"Benarkah itu? Wah dirimu cerdas sekali!" Karlina memeluk tubuh kecil putrinya dengan perasaan bangga.
Riana mematung, baru pertama kali dalam hidupnya sang Mama mengucapkan kata 'Bangga' dengan penuh kasih sayang, dan baru pertama kali dalam hidupnya Riana dipeluk oleh sang Mama.
"Mama tahu? Aku belum pernah dipeluk Mama begini," gumam Riana terdengar jelas di telinga Karlina.
"Kenapa?"
"Mama selalu sibuk dengan pekerjaan, hingga tidak ada waktu untukku dan juga Bang Langit."
"Sekarang Mama akan selalu ada untuk kalian."
Ucapan itu setidaknya akan membuat Riana tenang, walau terbesit dalam ingatannya sesuatu yang akan melukai hati Mamanya.
Mamanya telah berubah, dan Riana akan selalu menyayangi Karlina seburuk apapun sifatnya, namun berbeda dengan Langit.
Sikap Riana berbanding balik dengan Langit, jika Riana adalah tipekal orang yang pengertian maka Langit adalah seseorang yang gengsian. Keduanya sama-sama mewarisi Gen Karlina, jika Langit adalah sifat karlina, maka Riana pemikiran cerdas dari Karlina.
Sifat pengertian Riana turun dari sang bapa, Johan.
Pintu besar itu terbuka, menampakan seorang cowok dengan seragam basketnya yang basah karena keringat. Ia nampak mematung ketika melihat sang Mama yang tersenyum lebar menatapnya.
"Mama..." gumamnya.
"Kamu Langit?" tanya Karlina berdiri hendak mendekati sang anak.
Langit mundur dua langkah. Ia memperlihatkan telapak tangannya bertanda menyuruh Karlina berhenti. "Jangan mendekat!" serunya.
"Kenapa? Bukankah aku Mamamu?"
"Mamaku sudah mati satu tahun yang lalu karna kecelakaan besar. Bagiku dia sudah tiada!" seru Langit membuat Karlina mematung.
"Aku Mamamu!"
"Mamaku sudah menganggapku mati. Aku bukan anakmu," ucapnya dingin. Lalu cowok itu melangkah pergi meninggalkan Karlina yang menahan air matanya.
Riana hanya bisa diam mendekati sang Mama lalu memegang pundaknya, menyalurkan semangat untuk wanita itu.
"Apa aku sekejam itu hingga anakku saja enggan untuk menyebutku sebagai ibunya?" gumam Karlina.
"Sudahlah Mama, ayo kekamar."
***
Semilir angin malam menerpa kulit cantik seorang wanita yang beberapa tahun ini tertidur pulas seolah dirinya benar-benar akan meninggalkan dunia. Tuhan berhati baik, dengan mengizinkan wanita itu tetap berada di Bumi namun seolah terlahir kembali dengan sifat berbeda.
Bulan masih setia menemani bumi dengan segala makhluk yang ada didalamnya dengan sinar redupnya yang menenangkan.
Pintu kamarnya terbuka membuat wanita itu mengalihkan intesnya kepada sang pelopor. Dia Johan, suaminya.
Johan mematung ditempatnya seolah tak percaya dengan apa yang dilihat matanya, dia Karlina. Isterinya yang selama ini asyik tertidur pulas.
Karlina tersenyum tipis, ia mendekati sang Suami lalu memeluknya. Hal itu tentu saja membuat Johan merasa sedikit kaget, desiran hangat itu kini kembali setelah sekian lama hilang dalam hidupnya.
"Aku merindukanmu," ujarnya semakin mengeratkan pelukan.
Johan yang masih syok hanya bisa mematung ditempat, perlahan tangan kekar itu memeluk punggung kecil isterinya.
Karlina di jodohkan dengan Johan saat usiannya masih terbilang muda, gadis itu baru duduk di bangku kelas 12 SMA. Sedangkan Johan baru saja lulus S1 nya.
Karlina sangat kesal dengan penikahannya ini, namun rasa kesal itu perlahan sirna saat sang suami memperkenalkan dunia entertainment kepadanya, Karlina yang tertarik mulai menyibukan dirinya seharian di kantor.
Gadis berusia 17 Tahun itu meraih prestasi yang sangat membanggakan. Lalu disaat usianya 20 tahun, Johan dan Karlina dianugrahi seorang putra bernama Langit Aishakar Husein. Kehadiran sang putra membuat Karlina jengkel karna selalu menganggu kesibukannya. Al hasil Langit diasuhkan kepada sang nenek. Rumah tangga Johan dengan Karlina bisa dibilang Toxic. Karlina dengan sifat arogannya sedangkan Johan dengan sifat keras kepalanya.
Dulu Karlina selalu ngotot ingin bercerai dengan Johan, namun Johan menolak karna rasa cintanya kepada Karlina mengalahkan egonya.
Lalu saat usia Karlina 27 Tahun ia dianugrahi seorang putri yang dikenal dengan nama Riana Balqis Husein. Seorang putri emas yang memiliki prestasi yang gemilang, ia menjadi kesayangan Karlina, namun saat anak itu salah karlina tak segan menghukumnya.
Dulu Johan dan Karlina sangat memiliki waktu luang sedikit untuk bersama, dan saat itu Johan ingin memanfaatkannya dengan bermanja dengan sang isteri, namun sepertinya hanya sebatas angan. Karlina wanita sibuk yang gila kerja, itu yang membuat waktunya sangat sempit untuk bersama.
Namun apa sekarang? Karlinanya terlahir kembali dengan sifat yang berbeda? Ah yang benar saja. Saat Karlina tertidur panjang, perlahan Johan mulai bisa melupakannya, namun saat bangunnya karlina apa usahanya selama ini akan sia-sia?
"Mas..." panggil Karlina membuat Jihan tersadar dari lamunannya.
"Hmm?"
Karlina mengulas senyum tipis. "Aku ingin mendengar cerita awal pertemuan kita, maaf karna aku melupakan semuanya," ujarnya membuat Johan terdiam. Bukankah itu yang dulu isterinya mau? Melupakan segalanya.
"Ayo," Johan menarik tangan mungil Karlina duduk di dekat jendela sembari menikmati malam yang indah.
Johan berdehem, lalu melepas jasya yang masih melekat dibadan, dibantu Karlina. "Dulu kita dijodohkan," Johan mengawali cerita.
"Benarkah? Berapa usiaku?" tanya Karlina terlihat berbinar.
Johan mengulas senyum tipis melihat betapa semangatnya sang isteri mendengar Flash back masalalunya. "Tujuh belas tahun. Kamu masih sangat muda saat itu, dirimu menginginkan kebebasan. Lalu yang kau dapat malah perjodohan," pria itu terkekeh.
"Benarkah? Namun sepertinya aku tidak menyesal sekarang. Aku menyayangi kalian, Tuhan sepertinya memberikan hukuman kepadaku, lalu menjadikan pribadi yang lebih baik. Aku berjanji akan berubah," ujar Karlina mengecup pipi tirus Johan.
"Kenapa baru sekarang..." batin Johan.
"Kamu kenapa terlihat sedih begitu?" tanya Karlina bingung saat menyadari perbedaan mimik wajah suaminya.
" Tidak."
***
Tanpa mereka berdua sadari ada pasang mata yang menatap mereka dari kejauhan, hatinya terasa perih melihat kejadian itu, airmatanya menetes tanpa dimintai ia mundur dua langkah kebelakang menjauhi pintu besar itu yang dibaliknya terdapat insan yang tengah melepas rindunya dengan bercerita random.
"Jangan bersedih, kau tetap menjadi bundaku," ujar seseorang yang berada dibelakangnya, wanita itu berbalik menatap pria jakung yang mengulas senyum tipis, dia anak tirinya Langit.
Setidaknya kalimat itu mampu menenangkannya saat ini. Namun ia tidak yakin kedepannya apa dirinya akan sekuat ini? Bagaimanapun Karlina adalah isteri dari Johan, harusnya ia tidak sesakit ini.
"Sudahlah Bunda, setelah apa yang dilakukan wanita itu kepada Papa apa Papa sudi kembali padanya lagi?" tanya Langit membuat wanita itu membulatkan matanya.
"Shut! This is your mother," kata wanita itu tajam. "Dia juga ibumu."
"Menurutku tidak, ibuku sudah mati karna kecelakaan kala itu," sinis Langit membuat wanita itu ngeri.
