Sesampainya di rumah dan masuk ke kamar, Roy langsung melampiaskan kemarahannya pada Anita. Dengan keras ia membanting jas hitam yang tadi ia pakai."Mas, kamu masih marah padaku, ya? Aku kan sudah bilang kalau dia itu hanya teman SMA-ku dulu," ucap Anita menenangkan Roy agar tidak marah."Aku marah bukan karena itu, Anita. Tapi apa kamu tidak sadar bagaimana cara dia menatapmu? Itu aneh Anita! Dia seperti menyukaimu," jawab Roy dengan posisi membelakangi Anita tapi Anita tak menyerah begitu saja.Ia tahu bahwa Roy sedang marah padanya dan ia harus segera menenangkannya agar masalah itu tak terus berlarut. Intinya ia tak ingin membuat Roy curiga padanya."Itu hanya perasaanmu saja, Mas. Kamu pasti merasa cemburu padaku karena tadi berduaan dengannya makanya kamu merasa dia seperti itu. Tapi kamu harus percaya padaku kalau aku benar-benar setia padamu dan aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya," jelas Anita meyakinkan Roy.Perlahan tangan Anita pun meraih tubuh Roy lalu membalikkanny
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rani pun tiba. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Chandra.Tamu-tamu tampak memadati gedung yang sudah disewa oleh Rani dan aneka makanan pun sudah tersaji lengkap di atas meja."Bagaimana calon pengantin? Apa kamu sudah siap?" tanya Anita yang saat itu berdiri di belakang Rani yang tengah menghadap cermin. Ia akan mendampingi Rani saat menuju ke tempat akad."Aku merasa sedikit gugup," jawab Rani menstabilkan napasnya saat itu."Tenanglah, Rani. Semua pasangan pengantin memang akan merasa gugup saat acara seperti ini tapi kamu harus yakin kalau semua ini akan berjalan dengan lancar," ucap Anita menenangkan Rani yang terlihat gugup.Rani pun menoleh ke arah Anita yang ada di belakangnya. "Aku benar-benar sangat beruntung punya ipar seperti kamu. Aku harap setelah nanti aku resmi menjadi istrinya mas Chandra, kita bisa dekat, ya," ucap Rani mengapit tangan Anita.Anita pun tersenyum dan berkata "tentu saja. Aku juga sangat senang karena ak
Setelah selesai sarapan, Chandra, Roy dan Rani pun berangkat bekerja dan tinggallah Hesti dan Anita di rumah yang masih membereskan bekas sarapan mereka pagi itu."Bu, menurut ibu ada yang aneh nggak sih dari Rani?" tanya Anita tiba-tiba.Hesti yang tengah mengelap meja makan pun segera menghentikan kegiatannya. Ia terdiam sejenak lalu menoleh ke arah Anita yang tengah mencuci piring."Maksud kamu apa?" tanya Hesti kemudian melangkahkan kakinya mendekati Anita.Anita pun turut menghentikan kegiatannya yang tengah mencuci piring. Ia menoleh ke arah Hesti yang kini sudah berada di depannya."Ya masa di hari pertama dia menjadi seorang istri, dia malah pesan makanan bukannya masak sendiri untuk makan suaminya dan lagi, kalimat yang tadi dia ucapkan puji terasa sangat aneh," ucap Anita mengatakan apa yang ia rasakan.Hesti kembali terdiam. Ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Anita barusan. Memang Hesti pun merasakan apa yang Anita rasakan tapi ia memilih diam karena gengsi jika harus me
"Kenapa ibu sangat membenciku, Bu? Apa salahku pada ibu?" tanya Nadira dengan mata berkaca-kaca.Kalimat itu sudah sejak lama ingin Nadira lontarkan pada Hesti tapi ia tak pernah mendapatkan kesempatan yang pas. Hari ini pertanyaan itu akhirnya lolos begitu saja dari mulutnya.Dengan senyum kecut di bibir Hesti, ia pun menjawab pertanyaan Nadira yang saat itu tampak masih menunggu jawaban dari Hesti."Salahmu adalah dicintai oleh Chandra! Kamu mengambil semua perhatian Chandra dan kasih sayang Chandra yang seharusnya diberikan hanya untukku. Semenjak kehadiran mu, Chandra jadi menomorduakan aku, itulah sebabnya aku membencimu."Akhirnya terjawab sudah semua rasa penasaran Nadira selama ini. Ia sama sekali tak menyangka jika Hesti tak suka padanya hanya karena merasa dinomorduakan oleh anak kandungnya sendiri."Aku minta maaf jika ibu merasa aku sudah merebut semua itu dari ibu.. perhatian, kasih sayang yang seharusnya diberikan pada ibu jadi terbagi untukku juga. Tapi sungguh, aku pun
Roy pun mengembalikan ponsel milik Anita setelah melihat nama yang tertera di ponsel adalah nama seorang wanita."Sudah kubilang kan padamu kalau itu teman wanita," ucap Anita menyalahkan Roy atas tuduhannya yang terbukti salah."Iya maaf. Yaudah aku mau mandi dulu, nanti kamu siapkan aku makan ya," ujar Roy dengan lesu tak bersemangat.Roy pun mulai melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi dan meninggalkan Anita sendiri di dalam kamar."Huh, untung saja aku memberi nama mas Rendi dengan nama perempuan. Sudah aku duga hal seperti ini akan terjadi untungnya aku sudah dulu berjaga-jaga," batin Anita menghembuskan napas lega.***Saat itu dengan wajah lelah, Rani pulang dan langsung masuk ke dalam kamar. Tampak Chandra yang sedang tiduran di atas kasur karena ia pulang lebih dulu."Kamu sudah pulang, Ran?" tanya Chandra segera bangkit dari posisinya yang tengah bersandar pada bantal."Menurutmu bagaiman?" Rani tampak sangat lemas."Hari ini aku capek sekali, Mas. Banyak sekali pelangga
Keesokannya Chandra dan yang lainnya sudah duduk di kursi meja makan dan siap untuk sarapan. Tampak Anita yang sangat sibuk menyiapkan sarapan pagi itu."Loh Mas, kamu kok belum siap-siap sih, kamu nggak mau berangkat kerja?" tanya Rani dengan kening mengernyit."Emmm a-aku hari ini libur, Ran. Perutku masih nggak enak," jawab Rani."Huh dasar, punya suami kok gini banget sih. Nyesel banget aku nikah sama Mas Chandra. Bukannya dia yang menuhin kebutuhanku, ini malah aku yang memenuhi kebutuhan orang tuanya dan keluarga ini," batin Rani sedikit kesal.Tak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut Rani saat itu. Ia lebih memilih menyantap sarapannya dan mengabaikan Chandra yang saat itu terlihat sedikit pucat."Ya ampun, kamu sakit, Chandra? Yaudah nanti kita ke rumah sakit ya buat berobat." Hesti yang panik melihat putra kesayangannya sakit lantas cepat bertindak."Nggak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja," jawab Chandra menolak."Ibu benar, Chandra. Kalau kamu sakit sebaiknya kamu bero
Setelah Chandra memakinya pagi ini, akhirnya Hesti memberanikan diri menemui Rani yang sedang berada di butik miliknya.Hesti perlahan masuk ke dalam butik dan tampak Rani yang tengah melayani pelanggan dengan tersenyum ramah. Dengan sabar Hesti menunggu sampai Rani selesai.Tak lama, Rani yang menyadari kedatangan Hesti segera menghampirinya. Wajah Rani tampak sedikit sinis seperti tak suka dengan kedatangan Hesti ke butik miliknya."Ada apa ibu ke sini? Mau minta uang lagi?" tuduh Rani dengan pertanyaannya yang menohok.Hesti tersentak bukan main mendengar ucapan Rani yang begitu menusuk hingga ke jantungnya. Tapi, ia memilih untuk tenang dan tak terpancing emosi agar tak membuat Chandra semakin marah padanya."Emmmm b-begini, Ran. Ibu mau bicara sesuatu padamu," ucap Hesti pelan."Mau bicara apa, Bu? Langsung saja ke intinya. Kalau ibu mau minta uang langsung saja bilang." Rani menaikkan nada suaranya.Dengan keberanian yang semakin menjadi, Hesti mencoba meraih tangan Rani tapi i
Sesampainya di rumah, Nadira terus memikirkan tentang penyakit Chandra. Nadira hanya bisa melamun di depan cermin dengan tatapan matanya yang kosong."Ya Tuhan, kenapa aku jadi terus memikirkan mas Chandra."Nadira terlihat sangat resah. Beberapa kali ia melirik ke arah ponsel miliknya. Ingin sekali rasanya menghubungi Chandra untuk menanyakan keadaannya."Nggak! Aku nggak boleh menelepon mas Chandra. Kalau mas Wildan tahu aku menelpon mas Chandra, dia pasti akan sangat marah padaku," ucapnya lagi sembari mengurungkan niatnya.Tak lama Wildan pun mengetuk pintu Nadira, dan segera masuk saat Nadira telah mempersilahkannya."A-ada apa, Mas?" tanya Nadira menaikkan alisnya."Begini Nadira. Cincin yang kita pesan kan sudah jadi nah tinggal baju pernikahan kita saja yang belum jadi. Besok kita lihat ya ke butik soalnya tadi owner-nya sudah telpon aku dan meminta kita untuk ke sana," ucap Wildan yang selalu bersemangat setiap kali membahas pernikahan.Sesungguhnya Nadira masih belum ingin u
"Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang