Saat Chandra, Anita, dan bu Hesti pergi untuk belanja, Roy memilih pergi ke rumah Nadira, nampaknya Roy harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan pernikahan adiknya itu, Roy dengan mantap berhenti di depan rumah Nadira yang terlihat sangat sepi. Beberapa saat kemudian, Nadira pun keluar dengan penampilan yang sudah rapi, nampaknya Nadira akan pergi bekerja. Kedatangan Roy pun mengejutkan Nadira, ia tidak menyangka jika tiba-tiba Roy berdiri di depan pintu gerbang. "Kak Roy, ada apa datang ke sini?" tanya Nadira setelah mengajak Roy duduk dan membuatkan sebelas teh. "Ada yang ingin aku tanyakan tentang hubunganmu dengan Chandra, Nadira," ucap Roy tanpa basa basi. "Hubunganku dengan mas Chandra? Tentu saja kami baik-baik saja Kak, cuma sejak semalam mas Chandra tidak mengangkat telpon dariku, dia juga tidak pulang, entah ke mana mas Chandra pergi, tapi kami tidak sedang bertengkar kok," seru Nadira menjelaskan. "Syukur lah kalau memang benar seperti itu." jawab Roy lega.Tak hany
"Mas, ayo ikut aku ke kamar, aku bawa kamu biar kamu bisa istirahat dengan tenang." ajak Nadira sambil memapah tubuh suaminya. Chandra tak merespon ajakan Nadira, namun langkahnya mengikuti ke mana Nadira itu membawanya. Karena tubuh mereka begitu sangat dekat dan bersentuhan, membuat Chandra berpikir bahwa ia harus melalukan pelepasan pada Nadira. Nadira dengan susah payah membuka pintu kamar, lalu menuntun tubuh suaminya sampai tiba di atas ranjang. Saat itu karena tidak bisa menyeimbangi tubuh kekar Chandra, Nadira imut terjatuh ketika merebahkan tubuh suaminya. Nadira dapat merasakan benda keras di bawah sana yang sepertinya menuntut untuk keluar, sementara Chandra sendiri merasakan kehangatan ketika dua buah benda menempel di dadanya. Keduanya sempat saling menatap satu sama lain, sebelum akhirnya Chandra tak mampu lagi menahan diri, ia dengan lahap menyantap bibir tipis Nadira dan meletakkan tubuh Nadira di bawah tubuhnya. Kini Nadira berada di bawah kungkungan nya, wanita i
"Sudah jam tujuh, kamu harus berangkat bekerja kan hari ini!" tandas Chandra melingkarkan handuk di pinggangnya. "Nggak papa Mas, aku bisa ambil libur hari ini, buat kam," ucap Nadira mengulas senyum. "Nggak bisa, aku yang keberatan kalau kamu ambil libur, ayo cepat turun, pakai handuk mu," cetus Chandra tak setuju dengan pilihan Nadira. "Mas, kamu kenapa si akhir-akhir ini menghindar terus dari aku?" Nadira nampak mengarahkan pandangannya pada pria yang bergelar suaminya itu, namun Chandra justru terdiam cukup lama tak menanggapi. "Ya udah, oke. Aku akan berangkat kerja hari ini, tapi kamu harus ikut aku ya," sambung Nadira akhirnya mengikuti permintaan Chandra. "Ikut? Untuk apa aku ikut kamu ke kantor, nggak ah," tolak Chandra. Ia keluar dari kamar mandi dan lekas memakai baju. "Kamu harus ikut, karena aku nggak mau sampai kehilangan kamu lagi Mas, saat aku meninggalkan kamu kerja, kamu justru menghilang dan nggak kasih aku kabar. Bahkan sampai sekarang aja kamu nggak kasih ta
"Apa, cerai?"Bak tersambar petir, Nadira terkejut ketika mendengar ucapan cerai dari suaminya ketika ia pulang bekerja. Dua bungkus makanan yang ia pesan di restoran tiba-tiba jatuh ke lantai, kedua tangannya begitu lemas, air mata pun tumpah ruah tak terasa. Sementara Chandra sendiri terlihat tenang menahan semua rasa yang ia simpan sendiri, ia pura-pura tegar, dan memastikan jika keputusannya itu adalah keputusan yang tepat. "Ya, aku ingin kita cerai Nadira, aku sudah tidak tahan lagi melanjutkan pernikahan ini," ucap Chandra membenarkan kalimat yang sempat Nadira dengar. Nadira menatap wajah Chandra sayu, spontan ia menggelengkan kepala dengan cepat, menolak keras perceraian itu. "Mas, kamu nggak boleh bilang kayak gitu, kamu tahu kan kalau seorang suami mengatakan kalimat itu, artinya sudah jatuh talak," lirih Nadira terisak. "Itu memang yang aku mau Nadira, aku menalak dan menceraikan kamu, itu artinya kamu sudah bukan istriku lagi," dengan nada tercekat, Chandra mengatakan