Seorang wanita paruh baya terbangun dari tidurnya, matanya menerjab mencari keberadaan pria tampan yang semalam menemani tidurnya dengan berdongeng tentang kisah cintanya dulu.Wanita itu terkekeh menginggat kejadian semalam, ia tidak menyangka bahwa dirinya segalak itu dulu.Ia turun dari kasur kingsize-nya. Kaki mungilnya melangkah mencari dimana suaminya pergi, akhirnya wanita itu memutuskan untuk turun saja.Suasana rumah besar ini begitu terlihat sepi, hanya beberapa orang yang berkeliaran, mereka asisten rumah tangga yang berkerja di Rumah sebesar istana ini, terkadang Karlina berpikir siapa yang menghamburkan uangnya hanya untuk membangun rumah sebesar tajh mahal ini? Padahal masih ada rumah sederhana yang layak untuk dihuni."Eh kamu!" seru Karlina.Pelayan itu menundukan kepalanya. "Iya nyonya," katanya masih menunduk."Jangan nunduk, aku ingin bicara denganmu," ujar Karlina sedikit kesal. "Jangan panggil aku Nyonya panggil aja Karl
Langit pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang seketika menjadi sepi dan sunyi. Johan berdiri dari kursinya. "Aku ada urusan," pamitnya mengecup kening sang istri."Tapi aku sudah memasaknya--" percuma saja wanita itu berkata karna suaminya sudah terlebih dahulu keluar.Karlina mendesah berat ia menatap sang putri yang masih berada ditempat duduknya. Merasa diperhatikan, Riana mengambil nasi namun kesusahan akhirnya dibantu oleh Karlina."Karinya juga Ma," ujar gadis itu diangguki sang Mama.Riana melahap makanannya dengan perlahan, sesuai yang diajarkan sang ibundanya dulu. "Enak Ma,"kata Riana membuat mood yang hancur beberapa saat lalu kini membaik."Benarkah? Kamu mau Mama masakin Kari terus?" tanya Karlina berbinar.Riana terkekeh pelan, gadis itu mengangguk. "Masakan Mama adalah masakan paling enak yang Riana makan selama ini!"Karlina tersenyum haru, ia mengelus puncak kepala sang putri. "Terimakasih Balqis."
Langit, cowok itu terus meracau tidak jelas, mengumamkan kata yang Karlina tidak mengerti. Karlina berdiri mendekati sang putra yang sempoyongan. "Ha, sialan perempuan itu!" gumam Langit. Karlina menyentuh pundak sang putra, Langit sepontan menatap Karlina tidak suka. "Jangan sentuh! Najis, lo bukan Milea!" seru Langit. Karlina diam, memandang sang putra yang menatapnya tajam. "A-aku ibumu Lang--" "Mama gue udah mati karna kecelakaan besar itu! Jangan ngaku-ngaku, mau gue bunuh lo?!" sentak Langit. Karlina memandang putranya tak percaya, apa ini benar Langit Aishakar Husein? Putranya itu? Kenapa Langit bersikap seperti ini? Apa dulu sifat antagonisnya membuat puteranya tertekan? "Minggir!" teriak Langit mendorong tubuh Karlina, membuatnya mundur lima langkah, hampir jatuh tapi untung saja Johan ada di belakangnya. Keo kebingungan harus apa, begitu juga Andra. "Em, Tuan, Nyonya. Kita pamit yah..." kata keduannya kompak.
Dulu ada kisah yang menceritakan tentang snow white yang malang, ia selalu dimarahi ibu tirinya untuk hal-hal yang bisa dibilang spele. Alvira, nama ibu tirinya. Alvira mempunyai cermin ajaib, setiap hari wanita cantik itu selalu berkata "Wahai cermin ajaib siapakah wanita tercantik di Dunia?" lalu cermin itu akan menjawab. "Kau lah wanita cantik itu Ratu," cermin selalu menjawab pertanyaan Alvira yang setiap hari menanyakan apakah dia cantik? Dan cermin pun selalu menjawab dengan jawaban yang sama.Namun, suatu hari cermin pernah menjawab dengan jawaban yang berbeda dari sebelumnya, wanita paling cantik hingga mengalahkan Alvira adalah putri tirinya, Putri salju. Tentu saja Alvira marah hingga munculah niatan untuk membunuh Putri salju.Kira-kira cerita itulah yang sering beredar dimasyarakat, snow white si protagonis dan Alvira si Antagonis, terkadang kita memang selalu menyukai sang Protagonis namun ingatlah cerita tidak akan menarik jika tdak ada Antagonis dida
Karlina Agna POVMenjadi seorang tokoh antagonis dimasa lalu adalah hal yang sangat aku sesali, bagaimana tidak? Setiap hari aku selalu dihadapkan dengan kesalahan yang aku buat pada masa lampau, bahkan aku tidak menginggat kesalahan apa saja?Aku tidak pernah berharap mengalami yang namanya kecelakaan dan hilang ingatan seperti ini, hei demi Tuhan ini sangat menyiksa, seperti baru lahir di Dunia namun langsung mendapatkan masalah bertubi-tubi.Kepalaku sedikit merasa pusing kala sedikit demi sedikit ingatan pahit terlintas dipikiranku, rasanya sakit dan sangat menyiksa."Ma!" aku menoleh kala mendengar seruan itu, dia Riana anakku yang paling pengertian seperti Johan, namun akhir-akhir ini sikap Johan juga sedikit berbeda, ia lebih suka keluar rumah dari pada berlama-lama di rumah, seperti Langit. Namun jika Langit, perlahan aku mulai terbiasa dengannya, sikap kasar anak itu sepertinya pantas aku terima untuk dosa yang dulu pernah ku lakukan.Riana mendekat
Langit terbangun dari tidurnya, wajahnya berkeringat dan bibirnya pucat pasi, membayangkan betapa kejinya ibunya dulu rasa gejolak dihatinya terasa sakit dan ngilu. Karlina memang sering menganggap Langit tidak ada, bahkan Karlina sering menelantarkan Langit dan menitipkannya ke Nenek atau bahkan sahabat itunya itu yang sering Langit sebut dengan panggilan Mama.Cowok itu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan kepalanya mendadak pening menginggat kejadian yang membuatnya bandel dan nakal seperti ini. Menjadi brandalan karna kekurangan kasiha sayang orang tua? Huh mungkin itu yang dialami Langit saat ini, kepalanya mendadak pening. Pandangannya mengabur kebiasaanya sejak kecil jika terbangun karna kaget pasti cowok itu merasakan kepala pusing.Bersamaan saat itu pintu terbuka menampakan seorang wanita paruh baya yang tersenyum tipis kearahnya sembari membawa senampan air putih serta bubur. "Langit, bagaimana kondisimu?" tanyanya.Langit berdecih, bahkan ia tak
Sudah hampir satu jam Karlina merendamkan dirinya di bathtub kamar mandi, airnya pun sudah terisi penuh ia menceburkan diri tanpa melepaskan pakaian yang tadinya ia kenakan, iya Lina masih memakai baju dan bathtub yang ia gunakan berwarna coklat tanah dengan sedikit warna darah mendominasi.Iya, belum sempat Lina mengobati lukanya ia lebih dahulu merendamkan diri, sudah berkali-kali Killa membujuknya namun wanita keras kepala sepertinya tentu saja tidak mudah.Kejadian tadi berputar diingatan Lina, kepalanya sangat pusing jika dipaksakan untuk menginggat sesuatu yang sudah jelas hilang entah kemana, namun melihat Langit menderita tadi membuat hatinya bergerak membantu sang putra keliar dari keterpurukan, mungkin jika menemukan sosok Milea ini Langit tidak akan seperti ini lagi, namun dimana Lina bisa mencari sosok bernama Milea ini?Kata wanita tadi yang mengetahui keberadaan Lea adalah dirinya namun kecelakaan itu membuat Lina melupakan segalanya bahkan ia lupa siapa
Semalam Langit tidak pulang ke rumah, semalaman pula Karlina begadang menunggu kepulangan anaknya, sudah beberapa kali para asisten di rumah Karlina menyarankan wanita itu untuk segera tidur di kamar dan beberapa kali pula Karlina terus menolaknya, ia lebih memilih duduk manis di sofa sembari menunggu Langit namun yang ditunggu tak datang juga.Jam sudah menunjukan pukul empat dini hari Langit juga masih belum menampakan dirinya beberapa kali Karlina menelpon anak itu namun nihil bukannya diangkat Langit malah memblokir kontaknya. Karlina mendesah pelan menatap ponselnya yang memperlihatkan kontak Langit yang sudah tak berprofil lagi."Langit kamu dimana nak.."***Langit memblokir kontak Karlina, ia tak suka saat tidurnya diganggu. Apalagi saat memimpikan orang yang sangat ia rindukan, sungguh itu sangat mengesalkan. Cowok itu melirik kearah jam dinding kamar yang ia punya di bar diskotik ya itu kamar yang Langit bangun sendiri ia pun menempati kamar itu saat ad