lalu ia menatap manik mata Karlina yang berbinar.
"Bagaimana? Apa suamiku akan menjemputku? Aku juga ingin mendengarkan suaranya!"
"Telponnya sudah dimatikan Nyonya," kata Lala.
Senyum diwajah Karlina seketika luntur. "Apa dia sesibuk itu?" gumamnya namun terdengar jelas di telinga Lala.
"Eh sudah, lebih baik anda bersiap-siap nanti anda akan pulang ke Rumah anda," kata Lala menerbitkan senyuman manis di bibir Karlin, sebuah senyuman yang jarang terlihat di dalam jati dirinya dulu.
"Lala, jangan panggil aku nyonya atau apapun, dan jangan bersikap seformal itu. Hei sekarang kita teman!" Karlina menyodorkan tangannyanya hendak menjaba Lala, dengan senang hati Lala menjaba tangan mungil itu.
"Teman."
***
Karlina menerjabkan kedua pasang Matanya, apakah benar bangunan megah di hadapannya ini adalah Rumahnya? Jika benar indah sekali. Seperti istana di disney.
Kaki jenjang wanita yang dibaluti sepatu biasa itu menginjakkan kakinya di keramik berwarna putih yang cantik. Sebuah disein interior yang sangat indah.
Tangannya mulai memencet bel, hingga tercipta bunyi nyaring didalam sana.
Ding dong!
Seorang asisten rumah tangga membukakan pintu, namun detik berikutnya ia berteriak. "NYONYA KARLIN!" ia menundukan kepala, "Maafkan saya Nyonya." Ia berulang kali melakukan gerakan itu.
Teriakan histeris asisten itu mengundang banyak asisten lain yang datang, mereka berjejeran menundukan kepalanya, Karlina yang heran hanya bisa diam dan tersenyum.
"Kalian kenapa nunduk gitu? Ga usah formal banget kali," katanya diiringi kekehan pelan.
Asisten yang berteriak tadi, Iyem. yang menundukan kepalanya perlahan menatap sang majikan yang tengah tersenyum manis kepadanya, ada apa dengan majikannya ini? Kenapa ia tidak memarahinya. "Maafkan saya telah berteriak didepan Nyonya."
"Aha, tidak perlu khawatir. Aku nggak marah kok," Karlina mendekat kearah Iyem namun wanita itu malah mundur dua langkah. Membuat Karlina heran, "Maaf nyonya tapi jangan mendekat, saya kotor."
"Hei, jangan bilang begitu, semua manusia belum tentu suci ko!"
"MAMA?!" kaget seorang gadis yang baru keluar dari kamarnya, ia keluar bersama dua temannya yang menatap Karlina dengan ketakutan.
Karlina tersenyum senang lalu mendekat kearah Riana yang masih syok. Riana takut akan ada hal buruk yang terjadi.
"Jadi diantara kalian mana yang anakku? Siapa yah namanya emm..." Karlina berusaha menginggat nama yang disampaikan Lala tadi, hal itu justru membuat ketiga anak disana heran bercampur aduk dengan tasa takut yang mengrogoti. "Riana-- Balqis Husein!" serunya membuat Riana menganggkat tangan.
"Kamu Riana? Cantiknya!!" Karlina menangkup pipi gembul Riana. "Kamu nggak ada niatan buat peluk Mama? Nggak kangen sama Mama?" Sikap Karlina yang seperti ini membuat Riana dan kedua temannya heran.
Riana hanya diam dan memeluk tubuh Mamanya yang satu tahun ini tertidur, dalam artian Koma karna kecelakaan.
Lalu sebuah pernyataan terbesit dibenak Riana, saat kecelakaan Mamanya mengalami kerusakaan di otaknya, apakah Mamanya amnesia karna kecelakaan itu?
"Eh ini siapa? Gemasnya!" Karlina menangkup pipi kedua anak berbaju lusuh itu bergantian.
"A-aku Delisa Nyo-nya," kata Delisa gagap, karna rasa takutnya masih mengrogoti.
"Eh nggak usah panggil Nyonya, panggil Mama aja. Kayak Riana manggilnya!" Karlina terkekeh membuat lesung pipi wanita itu yang belum pernah Riana dan orang lain melihatnya, sangat cantik.
"Ini siapa?"
"Aku Khansa Nyo, eh Ma-ma," Khansa menatap dua manik mata teduh milik Karlina, sepasang mata Arogan yang selalu terlihat merendahkan itu kenapa mendadak menjadi teduh seolah siapapun boleh berteduh disana? Namun itu sangat menenangkan!.
"Nah gitu dong. Kalian lanjut aja mainnya!" ujar Karlina. "Oh iya Riana, suamiku mana? Sama anak laki-lakiku?"
"Bang Langit ada Eskul basket, Papa masih dikantor Ma."
"Oh ya udah, kamar Mama dimana?"
"Kamar Mama ada dilantai atas."
"Terimakasih sayang."
Desiran hangat mengalir dalam darah Riana, untuk pertama kalinya sang Mama memanggilnya dengan penuh kasih sayang.
Mamanya Karlina, seolah terlahir kembali dengan sifat lembutnya. Riana menyukainya, sejenak senyumannya terukir saat menatap punggung kecil Mamanya yang perlahan menghilang dari penglihatan.
Lalu detik berikutnya senyuman gadis itu memudar, bagaimana jika Kakaknya mengetahui bahwa Mamanya masih hidup? Langit sangat membenci Karlina karna sikapnya yang selalu semena-mena. Namun bisakah Langit menerima kenyataan bahwa Karlina kembali? Riana rasa sulit.
Karlina bersenda gurau dengan Riana di ruang tengah, wanita itu nampak antusias saat Riana menceritakan prestasinya dulu. Sesekali mereka berdua tertawa lepas, Riana hanya menceritakan sebagian dari kebenarannya, sebagian lagi Riana sembunyikan."Benarkah itu? Wah dirimu cerdas sekali!" Karlina memeluk tubuh kecil putrinya dengan perasaan bangga.Riana mematung, baru pertama kali dalam hidupnya sang Mama mengucapkan kata 'Bangga' dengan penuh kasih sayang, dan baru pertama kali dalam hidupnya Riana dipeluk oleh sang Mama."Mama tahu? Aku belum pernah dipeluk Mama begini," gumam Riana terdengar jelas di telinga Karlina."Kenapa?""Mama selalu sibuk dengan pekerjaan, hingga tidak ada waktu untukku dan juga Bang Langit.""Sekarang Mama akan selalu ada untuk kalian."Ucapan itu setidaknya akan membuat Riana tenang, walau terbesit dalam ingatannya sesuatu yang akan melukai hati Mamanya.Mamanya telah berubah, dan R
Seorang wanita paruh baya terbangun dari tidurnya, matanya menerjab mencari keberadaan pria tampan yang semalam menemani tidurnya dengan berdongeng tentang kisah cintanya dulu.Wanita itu terkekeh menginggat kejadian semalam, ia tidak menyangka bahwa dirinya segalak itu dulu.Ia turun dari kasur kingsize-nya. Kaki mungilnya melangkah mencari dimana suaminya pergi, akhirnya wanita itu memutuskan untuk turun saja.Suasana rumah besar ini begitu terlihat sepi, hanya beberapa orang yang berkeliaran, mereka asisten rumah tangga yang berkerja di Rumah sebesar istana ini, terkadang Karlina berpikir siapa yang menghamburkan uangnya hanya untuk membangun rumah sebesar tajh mahal ini? Padahal masih ada rumah sederhana yang layak untuk dihuni."Eh kamu!" seru Karlina.Pelayan itu menundukan kepalanya. "Iya nyonya," katanya masih menunduk."Jangan nunduk, aku ingin bicara denganmu," ujar Karlina sedikit kesal. "Jangan panggil aku Nyonya panggil aja Karl
Langit pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang seketika menjadi sepi dan sunyi. Johan berdiri dari kursinya. "Aku ada urusan," pamitnya mengecup kening sang istri."Tapi aku sudah memasaknya--" percuma saja wanita itu berkata karna suaminya sudah terlebih dahulu keluar.Karlina mendesah berat ia menatap sang putri yang masih berada ditempat duduknya. Merasa diperhatikan, Riana mengambil nasi namun kesusahan akhirnya dibantu oleh Karlina."Karinya juga Ma," ujar gadis itu diangguki sang Mama.Riana melahap makanannya dengan perlahan, sesuai yang diajarkan sang ibundanya dulu. "Enak Ma,"kata Riana membuat mood yang hancur beberapa saat lalu kini membaik."Benarkah? Kamu mau Mama masakin Kari terus?" tanya Karlina berbinar.Riana terkekeh pelan, gadis itu mengangguk. "Masakan Mama adalah masakan paling enak yang Riana makan selama ini!"Karlina tersenyum haru, ia mengelus puncak kepala sang putri. "Terimakasih Balqis."
Langit, cowok itu terus meracau tidak jelas, mengumamkan kata yang Karlina tidak mengerti. Karlina berdiri mendekati sang putra yang sempoyongan. "Ha, sialan perempuan itu!" gumam Langit. Karlina menyentuh pundak sang putra, Langit sepontan menatap Karlina tidak suka. "Jangan sentuh! Najis, lo bukan Milea!" seru Langit. Karlina diam, memandang sang putra yang menatapnya tajam. "A-aku ibumu Lang--" "Mama gue udah mati karna kecelakaan besar itu! Jangan ngaku-ngaku, mau gue bunuh lo?!" sentak Langit. Karlina memandang putranya tak percaya, apa ini benar Langit Aishakar Husein? Putranya itu? Kenapa Langit bersikap seperti ini? Apa dulu sifat antagonisnya membuat puteranya tertekan? "Minggir!" teriak Langit mendorong tubuh Karlina, membuatnya mundur lima langkah, hampir jatuh tapi untung saja Johan ada di belakangnya. Keo kebingungan harus apa, begitu juga Andra. "Em, Tuan, Nyonya. Kita pamit yah..." kata keduannya kompak.
Dulu ada kisah yang menceritakan tentang snow white yang malang, ia selalu dimarahi ibu tirinya untuk hal-hal yang bisa dibilang spele. Alvira, nama ibu tirinya. Alvira mempunyai cermin ajaib, setiap hari wanita cantik itu selalu berkata "Wahai cermin ajaib siapakah wanita tercantik di Dunia?" lalu cermin itu akan menjawab. "Kau lah wanita cantik itu Ratu," cermin selalu menjawab pertanyaan Alvira yang setiap hari menanyakan apakah dia cantik? Dan cermin pun selalu menjawab dengan jawaban yang sama.Namun, suatu hari cermin pernah menjawab dengan jawaban yang berbeda dari sebelumnya, wanita paling cantik hingga mengalahkan Alvira adalah putri tirinya, Putri salju. Tentu saja Alvira marah hingga munculah niatan untuk membunuh Putri salju.Kira-kira cerita itulah yang sering beredar dimasyarakat, snow white si protagonis dan Alvira si Antagonis, terkadang kita memang selalu menyukai sang Protagonis namun ingatlah cerita tidak akan menarik jika tdak ada Antagonis dida
Karlina Agna POVMenjadi seorang tokoh antagonis dimasa lalu adalah hal yang sangat aku sesali, bagaimana tidak? Setiap hari aku selalu dihadapkan dengan kesalahan yang aku buat pada masa lampau, bahkan aku tidak menginggat kesalahan apa saja?Aku tidak pernah berharap mengalami yang namanya kecelakaan dan hilang ingatan seperti ini, hei demi Tuhan ini sangat menyiksa, seperti baru lahir di Dunia namun langsung mendapatkan masalah bertubi-tubi.Kepalaku sedikit merasa pusing kala sedikit demi sedikit ingatan pahit terlintas dipikiranku, rasanya sakit dan sangat menyiksa."Ma!" aku menoleh kala mendengar seruan itu, dia Riana anakku yang paling pengertian seperti Johan, namun akhir-akhir ini sikap Johan juga sedikit berbeda, ia lebih suka keluar rumah dari pada berlama-lama di rumah, seperti Langit. Namun jika Langit, perlahan aku mulai terbiasa dengannya, sikap kasar anak itu sepertinya pantas aku terima untuk dosa yang dulu pernah ku lakukan.Riana mendekat
Langit terbangun dari tidurnya, wajahnya berkeringat dan bibirnya pucat pasi, membayangkan betapa kejinya ibunya dulu rasa gejolak dihatinya terasa sakit dan ngilu. Karlina memang sering menganggap Langit tidak ada, bahkan Karlina sering menelantarkan Langit dan menitipkannya ke Nenek atau bahkan sahabat itunya itu yang sering Langit sebut dengan panggilan Mama.Cowok itu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan kepalanya mendadak pening menginggat kejadian yang membuatnya bandel dan nakal seperti ini. Menjadi brandalan karna kekurangan kasiha sayang orang tua? Huh mungkin itu yang dialami Langit saat ini, kepalanya mendadak pening. Pandangannya mengabur kebiasaanya sejak kecil jika terbangun karna kaget pasti cowok itu merasakan kepala pusing.Bersamaan saat itu pintu terbuka menampakan seorang wanita paruh baya yang tersenyum tipis kearahnya sembari membawa senampan air putih serta bubur. "Langit, bagaimana kondisimu?" tanyanya.Langit berdecih, bahkan ia tak
Sudah hampir satu jam Karlina merendamkan dirinya di bathtub kamar mandi, airnya pun sudah terisi penuh ia menceburkan diri tanpa melepaskan pakaian yang tadinya ia kenakan, iya Lina masih memakai baju dan bathtub yang ia gunakan berwarna coklat tanah dengan sedikit warna darah mendominasi.Iya, belum sempat Lina mengobati lukanya ia lebih dahulu merendamkan diri, sudah berkali-kali Killa membujuknya namun wanita keras kepala sepertinya tentu saja tidak mudah.Kejadian tadi berputar diingatan Lina, kepalanya sangat pusing jika dipaksakan untuk menginggat sesuatu yang sudah jelas hilang entah kemana, namun melihat Langit menderita tadi membuat hatinya bergerak membantu sang putra keliar dari keterpurukan, mungkin jika menemukan sosok Milea ini Langit tidak akan seperti ini lagi, namun dimana Lina bisa mencari sosok bernama Milea ini?Kata wanita tadi yang mengetahui keberadaan Lea adalah dirinya namun kecelakaan itu membuat Lina melupakan segalanya bahkan ia lupa siapa
Samar-samar di balik pintu Karlina dapat mendengar perbincangan Dav dengan seseorang ditelpon, nada bicara Dav yang tegas membuat Karlina cukup merinding, apalagi saat mendengar hal yang pria itu katakan."Jika kau tidak menemukan anak itu sebelum pukul dua belas malam, maka kepalamu lah yang akan menjadi gantinya. Maka sekarang cepatlah pergi dan temukan Kayara!" kata Dav yang dapat didengar oleh Karlina.Lalu beberapa saat kemudian ia kembali mendengar Dav berbicara ditelpon dan kali ini dengan orang yang berbeda. "Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Kayara, bila perlu sampai ke penjuru dunia. Aku tidak mau mendengar kanar buruk dari kalian, dan yah .., bawa penculiknya entah itu dalam keadaan hidup ataupun sudah mati yang jelas aku ingin melihatnya."Setelah mengucapkan itu, sepertinya Dav sudah mengakhiri telponnya dan Karlina yang berada di balik pintu was was sendiri, takut jika Dav memergokinya sedang menguping pembicaraan.Engsel pintu dibu
"Ada apa ini?" suara bariton itu membuat semua orang yang ada disana seketika diam, suasana pun menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang berani bicara. Pria iti menatap Langit dengan alisnya yang terangkat satu. "Bisa kamu jaga ucapanmu kepada ibumu anak muda?"Langit tak menjawab, ia hanya melemparkan lirikan sinisnya.Pria itu menatap Karlina yang tertunduk dilantai dengan isakan keras yang terus mengiringi. Hati pria itu merasa iba, lantas tanpa permisi ia mendekat dan merangkul wanita itu."Ada apa Karlin?" Mendengar suara yang tak asing lagi, Karlina menoleh ia lantas memeluk tubuh pria tadi erat, tangisnya semakin kencang."Yara, Dav. Yara hilang!" kata Karlina tak sanggup lagi menahan isak tangisnya yang terus keluar. "Yara ...,"Yaps, pria itu adalah Davendra, tadi dijalan ia melihat Langit tengah kebingungan mencari sesuatu, lantas ia mengikuti cowok itu untuk bertanya namun Langit keburu pulang.Dan saat Dav ke kediam
"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi. Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.." Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit. "Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman." Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang." *** "Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi
Semua orang berkumpul dimeja makan tak terkecuali Langit. Kue buatan Yara dan Karlina pun menjadi daya tarik tersendiri disana.Riana baru saja pulang ikut duduk memandangi roti tersebut. Semua orang terkejut, baru kali ini semua orang melihat Kue buatan Karlina."Ini serius buatan Mama?" tanya Riana tak percaya.Karlina terkekeh ia mengelus puncak kepala Yara yang duduk disampingnya. "Sama buatan Yara juga," kata Karlina diangguki Riana."Maaf yah tadi aku nggak bisa bantu kalian," Riana menunduk dalam seolah sangat menyesali perbuatan.Karlina berdehem. "Gapapa Aqis, lagi pula kue nya juga sudah jadi, ayo cicipi."Killa menunduk ia mengambil pisau dan membelah kue tadi menjadi beberapa bagian, lalu ia berikan ke piring yang ada disana. Namun saat sampai ke piring Langit ia berkata."Em, Bi Killa. Tolong nanti makanannya antarkan ke atas saja yah," kata Langit."Lantas kue nya Tuan?"Langit mengeleng, ia melirik Karlina
Langit terdiam, ia menatap Mama dan juga adik tirinya dengan tatapan penuh amarah, namun mulutnya hanya bisa terkunci. Ia menarik nafas dalam, perlahan meninggalkan ruangan itu.Kalian tahu? Langit cemburu melihat kedekatan Kayara dengan Karlina, iya kasih sayang yang belum ia pernah dapatkan dengan mudahnya Ara ambil bahkan gadis yang entah dari mana itu tak perlu bersusah payah seperti Langit dulu.Tidak adil baginya.Ia merebahkan dirinya di kasur, sebentar lagi Riana akan pulang dan Langit mulai berimajinasi, menginggat kenangannya bersama Milea untuk diceritakan ke Riana nantinya."Milea Amanditha."***Jam pembelajaran terakhir di kelas Riana baru saja selesai, kini ia tengah bersiap pulang bersama kedua temannya, Niza dan Amel."Ri, apa lo nanti nggak bisa beneran ikut kita ke tempat biasa?" tanya Niza agak kecewa mendengar keputusan Riana yang tidak ikut dulu ke warung Bu Wiwid untuk memakan pecel disana.
"Santi, boleh aku tanyakan sesuatu padamu?" tanya Karlina begitu mendadak karna saat di Restoran tadi ia memikirkan hal yang belum ia ketahui.Santi yang tengah menonton tv me-mute televisinya sejenak agar ucapan Karlina tidak terpotong atau terganggu. "Iya, ada apa mbak?" tanya Santi."Kamu ini sudah punya suami atau belum?" tanya Karlina membuat Santi menegang sejenak.Santi menggeleng. "Mbak kenapa tanya gitu yah?" tanya Santi sembari terkekeh garing.Karlina mengidikan bahunya. "Nggak tau, San. Tiba-tiba aja kepikiran gitu."Santi menganggukan kepalanya. "Iya aku udah punya suami mbak," jawabnya dengan senyuman kaku.Karlina memanggut. "Dia sekarang dimana, San?" Entah mengapa, menurut Karlina, mendapat pertanyaan seperti itu mimik wajah Santi seolah menjadi pucat pasi, seperti ada yang wanita itu sembunyikan.Santi berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dalam dirinya. "Em, itu mbak dia ada di ... Prancis hehe, biasa urusan peker
"Karlina!" Merasa namanya dipanggil Karlina menoleh, ia menatap sosok sahabat kecilnya, Davendra atau kerap dipanggil Dav. Dav tersenyum senang melihat kehadiran Karlina disini, ia mendekati wanita itu. "Aneh ya, kita selalu nggak sengaja ketemu ditempat umum," Dav terkekeh. Karlina tersenyum tipis. "Mungkin kebetulan," balas wanita itu. Tangannya bergerak memilah kuas untuk Yara nanti. "Beli alat lukis untuk Riana?" tanya Dav. Karlina menggeleng. "Bukan tapi untuk anak adopsiku, kamu sudah mendengar kabar itu bukan?" tanya Karlina, Dav mengangguk. Memang berita tentang Karlina mengadopsi anak yang ditemukan di mall viral bulan lalu. Seorang pengusaha sukses mengadopsi anak jalanan? "Iya kabar itu trending di sosmed beberapa minggu lalu, apa kamu yakin dengan pilihanmu itu Karlin? Bahkan kamu saja tidak mengetahui asal usul anak itu," kata Dav. "Aku yakin dengan hati aku, Dav. Hati aku udah milih Yara sebagai anak angkat mungki
Sepanjang hari, Yara terus menemani Karlina yang tengah tertidur, sebenarnya Yara pun juga merasa ngantuk, namun ia harus tetap terjaga agar ia bisa menjaga Karlina."Tante Mama kelihatan capek banget," tangan Yara membelai lembut rambut Karlina. Senyum kecilnya menghiasi bibir mungilnya.Yara ikut merebahkan dirinya diatas kasur, tepat disamping Karlina. "Tante Mama baik banget, makasih sudah mau mengadopsi Yara. Yara janji, Yara nggak akan buat Tante Mama nangis lagi," kata gadis itu sedikit berbisik.***Merasa perutnya lapar, Yara memutuskan untuk turun ke bawah menginggat bahwa ia memiliki penyakit maag maka ia tak mau merepotkan Karlina.Saat perjalanan menuju dapur, matanya tak sengaja menangkap sosok Langit yang tengah meminum kopinya di meja makan. Yara tak takut lagi dengan Langit, apalagi saat teringat bagaimana kasarnya Langit kepada Karlina.Yara mendekati Langit tanpa getar, ia menatap tajam Langit. La
"Tante juga kangen Lea, Langit ..." lirih Santi.Hampir semua penghuni rumah itu sudah mengenal siapa Milea, temasuk Karlina namun saat ia belum hilang ingatan tentunya. Dulu Langit sering membawa Milea berkunjung ke rumahnya tapi kalau Karlina pergi jadi sangat jarang bagi Milea bertemu dengan Karlina, tapi sekalinya ketemu eh malah ada tragedi mengerikan itu."Andai dulu Langit nggak memperkenalkan Lea ke Mama, pasti saat ini aku masih sama Lea ya walaupun diam-diam pacarannya," Langit menarik nafas panjang, ia merebahkan dirinya dikasur.Santi menatap Langit prihatin, jujur ia merasakan apa yang Langit rasakan saat ini, menginggat betapa besar rasa cinta Langit ke gadis bernama Milea. "Bukan salah kamu, Langit. Ini sudah ditentukan Tuhan walaupun kamu sembunyikan pasti nantinya akan ketahuan juga kan?"Langit menatap Santi dengan tatapan sendu. Bagaimana pun yang dikatakan Santi ada benarnya juga. "Hmm, aku bingung sekaligus rindu."Perihal rind