"Nadira, yang sabar ya," ucap Roy, akhirnya ia memilih mendekati Nadira dan menyentuh pundaknya, mengajak Nadira bangun untuk melanjutkan perjalanannya. "Aku akan mengantar mu pulang Nadira." sambung Roy, lalu meminta Nadira untuk menunggu. Roy setengah berlari menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah, dengan tubuh yang basah kuyup, Roy masuk kembali untuk mengambil kunci. Namun langkahnya dihentikan oleh Anita yang tak ingin suaminya itu pergi."Mas, kamu mau ke mana lagi si? Hujan-hujan gini lagi," protes Anita penuh tanya. "Aku mau mengantar Nadira pulang, kasihan dia," ucap Roy jujur. "Apa! Jadi kamu mau mengantar wanita itu pulang? Mas, kenapa tiba-tiba kamu jadi lembek kayak gini, memangnya siapa dia," protes Anita tidak terima. "Sebelum Chandra resmi menceraikan Nadira, dia tetap adik ipar kita, keluarga kita. Jadi aku harap kamu jangan melewati batas!" tegas Roy menatap nanar. Langkah kaki Roy yang pergi meninggalkan rumah, disaksikan oleh Chandra dan juga bu Hesti
Tring... Tring... Ponsel berdering saat Nadira sedang menikmati semangkuk mis instan yang ia buat untuk mengganjal perut, saat itu ia menatap ke arah layar, ada nama Wildan di sana. Meskipun sedikit malas untuk mengangkat telpon, namun Nadira akhirnya memencet tombol hijau. [Ya pak] singkat Nadira bertutur kata. [Nadira, apa kamu hari ini akan datang terlambat? Kenapa hanya kamu yang belum masuk kerja?] tanya Wildan yang menyadari bahwa Nadira tidak ada. [Maaf Pak, hari ini saja izin tidak masuk,] ucap Nadira memberitahu. [Tidak masuk? Memangnya ada apa Nadira, apa kamu sedang sakit?] tanya Wildan penuh selidik. [Ya pak, saya tidak enak badan. Untuk itulah saya izin tidak masuk] jawab Nadira sekenanya. [Udah ke rumah sakit? Aku antar kamu ya kalau belum?] tawar Wildan. [Atau kamu perlu obat apa? Biar aku belikan][Nad?][Nadira?!]Pesan itu tak terbalas karena Nadira sudah keluar dari aplikasi hijau, dan ponselnya sengaja ia matikan karena sengaja ingin ber-sepi bersama dengan
Seorang pria memakai kemeja putih keluar dari pengadilan agama, hari ini adalah sidang terkahir yang tidak dihadiri oleh Nadira untuk yang kesekian kalinya. Perceraian yang hanya diinginkan oleh Chandra itu tak membuat Nadira tergerak untuk hanya sekedar menyaksikan bahwa ia telah benar-benar resmi berpisah dengan suaminya. Nadira lebih memilih berdiam diri di rumah meskipun ia tahu bahwa hari ini jadwalnya pergi ke pengadilan, wanita itu benar-benar tidak sanggup menyaksikan saat hakim mengetuk palu. Ting... Tong.. Bel berbunyi, Nadira tersadar dari lamunan panjangnya di meja makan, wanita itu cukup lama mengaduk kopi yang ia buat hingga tak terasa dingin. Pintu dibuka, Nadira mengulas senyum kecil ketika Karina datang bertamu, wanita itu datang karena diminta oleh Nadira yang sedang kesepian dan rapuh, ia mempersilahkan Karina masuk, duduk bersama di ruang tamu yang terlihat sangat sepi. Karina menatap wajah Nadira penuh iba, ia terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Nadira n
Hari berganti minggu, dan minggu pun berganti bulan, Nadira kini sudah mulai bisa menerima kenyataan yang menimpanya, menjadi seorang janda mungkin sesuatu yang sangat memalukan baginya beberapa bulan lalu, tapi kini ia sadar jika semakin lama ia terpuruk, maka akan semakin sulit baginya menemukan kebahagiaan. Hari ini Nadira memutuskan untuk melupakan semuanya, berkat bantuan Karina dan teman-teman lainnya yang selalu ada untuk menguatkan, kini Nadira sudah bisa menyusun hari-hari lagi menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. "Nad, lo udah siap kan masuk kantor hari ini?" tanya Karina me menghampiri kamar Nadira. "Tentu saja, gue udah siap masuk kantor lagi, gue nggak mau larut dalam kesedihan terlalu lama, semua itu nggak akan kembali," ucap Nadira mengulas senyum. "Seriusan lo Nad?" Karina nampak tidak percaya mendengar jawaban dari Nadira, yang membuatnya terkejut. "Iya, gue serius lah, masa gue becanda si, lagian gue mau buktiin kalau gue masih bisa menata hidup gue meskipun
"Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang