Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rani pun tiba. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Chandra.Tamu-tamu tampak memadati gedung yang sudah disewa oleh Rani dan aneka makanan pun sudah tersaji lengkap di atas meja."Bagaimana calon pengantin? Apa kamu sudah siap?" tanya Anita yang saat itu berdiri di belakang Rani yang tengah menghadap cermin. Ia akan mendampingi Rani saat menuju ke tempat akad."Aku merasa sedikit gugup," jawab Rani menstabilkan napasnya saat itu."Tenanglah, Rani. Semua pasangan pengantin memang akan merasa gugup saat acara seperti ini tapi kamu harus yakin kalau semua ini akan berjalan dengan lancar," ucap Anita menenangkan Rani yang terlihat gugup.Rani pun menoleh ke arah Anita yang ada di belakangnya. "Aku benar-benar sangat beruntung punya ipar seperti kamu. Aku harap setelah nanti aku resmi menjadi istrinya mas Chandra, kita bisa dekat, ya," ucap Rani mengapit tangan Anita.Anita pun tersenyum dan berkata "tentu saja. Aku juga sangat senang karena ak
Setelah selesai sarapan, Chandra, Roy dan Rani pun berangkat bekerja dan tinggallah Hesti dan Anita di rumah yang masih membereskan bekas sarapan mereka pagi itu."Bu, menurut ibu ada yang aneh nggak sih dari Rani?" tanya Anita tiba-tiba.Hesti yang tengah mengelap meja makan pun segera menghentikan kegiatannya. Ia terdiam sejenak lalu menoleh ke arah Anita yang tengah mencuci piring."Maksud kamu apa?" tanya Hesti kemudian melangkahkan kakinya mendekati Anita.Anita pun turut menghentikan kegiatannya yang tengah mencuci piring. Ia menoleh ke arah Hesti yang kini sudah berada di depannya."Ya masa di hari pertama dia menjadi seorang istri, dia malah pesan makanan bukannya masak sendiri untuk makan suaminya dan lagi, kalimat yang tadi dia ucapkan puji terasa sangat aneh," ucap Anita mengatakan apa yang ia rasakan.Hesti kembali terdiam. Ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Anita barusan. Memang Hesti pun merasakan apa yang Anita rasakan tapi ia memilih diam karena gengsi jika harus me
"Kenapa ibu sangat membenciku, Bu? Apa salahku pada ibu?" tanya Nadira dengan mata berkaca-kaca.Kalimat itu sudah sejak lama ingin Nadira lontarkan pada Hesti tapi ia tak pernah mendapatkan kesempatan yang pas. Hari ini pertanyaan itu akhirnya lolos begitu saja dari mulutnya.Dengan senyum kecut di bibir Hesti, ia pun menjawab pertanyaan Nadira yang saat itu tampak masih menunggu jawaban dari Hesti."Salahmu adalah dicintai oleh Chandra! Kamu mengambil semua perhatian Chandra dan kasih sayang Chandra yang seharusnya diberikan hanya untukku. Semenjak kehadiran mu, Chandra jadi menomorduakan aku, itulah sebabnya aku membencimu."Akhirnya terjawab sudah semua rasa penasaran Nadira selama ini. Ia sama sekali tak menyangka jika Hesti tak suka padanya hanya karena merasa dinomorduakan oleh anak kandungnya sendiri."Aku minta maaf jika ibu merasa aku sudah merebut semua itu dari ibu.. perhatian, kasih sayang yang seharusnya diberikan pada ibu jadi terbagi untukku juga. Tapi sungguh, aku pun
Roy pun mengembalikan ponsel milik Anita setelah melihat nama yang tertera di ponsel adalah nama seorang wanita."Sudah kubilang kan padamu kalau itu teman wanita," ucap Anita menyalahkan Roy atas tuduhannya yang terbukti salah."Iya maaf. Yaudah aku mau mandi dulu, nanti kamu siapkan aku makan ya," ujar Roy dengan lesu tak bersemangat.Roy pun mulai melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi dan meninggalkan Anita sendiri di dalam kamar."Huh, untung saja aku memberi nama mas Rendi dengan nama perempuan. Sudah aku duga hal seperti ini akan terjadi untungnya aku sudah dulu berjaga-jaga," batin Anita menghembuskan napas lega.***Saat itu dengan wajah lelah, Rani pulang dan langsung masuk ke dalam kamar. Tampak Chandra yang sedang tiduran di atas kasur karena ia pulang lebih dulu."Kamu sudah pulang, Ran?" tanya Chandra segera bangkit dari posisinya yang tengah bersandar pada bantal."Menurutmu bagaiman?" Rani tampak sangat lemas."Hari ini aku capek sekali, Mas. Banyak sekali pelangga
Keesokannya Chandra dan yang lainnya sudah duduk di kursi meja makan dan siap untuk sarapan. Tampak Anita yang sangat sibuk menyiapkan sarapan pagi itu."Loh Mas, kamu kok belum siap-siap sih, kamu nggak mau berangkat kerja?" tanya Rani dengan kening mengernyit."Emmm a-aku hari ini libur, Ran. Perutku masih nggak enak," jawab Rani."Huh dasar, punya suami kok gini banget sih. Nyesel banget aku nikah sama Mas Chandra. Bukannya dia yang menuhin kebutuhanku, ini malah aku yang memenuhi kebutuhan orang tuanya dan keluarga ini," batin Rani sedikit kesal.Tak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut Rani saat itu. Ia lebih memilih menyantap sarapannya dan mengabaikan Chandra yang saat itu terlihat sedikit pucat."Ya ampun, kamu sakit, Chandra? Yaudah nanti kita ke rumah sakit ya buat berobat." Hesti yang panik melihat putra kesayangannya sakit lantas cepat bertindak."Nggak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja," jawab Chandra menolak."Ibu benar, Chandra. Kalau kamu sakit sebaiknya kamu bero
Setelah Chandra memakinya pagi ini, akhirnya Hesti memberanikan diri menemui Rani yang sedang berada di butik miliknya.Hesti perlahan masuk ke dalam butik dan tampak Rani yang tengah melayani pelanggan dengan tersenyum ramah. Dengan sabar Hesti menunggu sampai Rani selesai.Tak lama, Rani yang menyadari kedatangan Hesti segera menghampirinya. Wajah Rani tampak sedikit sinis seperti tak suka dengan kedatangan Hesti ke butik miliknya."Ada apa ibu ke sini? Mau minta uang lagi?" tuduh Rani dengan pertanyaannya yang menohok.Hesti tersentak bukan main mendengar ucapan Rani yang begitu menusuk hingga ke jantungnya. Tapi, ia memilih untuk tenang dan tak terpancing emosi agar tak membuat Chandra semakin marah padanya."Emmmm b-begini, Ran. Ibu mau bicara sesuatu padamu," ucap Hesti pelan."Mau bicara apa, Bu? Langsung saja ke intinya. Kalau ibu mau minta uang langsung saja bilang." Rani menaikkan nada suaranya.Dengan keberanian yang semakin menjadi, Hesti mencoba meraih tangan Rani tapi i
Sesampainya di rumah, Nadira terus memikirkan tentang penyakit Chandra. Nadira hanya bisa melamun di depan cermin dengan tatapan matanya yang kosong."Ya Tuhan, kenapa aku jadi terus memikirkan mas Chandra."Nadira terlihat sangat resah. Beberapa kali ia melirik ke arah ponsel miliknya. Ingin sekali rasanya menghubungi Chandra untuk menanyakan keadaannya."Nggak! Aku nggak boleh menelepon mas Chandra. Kalau mas Wildan tahu aku menelpon mas Chandra, dia pasti akan sangat marah padaku," ucapnya lagi sembari mengurungkan niatnya.Tak lama Wildan pun mengetuk pintu Nadira, dan segera masuk saat Nadira telah mempersilahkannya."A-ada apa, Mas?" tanya Nadira menaikkan alisnya."Begini Nadira. Cincin yang kita pesan kan sudah jadi nah tinggal baju pernikahan kita saja yang belum jadi. Besok kita lihat ya ke butik soalnya tadi owner-nya sudah telpon aku dan meminta kita untuk ke sana," ucap Wildan yang selalu bersemangat setiap kali membahas pernikahan.Sesungguhnya Nadira masih belum ingin u
Pagi harinya Hesti sangat terkejut melihat Chandra yang tengah tertidur di ruang tamu tanpa bantal dan juga selimut."Loh, kamu kok tidur di sini?" tanya Hesti dengan kening mengernyit menatap Chandra yang baru saja membuka kedua matanya."Emmm i-iya, Bu," jawab Chandra."Memangnya kenapa kamu nggak tidur di dalam kamar kamu? Apa ini semua Rani yang meminta?" tanya Hesti menuduh."E-enggak, Bu," jawab Chandra menggelengkan kepalanya."Aku harus kasih dia pelajaran! Bisa-bisanya dia memperlakukan kamu seperti ini. Dia pikir ibu takut padanya karena dia lebih kaya daripada kita." Hesti yang tak percaya pada Chandra langsung menerobos masuk ke kamar Rani dan melihatnya yang tengah berdandan di depan cermin."Ibu ... Apa ibu nggak bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar ku. Nggak punya sopan santun," ujar Rani dengan suara semakin pelan."Untuk apa aku mengetuk pintu kamar ini. Rumah ini adalah milikku dan aku bebas masuk ke ruangan manapun semauku," jawab Hesti. Ia melangkahkan kaki